Anda di halaman 1dari 21

POTRET PERADABAN ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN

ISLAM DI SPANYOL DAN SICILIA

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi salah satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam yang diampu oleh:
Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M. Hum.
Dr. Zaimudin, M. Ag.
Dr. Iin Kandedes, MA.

Disusun oleh:

Ayi Yusri Ahmad Tirmidzi


NIM. 21210110000021

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
Ayi Yusri A. Tirmidzi

I. INTRODUKSI
A. Latar Belakang
Spanyol dan Sicilia adalah dua wilayah di Eropa yang pernah
ditaklukkan oleh Islam untuk penyebaran dan pengembangan ajaran Islam di
wilayah tersebut. Mula-mula Islam menampakkan wajahnya di Spanyol,
ketika Islam berkuasa tersebut sejarah mencatat bahwa Spanyol mengalami
banyak perkembangan peradaban pesat ke arah positif—baik dari kebudayaan,
sosial maupun pendidikan Islam. Selain karena luhurnya nilai pemberdayaan
Islam, kondisi geografis Spanyol yang subur dan potensial juga mendorong
pesatnya kemajuan perekonomian di sana.1 Begitupun dalam aspek
kebudayaan dan pendidikan, perkembangan diskusi perihal agama, sastra, dan
filsafat berkembang pesat. Bahkan rekaman sejarah menyatakan bahwa kala
itu dalam waktu relatif singkat Cordova dapat menandingi Baghdad dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kesusastraan.2
Demikian karena beberapa “kehebatan” Islam di Spanyol secara historis
tersebut, diskusi mengenai peradaban (tsaqafah) Islam di Spanyol senantiasa
hangat. Menurut Philip K. Hitti, kala masa kejayaan Islam tersebut Spanyol
(Espania) merupakan wilayah paling strategis bagi Eropa untuk menggali
peradaban keislaman yang gemilang dalam segala bidang. Orang-orang Eropa
menjadi mata saksi sejarah bahwa peradaban Spanyol dalam kepemimpinan
Islam melonjak jauh meninggalkan negara Eropa lainnya, utamanya pada
bidang pemikiran, pengetahuan, dan kebudayaan.3
Selain membangun peradaban di Spanyol, Islam juga kemudian
menaklukkan sebuah pulau di wilayah Laut Tengah yang disebut dengan nama
Sicilia. Secara geografis, Sicilia terletak di sisi selatan semenanjung negara
Italia, terpisah oleh selat Messina. Menurut sejarawan, penaklukan Spanyol
dan Sicilia pada awalnya sama-sama didorong atas alasan peluasan dan
penyebaran Islam. Akan tetapi, Spanyol menerima kedatangan Arab tanpa
perlawanan yang berarti dan kemudian memeluk Islam. Sementara kaum
Yunani dan Latina di Sicilia memberikan perlawanan yang gigih, mereka

1
Miftakhul Muthoharoh, “Wajah Pendidikan Islam di Spanyol pada Masa Daulah Bani Umayyah”,
Jurnal Tasyri’, 25(2), 2018, 74.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 87.
3
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Terj. Dedi S. Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008), 530.

1
Ayi Yusri A. Tirmidzi

tidak tersedia begitu saja menyerahkan wilayahnya, terlebih lagi mereka


menolak menerima agama Islam.4 Untuk mengetahui bagaimana peradaban
Islam di Spanyol dan Sicilia secara lebih detail, maka makalah ini hendak
mencoba mengkaji permasalahan tersebut mulai dari asal-usul, kemajuan dan
kejayaan, hingga kemundurannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang akan dibahas
dalam makalah adalah:
1. Bagaimana Peradaban Islam pada Masa Pemerintahan Islam di Spanyol?
2. Bagaimana Peradaban Islam pada Masa Pemerintahan Islam di Sicilia?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
yakni untuk:
1. Memahami Bagaimana Peradaban Islam pada Masa Pemerintahan Islam di
Spanyol.
2. Memahami Bagaimana Peradaban Islam pada Masa Pemerintahan Islam di
Sicilia.
II. DISKUSI
A. Peradaban Islam di Spanyol
1. Masuknya Islam di Spanyol
Dalam banyak diskusi sejarah peradaban Islam, tanah Spanyol lebih
masyhur dengan nama Andalusia, yakni nama yang berasal dari sebutan
tanah semenanjung Iberia. Julukan Andalusia berasal dari kata vandalusia
yang berarti negeri bangsa Vandal, yakni sebab bagian selatan
semenanjung Iberia tersebut pernah dipimpin oleh bangsa Vandal
sebelum akhirnya mereka ditaklukkan oleh pasukan Gothic Barat sekitar
abad ke V. Kemudian wilayah ini dikuasai oleh Islam setelah penguasa
Umayyah merebut bumi semenanjung ini dari bangsa Gothik barat pada
masa kekhalifahan Al-Walid Ibn Abdul Malik.5
Catatan sejarah menyatakan bahwa sebelum menaklukkan Spanyol,
kekuasaan Islam pada masa Umayyah sudah mencapai Afrika Utara.

4
Muhammad Dahlan, “Islam di Spanyol dan Sicillia”, Jurnal Rihlah, 4(1), 2016, 65.
5
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), 110.

