Anda di halaman 1dari 15

Makalah Etika Profesi Pendidikan

Eksistensi Etika Profesi Guru Di Masa Sertifikasi

(Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Kelompok Untuk Memenuhi Syarat Belajar dan
Mengajar Pada Mata Kulaih Etika Profesi Pendidikan.)

Disusun Oleh :

KELOMPOK 04

Rabiatul Adawiyah (2002090197)


Annisa Fitria (2002090234)
Haura Nurshakilah (2002090251)
Desy Fitria Lubis (2002090260)
Ahmad Afka Situmorang (2002090200)

Dosen Pengajar
Irfan Dahnial,S.Pd, M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR (PGSD)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA
2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Eksistensi Etika Profesi Guru Di
Masa Sertifikasi” kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang berkaitan dengan etika
keprofesian keguruan,Semoga kita diberikan kelimpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah
SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni
melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami,
Bapak Irfan Dahnial,S.Pd, M.Pd dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu
kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan
Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim penulis
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang
lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Medan, 8 November 2021

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3 Tujuan ...............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................3
A. Dinamika Etika Dan Profesi .............................................................................................3
1. Etika .............................................................................................................................3
2. Profesi ..........................................................................................................................6
B. Profesionalisme Guru di Era Sertifikasi ............................................................................9
BAB III ....................................................................................................................................11
KESIMPULAN .......................................................................................................................11
A. Kesimpulan ....................................................................................................................11
B. Saran ..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Guru pada dasarnya merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran yang ikut
berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.
Sebagai komponen dalam bidang kependidikan, seorang guru harus berperan serta secara aktif dan
menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang
semakin berkembang, sehingga ia dituntut memiliki integritas, loyalitas, dedikasi, dan
responsibility untuk mewujudkan dirinya menjadi guru profesional. Dalam arti khusus, guru tidak
semata-mata sebagai “pengajar” yang melaksanakan transfer of knowledge, tapi juga sebagai
“pendidik” yang berkewajiban melaksanakan transfer of values, sekaligus sebagai “pelatih” yang
melakukan transfer of skill, dan “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa
dalam belajar. (Isjoni, 2007: 49).

Bangsa dan masyarakat kita sangat membutuhkan guru yang mampu mengangkat citra dan
marwah pendidikan yang terkesan sudah kacau balau ini. Sehingga muncul kesulitan bagaimana
harus dimulai, kapan dan siapa yang memulainya, serta darimana harus dimulai. Kekacauan
pendidikan akan dapat diatasi jika memiliki rasa kepedulian, dan berbagi rasa. Oleh karena itu,
kita harus memiliki satu persepsi, satu langkah dan satu tujuan bagaimana mengangkat “batang
terendam” tersebut menjadi pendidikan yang bermutu atau berkualitas. Tentunya diharapkan
mampu mengangkat peringkat dan citra pendidikan yang termasuk terendah di Asia. (Isjoni, 2007:
82).
Guru masa depan juga harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan
para siswanya melalui pemahaman, keaktifan, pembelajaran sesuai kemajuan zaman dengan
mengembangkan keterampilan hidup agar siswa memiliki sikap kemandirian, perilaku adaptif,
koperatif, kompetitif dalam menghadapi tantangan, tuntutan kehidupan sehari-hari. Secara efektif
menunjukkan motivasi percaya diri serta mampu mandiri dan dapat bekerjasama. Selain itu guru
masa depan juga dapat menumbuhkembangkan sikap, disiplin, bertanggungjawab, memiliki etika
moral dan memiliki sikap kepedulian yang tinggi, serta memupuk kemampuan otodidak anak
didik, memberikan reward ataupun apresiasi terhadap siswa akan mereka bangga akan sekolahnya
dan terdidik juga untuk mau menghargai orang lain, baik pendapat maupun prestasinya.
Kerendahan hati juga perlu dipupuk agar tidak terlalu over motivated sehingga menjadi congkak.
Diberikan pelatihan berpikir kritis dan strategi belajar yang mampu mengatur waktu serta pelatihan
cara mengendalikan diri dan emosi agar Intelektual Capacity, Emosional Capacity dan Social
Capacity berkembang secara seimbang. Guru masa depan juga harus memiliki keterampilan dasar
pembelajaran, kualifikasi keilmuan yang optimal, performance indoor class maupun outdoor class
tidak diragukan lagi. Tentunya sebagai guru masa depan harus bangga dengan profesinya, dan
akan tetap setia menjunjung tinggi kode etik profesinya. (Isjoni, 2007: 85-86).

