Anda di halaman 1dari 21

DINASTI ISLAM DI SPANYOL

OLEH:

SANGGA RILAU SAIFUL


NIM. 19062052018

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji penulis haturkan kepada Allah subhaanahu wa ta’aala,
Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta taufiq-
Nya sehingga kita dalam keadaan sehat wal-‘afiyat. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada junjungan abadi kita, Nabi Muhammad shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Syukur Al-hamdulillaah penulis panjatkan atas suksesnya penyusunan
makalah ini yang berjudul Dinasti Islam di Spanyol. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Oleh karena itu penulis
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait, terutama dosen pengampu
(Prof. Dr. H. A. Rahim Yunus, M.A.; Dr. Hj. Nurul Fuadi, M.A.; dan Dr. Hj.
Aisyah Abbas, M.Ag.), orang tua dan sahabat penulis yang telah berpartisipasi,
baik secara langsung maupun tak langsung, didalam penyusunan makalah ini,
sehingga berjalan dengan lancar dan selesai dalam waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan baik dari segi struktur kalimat, pemilihan kata-kata, dan
isi. Oleh karena itu penulis mohon saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah
ini yang nantinya akan bermuara kepada kesempurnaan pengetahuan yang kita
peroleh.

Penulis,
Sangga Rilau Saiful
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Masuknya Islam di Spanyol 4


B. Perkembangan Politik Pemerintahan Islam di Spanyol 5
C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Lembaga Pendidikan 12
D. Faktor Kemunduran dan Kehancuran Islam di Spanyol 14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 16
B. Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dua dinasti Islam pertama dan terbesar, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah,
telah meninggalkan tinta emas dalam sejarah kebudayaan dan peradaban Islam pasca
Khulafaur Rasyidin. Kebudayaan dan peradaban tersebut tersebar luas diluar kawasan
Arab. Hal ini terlihat dari banyaknya ilmuwan, ulama, dan filsuf yang lahir dari hasil
assimilasi dua kebudayaan yang berbeda, diantaranya adalah Arab dan Spanyol. Salah
satu tokoh pemikirnya adalah seorang filsuf yang bernama Abu Bakr Muhammad bin
al-Sayyigh atau dikenal dengan sebutan Ibn Bajjah.
Sama halnya dengan bangsa Indonesia, bangsa Spanyol juga dulu dikuasai oleh
beberapa bangsa. Kerajaan pertama yang berkuasa di tanah Hispania ini adalah bangsa
Romawi sejak 133 Masehi sampai abad kelima.1 Pada tahun 406 Masehi, bangsa
Vandal berhasil mengusir bangsa Romawi. Bangsa Vandal kemudian mendirikan
kerajaan di propinsi Chartage. Sejak bangsa Vandal berkuasa, Spanyol berubah nama
menjadi Vandalusia, yang kemudian orang Arab menyebutnya sebagai Al-Andalusia.2
Setelah bangsa Vandal, negeri yang yang berada di Semenanjung Iberia ini
dikuasi oleh bangsa Gathia (Gothic) atau Kerajaan Visigoth pada 507 M.3 Sebelum
datang Islam, komposisi agama di Spanyol terdiri dari Yahudi dan Kristen. Namun
sejak dikuasai oleh bangsa Gathia, kebebasan beragama di Spanyol hilang sama sekali.
Orang Yahudi dipaksa menganut agama yang menjadi agama resmi bangsa Gathia,
yaitu Kristen.
Kawasan Eropa, termasuk Spanyol, merupakan salah satu kawasan yang belum
tersentuh oleh kebudayaan Islam pada abad kelima. Kawasan terdekat dengan Eropa
yang telah dikuasai oleh Islam, yaitu Afrika Utara. Kawasan ini dikuasai oleh Islam
sejak Bani Umayyah berkuasa, yaitu pada masa pemerintahan Abdul Malik bin
Marwan (685-705). Beliau mengangkat Hasan bin Nu’man al-Ghassani sebagai
gubernur di Afrika Utara. Namun sejak tampuk Kekhalifahan beralih ke anaknya, al-
Walid bin Abdul Malik (705-715), gubernur Afrika Utara dijabat oleh Musa bin

1
Rianawati, Sejarah dan Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2010), hlm. 141
2
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 138
3
Ibid.
Nusair. Dibawah perintah sang khalifah, Musa melakukan penaklukan totalitas
terhadap Maroko dan Aljazair.4
Dengan dikuasainya Maroko dan Aljazair, pasukan Islam sebenarnya bisa
langsung melakukan ekspansi ke Spanyol dengan mudah, mengingat kedua Negara itu
hanya dibatasi oleh Laut Mediterania. Ini tidak dilakukan karena Islam adalah agama
pembawa rahmat bagi seluruh alam. Masuknya pasukan Islam ke Spanyol bukan
karena syahwat kekuasaan, namun karena adanya kesamaan peristiwa yang dirasakan
oleh Yahudi dan Islam.
Seperti yang sempat disinggung sebelumnya bahwa orang Yahudi di Spanyol
mendapatkan tindakan sewenang-wenangan dari penguasa saat itu. Mereka tidak
dibebaskan untuk menjalankan agamanya. Keadaan ini pernah dirasakan oleh umat
Islam pada periode Mekkah, dimana mereka juga dilarang menyebarkan agama Islam
bahkan nyawa mereka bisa melayang kalau melawan penguasa Quraisy waktu itu.
Atas dasar itulah Khalifah al-Walid bin Abdul Malik melakukan misi pembebasan atas
Tanah Spanyol.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang singkat diatas, penulis mencoba mengidentifikasi
persamalahan yang akan diangkat dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana proses masuknya Islam di Spanyol?
2. Bagaimana perkembangan politik pemerintahan Islam di Spanyol?
3. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan selama
Islam berkuasa di Spanyol?
4. Factor-faktor apa sajakah yang menyebabkan mundur dan hancurnya Dinasti
Islam di Spanyol?