2
Ayi Yusri A. Tirmidzi

Penguasaan sepenuhnya atas wilayah tersebut terjadi pada zaman Khalifah


‘Abdul Malik (685- 705M), maka kemudian Hasan Bin Al-Nu’man Al-
Ghassani didaulat menjadi gubenur di sana. Pada masa khalifah Al-
Khalifah Al-Walid, Hasan bin Al-Nu’man sudah direkomendasikan oleh
Musa Bin Al-Nushair. Pada masa inilah kemudian, Islam melakukan
ekspansi melalui Musa bin Nushair hingga berhasil memperluas daerah
kekuasaannya dengan menduduki tanah Aljazair dan Maroko. Selain itu,
Musa juga menyempurnakan penaklukannya hingga daerah-daerah bekas
kekuasaan bangsa Barbari di pegunungan-pegunungan.6
Sebelum daerah itu dikalahkan dan kemudian dikuasai pemerintahan
Islam, di kawasan tersebut terdapat benteng-benteng yang menjadi basis
kekuasaan kekaisaran Romawi, yakni kekaisaran Gothik. Kekaisaran ini
seringkali menghasut masyarakat agar membuat kekacauan dan kerusuhan
untuk menentang kekuasaan Islam. Baru lah setelah wilayah ini benar-
benar dapat dikuasai, kemudian pemerintahan Islam mulai
memasyghulkan perhatiannya untuk menaklukkan wilayah Spanyol.
Syahdan, kekuasaan atas Afrika Utara tersebut menjadi batu loncatan bagi
kaum muslimin dalam menaklukkan Spanyol.7
. Dalam proses penaklukan Spanyol, ada tiga pahlawan atau pionir
Islam yang dapat dikatakan memiliki jasa yang paling besar dalam
memimpin satuan pasukan ke Andalusia. Mereka adalah 1) Tharif ibn
Malik, 2) Tharik ibn Ziyad, dan 3) Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut
sebagai seorang perintis dan penyelidik, ia melakukan invasi dengan
mengarungi selat yang ada di antara Maroko dan Eropa itu bersama
pasukan yang berjumlah lima ratus orang yang diantaranya adalah pasukan
berkuda, pasukan tersebut menunggangi empat buah kapal perang yang
disediakan oleh Raja Julian. Kemudian ia berhasil menang dan kembali
menuju Afrika Utara dengan membawa harta rampasan yang banyak dan
melimpah. Terdorong atas keberhasilan Tharif dan kemelut juga krisis
yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic—yang berkuasa di Spanyol
pada saat itu, juga sebab motivasi untuk mendapatkan harta rampasan

6
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), 162.
7
Miftakhul Munir, “Analisis Runtuhnya Islam di Spanyol”, Jurnal Al-Makrifat, 4(2), 92.

3
Ayi Yusri A. Tirmidzi

perang (ghanimah), pada tahun 711 M Musa ibn Nushair mengirim


pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 tentara yang dipimpin oleh Thariq ibn
Ziyad.8
Thariq ibn Ziyad lebih terkenal sebagai pemimpin penaklukan
Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih konkret.
Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh
Musa bin Nushair dan sebagian orang Arab lainnya yang diprakarsai
Khalifah Al-Walid. Pasukan tersebut kemudian menyebrangi selat dengan
komando Thariq ibn Ziyad. Menurut sejarah, sebuah gunung yang menjadi
tempat pertama kali Ziyad dan pasukannya mendarat dan menyiapkan
pasukan, dikenal dengan nama Gunung Gibraltar (Jabal Thariq).
Kemudian dalam pertempuran di wilayah Bakkah, Raja Roderick berhasil
ditundukkan. Dari situ lah maka wilayah seperti Granada, Cordova dan
Toledo berhasil dikuasai.9
Kemenangan pertama yang didapat oleh Thariq ibn Ziyad menjadi
jembatan untuk penaklukan wilayah lainnya yang lebih luas lagi. Gerakan
perluasan kekuasaan berikutnya muncul pada masa kekuasaan Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz (99 H/717 M) dengan sasaran untuk menduduki
daerah sekitar pegunungan Pyrennia dan Prancis Selatan. Kemudian
gelombang terbesar kedua dari ekspansi kaum muslimin yang gerakannya
dimulai pada awal abad ke-8 M ini kemudian berhasil menjangkau seluruh
Spanyol hingga melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian
penting dari Italia.
2. Periode Peradaban Islam di Spanyol
Sejak pertama kali menduduki tanah Spanyol hingga runtuhnya
kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peran dan posisi yang
sangat penting. Sejarawan mencatat bahwa peradaban panjang yang dilalui
umat Islam di Spanyol tersebut setidaknya dapat diidentifikasi menjadi
enam bagian periodisasi, yakni:
a. Periode Pertama (711-755 M)