1
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun
2007 melaksanakan sertifikasi guru-guru secara bertahap, yaitu 2,7 juta guru PNS yang ada di
Indonesia mulai disertifikasi. Sertifikasi merupakan perwujudan dari Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dengan tujuan untuk meningkatkan
mutu tenaga pendidik di Indonesia. Sertifikasi kepada guru hanya dilakukan kepada mereka yang
berkualifikasi Sarjana atau Diploma Empat. Hal tersebut sebagaimana yang telah tercantum dalam
Undang-undang No. 14 tahun 2005 yaitu, “Sertifikasi terhadap guru hanya dapat dilakukan
terhadap mereka yang memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana atau diploma empat”.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia bukan diakibatkan karena rendahnya input
pendidikan, akan tetapi diakibatkan oleh proses pendidikan yang tidak maksimal dan rendahnya
kualitas guru. Hal ini dapat dibuktikan masih banyaknya peserta didik yang tidak lulus dai Ujian
Nasional dengan standar nilai 4,26. (Martinis Yamin, 2006:1). Guru profesional di samping
mereka berkualifikasi akademis juga dituntut memiliki kompetensi, artinya memiliki pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasainya dalam melaksanakan
tugas keprofesionalannya. Dalam Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005, pasal 4 disebutkan
peran guru adalah agen pembelajaran, kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005,
pasal 28 ayat 3 juga disebut agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial. (Martinis Yamin, 2006: 2).

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan Pengertian Etika Profesi Guru?


2. Apa Profesionalisme Guru di Era Sertifikasi?
3. Bagaimana dinamika kebijakan sertifikasi guru?

1.3 Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, dalam penelitian ini ada beberapa hal yang ingin
dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui pengertian etika profesi guru


2. Untuk mengetahui profesionalisme guru di era sertifikasi.
3. Untuk mengetahui kedinamika kebijakan sertifikasi guru.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dinamika Etika Dan Profesi


1. Etika
i. Pengertian Etika

Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti, karakter,
watak, kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan
konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan
yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika didefenisikan sebagai “A set
of rules that define right and wrong conducts” (William C. Frederick, 1998:52). Seperangkat
aturan/undang-undang yang menentukan pada perilaku benar dan salah. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa aturan perilaku etik ketika tingkah laku kita diterima masyarakat, dan sebaliknya manakala
perilaku kita ditolak oleh masyarakat karena dinilai sebagai perbuatan salah.

Jika perilaku kita diterima dan menguntungkan bagi banyak pihak, maka hal itu dinilai
sebagai perilaku etis karena mendatangkan manfaat positif dan keuntungan bagi semua pihak.
Sebaliknya, manakala perilaku kita merugikan banyak pihak, maka pasti akan ditolak karena
merugikan masyarakat dan karena itu perilaku ini dinilai sebagai tidak etis dilakukan. Oleh
karenanya aturan etika merupakan pedoman bagi perilaku moral di dalam masyarakat.Etika
merupakan suatu studi moralitas. Kita dapat mendefenisikan moralitas sebagai pedoman atau
standar bagi individu atau masyarakat tentang tindakan benar dan salah atau baik dan buruk.
Dengan perkataan lain bahwa moralitas merupakan standar atau pedoman bagi individu atau
kelompok dalam menjalakan aktivitasnya. Sehingga dengan demikian dapat diketahui bagaimana
perilaku salah dan benar atau baik dan buruk itu. Standar dan pedoman itu dapat dipakai sebagai
landasan untuk mengukur perilaku benar atau salah, baik dan buruk atas perilaku orang atau
kelompok orang di dalam interaksinya dengan orang lain atau lingkungan dan masyarakat.