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, dapat kita lihat tujuan penulisan makalah ini,
yaitu untuk mengetahui:
1. Proses masuknya Islam di Spanyol;
2. Perkembangan politik pemerintahan Islam di Spanyol;

4
Ibid., hlm. 140
3. Perkembangan ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan selama Islam berkuasa
di Spanyol; dan
4. Factor-faktor yang menyebabkan mundur dan hancurnya Dinasti Islam di
Spanyol.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Masuknya Islam di Spanyol
Masuknya Islam di Spanyol terdiri dari tiga (3) tahap, yaitu tahap perintisan
atau penyelidikan atau dalam istilah kemiliteran disebut pembukaan jalan, tahap
penaklukan, dan tahap penguasaan. Ketiga tahap ini merupakan gelombang
penyerangan pertama dibawah komando Khalifah al-Walid bin Abdul Malik (710-
712). Setiap tahap memiliki pahlawannya masing-masing.
Pasukan perintis dipimpin oleh Tharif bin Malik pada 710 M. Dia berangkat
bersama 500 orang pasukan prajurit. Tharif berhasil menyeberangi selat yang berada
di antara Marokko dan benua Eropa. Di antara pasukan Tharif adalah tentara berkuda,
mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerangan
pertama itu, Tahrif bin Malik tidak mendapat perlawanan yang berarti malahan mereka
menang dan membawa pulang harta rampasan yang lumayan banyak ke Afrika Utara. 5
Pasukan penakluk dipimpin oleh Thariq bin Ziyad yang berangkat pada 711 M
yang membawa pasukan sebanyak 7000 orang. Sebagian besar pasukannya adalah
suku Barbar yang didukung Musa bin Nusair dan sebagian lainnya lagi adalah orang
Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan mereka menyeberangi selat dibawah
pimpinan Thariq bin Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan
pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya untuk melakukan penyerangan
disebut dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Karena pasukan raja Roderik kala itu
berjumlah 70.000 orang (ada pula yang mengatakan 100.000 orang), maka Musa
mengirim pasukan tambahan sebanyak 5000 orang atas permintaan Thariq. Sehingga
jumlah pasukan Thariq seluruhnya hanya 12.000 orang.6
Thariq bertempur dengan raja Roderik di sebuah tempat yang bernama Wadi
Lakuh (Rio Guadalete), propinsi Sidona. Dalam pertempuran tersebut, raja Roderik
dibakarkan meninggal. Dia melompat ke sungai dan mayatnya tidak pernah
ditemukan.7

5
Ibid., hlm. 141
6
Ibid.
7
James, David, Early Islamic Spain: The History of Ibn al-Qutiya (New York: Routledge, 2009), hlm. 51
Pasukan ketiga yang dipimpin oleh gubernur Musa bin Nusair berangkat pada
712 M dan berhasil menaklukkan kota seperti Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida,
lalu bergabung dengan Thariq di Toledo.8
Gelombang kedua penaklukan Spanyol dilakukan pada masa pemrintahan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717 M). Sasarannya untuk menguasai pegunungan
Pyrenia dan Perancis selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada al-Samah, tetapi
usahanya gagal dan dia terbunuh pada tahun 720 M. Selanjutnya, masih dalam masa
Daulah Umayyah, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdul Rahman bin Abdullah,
tetapi penyerangannya ke Perancis tidak berhasil dan dia beserta tentaranya mundur
kembali ke Spanyol.
Sehingga bisa dikatakan bahwa Spanyol hanya bisa ditaklukkan dalam satu
gelombang, yakni dibawah kepemimpinan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik.
Penaklukan Spanyol ini sangatlah mudah karena kondisi politik dan ekonomi Spanyol
saat itu sangat lemah. Ditambah lagi dengan kebebasan beragama telah direnggut.
Sehingga rakyat Spanyol saat itu sangat mendambakan ‘Ratu Adil’ yang akan
menyelamatkan mereka dari genggaman bangsa Gathia.