8
Philip K. Hitti, Op Cit., 628.
9
Badri Yatim, Op Cit., 89.

4
Ayi Yusri A. Tirmidzi

Pada Periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali


atau gubernur yang diangkat oleh khalifah Dinasti Umayyah. Saat itu,
stabilitas politik dalam negeri Spanyol belum terkendali akibat kekacauan
di beberapa wilayah. Hal ini terjadi karena masa ini adalah masa peletakan
dasar atau asas ajaran Islam di Spanyol. Sisa-sisa penduduk di pegunungan
yang tidak patuh dan cenderung memusuhi pemerintahan Islam juga terus
mengganggu stabititas politik dan keamanan. Akibat cukup masifnya
konflik, maka dalam periode ini Islam di Spanyol belum melakukan
pembangunan secara signifikan pada bidang peradaban dan kebudayaan.
Periode ini berakhir dengan kedatangan Abdurrahman al-Dakhil ke
Spanyol pada tahun 755 M.10
b. Periode Kedua (755-912 M)
Pada masa ini Spanyol berada di bawah kepemimpinan seorang yang
bergelar Amir namun tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang
kala itu dipegang oleh kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama
yang memimpin adalah Abdurrahman I yang menginjak Spanyol sejak
tahun 755 M dan bergelar al-Dakhil.11 Selanjutnya, ia kemudian berhasil
mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Adapun pemerintahan Bani
Umayyah di Spanyol dipimpin oleh Ad-Dakhil, baru kemudian diteruskan
oleh Hisyam bin Abdurrahman.12 Abdurrahman al-Dakhil diangkat sebagai
Gubernur wilayah Cordova pada Desember tahun 755 M, kemudian bulan
Mei berikutnya al-Dakhil membangun rumah di kota tersebut sekaligus
mengangkat dirinya sebagai Amir secara struktural. Saat
kepemimpinannya, al-Dakhil memperindah kota-kota, membangun istana
dan benteng-benteng yang kokoh, serta pembangunan-pembangunan
lainnya.
Adapun setelah kepemimpinan al-Dakhil, pemerintahan Islam di
Spanyol dilanjutkan oleh putranya Hisyam I. Ia merupakan pemimpin
yang sangat Islami dan berpihak kepada rakyat lemah. Pada masa ini
tersebar secara masif madzhab Maliki yang disebarkan oleh Ziyad ibn
Abdurrahman, seorang ulama yang belajar langsung ke Madinah untuk
10
A. Mukti Ali, Sejarah Islam Pramodern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 319.
11
Badri Yatim, Op Cit., 94.
12
Ibid., 95.

5
Ayi Yusri A. Tirmidzi

mendalami Madzhab Maliki dari Imam Malik.13 Ia membangun jembatan


Cordova dan merampungkan pembangunan mesjid dan gereja yang
dibangun oleh ayahnya.
Hisyam I memerintah selama 8 tahun dan wafat pada tahun 796 M.
Kemudian kendali pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya Hakam. Pada
masa ini umat Islam di Spanyol mulai memperoleh banyak kemajuan,
khususnya aspek kemiliteran. Tampu kepemimpinan selanjutnya dipegang
Abdurrahman al-Ausath yang dikenal sebagai penguasa yang sangat
mencintai ilmu. Pada masa al-Ausath ini pemikiran filsafat mulai dikenal
dan menyebar, dengan itu ia mengundang para ilmuwan dari dunia Islam
lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga diskusi ilmu pengetahuan di
Spanyol mulai semarak.14
c. Periode Ketiga (912-916 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III,
yang bergelar “Al-Nashir” hingga munculnya raja-raja kelompok (muluk
al-thawa`if). Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan
seorang “Khalifah”. Pada periode ini juga umat Islam di Spanyol
mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, bahkan hingga menyaingi
Daulat Abbasyiah di Baghdad. Saat itu, Abdurrahman al-Nashir
mendirikan Universitas Cordova yang memiliki Perpustakaan dengan
koleksi ratusan ribu buku.15
d. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh
kerajaan kecil atau al-muluk al-thawa`if yang berpusat di suatu kota
seperti Siville, Toledo, dan lainnya. Pada priode ini umat Islam Spanyol
kembali memasuki masa pertikaian internal. Melihat kekacauan dan
banyak kelemahan yang menimpa kondisi politik Islam itu, untuk pertama
kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai menginisiasi agresi
penyerangan. Meskipun, kehidupan politik cenderung rentan dan tidak
stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang yang ditandai

13
M. Dahlan, Op Cit., 69.
14
Badri Yatim, Op Cit., 95.
15
Ibid., 97.

6
Ayi Yusri A. Tirmidzi

dengan dorongan istana kepada para sarjana dan sastrawan untuk


mendapatkan rekognisi dari satu istana ke istana lain.16
e. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode yang kelima ini, kekuatan Islam di Spanyol berada pada
dinasti Murabitun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahidun (1146-1235 M).
Dinasti Murabithun pada mulanya hanya sebuah gerakan agama yang
didirikan oleh Yusuf bin Tasyfin di Afrika Utara. Kemudian pada tahun
1062 M, ia berhasil membangun sebuah kerajaan berpusat di Marakessy.
Ia masuk ke Spanyol karena “invitation” para penguasa Islam di sana yang
tengah menghadapi beban berat perjuangan mempertahankan kedaulatan
negerinya dari serangan umat Kristiani. Pada tahun 1143 M, kekuasaan
dinasti Murabithun berakhir yang ditandai dengan jatuhnya Saragossa ke
tangan kaum Kristen, tepatnya pada tahun 1118 M. Kemudian pada tahun
1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang pusatnya di Afrika Utara
merebut daerah tersebut di bawah pimpinan Abdul Mun’im. Hingga tahun
1154 M, kota-kota Muslim yang penting seperti Cordova, Almeria, dan
Granada berada dalam kekuasaannya.
Dalam jangka beberapa dekade, dinasti Muwahidun mengalami
kemajuan pesat sehingga kekuatan-kekuatan kaum Kristen dapat dipukul
mundur. Akan tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, Muwahhidun
dengan cepat mengalami keruntuhan. Sementara pada tahun 1212 M,
tentara Kristen mendapatkan kemenangan besar dalam perang di Las
Navas de Tolesa. Maka kekalahan demi kekalahan yang dialami
Muwahidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan
tahtanya di Spanyol dan kembali ke Afrika pada tahun 1235 M. Dalam
kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-
serangan Kristen yang semakin besar.17
f. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya memiliki kedaulatan di daerah
Granada, yakni di bawah kepemimpinan dinasti Bani Ahmar (1232-1492).
Peradaban kala itu kembali mengalami kemajuan seperti di zaman