Sedangkan etika dalam Islam mengacu pada dua sumber yaitu Qur’an dan Sunnah atau
hadis Nabi. Dua sumber ini merupakan sentral segala sumber yang membimbing segala perilaku

3
dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas umat Islam yang benar-benar menjalankan
ajaran Islam. Tetapi dalam implementasi pemberlakuan sumber ini secara lebih substantive sesuai
dengan tuntutan perkembangan budaya dan zaman yang selalu dinamis ini diperlukan suatu proses
penafsiran, ijtihad baik bersifat kontekstual maupun secara tekstual. Dengan perkataan lain, karena
Al-Qur’an itu merupakan wahyu dimana dijamin kebenarannya secara ilmiah, maka ia dijadikan
landasan kehidupan pribadi dan dalam hubungan dengan masyarakat dan lingkungan. Etika dalam
Islam menyangkut norma dan tuntutan atau ajaran yang mengatur sistem kehidupan individu atau
lembaga, kelompok dan masyarakat dalam interaksi hidup antar individu, antar kelompok atau
masyarakat dalam konteks hubungan dengan Allah dan lingkungan. Di dalam sistem etika Islam
ada sistem penilaian atas perbuatan atau perilaku yang bernilai baik dan bernilai buruk.

1) Perilaku bernilai baik

Perilaku baik menyangkut semua perilaku atau aktivitas yang didorong oleh kehendak atau
pikiran dan hati nurani dalam berkewajiban menjalankan perintah Allah dan termotivasi untuk
menjalankan anjuran Allah. Hal ini disadari dan dimengerti setelah ada ketentuan yang tertuang
dalam status perintah hukum wajib dan anjuran sunnah yang mendatangkan pahala bagi perilaku-
perilaku baik ini. Perilaku baik dalam konteks ini dapat dilakukan sebagaimana kita berkewajiban
dalam menjalankan rukun Islam yang kelima yaitu berkewajiban dalam bersyahadatain, bershalat,
berpuasa ramadhan, berzakat dan berhaji.

Demikian juga perilaku dalam menjalankan anjuran yang berdimensi sunnah seperti
menjalankan amalan menolong orang yang mengalami kesulitan, bersedekah, berinfaq,
membangun ekonomi umat supaya makin sejahtera, membuka lapangan kerja baru untuk
menampung dan mengatasi tingkat pengangguran, mencegah tercemarnya lingkungan hidup,
memberi manfaat dan pelayanan terbaik dan menyenangkan bagi masyarakat konsumen dan lain-
lain.

2) Perilaku bernilai buruk

Perilaku buruk menyangkut semua aktivitas yang dilarang oleh Allah, di mana manusia
dalam melakukan perilaku buruk atau jahat ini terdorong oleh hawa nafsu, godaan setan untuk
melakukan perbuatan atau perilaku buruk atau jahat yang akan mendatangkan dosa bagi pelakunya
dalam arti merugikan diri sendiri dan yang berdampak pada orang lain atau masyarakat. Sebagai

4
contoh antara lain perbuatan zalim terhadap Allah dengan tidak mensyukuri atas nikmat yang telah
Allah berikan, dengan melakukan perbuatan yang jauh dari rasa syukur kepada Allah misalnya
menzalimi terhadap anak didik, teman sejawat dan sebagainya.

Pada prinsipnya perilaku buruk atau jahat merupakan perilaku yang dapat merugikan diri
sendiri, orang lain dan lingkungan hidup sebagai cermin dari melanggarnya perintah dan anjuran
dari Allah dan pelanggaran terhadap peraturan atau perundang-undangan yang berlaku atau norma
dan Susila yang mengatur tatanan kehidupan yang harmonis di dalam masyarakat.

ii. Karakter-karakter yang harus dimiliki seorang pengajar menurut Islam:


 Mengikhlaskan ilmu untuk allah
 Jujur
 Serasi antara ucapan dan perbuatan
 Bersikap adil dan tidak berat sebelah
 Berakhlak mulia dan terpuji
 Tawadhu’
 Pemberani
 Bercanda bersama anak didiknya
 Sabar dan menahan emosi
 Menghindari perkataan keji yang tidak pantas
 Berkonsultasi dengan orang lain

iii. Macam-macam etika

Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya
prilaku manusia :

 Etika Deskriptif

Yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia
dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau
diambil.

5
 Etika Normatif

Yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif
memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan
diputuskan.