B. Perkembangan Politik Pemerintahan Islam di Spanyol


Islam Berjaya di Spanyol tidak kurang dari tujuh (7) abad sejak masuknya
Islam di tanah Hispanik ini. Selama itu pula dinamika politik pemerintahan mewarnai
perjalanan panjang Dinasti Islam di Spanyol. Kepemimpinan Islam di Spanyol ada
yang mengatakan terdiri dari empat periode9 dan ada pula yang mengatakan enam
periode10. Tapi penulis cenderung kepada pendapat pertama, bahwa periode politik
pemerintahan Islam di Spanyol terbagi kedalam empat periode.
1. Periode Bani Umayyah I
Sejak masuknya Islam di Spanyol, ada sembilan (9) Khalifah Bani
Umayyah yang bergantian mengisi sejarah panjang Islam di Spanyol, yaitu:11
a. Walid bin Abd. Malik (705 – 715 M)
b. Sulaiman bin Abd. Malik (715 - 717 M)
c. Umar bin Abd. Aziz (717 – 720 M)

8
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 143
9
Ibid., hlm. 148-150
10
Widuri, Hidayati, dkk., Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016), hlm. 69-73
11
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 137
d. Yazid bin Abdil Malik (720-724 M)
e. Hisyam bin Abd. Malik (724 – 743 M)
f. al-Walid bin Yazid (743 – 744 M)
g. Yazid bin Al-Walid (744 M)
h. Ibrahim bin Sulaiman (744 M)
i. Marwan bin Muhammad (744 – 750 M)
Daerah yang dikuasai oleh Bani Umayyah disebut sebagai propinsi,
sehingga pemimpinnya sudah pasti disebut sebagai gubernur (amir). Amir atau
gubernur ditunjuk langsung oleh Khalifah dan secara otomatis bertanggung jawab
kepada Khalifah. Pada saat Spanyol telah dikuasai, Khalifah al-Walid bin Abdul
Malik tidak menunjuk gubernur untuk memimpin Spanyol waktu itu karena pada
saat yang bersamaan gubernur Afrika Utara, Musa bin Nusair juga turut berjuang
menaklukkan Spanyol. Jadi bisa dikatakan bahwa Musa saat itu menjabat sebagai
gubernur untuk dua (2) propinsi, yaitu Afrika Utara dan Spanyol.
Menjelang mangkatnya Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, beliau
memanggil pahlawan Spanyol, Tahriq dan Musa, untuk melaporkan keadaan
daerah taklukan ke Damaskus. Agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan,
maka Musa bin Nusair memberikan mandate kepada anaknya, Abdul al-Aziz
untuk bertanggung jawab membangun kota Sevilla. Pada saat Sulaiman bin Abd.
Malik naik tahta menjadi Khalifah, ia memenjarakn Musa bin Nusair dan
memerintahkan lima algojonya untuk membunuh Abdul al-Aziz yang waktu
pembunuhan sedang mengaji.12
Gonjang-ganjing politik kepemimpian Islam di Spanyol sudah mulai
terlihat sejak Sulaiman bin Abd. Malik menjabat sebagai Khalifah, menggantikan
saudaranya yang telah mangkat, al-Walid bin Abdul Malik. System penunjukan
gubernur Andalusia berbeda dengan system penunjukan gubernur di propinsi
lainnya. Khalifah terlebih dahulu menunjuk gubernur Afrika dan Afrika Utara,
lalu gubernur inilah yang diberi kewenangan untuk menunjuk siapa yang akan
menjadi gubernur di Andalusia. Sehingga gubernur Andalusia secara politik tidak
bertanggung jawab secara langsung kepada Khalifah yang berkuasa. Tapi praktik
system pemilihan gubernur ini tidak dilakukan saat Umar bin Abdul Aziz

12
James, David, Early Islamic Spain: The History of Ibn al-Qutiya (New York: Routledge, 2009), hlm. 53
Rahimahullah naik menjadi Khalifah. Beliau menunjuk langsung gubenur
Andalusia sehingga dia punya kekuasaan penuh di Andalusia.
Adapun wali/amir/gubernur yang berkuasa di Spanyol pada periode ini
adalah sebagai berikut:13
1. Ayyub ibn Habib al-Lakhmi (716) yang dilantik oleh suku Berber.
2. al-Hurr ibn Abdul Rahman al-Thaqafi (716-719) yang diangkat oleh Abdullah
ibn Yazid (gubernur Afrika dan Afrika Utara) pada masa kepemimpinan
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik.
3. al-Samh ibn Malik al-Khawlani (719-721) yang ditunjuk langsung oleh
Khalifah Umar bin Abd. Aziz. Sedangkan gubernur Afrika diserahkan kepada
Ismail ibn Abdullah.
4. ‘Anbasa ibn Suhaym al-Kalbi (721-726), Yahya ibn Salama al-Kalbi (726-
728), Usman ibn Abi Nisa al-Khathami (728-729), Hudhayfa ibn al-Ahwas
al-Qaysi (728), al-Haytham ibn Abdul Kafi (729-730), Abd al-Rahman ibn
Abdullah al-Ghafiqi (730-732), dan Abdul Malik ibn Qatn al-Fihri (732-734)
yang ditunjuk oleh Bishr ibn Safwan (gubernur Afrika) pada masa
kepemimpinan Yazid bin Abdil Malik.
5. ‘Uqba ibn al-Hajjaj al-Saluli (734-741) yang ditunjuk oleh ‘Ubaydillah ibn al-
Habab (gubernur Afrika Utara) pada masa kepemimpinan Hisyam bin Abd.
Malik. Pada masa kepemimpinan Hisyam bin Abd. Malik inilah terjadi
perang saudara di Andalusia. Amir ‘Uqba ibn al-Hajjaj al-Saluli dilengserkan
oleh Abdul Malik al-Fihri (741) dan dia menyatakan tidak tunduk kepada atau
melepaskan diri Dinasti Umayyah. Namun pada akhirnya Abdul Malik al-
Fihri meninggal dalam perang saudara terebut. Perang saudara ini berakhir
untuk sementara saat gubernur Andalusia yang baru, Abu al-Khattar (743-
745), datang mendamaikan kedua pihak yang berseteru (kubu Arab-Spanyol
dan Berber dengan kubu Syria).
Dari gambaran diatas, dapat dilihat bahwa Bani Umayyah I belum
melakukan apa-apa dibidang peradaban Islam. Mereka sibuk melakukan
rekonsiliasi antara orang Arab dan Berber. Mereka sibuk memikirkan syahwat
kekuasaan sehingga lupa tujuan mereka masuk ke Spanyol, yaitu menyiarkan
Islam dan membangun peradaban baru disana dibawah panji Islam.