16
Ibid., 97-98.
17
Ibid., 98-99.

7
Ayi Yusri A. Tirmidzi

Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politis dinasti ini hanya


berkuasa di wilayah yang kecil. Kemudian kekuasaan Islam yang
merupakan benteng pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir sebab
perebutan kekuasaan, yakni Abu Abdullah Muhammad yang iri dan
merasa benci kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai
pengganti tahta raja. Dia kemudian memberontak dan berusaha
mengambilalih kekuasaan, hingga ayahnya terbunuh dan lalu digantikan
oleh Muhammad bin Sa’ad.
Abu Abdullah kemudian meminta pertolongan kepada Ferdinand dan
Isabella untuk menjatuhkan kekuasaan Sa’ad. Dua pemimpin Kristen ini
dapat menghabisi penguasa yang sah, maka kemudian Abu Abdullah naik
tahta. Tentu saja Isabella dan Ferdinand, keduanya ingin merebut
pemerintahan terakhir umat Islam di Spanyol. Oleh karena itu, Abu
Abdullah tidak sanggup menahan serangan-serangan orang Kristen
tersebut. Kemudian pada akhirnya ia menyerah dan memberikan
kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella. Dengan demikian berakhirlah
sejarah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M. Dalam kondisi
tersebut, umat Islam di Spanyol dihadapkan dalam dua pilihan, yakni
mememluk Kristen atau pergi meninggalkan kekuasaannya di Spanyol.
Kemudian pada tahun 1609 M, maka boleh dikatakan bahwa sudah habis
lah umat Islam di sana.18
3. Kejayaan dan Kemunduran Islam di Spanyol
a. Kejayaan Islam di Spanyol
Islam telah mencatat tinta emas dalam peradaban bangsa Eropa
melalui kedaulatan di Spanyol, khususnya dalam bidang pendidikan dan
pengetahuan. Berikut merupakan beberapa kemajuan selama pemerintahan
Islam:
1) Kemajuan Intelektual
Spanyol merupakan sebuah negeri yang subur. Kondisi yang subur
ini menjadi sumber pemberdayaan ekonomi, sebab kekuatan ekonomi

18
Ibid., 99-100.

8
Ayi Yusri A. Tirmidzi

inilah yang kemudian akan melahirkan banyak pemikir dari Spanyol.


Berikut kemajuan-kemajuan yang tercatat dalam sejarah:19
a) Filsafat
Islam yang hidup di Spanyol menjadi awal mula lahirnya para
filosof di kemudian hari, seperti Abu Bakar Muhammad bin Al-
Sayigh atau lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Selain itu ada Abu
Bakar ibn Tufail yang banyak menulis masalah kedokteraan,
astronomi, dan filsafat. Tokoh yang terbesar adalah Ibn Rusyd d
(Cordova) dengan kelebihannya adalah ahli dalam menafsirkan
karya-karya Aristoteles dan kehati-hatian serta mengakomodir
antara filsafat dan agama.
b) Sains
Dalam bidang sains, ilmu yang berkembang ketika itu adalah ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia. Ilmuwan yang
terkenal ketika itu adalah Abbas ibn Farnas yang merupakan ahli
dalam bidang kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang
menemukaan pembuataan kaca dari batu. Ada juga Ahmad ibn
Abbas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan, begitu
juga Umm Al-Hasan juga merupakan ilmuan kedokteran.
c) Fiqh
Spanyol ketika itu dikenal menganut mazhab Maliki. Orang yang
memperkenalkan mazhab Maliki di sana adalah Ziyad bin
Abdurrahman. Ahli fiqh lainnya adalah Abu Bakar bin Al-Qutiyah,
Munzir ibn Sa’id, Al-Baluti, dan yang terkenal adalah Ibn Hamzah.
d) Bahasa dan Sastra
Kemajuan dalam bidang bahasa juga dirasakan di mana bahasa
Arab dijadikan sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam di
Spanyol. Banyak yang kemudian muncul sebagai ahli bahasa Arab,
diantaranya: Ibnu Sayyidi, Ibn Malik—penulis Alfiyah, Ibn Al-
Hajj, Ibnu Khuruf, Abu Ali Al-Isbili, Abu Hayyan Al-Gharnati,
Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan lainnya.

19
Dedi Saputra Napitupulu, “Romantika Sejarah Kejayaan Islam di Spanyol”, Mukadimah, 3(1), 2019,
12-13.

9
Ayi Yusri A. Tirmidzi

e) Pendidikan Tinggi
Eksistensi Universitas Cordova di Spanyol yang menjadi salah satu
lembaga pendidikaan tinggi yang terkenal di dunia menjadi bukti,
bahkan hingga menandingi universitas Al-Azhar Cairo dan
Nizamiyah di Baghdad. Diantara para ulama yang mengajar di
Universitas Cordova adalah Syekh Ibnu Qutaybah, beliau dikenal
sebagai ahli gramatika. Ada juga Abu Ali Al-Qali yang masyhur
sebagai ahli filologi. Disamping Universitas Cordova, ada juga
Universitas Granada yang tidak kalah masyhurnya dengan
Cordova. Universitas ini dibangun oleh Khalifah Nashariyah
ketujuh yaitu Abu Yusuf al-Hajjaj. Kurikulum yang diajarkan di
Universitas Granada ini meliputi kaian teologi, filsafat, ilmu
hokum, kedokteran, kimia, dan astronomi.20
f) Perpustakaan
Keberadaan perputakaan dengan sejumlah besar buku-bukunya
merupakan salah satu diantara sekian hal yang menjadi sarana
penunjang kependidikan yang menjadi pusat perhatian. sebagai
contoh, perpustakaan Al-Hakam dengan jumlah bukunya 400.000
buah, selain itu pameran (bazzaar) buku merupakan aktivitas atau
program yang paling sering dijumpai di Universitas Cordova. Satu
kondisi logis dari masyarakat sadar dalam urusan ilmu
pengetahuan adalah mereka memusatkan perhatian (interest) pada
pengkajian secara ilmiah.
2) Kemajuan Arsitektur
Tidak hanya dalam wilayah ilmu pengetahuan saja, pembangunan
fisik juga mendapat perhatian umat Islam saat itu. Untuk
melancarkan akses ekonomi dan perdagangan, jalan-jalan dan pasar
dibangun, bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi yang belum
dikenal sebelumnya, kemudian dikenalkan oleh Islam kepada
masyarakat Spanyol. Demikian pula bangunan dan gaya arsitektur

20
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), 258. Lihat juga, Miftahul Muthoharoh, Op Cit., 75.