2. Profesi

i. Pengertian Profesi

Secara etimologi profesi berasal dari kata profession yang berarti pekerjaan. Profesional
artinya orang yang ahli atau tenaga ahli. Professionalism artinya sifat professional. (Jhon M.
Echols & Hassan Shandy, 1990:449). Secara leksikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung
berbagi makna dan pengertian. Pertama, profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu
kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas sesuatu
kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang. Kedua, profesi itu dapat pula menujukkan
dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu.

Webster’s New World Dictionary menunjukkan lebih lanjut bahwa profesi merupakan
suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam
liberal arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual,
seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya; terutama kedokteran, hukum dan
teknologi. Good’s Dictionary of Education lebih menegaskan lagi bahwa profesi itu merupakan
suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi (kepada
pengembannya) dan diatur oleh suatu kode etika khusus. Dari berbagai penjelasan itu dapat
disimpulkan bahwa profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut
persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang
memerlukannya.

Vollmer (1956) dengan menggunakan pendekatan kajian sosiologi, mempersepsikan


bahwa profesi itu sesungguhnya hanyalah merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal
saja, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya. Namun demikian,

6
bukanlah merupakan hal mustahil pula untuk mencapainya asalkan ada upaya yang sungguh-
sungguh kepada pencapaiannya.

Secara istilah, profesi biasa diartikan sebagai suatu bidang pekerjaan yang didasarkan pada
keahlian tertentu. Hanya saja tidak semua orang yang mempunyai kapasitas dan keahlian tertentu
sebagai buah pendidikan yang ditempuhnya menempuh kehidupannya dengan keahlian tersebut,
maka ada yang mensyratkan adanya suatu sikap bahwa pemilik keahlian tersebut akan
mengabdikan dirinya pada jabatan tersebut. Dari berbagai pengertian diatas tersirat bahwa dalam
profesi digunakan teknik dan prosedur intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, sehingga
dapat diterapkan untuk kemaslahatan orang lain. Dalam kaitan ini seorang pekerja professional
dapat dibedakan dari seorang pekerja amatir walaupun sama-sama menguasai sejumlah teknik dan
prosedur kerja tertentu, seorang pekerja professional memiliki filosofi untuk menyikapi dan
melaksanakan pekerjaannya.

ii. Syarat-syarat Profesi

Menurut Syafrudin Nurdin ada delapan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar
dapat disebut sebagai profesi, yaitu:

 Panggilan hidup yang sepenuh waktu


 Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian
 Kebakuan yang universal
 Pengabdian
 Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif
 Otonomi
 Kode etik
 Klien
 Berperilaku pamong
 Bertanggung jawab

iii. Syarat yang dimilki keprofesian

7
Sementara Ahmad Tafsir mengemukakan sepuluh kriteria/syarat untuk sebuah pekerjaan yang bisa
disebut profesi, yaitu:

 Profesi harus memiliki suatu keahlian yang khusus.


 Profesi harus diambil sebagai pemenuhan panggilan hidup.
 Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal.
 Profesi adalah diperuntukkan bagi masyarakat.
 Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif.
 Pemegang profesi memegang otonomi dalam melakukan profesinya.
 Profesi memiliki kode etik.
 Profesi memiliki klien yang jelas.
 Profesi memiliki organisasi profesi.
 Profesi mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lain.

Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 7 ayat 1, prinsip professional
guru mencakup karakteristik sebagai berikut:

1) Memiliki bakat, minat, panggilan, dan idealisme.


2) Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
3) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
4) Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi.
5) Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi berkelanjutan.
8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan keprofesionalan.
9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan keprofesian.

8
B. Profesionalisme Guru di Era Sertifikasi

Seorang guru harus menyadari bahwa dari profesinya muncul sebuah tanggung jawab
besar, yakni menyiapkan sumber daya manusia masa depan yang berkualitas. Kekuatan
profesionalisme guru akan menjadikan guru seorang manusia yang tangguh yang berorientasi
bukan hanya kepentingan pribadi namun bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik, menjadi
teladan bagi anak didiknya sesuai dengan hara pan masyarakat.