13
Ibid., hlm. 59-63
2. Periode Keamiran (Emirat) Spanyol
Pada periode ini, Dinasti Bani Umayyah I telah berakhir secara
mengenaskan. Mereka diruntuhkan oleh musuh bebuyutan mereka yang sama-
sama berasal dari bangsa Qurasy, yaitu Bani Abbasyiah. Saking dendamnya
kepada Bani Umayyah, Bani Abbasyiah membongkar semua makam Khalifah
Bani Umayyah, kecuali makam Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah.
Selain itu, Bani Abbasyiah juga membunuh semua keturunan Bani Umayyah
tanpa terkecuali. Qadarullah, salah satu keturunan Umayyah ada yang selamat,
yaitu Abdul ar-Rahman ibn Muawiyah. Beliau berhasil sampai ke Andalusia. Di
sinilah beliau membangun rezim keamiran Spanyol setelah menggulingkan amir
Yusuf ibn Abdul ar-Rahman (746-756).
Keamiran Spanyol pertama dipimpin sendiri oleh Abdul ar-Rahman ibn
Muawiyah (756-788). Orang-orang menjulukinya sebagai ad-Dakhil. Selama
menjabat sebagai penguasa Spanyol, ad-Dakhil berhasil meredam perlawanan
pasukan Papin dari Perancis.14 Selain itu, amir Abdul ar-Rahman juga berhasil
memberantas pemberontakan dari dalam Spanyol. Beliau mengkonsolidasikan
daerah-daerah penting di Spanyol, seperti Kordoba, Granada, Toledo, dan
Saragosa.15
Keamiran kedua di Spanyol dijabat oleh putra Abdul ar-Rahman, yaitu
Hisyam I (788-796). Pada masa jabatannya, Hisyam I berhasil menaklukkan Kota
Narbonne (Prancis bagian selatan). Beliau focus menindas orang-orang Kristen
yang selalu menggangu stabilitas keamanan dalam negeri. Pada masa amir inilah
Mazhab Imam Maliki berkembang.16 Hisyam I dikenal sebagai pemimpin yang
rendah hati. Saking rendah hatinya, beliau tidak segan-segan untuk menjenguk
rakyatnya yang sedang sakit ataupun menghadiri pemakaman warganya.
Disamping itu, beliau juga menurunkan tarif pajak, membangun Masjid Agung
Kordoba dan jembatan Rio Guadalquivir,17 ilmu kesusastreraan dikemnangkan,
serta mendirikan sekolah-sekolah untuk mengajar bahasa Arab.18