10
Ayi Yusri A. Tirmidzi

yang diwariskan Islam kepada Spanyol sangat berdampak besar bagi


kemajuan dan peradaban Eropa hari ini.
Diantara bangunan-bangunan monumental yang bernilai mahal
yang masih tegak hingga kini adalah: Masjid al-Jami’ dan Madinat
al-Zahra’ di Cordova, istana puri Al-Hamra’ di Granada serta Al-
Cazar di Seville. Masjid Jami’ Cordova adalah salah satu contohnya
yang memiliki 1293 tiang bagaikan pepohonan rimba yang
menopang atap. Masjid ini dihias pula oleh lampu bergantungan yang
terbuat dari kuningan. Kini masjid ini dikenal dengan nama La
Mezquita yang dijadikan Katedral oleh Ferdinand III setelah Cordova
direbutnya.
Penemuan kaum Muslimin yang paling penting dalam bidang
arsitektur adalah membuat atap yang berbentuk kubah berdasarkan
sistem “diagonal lengkung” dan sistem “diagonal rusuk”, sehingga
atap tidak memerlukan tiang penopang di tengah-tengah ruangan.
Kaum muslimin telah berhasil juga membangun menara tinggi. Di
daerah Tareul dijumpai empat menara yang menjadi kaki penopang
bangunan pelengkung (terowongan) sebuah jalan sebagaimana
kemudian ditiru pada arsitektur menara Effiel di Paris.21
b. Kemunduran Islam di Spanyol
Ada beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran Islam di
Andalusia sekaligus menunjukkan kekuatan Islam tak berdaya lagi.
Secara garis besar, penyebabnya adalah karena tiga hal, yakni:
1) Munculnya Muluk al-Thawa`if
Munculnya Muluk al-Thawa`if dalam pengamatan politik telah
menjadi indikasi akan kemunduran Islam di Spanyol, sebab dengan
terpecahnya kekuasaan tersebut maka khalifah menjadi dinasti-
dinasti kecil, kekuatan pun menjadi lemah. Melemahnya kekuasaan
Islam secara politis telah dibaca oleh orang-orang Kristen dan tak
disia-siakan oleh pihak musuh untuk menyerang imperium
tersebut, hingga pada puncaknya tahun 1492 M kedaulatan Islam di
Spanyol berhasil dikikis habis secara politis oleh kaum Kristiani.

21
Dedi Sahputra Napitupulu, Op Cit., 15.

11
Ayi Yusri A. Tirmidzi

2) Fanatisme Kesukuan
Semenjak kematian Abdurrahman III, para pemeluk Islam yang
baru sulit menerima sistem aristokrasi arab, mereka ini adalah
pihak pertama yang menentang kekhalifahan Umayyah, sehingga
muncul dua kekuatan besar yakni Berber dan Slavia. Karena itu
juga, beberapa suku saling merebutkan supremasi dan eksistensi
kesukuannya hingga bahkan berusaha mendirikan sebuah negara
terpisah yang merdeka.22
Kalangan orang Spanyol tulen dan Berber memandang bangsa
Arab sebagai pendatang atau orang asing (stranger), maka
keberadaan pemerintahan Arab Islam di Spanyol sulit menegakkan
ikatan kebangsaan yang integratif di tengah-tengah kemajemukan
ras dan suku, akibatnya imperium Islam Spanyol tepecah menjadi
sejumlah kelompok yaang saling bermusuhan sehingga
mempercepat kehancuaran pemerintahan Islam di Spanyol.
3) Konflik Islam dengan Kristen
Ketika perang Salib dilancarkan oleh orang-orang Kristen Eropa
terhadap orang-orang Islam di Asia Barat dan Mesir, sementara
umat Islam Spanyol mendapat serangan dari Negara Kristen
tetangganya dari Utara. Ada dua faktor utama yang mengawali
penyerbuan Kristen terhadap Spanyol Islam. Pertama, timbulnya
perpecahan yang sering muncul dikalangan umat Islam ditandai
oleh lahirnya muluk al-thawa`if. Kedua, bersatunya umat Kristen di
Utara Spanyol, terutama di daerah Prancis. Kehadiran Arab Islam
telah memantik rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen
menjadi lebih kuat. Hal ini menyebabkan kehidupan pemerintahan
Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara
Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M, umat Kristen memperoleh
kemajuan pesat dan signifikan, sementara umat Islam sedang
mengalami kemunduran.23