Keterpurukan dunia pendidikan tidak terlepas dari rendahnya mental profesional guru
mereka menekuni profesi guru karena terpaksa memiliki ijazah guru atau karena tidak
mendapatkan pekerjaan lain. Sebetulnya keberadaan guru, baru saja mendapatkan pengakuan dari
pemerintah sebagai sebuah profesi dengan dikeluarkannya Undang-undang Guru dan Dosen No.
14 Tahun 2005, pasal 2 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “(1) guru mempunyai kedudukan sebagai
tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang -undangan, 2)
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dibuktikan dengan sertifikat pendidik”. Sedangkan dalam pasal 4 dijelaskan bahwa “kedudukan
guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional”. Perhatian pemerintah terhadap guru ini disambut dengan gembira oleh
guru. Dan bagi bangsa Indonesia pada umumnya hal ini memberikan harapan yang besar bagi
kemajuan bangsa, karena guru mempunyai fungsi, peran dan kedudukan yang sangat strategis
dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Keseriusan pemerintah dibuktikan
dengan direalisasikannya sertifikasi guru.

Sertifikasi adalah proses pemberian serti fikat pendidik untuk guru dan dosen dan
merealisasikan sertifikasi guru, namun hasil kajian yang dilakukan pemerintah terhadap
pelaksanaan sertifikasi guru sebagaimana dimuat di kompas pada tanggal 13 Nopember 2009,
sertifikasi guru yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sekaligus kesejahteraan guru
ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Guru yang telah lolos sertifikasi ternyata tidak
menunjukkan peningkatan kompetensi yang signifikan. Motivasi para guru mengikuti sertifikasi
umumnya terkait aspek finansial, yaitu segera mendapatkan tunjangan profesi, segera

9
mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, tunjangan untuk biaya kuliah, biaya
pendidikan anak, merenovasi rumah, dan membayar hutang.)

Prof .Baedhowi yang pada saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Peningkatan Mutu
dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional “Tujuan utama sertifikasi
untuk mewujudk an kompetensi guru tampaknya masih disikapi sebatas wacana”. Hal ini sangat
memprihatinkan ternyata untuk memberdayakan guru dan mewujudkan guru yang profesional
masih memerlukan jalan yang panjang.

Etika merupakan pegangan dan pedoman bagi seorang guru yang harus ditaati agar
kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat tidak disalahgunakan. Dan harus disadari bahwa
profesi guru berbeda dengan profesi lainnya karena dorongan dalam bekerja menjadi seorang guru
adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesame serta menjalankan dan menjunjung tingggi kode
etik yang telah diikrarkannya, bukan semata - mata segi materinya belaka.

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan


bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran ( intellect ) dan tubuh anak dan itu
tidak dapat dipisah - pisahkan bagian-bagian itu, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup,
yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya. Untuk
tujuan mulia dari pendidikan tersebut maka Ki H adjar Dewantara menggunakan system pondok
agar pengajaran dan pengetahuan dengan pengajaran budi pekerti dapat disatukan. Yang dalam
dunia pendidikan Islam dikenal system pesantren. Dari pengertian pendidikan dapat kita ketahui
bahwa pekerjaan di bidang pendidikan (guru) sangat berat kedudukan guru sebagai tenaga
profesional bertujuan untuk melaksanakan system pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

10
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwasaya eksistensi etika Profesi Guru dimasa sertifikasi memilki
peran penting peran dalam jenjang sertifikasi masa modernisasi sekarang ini dikarenakan
keberagaman etika,nilai dan moral seorang pendidik haruslah mencerminkan kepribadian
profesian guru dan dalam dunia per-undang undangan pun telah menelaah sebuah ke-etikaa
profesi guru pada masa sertifikasi.

B. Saran

Kepada para pembaca kami sarankan bahwa tulisan ini sangat sederhana sekali dan masih
jauh dari kesempurnaan. Karena kami yakin bahwa referensi yang kami baca juga sangat minim.
Oleh karena itu, luangkanlah waktu sedikit untuk mengoreksi kembali apa yang sudah kami
paparkan di atas. Mudah mudahan sumbangsih pemikiran dan saran yang akan pembaca berikan
kepada kami dapat membuat makalah ini lebih berguna bagi kita semua.

11
DAFTAR PUSTAKA

ASIAH, Siti. Eksistensi Etika Profesi Guru di Masa Sertifikasi: Problem dan
Solusinya. Turats, 2009, 5.1: 46-52.

12

Anda mungkin juga menyukai