14
Rianawati, Sejarah dan Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2010), hlm. 146
15
James, David, Early Islamic Spain: The History of Ibn al-Qutiya (New York: Routledge, 2009), hlm. 71-73
16
Rianawati, Sejarah dan Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2010), hlm. 146
17
James, David, Early Islamic Spain: The History of Ibn al-Qutiya (New York: Routledge, 2009), hlm. 83
18
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 154
Keamiran ketiga di Spanyol dijabat oleh al-Hakam I (796-822), putra dari
Hisyam I. al-Hakam I merupakan amir Spanyol yang sangat pandai berstrategi.
Salah satu konflik yang pernah beliau hadapi yaitu beliau harus mengubah
masyarakat Toledo yang awalnya memberontak menjadi menerima kekuasaan
Bani Umayyah. Saat itu beliau menunjuk salah satu warga Toledo, Amrus,
sebagai gubernur di daerah tersebut dan membangun benteng pertahanan diatas
bukit yang diberi nama Bukit Amrus. Di era beliau juga terdapat kelompok yang
doktrin yang mirip dengan doktrin al-Khawarij. Kelompok ini bernama Faqih
melakukan perlawanan terhadap al-Hakam I tapi berhasil ditumpas.19
Pemerintahan al-Hakam I juga tak lepas dari pemberontakan dari kalangannya
sendiri, seperti dari pamannya sendiri yang bernama Sulaiman dan Abdullah.20
Amir keempat yang memimpin Spanyol adalah Abdul ar-Rahman II (822-
852). Sang Amir sempat menginstruksikan untuk memperluas Masjid Kordoba
tapi tidak sampai selesai. Tapi beliau berhasil membangun Msjid Agung Sevilla
dan benteng pertahanan kota.21 Hal lain yang dilakukan oleh Abdul ar-Rahman II
yaitu mampu meredam pemberontakan Alfonso II (kepala suku Leon),
penghasilan Negara bertambah, dan memberi penghargaan kepada para seniman,
penyair, dan musisi.22
Amir berikutnya yang memimpin Spanyol adalah Muhammad I (853 – 886
M). Dikepemimpinan beliau, perluasan Masjid Agung Kordoba diselesaikan.
Beliau juga melakukan ekspansi ke Tablada, Niebla, dan Osconoba.23 Muhammad
I juga tak lepas dari pemberontakan, diantaranya pemberontakan oleh rakyat
Toledo, suku Leon, bangsa Norman, Franka, Galisia dan Navarre. Setelah
menumpas para pemberontak, Muhammad I membuat perundang-undangan yang
mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di Spanyol.
Penguasa Spanyol berikutnya adalah al-Munzir (886-888). Beliau hanya
memerintah selama dua tahun akibat diracun oleh dokternya atas suruhan

19
Ibid., hlm. 86-88
20
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 154-155
21
James, David, Early Islamic Spain: The History of Ibn al-Qutiya (New York: Routledge, 2009), hlm. 97
22
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 155-156
23
James, David, Early Islamic Spain: The History of Ibn al-Qutiya (New York: Routledge, 2009), hlm. 109
saudaranya sendiri, Abdullah. Racun tersebut masuk melalui perban yang
menutupi lukanya saat bentrok dengan Ibn Hafsun.24
Setelah saudaranya meninggal akibat kelicikannya, Abdullah (888-912)
naik tahta menggantika amir al-Munzir. Andalusia penuh dengan gangguan dan
pemberontakan. Bukan hanya oleh orang Spanyol asli tetapi juga oleh bangsawan
Arab. Pemberontakan pecah di setiap bagian kerajaan. Sementara Abdullah
seorang raja yang lemah gagal menguasai keadaan. Walau pun dia memerintah
selama 25 tahun, tetapi penuh dengan gangguan dan pemberontakan.25
Dari gambaran sejarah diatas, dapat kita lihat bahwa Daulah Umayyah II
sudah dimulai sejak Abdul ar-Rahman I (ad-Dakhil) menjadi pemimpin di
Spanyol dengan gelar Amir. Perlawanan dari orang-orang Kristen Spanyol dan
Prancis serta dari orang Muslim sendiri kerap terjadi di periode kedua
kepemimpinan Islam ini. Meskipun demikian, peradaban Islam telah mulai
terlihat di periode ini, misalnya pembangunan Masjid Cordoba dan Seville serta
gedung-gedung pendidikan.
3. Periode Kekhalifahan Spanyol
Pada periode ketiga Dinasti Islam di Spanyol, gelar Amir yang ada di
peeriode kedua diganti menjadi Khalifah. Khalifah pertama pada periode ini
adalah Abdul al-Rahman ibn Muhammad (912-961) atau dikenal dengan nama
singkat Abdul al-Rahman III. Pada masa kepemimpinannya, beliau mampu
menumpas pemberontkan yang dilakukan oleh Ibn Hafsun, Ja’far, Abu Sulaiman,
dan Ibn Marwan. Semua pemberontak ditaklukkan dan djadikan pasukan tentara
oleh khalifah Abdul al_Rahman III.
Selain dari dalam, pemerintahan Abdul al-Rahman III ini juga tak lepas
dari pemberontakan dari musuh bebuyutan Islam, yaitu Kristen. Mereka tak henti-
hentinya menyerang Islam tapi oleh sang khalifah mereka bisa ditumpas.
Meskipun memberontak, khalifah Abdul al-Rahman tidak pernah mengucilkan
warga Kristen. Bahkan mereka bebas bekerja di instansi pemerintahan. Kehidupan
yang penuh toleransi sangat terlihat dimasa ini. Orang-orang Kristen, Yahudi,
Islam, dan suku-suku yang ada di Spanyol hidup saling berdampingan dan damai,
sehingga keamanan Andalusia benar-benar tercapai.