22
M. Dahlan, Op Cit., 78.
23
Badri Yatim, Op Cit., 107-108.

12
Ayi Yusri A. Tirmidzi

B. Peradaban Islam di Sicilia


1. Masuknya Islam di Sicilia
Sicillia adalah sebuah pulau di laut tengah, secara geografis letaknya
berada di sisi selatan semenanjung Italia. Pulau ini bentuknya menyerupai
bentuk segitiga dengan luas wilayah 25.708 km persegi.24 Sebelum
dikuasai Islam, penguasaan pulau ini berpindah-pindah dalm beberapa
abad mulai dari Yunani hingga Byzantium dan Islam. Pada masa ekspedisi
Islam di zaman Umar bin Khattab (634-644 M), Sicillia masih berada di
tangan Byzantium. Mereka menjadikan pulau ini sebagai markas tentara
untuk menghadapi orang Islam, sebenarnya pada masa Umar bin Khattab
kaum muslim berniat menaklukan pulau Silsilia, namun Umar bin Khattab
menolak dengan alasan jarak yang terlampau jauh dari pusat pemerintahan
Islam.
Niat kaum muslimin memasuki pulau ini baru terlaksana pada tahun
662 M, yakni pada masa Utsman bin Affan. Adapun usaha panaklukan
sudah mulai dilakukan oleh gubernur Damaskus, yakni Mu’awiyah bin
Abi Sufyan sejak 652 M. Atas suruhan Mu’awiyah, maka dikirimlah
pasukan dengan komando Mu’awiyah bin Khudaij. Meskipun gagal, ia
berhasil merampas banyak harta kekayaan perang di pasukan di
Byzantium. Serangan kedua dilakukan pada 667 M setelah Mu’awiyah
menjabat sebagai khalifah Umayyah. Pada zaman Abd. Al-Malik juga
dilakukan serangan, selanjutnya pada zaman al-Walid ibn Abdul Malik.
Gubernur Afrika utara, Musa bin Nushair, setelah menguasai Andalusia
juga menyerang Sicillia di bawah pimpinan anaknya Abdullah. 25 Setelah
dilakukan penyeranganpenyerangan terhadap wilayah ini, namun belum
berhasil dan hanya mendapatkan ghanimah yang melimpah.
Penaklukan Sicillia sebenarnya karena adanya konflik penguasa
Romawi. Kaisar Romawi memerintahkan gubernur Sicillia Constantin
untuk menangkap Euphemius, seorang komandan tentara Byzantium di
Sicillia. Kemudian keduanya bertempur dan ketika terdesak, Euphemius
meminta kepada Ziyadatullah dan mengimingi kekuasaan atas Sicillia.
24
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam (Jakarta: Prenada
Media Group, 2007), 157.
25
Ibid., 160.

13
Ayi Yusri A. Tirmidzi

Tawaran tersebut disepakati oleh Ziyadatullah. Maka pada tahun 827 M


(212 H), Ziyadatullah memerintahkan orang kepercayaan Assan bin al-
Furad untuk melaksanakan penyerbuan. Ekspedisi yang berlangsung
selama dua tahun dan memakan korban akhirnya membuahkan hasil.
Paleremo pun dapat dikuasai sehingga pasukan aglabi terus dapat
mengokohkan kedudukan Sicillia, terutama bagian barat Val Mazzar.
Pada tahun 830 M, Asbagh bin Wakil menundukkan Palermo dan
sejak itu secara de facto Palermo resmi menjadi ibu kota pemerintahan
Islam di Sicillia. Adapun wali pertamanya adalah Abu Fihri Muhammad
bin Abdullah. Selanjutnya penaklukkan demi penaklukkan terus
dilanjutkan oleh Ibrahim bin Abdullah yang kemudian berhasil menguasai
Panterallia, Tindano, Eulian dan wilayah Val di Mazarra. Fadl bin Ja’far
menguasai Messina, Letini dan Rogusa. Pada tahun 902 M seluruh Sicillia
dikuasai oleh kaum muslimin di bawah pimpinan bani Aghlab yang
setelah menghabiskan waktu penaklukan dari tahun 827-902 M. Kemudian
berdirilah pemerintahan di bawah dinasti Bani Aghlab dan Fatimiyyah.26
2. Penguasa Sicilia
a. Dinasi Bani Aghlab (903-909M)
Pusat Dinasti Bani Aghlab adalah daerah Tunisia, disana mereka
mengangkat lima orang gubenur dengan gelar Amir, shahib, atau wali
di Sicillia, dan Palermo sebagai ibukotanya. Para gubernur mempunyai
kekuasaan penuh dalam perihal perang atau damai. Pembagian
ghanimah, mencetak uang, menetukan pajak, mengangkat qadhi, dan
lainnya. Penduduk Sicillia saat itu terkumpul dari berbagai agama dan
ras; Islam, Kristen, Yahudi, Bangsa Sicillia, Yunani, Arab, Lombard,
Persia, Barbar, Negro. Sementara mayoritas masyarakat muslim adalah
keturunan bangsa barbar, Sicillia dan Arab.
Ketika dikuasai dinasti Muslim, populasi penduduk Sicillia
bertumbuh seiring datangnya imigran muslim dari wilayah Afrika,
Spanyol dan Barbar. Di setiap kota di Sicillia dilengkapi dengan
sebuah dewan kota, pada zaman ini juga mulai diperkenalkan
reformasi agama. Hal ini dilakukan agar tanah tak hanya dikuasai oleh

26
M. Dahlan, Op Cit., 81-82.

14
Ayi Yusri A. Tirmidzi

orang-orang kaya saja. Irigasi juga mulai diperkenalkan, sehingga


sektor pertanian berkembang pusat. Pada abad 10 M, Sicillia menjadi
provinsi di Italia yang sangat padat dengan jumlah penduduk mencapai
angka 300.000 jiwa.27
b. Dinasti Fathimiyyah (909-965 M)
Pada tahun 909 M, Ali bin Ahmad bin Abi al-Fawaris
menggulingakan Ahmad bin Husain, gubernur dinasti Aghlabiyah
yang terakhir. Masa transisi dari Aglab ke Fatimiyah di Sicillia terjadi
pergolakan agamis, yakni pertentangan antara Sunni dan Syiah.
Namun dalam jangka yang relatif pendek, Fathimiyah mampu
mengatasinya. Adapun gubernur-gubernur dinasti fathimiyah di
Sicillia antara lain Ziyadatullah bin Qurthub, Salim Rasyid, Abu Musa
al-Dayf, Hasan bin Ali, dan Khalil bin Ishaq. Di bawah kepemimpinan
para gubernur tersebut, dinasti Fathimiyah membangun peradaban
Islam dengan beragam kemajuan, khususnya pada masa Hasan bin Ali
al-Kalabiy. Ia kemudian mendirikan dinasti Kalbiyah di Sicillia, meski
begitu ia tetap setia kepada Fathimiyah.
c. Dinasti Kalbiyah (948-1061 M)
Dinasti Kalbiyah berdaulat selama kurang lebih 80 tahun. Hasan
al-Kalabiy dapat menaklukkan daerah basis Kristen di sebelah utara
Sicillia, dan kemudian merubah nama kota tersebut menjadi
Mu’izziyah sebagai wujud penghormatan terhadap khalifah
Fathimiyah Muiz. Sejak tahun 948 M, khalifah Fathimiyah, Ismail al-
manshur mengangkat Hasan al-Kalabiy sebagi Amir Sicilia. Secara de
facto, Keamiran Sicilia terlepas dari pemerintah Fathimiyah di Mesir.
Lalu diganti dengan Amir yang baru bernama Abu al-Qasim (946 M-
982 M). Pada periode kedua Amir tersebut berkuasa, muslim Secilia
bertempur dengan Byzantium. Setelah itu, kekuasaan Islam cenderung
meredup seiring dengan terjadinya perebutan kekuasaan di tubuh umat
Islam. Kemudian tahun 1061 M, Sicilia resmi lepas tangan dari umat
Islam.
3. Kejayaan dan Kemunduran Islam di Sicilia

27
Ibid., 82.

15
Ayi Yusri A. Tirmidzi

a. Kejayaan Islam di Sicilia


Selama berkuasa di Sicillia Islam mencapai beberapa kemajuan
antara lain, kemajuan dalam bidang sains, sebuah universitas telah
didirikan di Palermo yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam. Sicillia berperan sebagai wilayah penting dalam
konektivikasi Eropa dengan dunia Islam. Meskipun Sicillia sendiri
tidak banyak menghasilkan pemikir dan lembaga spektakuler, akan
tetapi keberadaan literatur dan tradisi keilmuan yang dibawa dari dunia
Islam lainnya, telah memungkinkan para ulama dan cendekiawan
Sicillia menyalurkan hal-hal baru kepada kolega mereka dari daratan
Eropa.
Penerjemahan karya-karya keilmuwan baik filsafat, sufisme,
kedokteran, matematika, optik atau astronomi ke dalam bahasa-bahasa
Eropa banyak dilakukan melalui Sicilia.28 Karya-karya Islam termasuk
terjemahannya membangun integrasi dengan Eropa melalui jembatan
Sicillia. Karya-karya tersebut tentunya sangat berguna terhadap sejarah
perkembangan peradaban manusia, bahkan terjemahannya dilakukan
pula terhadap karya Ibnu Rusyd ke dalam bahasa Latin dan Nebrawi
(Yahudi). Buku-buku Ibnu Rusyd yang berbahasa Arab diangkut ke
Universitas Palermo dan Toledo, sebab itu tidaklah mengherankan
pada waktu pembakaran buku-buku Ibnu Rusyd yang musnah adalah
dalam bahasa aslinya (bahasa Arab) karena dalam waktu yang relatif
singkat di beberapa tempat di Eropa, muncul karya-karya Ibnu Rusyd
dalam bahasa Latin (Yahudi).29
Jika dicermati lebih jauh, penulis berasumsi bahwa tranfer
khazanah intelektual Islam ini, merupakan penopang utama lahirnya
renaissance di Italia dan Eropa. Pemikiran-pemikiran ulama Islam
terdahulu, utamanya Syekh Ibnu Rusyd merupakan kontribusi nyata
Islam terhadap kebangkitan Eropa. Pulau Sicillia merupakan tempat
terjemahan buku-buku Islam yang telah memberikan sumbangan yang
cukup penting dalam kebangkitan peradaban tersebut. Dalam bidang

28
Ibid., 85.
29
Ahmad Zainal Abidin, Riwayat Hidup Ibnu Rusyd, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 151.

16
Ayi Yusri A. Tirmidzi

terjemahan muncul nama Rahib Jiral Salfalteer yang menerjemah dari


bahasa Arab ke bahasa latin, Musa bin Maimuna (1191 M), Micheal
Scot (1230 M), Yacob Al-Abrawi (1232 M), dan Herwan (1256 M).
Selain kemajuan dalam bidang sains, penguasa Islam di Sicillia
telah berhasil menghapus secara total pajak hewan yang digunakan
untuk mengangkut barang atau membajak sawah, sebelum Islam
berkuasa di Sicillia yakni pada saat Sicillia berada di bawah kekuasaan
Bizantium pajak terhadap hewan sangat tinggi. Selain itu Islam di
Sicillia juga telah berhasil membuat mata uang sendiri dengan
mencantumkan nama gubernur Sicillia dan Amir Bani Aghlab. Pun
dalam bidang pertanian, saat itu telah dibangun irigasi yang sangat
bermanfaat bagi produktivitas hasil pertanian sehingga hasil pribumi
seperti tebu, kapas, buah apel, dan lain-lain.30
b. Kemunduran Islam di Sicilia
Mundurnya kekuasaan tersebut antara lain ditengarahi karena
situasi politik umat Islam yang sangat mudah terpengaruh, sehingga
kemudian terjadi perpecahan internal, adanya pertentangan dan
persaingan antara dinasti, banyak penguasa Islam yang tenggelam
dalam kehidupan mewah, terjadinya hubungan khsusus antara
pemimpin Islam tertentu dengan pemimpin Kristen untuk menjatuhkan
sesama muslim yang dianggap sebagai pesaing, dan juga menguatnya
kembali kerajaan-kerajaan Kristen di Eropa yang didukung oleh seruan
dan semangat perang salib, khususnya perang salib angkatan kedua
dan ketiga.
Kehancuran Islam di Sicillia bermula atas pergamtian kekukasaan
dari dinasti Aghlabiyah ke dinasti Fatimiyah, kemudian pusat
pemerintahan dinasti Fatimiyah pindah ke daerah Mesir pada tahun
972 M, dengan demikian kontrol pemerintahan menjadui lemah.
Dalam lembaga-lembaga pemerintahan dengan diam-diam menjadi
warisan merut garis al-Hasan Ali al-Kalabiy. Warisan-warisan