24
Ibid., hlm. 130-131
25
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 157
Hal lain yang dicapai oleh Abdul al-Rahman adalah membentuk pasukan
polisi, pembangunan sarana dan pra-sarana, seperti jalanan umum, sekolah-
sekolah, jembatan, rumah sakit, dan perguruan tinggi. Bangunan fenomenal yang
yang dibangunan dimasa ini adalah istana al-Zahra.
Khalifah kedua dari periode ini adalah Hakam II (961-976).26 Puncak
kejayaan Islam berada di era al-Hakam ini. Cahaya Islam menerangi kawasan
Eropa. Banyak orang-orang Eropa berdatangan ke Spayol hanya untuk menimba
ilmu pengetahuan. Bisa dikatakan bahwa Andalusia saat itu menjadi pusat
peradaban dunia.
Setelah peradaban Islam mencapai klimaksnya di era khalifah al-Hakam II,
kejayaan Islam mulai mundur saat Hisyam II (976-1009). Hisyam II saat itu masih
berusia 11 tahun saat menjadi khalifah. Mau tidak mau, kegiatan operasional
khalifah ada ditangan pejabat terdekatnya, yaitu Muhammad bin Abi Amir yang
bergelar Hajib al-Mansur. Dia-lah yang memegang kekuasaan yang
sesungguhnya.
Meskipun terkesan mengambil alih kekuasaan dari khalifah, al-Mansur
sama sekali tidak mengkudeta sang khalifah muda. Dia justru membawa
Andalusia semakin disegani oleh negara lain. Salah satunya adalah reformasi
dibidang militer. Setelah Hajib al-Mansur meninggal, dia digantikan oleh anaknya
yang bernama Abdul Malik. Setelah Abdul Malik meninggal, ia digantikan oleh
saudaranya yang bernama Abdurrahman.
Jika kemunduran Daulah Umayyah II ada di kepemipinan Hisyam II, maka
kehancurannya ada di kepemimpinan Abdurrahman. Dia dilengserkan oleh
masyarakat Kordiba saat itu dan mengangkat salah satu keturunan Umayyah,
yaitu Muhammad bin Abdul Jabbar bin Abdul ar-Rahman III. Karena keadaan
tidak bisa dikendalikan oleh khalifah baru, maka Dewan Menteri memerintahkan
Cordoba untuk menghapus jabatan Khalifah.27
Versi lain mengatakan bahwa kehancuran Daulah Umayyah II saat
Sulaiman II menjadi khalifah. Sulaiman II naik tahta dengan cara menyerang
Kordoba dibantu oleh pasukan Kristen dari Kastilian dan suku Berber dari Afrika
Utara. Karena kepemimpinan direbut secara paksa oleh Sulaiman II, maka

26
Ibid., hlm 160-161
27
Ibid., hlm. 170-171
kelompok lain tidak menerimanya. Akhirnya masyarakat Andalusia yang tadinya
hidup damai dan penuh toleransi kini menjadi terpecah menjadi kerajaan-kerajaan
kecil atau disebut dengan Thawa’if.28
4. Periode Thawa’if
Seperti telah digambarkan sebelumnya bahwa kekuasaan tertinggi
dipegang oleh seorang khalifah, sedangkan untuk kota dipegang oleh gubernur.
Pada periode thawa’if ini semua kota memisahkan diri dari pemerintahan pusat di
Kordoba. Mereka membentuk kerajaan-kerajaan kecil, diantaranya adalah Sevilla,
Granada, Toledo, Zaragoza, dan Kordoba sendiri. Yang paling besar adalah
Abbadiyah yang berada di Sevilla.
Mereka saling memerangi satu sama lain. Dalam proses konfrontasi,
mereka tidak segan meminta bala bantuan kepada orang-orang Kristen. Keadaan
ini dimanfaatkan oleh kerajaan Kristen yang wilayahnya tidak tersentuh selama
Islam berkuasa karena berada di daerah pegunungan. Satu per satu Tawa’if ini
ditaklukkan oleh mereka, seperti Toledo (1085 M), Cordoba (1236 M), Sevilla
(1248 M), dan yang terakhir adalah Granada (1492 M). Periode ini juga menandai
adanya perang Salib dan berdirinya Dinasti Murabithun dan Muwahhidun di
Afrika Utara.29
Periode Thawa’if ini dijadikan momentum oleh orang-orang Kristen
dibawah pimpinan Alfonso dibantu oleh St. James (sang penjagal orang-orang
Islam) untuk melakukan perebutan kembali wilayah Spanyol dari orang-orang
Islam atau sejarawan menyebutnya sebagai Reconquista. Selain dua nama yang
telah disebutkan sebelumnya, Ferdinand dan Isabella merupakan yang paling
dikenal karena mereka berdualah yang mengakhiri kekuasaan Islam di Spanyol
dengan menundukkan benteng terakhir kerajaan Islam di Andalusia, yakni
Granada.30

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Lembaga Pendidikan


Pada pembahasa diatas, terutama periode kedua dan ketiga pemerintahan
Islam, ilmu pengetahuan berkembang pesat dengan hadirnya lembaga-lembaga

28
Al-Khateeb, Firas, Sejarah Islam yang Hilang: Menelusuri kembali Kejayaan Muslim pada Masa Lalu
(Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2014), hlm. 163-174
29
Ibid.
30
Rianawati, Sejarah dan Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2010), hlm. 149-152
pendidikan, seperti sekolah-sekolah dan perguruan tinggi serta perpustakaan. Di era
keemasan Islam Andalusia inilah berbagai tokoh ilmu pengetahuan lahir,
diantaranya:31
1. Abu Bakr Muhammad bin al-Sayyigh atau dikenal dengan nama Ibnu Bajjah.
Beliau adalah tokoh di bidang filsafat yang focus mengkaji etika dan eskatologis.
2. Abu Bakr ibn Thufail atau lebih dikenal sebagai Ibnu Thufail. Beliau banyak
menulis tentang kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karyanya dibidang filsafat
yang terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
3. Ibnu Rusyd dari Kordoba. Beliau dikenal sebagai ahli filsafat Islam dan alirannya
disebut averrosime.
4. Ahmad bin Ibas sebagai ahli dibidang obat-obatan.
5. Ummi al-Hasan binti Abi Ja’far merupakan ahli kedokteran.
6. Abbas bin Farnas dibidang ilmu kimia dan astronomi. Beliaulah yang menemukan
cara membuat kaca dari batu.
7. Ibrahim bin Yahya al-Naqqash dibidang astronomi. Beliaulah yang menemukan
kapan terjadinya gerhana matahari dan berapa lama berlangsungnya.
8. Ibnu Jubeir dibidang sejarah dan geografi. Beliau menulis tentang Negara-negara
Islam di Mediterania dan Sisilia.
9. Ibnu Batutah yang dikenal sebagai penjelajah Muslim yang mampu mencapai
Samudera Pasai dan Cina.
10. Ibnu al-Khatib merupakan penyusun riwayat Granda.
11. Ibnu Khaldun sang perumus filsafat sejarah.
12. Ziyad bin Abdul ar-Rahman, Ibnu Yahya, dan Ibnu Hazm merupakan ahli fiqih
yang bermadzhab Maliki.
13. Al-Hasan bin Nafi’ merupakan seorang seniman dan musisi.
14. Abdul al-Rahman I (ad-Dakhil) mampu membangun kota Kordoba dan meancang
masjid Jami’ Cordoba.
15. Al-Nashir membangun kota satelit yang bernama al-Zahra.
16. Ibnu Sayyidih dan Ibnu Khuruf merupakan ahli bahasa Arab.

31
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 165-169
D. Factor Kemunduran dan Kehancuran Islam di Spanyol
Menurut Yatim dalam Widuri32 dan Nasution33 kemunduran dan kehancuran
Islam di Spanyol diantaranya adalah kesulitan ekonomi, keterpencilan, dan tidak
adanya ideology pemersatu. Penulis sengaja mengambil tiga saja sebagai bahan kritik.
Melihat sejarah panjang Islam di Spanyol, masyarakat Spanyol tidak mungkin
kesulitan ekonomi. Dengan dibangunnya sistem pertanian mampu membuat
masyarakatnya hidup senang. Apalagi kerajaan Kristen saat itu, terutama yang
memberontak dan kalah, harus membayar upeti. Dari upeti inilah pemerintah
membangun kota-kota yang ada di Spanyol sehingga Spanyol menjadi jauh lebih
beradab dibanding Negara-negara lain.
Kritik yang kedua menyoal pasukan Islam yang tidak mendapat bantuan dari
sesama Negara Islam lainnya karena keterpencilan dan jauh dari Negara Islam lainnya.
Bila melihat peta, Spanyol berdekatan dengan dengan Afrika Utara yang lebih dulu
dikuasai oleh Islam. Apalagi dalam pembahasan diatas, sangat terlihat jelas bantuan
dari Afrika Utara saat Islam terpecah menjadi Thawa’if.
Kritik yang ketiga adalah tidak adanya ideology pemersatu. Menurut penulis,
pemerintah Islam di Spanyol secara tidak langsung menanamkan ideology Islam
kepada penduduk Spanyol. Hal yang paling mencolok adalah diberinya kebebasan
beragama kepada warga pribumi Spanyol. Ada yang menjadi muallaf, tapi ada pula
yang tetap memeluk agama yang dianutnya sejak dahulu, yaitu Kristen dan Yahudi.
Bahkan mereka diberikan kesempatan untuk masuk kedalam pemerintahan. Bukankah
ada pemahaman dalam Islam bahwa tidak ada paksaan dalam beragama?
Menurut hemat penulis, factor yang menyebabkan Islam mengalami
kemunduran di Spanyol cuma satu, yaitu sistem peralihan kekuasaan yang masih
berdasarkan keturunan. Bani Umayyah di Spanyol tidak mengambil pelajaran dari
keruntuhan Daulah Umayyah di Damaskus. Peralihan kekuasaan yang berdasarkan
keturunan akan menimbulkan ketidaksenangan dari pihak lain. Apalagi jika sang
khalifah tidak amanah, seperti Sulaiman bin Abdul Malik dimana ia tega membunuh
anak dari pahlawan Spanyol, atau masih dianggap kecil, seperti Hisyam II yang pada
saat itu masih berusia 11 tahun.

32
Widuri, Hidayati, dkk., Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016), hlm. 77-78
33
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 174
Mengapa sistem ini dikatakan mundur? Pembaca pasti telah mengetahui proses
pengangkatan ‘Usman bin Affan Radhiallahu ‘anhu sebagai sebagai khalifah
pengganti Umar bin Khattab Radhiallahu ‘anhu. Beliau diangkat sebagai khalifah
melalui proses musyawarah, bahkan ada sistem demokrasi di dalamnya. Sistem
peralihan kekuasaan inilah yang sesuai dengan ajaran Islam dan bisa diterima secara
universal. Tapi Bani Umayyah dengan syahwat kekuasaanya menerapkan sistem
berbasis dinasti.
Lalu apa factor yang menyebabkan Islam hancur di Spanyol? Dari pembahasan
diatas, terlihat jelas faktornya, yaitu:
1. Syahwat kekuasaan yang merasuki jiwa orang-orang Islam saat itu, terutama suku
Berber dan Arab.
2. Terpecahnya Dinasti Umayyah II menjadi Thawa’if.
3. Perebutan kembali wilayah Spanyol oleh kerajaan-kerajaan Kristen yang disebut
dengan Reconquista.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Islam masuk ke Spanyol (Andalusia) membawa misi pembebasan atas
ketidakadilan yang terjadi di Spanyol saat dikuasai oleh Visigoth. Pasukan Islam
masuk melalui tiga tahap, yaitu tahap perintis yang dipimpin oleh Tharif bin
Malik, tahap penaklukan yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad, dan tahap
penguasaan yang dipimpin oleh Musa bin Nusair, gubernur Afrika Utara.
2. Pemerintahan Islam di Spanyol dibagi menjadi empat periode, yakni Periode
Daulah Umayyah I yang diawali oleh khalifah al-Walid bin Abdul Malik dimana
gubernur Spanyol pada periode ini dipilih oleh gubernur Afrika Utara; Periode
Emirat Spanyol yang merupakan awal berdirinya Daulah Umayyah II di Spanyol
dimana pemerintahan dipimpin oleh seorang Amir dimana kekuasaan ini tampil
sebagai dinasti tandingan Bani Abbasyiah; Periode Kekhalifahan yang merupakan
lanjutan dari periode Emirat dan merupakan gerbang menuju kemunduran Daulah
Umayyah II; dan Periode Tawa’if yang merupakan periode kehancuran Islam di
tanah Andalusia.
3. Dinasti Islam di Spanyol sangat perhatian terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Dengan dibangunnya sekolah-sekolah dan perguruan tinggi,
peradaban Islam di Spanyol telah melahirkan banyak ahli dibidangnya masing-
masing, seperti Ibnu Rusyd dan Ibnu Khaldun yang dikenal sebagai ahli filsafat.
4. Factor yang menyebabkan Islam mundur di Spanyol adalah diterapkan sistem
peralihan kekuasaan yang berdasarkan garis keturunan; sedangkan factor
kehancurannya adalah syahwat kekuasaan, Tawa’if, dan perang Salib.

B. Saran
Setelah membaca sejarah melalui seonggok literature, penulis sangat bangga
dengan apa yang telah ditorehkan oleh orang-orang Islam terdahulu. Sejarah
peradaban Islam telah ditulis denga tinta emas dan telah dan sedang dinikmati oleh
generasi sekarang. Disatu sisi penulis merasa minder dengan tinta tersebut karena
merasa belum melakukan apa-apa bagi agama Islam.
Oleh karena itu diakhir bagian makalah ini, penulis mencoba menyarankan
kepada pembaca agar senantiasa menimba ilmu dari mana saja dan kapan saja. Jangan
pernah berhenti belajar karena peradaban Islam di Spanyol membuktikan kepada kita
bahwa ruang dan waktu bukanlah halangan untuk menjadi bodoh dan terbelakang.
Dengan ilmu pengetahuan kita bisa hidup lebih beradab.
Saran kedua yang bisa penulis sampaikan dalam makalah ini adalah soal
syahwat kekuasaan. Mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah/nasional atau
sebagai wakil rakyat tidaklah haram. Namun tetap harus berada dalam koridor syariah,
misalnya jangan menyogok penyelenggara pemilihan, memberikan uang kepada calon
pemilih (money politic), dan/atau saling menghina/menghujat antar sesama kontestan.
Biarlah sistem pemilihan berjalan apa adanya sebagai fitrah manusia.
Yang terakhir yang bisa digoreskan dalam bagian akhir makalah ini informasi
mengenai kejayaan Islam di Spanyol jangan berhenti di diri pembaca. Bagikanlah
informasi ini kepada orang lain, lebih utama keluarga, agar mereka sadar bahwa orang
Islam bukan umat terbelakang dari segi peradaban pengetahuan. Justru kitalah yang
menjadi mercusuar ilmu pengetahuan di dunia ini.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khateeb, Firas, Sejarah Islam yang Hilang: Menelusuri kembali Kejayaan Muslim pada
Masa Lalu (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2014)
James, David, Early Islamic Spain: The History of Ibn al-Qutiya (New York: Routledge,
2009)
Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013)
Rianawati, Sejarah dan Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2010)
Widuri, Hidayati, dkk., Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016)

Anda mungkin juga menyukai