30
Selengkapnya, lihat Jahdan Hilman, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang,
1989), 231-232.

17
Ayi Yusri A. Tirmidzi

gubernur al-Kalbi yang berlangsung sampai pada tahun 1040 memberi


tanda hilangnya pengaruh dan kekuatan muslim di Sicillia.31
Dengan kejatuhan al-Kalabiy menyebabkan timbulnya perang
saudara antara muslim Sicillia dengan muslim Afrika, Palermo
diperintah oleh orang-orang yang terhormat, sementara sebahagian
yang lain diperintah oleh pangeran-pangeran lokal orang-orang
Norman yang berhasil menduduki Italia Selatan. Satu hal yang sangat
berpengaruh terhadap kemunduran dan bahkan mengantarkan
kekuasaan Islam di Sicillia mengalami kehancuran adalah upaya
penguasa Kristen Romawi untuk mengembalikan Sicillia
kepangkuannya. Usaha tersebut semakin mendapat peluang besar
dengan kemunculan penguasa-penguasa daerah lokal yang
bekerjasama dengan Romawi, seperti Ibn al-Sammah, sementara untuk
memenuhi ambisi emosionalnya ia memohon bantuan kepada bangsa
Normandia. Begitu pula dengan Ibn Hamud yang jelas menyatakan
kesetiaannya terhadap Roger, Raja Normandia. Maka dari itu, satu
demi satu daerah kakuasaan Islam jatuh ke tangan penguasa Kristen
yaitu Normandia dan Roger I.32
III. KONKLUSI
Peradaban Islam di Spanyol bermula dari ekspansi Thariq bin Ziyad ke
Spanyol dan mengalahkan Raja Roderick pada tahun 711 M. Keberhasilan
tersebut menjadi pondasi awal terbangunnya pemerintahan Islam di Spanyol yang
terpisah dari Umayyah di bawah pimpinan Abdurrahman Ad-Dakhil sejak tahun
755 M. Peradaban Islam di Spanyol kemudian berjalan dengan berbagai kemajuan
dan kejayaannya dalam berbagai bidang, hingga kemudian kedaulatan tersebut
berakhir setelah Abu Abdullah menyerah kepada Ferdinand dan Isabella pada
tahun 1492 M.
Adapun peradaban Islam di Sicilia bermula dari ekspansi yang dilakukan
Ziyadatullah terhadap kekuasaan Constantin (Gubernur Sicilia) pada tahun 827 M.
Kemudian pada 830 M, Asbagh bin Wakil berhasil menguasai Palermo dan sejak
itu Palermo resmi menjadi ibu kota daulah Islam di Sicillia, penaklukkan
31
Ibid., 238.
32
Yudian Wahyudi dkk., Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyah (Solo: Pustaka Manthiq, 1992),
128-129

18
Ayi Yusri A. Tirmidzi

selanjutnya dilakukan oleh Ibrahim bin Abdullah yang berhasil menduduki


Panterallia, Tindano, Eulian dan wilayah Val di Mazarra. Juga Fadl bin Ja’far
yang menguasai Messina, Letini, dan Rogussa. Pada tahun 902 M. Sejak itu lah
Islam berhasil membangun kedaulatan penuh di Sicilia, hingga kemudian
kedaulatan tersebut runtuh setelah Dinasti Kalbiyah—di bawah pimpinan Abu Al-
Qasim—berhasil dikalahkan kekaisaran Byzantium pada 1069 M.

19
Daftar Rujukan

Abidin, A. Z. (1975). Riwayat Hidup Ibnu Rusyd. Yogyakarta: Bulan Bintang.

Amin, S. M. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Dahlan, M. (2016). Islam di Spanyol dan Sicillia. Jurnal Rihlah, 4(1), 62-91.

Hilman, J. (1989). Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.

Hitti, P. K. (2008). History of The Arabs. (D. S. Riyadi, Penerj.) Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta.

Munir, M. (2019). Analisis Runtuhnya Islam di Spanyol. Jurnal Al-Makrifat, 4(2), 89-
108.

Muthoharoh, M. (2018). Wajah Pendidikan Islam di Spanyol pada Masa Daulah Bani
Umayyah. Jurnal Tasyri', 25(2), 71-79.

Napitupulu, D. S. (2019). Romantika Sejarah Kejayaan Islam di Spanyol. Mukadimah,


3(1), 9-19.

Nata, A. (2004). Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sunanto, M. (2007). Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam.


Jakarta: Prenada Media Group.

Suwito. (2005). Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Wahyudi, Y. (1992). Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyah. Solo: Pustaka


Manthiq.

Yatim, B. (1997). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai