Anda di halaman 1dari 82

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN

A. KONSEP NILAI EKONOMI SUMBERDAYUA HUTAN

1. Pentingnya Penilaian (Valuasi) Ekonomi Sumberdaya Hutan


Pengelolaan sumberdaya hutan (SDH) selalu ditujukan untuk
memperoleh manfaat, baik manfaat langsung (tangible benefits) maupun
manfaat tidak langsung (intangible benefit).Penilaian manfaat barang
dan jasa SDH sangat membantu seorang individu, masyarakat atau
organisasi dalam mengambil suatu keputusan penggunaan SDH.
Penilaian merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari
suatu barang atau jasa untuk kepentingan tertentu masyarakat.Nilai
merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek bagi orang
tertentu, pada waktu dan tempat tertentu.Persepsi tersebut berpadu
dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada
individu atau masyarakat.
Selanjutnya dikemukakan bahwa besarnya nilai manfaat
sumberdaya hutan, sangat tergantung pada sistem penilaian yang dianut.
Sistem nilai tersebut antara lain mencakup :apa yang dinilai, kapan
dinilai, dimana dan bagaimana menilainya.Secara spesifik, informasi
tentang nilai SDH itu sangat penting bagi para pengelola hutan (forest
managers) untuk menentukan suatu rekomendasi tertentu pada kegiatan
perencanaan, pengelolaan.
Selain itu penilaian ekonomi bermanfaat untuk mengilustrasikan
hubungan timbal balik antara ekonomi dan lingkungan, yang diperlukan
untuk melakukan pengelolaan SDH dengan baik, dan menggambarkan
keuntungan atau kerugian yang berkaitan dengan berbagai pilihan
kebijakan dan program pengelolaan SDH, sekaligus bermanfaat dalam
menciptakan keadilan dalam distribusi manfaat SDH tersebut.
2. Fungsi Hutan dan Aktifitas Ekonomi
Fungsi-fungsi hutan dapat dideskripsikan sebagai jasa-jasa yang
disediakan SDH untuk aktivitas ekonomi.Fungsi-fungsi hutan menjadi
dasar bagi semua kegiatan ekonomi. Sebagai contoh, fungsi-fungsi hutan
mencakup menyediakan bahan baku untuk produksi, penyediaan habitat,
penyaringan air, penyerapan CO2, perlindungan garis pantai,
pengendalian erosi, dan lain-lain. Fungsi-fungsi tersebut tergantug pada
interaksi yang kompleks antara penutupan vegetasi (vegetation cover),
tanah, mikroorganisme, dan komponen-komponen eksositem yang lain.
Dalam penilaian sumberdaya, perusakan fungsi-fungsi SDH tersebut di
atas diterima sebagai resiko yang dapat memberi dampak kesejahteraan
dan kemakmuran ekonomi jangka panjang.Sebagai hasilnya, biaya
ekonomi yang meningkat akibat kualitas eksositem SDH yang menurun
dicakup dalam analisis. Pemanenan kayu dari hutan alam misalnya,
dapat menyebabkan kerugian ekonomi dalam aktivitas ekonomi yang
lain. Dengan demikian, dampak lingkungan yang luar biasa dari aktivitas
pemanenan dapat menyebabkan dampak negatif, dalam bentuk biaya
ekonomi, pada kegiatan ekonomi yang terkena dampak negatif tersebut.

 3. Konsep Penilaian Ekonomi


a. Konsep Nilai
 Nilai dinyatakan dalam satuan moneter sehingga tercipta tolak
ukur untuk membandingkan nilai relatif manfaat komponen ekosistem
dan kegiatan ekonomi.Nilai dapat diamati atas dasar pilihan orang dalam
pasar.  Tetapi apa yang benar-benar dibayar sering kurang dari
kebersediaan individu membayarnya bagi barang dan jasa yang
dikonsumsinya. Perbedaan antara kebersediaan membayar dan apa yang
benar-benar dibayarkan disebut surplus konsumer, dan digunakan
sebagai indikator dari nilai suatu komoditi.
            Pendekatan barang dan jasa secara ekonomi biasanya melalui
pendekatan nilai pasar yaitu berdasarkan kekuatan permintaan dan
penawaran.Namun para pemerhati lingkungan, juga para ekonom
percaya bahwa sumberdaya alam belum dapat dinilai secara memuaskan
dalam perhitungan ekonomi.Masih banyak masalah-masalah penilaian
yang terjadi atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam
tersebut.Banyak manfaat hutan seperti nilai hidrologis, biologis, dan
estetika yang masih luput dari penilaian pasar. Lantas bagaimana cara
memberikan nilai manfaat yang tidak dapat ditunjukkan oleh mekanisme
pasar. Berbagai pakar telah mengembangkan konsepsi penilaian ini.
Cara penilaian yang lazim, mengelompokkan nilai menjadi tiga
kelompok besar (McNelly,1993 dan Fakultas Kehutanan IPB, 1999)
meliputi :
1) Nilai pasar (market value)
Nilai pasar merupakan nilai yang diperoleh dari harga pasar hasil suatu
proses transaksi. Pada pasar bersaing sempurna, harga ini mencerminkan
kesediaan membayar setiap orang (willingnes to pay).
2) Nilai kegunaan (value in use)
Penggunaan sumberdaya oleh seseorang atau individu merupakan nilai
kegunaan sumberdaya.
3) Nilai sosial (social value)
Nilai sosial adalah nilai yang ditentukan oleh individu atau seseorang
atau masyarakat berdasarkan suatu kesepakatan secara sosial.

b. Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan


Konsep ekonomi dalam menilai sumberdaya alam dimulai dengan
mengetahui keinginan membayar tiap individu (individual willingnes to
pay) sebagai nilai dari selera (tastes”) dan (preferences) atas barang dan
jasa yang di konsumsi.Penilaian barang dan jasa biasanya diperoleh
melalui pendekatan nilai pasar yaitu berdasarkan kekuatan permintaan
dan penawaran, namun baik para pakar lingkungan maupun para
ekonom percaya bahwa sumberdaya alam (terutama sumberdaya hutan)
belum mampu dinilai secara memuaskan melalui pendekatan pasar.
Masih banyak manfaat hutan seperti nilai hidrologis, biologis, dan
estetika yang masih luput dari penilaian pasar (non-marketable
Penilaian yang rendah terhadap sumberdaya hutan dan lingkungan
menyebabkan perhitungan GNP (Gross National Product) yang kurang
pas, sebagaimana kita tahu bahwa perhitungan GNP tidak memasukkan
adanya degradasi sumberdaya alam, yang sesungguhnya merupakan
biaya yang harus ditanggung. Penilaian sumberdaya hutan secara total
melalui penilaian semua fungsi dan manfaat hutan baik yang punya nilai
pasar maupun yang tidak punya nilai pasar merupakan upaya
peningkatan informasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap
manajemen sumberdaya hutan yang lestari (Davis, at al, 1987) Nilai
guna dari sumberdaya hutan ini dapat berupa nilai guna langsung (direct
use value), dan nilai guna tidak langsung (indirect use value).
Sedangkan nilai bukan guna dari sumberdaya hutan terdiri dari nilai
pilihan (option value) dan nilai keberadaan (existence value) seperti
disajikan pada Gambar 1.

Secara matematis nilai ekonomi total (TEV) adalah sebagai berikut :


TEV = f (DUV, IUV, OV, BV, EV)
TEV = UV + NUV atau
TEV = (DUV + IUV + OV) + (BV + EV)
Keterangan :
TEV = Total Economic Value ( Nilai Ekonomi Total )
UV = Use Value ( Nilai Penggunaan )
NUV = Non Use Value ( Nilai Non Penggunaan )
DUV = Direct Use Value ( Nilai Penggunaan Langsung )
IUV = Indirect Use Value ( Nilai Penggunaan Tidak Langsung )
OV = Option Value ( Nilai Pilihan )
BV = Bequest Value ( Nilai Warisan )
EV = Existence Value ( Nilai Keberadaan )

Nilai penggunaan langsung adalah manfaat yang langsung diambil


dari SDA.Nilai ini dapat diperkirakan melalui kegiatan konsumsi atau
produksi, misalnya ikan atau hasil hutan.Nilai penggunaan tidak
langsung merupakan nilai yang secara tidak langsung dirasakan
manfaatnya, dapat berupa hal yang mendukung nilai guna langsung.nilai
pilihan adalah nilai potensial yang dapat dimanfaatkan untuk masa yang
akan datang.
Salah satu teknik yang dapat menjawab nilai-nilai yang sifatnya
intangible adalah transfer manfaat. Menggunakan teknik ini, nilai
ditransfer dari studi pada sumberdaya atau ekosistem lain yang serupa.
Pada dasarnya, jumlah moneter akan dicari dari literatur, per satuan luas,
bagi ekosistem yang serupa, dan nilai ini digandakan dengan luas fisik
sumberdaya lokal yang sedang dinilai.

B. METODE PENILAIAN EKONOMI SDH


Nilai ekonomi sumberdaya hutan bersumber dari berbagai manfaat
yang diperoleh masyarakat. Proses pembentukan nilai ditentukan oleh
persepsi individu / masyarakat terhadap setiap komponen (komoditi),
serta kuantitas dan kualitas dari komponen sumberdaya tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penilaian dilakukan melalui tahapn-
tahapan sebagai berikut (Fakultas Kehutanan IPB, 1999) :
1. Identifikasi kondisi bio-fisik sumberdaya hutan dan kondisi
sosial budaya masyarakat.
2. Kuantifikasi setiap indikator nilai berupa barang hasil hutan, jasa
fungsi ekosistem   hutan, serta atribut hutan dalam kaitannya dengan
budaya setempat.
3. Atas dasar kuantifikasi indikator nilai tersebut dilakukan
penilaian ekonomi sumberdaya hutan berdasarkan metode penilaian
tertentu pada setiap indikator nilai.

1. Teknik dan Metode Penilaian Penilaian Ekonomi SDH


c.       Teknik-Teknik Berbasis Pasar
 Menggunakan transaksi pasar sebagai suatu indikator nilai
merupakan pendekatan valuasi yang paling banyak digunakan. Harga-
harga digunakan untuk menentukan nilai sebagai berikut :
1) Pendekatan Harga Pasar
Demand sumberdaya alam diukur atas dasar asumsi bahwa banyak
faktor yang mungkin mempengaruhi demand. Harga pasar adalah hasil
interaksi antara konsumen dan produsen terhadap supplay dan demand
barang dan jasa. Jika transaksi ini dilakukan dengan menggunakan uang,
nilai yang terbangun di pasar adalah harga pasar.
2) Pendekatan Harga Bayangan (Shadow Prices)
Harga pasar (market price) tidak berarti merupakan harga yng
sebenarnya dan atau menunjukkan harga efisiensi ekonomi yang
sebenarnya.Kesalahan pasar karena ketidakmampuan harga pasar pada
kondisi tertentu untuk mencerminkan secara akurat nilai lingkungan dari
barang dan jasa seperti pencemaran yang terjadi di hulu tidak dicatat
secara intensif biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna sungai di
hilir.
Dalam analisis finansial tidak ada catatan mengenai kesalahan
yang mendistorsi harga pasar ini. Penyimpangan aturan harga ini
umumnya disebut shadow price. Penilaian dengan pendekatan shadow
price harus digunakan secara hati-hati sebab:
a) harga pasar sering lebih siap diterima pembuat keputusan dibanding
nilai-nilai buatan yang dibuat analis.
b) Harga pasar umumnya mudah diketahui untuk waktu sekarang
dan akan datang.
c) Harga pasar mencerminkan resolusi/keputusan pembeli sedangkan
perhitungan shadow price sering bertumpu kepada obyektifitas dari
pendapat analis.

3) Metode Appraisal
Metode appraisal sangat sesuai terutama untuk kasus-kasus yang
melibatkan sumberdaya alam yang telah mengalami kerusakan.Dalam
kasus hutan, misalnya seorang penilai mengidentifikasi nilai pasar untuk
ciri-ciri yang dapat dibandingkan dalam kondisi yang rusak dan tidak
rusak.

4) Metode Biaya Penggantian Sumberdaya


Biaya penggantian sumberdaya alam dan lingkungan terkadang
merupakan cara yang sangat berguna dalam mendekati nilai sumberdaya
dalam kondisi khusus. Metode biaya penggantian sumberdaya
menentukan kerusakan sumberdaya alam berdasarkan pada biaya untuk
merestorasi, rehabilitasi, atau mengganti sumberdaya atau jasa
sumberdaya tanpa kerusakan pada level stok sumberdaya atau aliran jasa
sumberdaya.
Tetapi, metode-metode tersebut menganggap bahwa biaya
menghindari kerusakan atau mengganti jasa ekosistem memberikan
dugaan yang bermanfaat tentang nilai dari ekosistem atau jasanya.
Asumsinya, jika masyarakat menanggung biaya untuk menghindari
kerusakan yang disebabkan oleh hilangnya jasa ekosistem atau
mengganti jasa ekosistem, maka jasa-jasa tersebut harus mempunyai
nilai sekurang-kurangnya sama dengan apa yang masyarakat bayar
untuk menggantikannya.
d.      Teknik Berbasis Non-Pasar
Pendekatan teknik perhitungan nilai manfaat sumberdaya hutan non
pasar dikemukakan oleh Fakultas Kehutanan IPB (1999) dan Suparmoko
(2000) sebagai berikut :
1)      Model Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)
Metode biaya perjalanan terkenal untuk menjelaskan demand bagi
jasa sumberdaya alam dan atribut lingkungan dari site rekreasi spesifik.
Orang mengunjungi tempat rekreasi dari jarak atau titik asal yang
berbeda-beda.Perilaku perjalanan yang teramati ini kemudian digunakan
untuk mengevaluasi kebersediaan membayar untuk mengunjungi tempat
tertentu tersebut.
2) Metode Harga Hedonik
Harga hedonik adalah alat yang berguna dalam assessment dari nilai
kenyamanan (amenity).Asal mula metode ini adalah menghubungkan
nilai ciri-ciri tempat tinggal dengan amenity lingkungan
pemukimannya.Metode ini digunakan kebanyakan untuk menduga
kebersediaan membayar bagi variasi dalam nilai property karena adanya
atau tidak adanya atribut lingkungan khusus, seperti kualitas udara,
kebisingan, dan pemandangan alam.
Misalnya bangunan rumah dengan kualitas udara segar disekitarnya,
maka orang akan membayar lebih dibandingkan dengan rumah yang
kualitas sama tetapi berada pada lingkungan yang jelek.

3) Pendekatan Fungsi Produksi (Production Fungtion Approach)


Pendekatan fungsi produksi digunakan untuk memperoleh nilai
penggunaan tidak langsung pada pengaturan fungsi ekologi hutan
melalui kontribusinya bagi aktivitas ekonomi.Pendekatan ini terdiri atas
dua langkah.Pertama, menentukan dampak fisik dari aktivitas ekonomi
terhadap lingkungan.Langkah kedua, penaksiran nilai uang (monetary
value) pada fungsi ekologi.Kadang-kadang hubungan ini tidak
dimengerti dengan baik, dan sedikit perubahan dalam asumsi
menyebabkan perubahan hasil yang drastis. Aplikasi pendekatan fungsi
produksi ini sangat cocok pada kasus single use system. Pada kasus
multiple use system, misalnya hutan yang mempunyai fungsi
perlindungan terhadap berbagai aktivitas ekonomi yang berbeda,
penggunaan metode ini harus membuat penyederhanaan-
penyederhanaan.

4) Penilaian Kontingensi (Contingent Valuation)


 Metode contingent valuation digunakan untuk menduga nilai
ekonomi bagi semua jenis jasa ekosistem dan lingkungan.Metode ini
dapat digunakan untuk menduga nilai guna dan nilai non-guna, dan
merupakan metode yang digunakan paling luas untuk menduga nilai
non-guna.Metode ini menanya langsung masyarakat, dalam suatu
survey, berapa mereka bersedia membayar jasa lingkungan
tertentu.Diistilahkan contingent valuation karena masyarakat dipaksa
menyatakan kebersediaan membayarnya.Nilai-nilai ini kadang disebut
sebagai nilai guna pasif.

5) Pendekatan Hubungan Antar Barang (Related Goods Approach)


 Barang dan jasa yang tidak ada nilai pasarnya mungkin mempunyai
hubungan dengan barang atau jasa yang mempunyai nilai pasar.. Related
goods approach ini secara luas terdiri atas tiga teknik penilaian yang
sama yaitu :
a) Barter exchange approach
Terdapat banyak produk hutan yang tidak diperdagangkan secara luas
dalam pasar formal seperti : buah-buahan, sayur-sayuran, dan obat-
obatan. Namun demikian beberapa hasil hutan ini mungkin
dipertukarkan dengan dasar tidak komersial melalui suatu proses barter.
Jika barang-barang barter dalam pertukaran produk hutan itu juga dijual
dalam pasar komersial, maka dia mungkin memberikan nilai bagi
barang-barang yang tidak dipasarkan (non-marketed) tersebut dengan
menggunakan informasi hubungan antara kedua barang dan nilai pasar
dari barang-barang komersial.
      b) Direct Substitute Approach
 Jika barang-barang hutan yang digunakan secara langsung adalah
non-marketed (misalnya kayu bakar) maka nilai penggunaannya
mungkin didekati dengan harga pasar dari barang-barang yang sama
(misalnya harga kayu bakar dari daerah lain) atau nilai dari barang-
barang substitusi (misalnya minyak tanah atau arang).
c) Indirect Substitute Approach
Indirect substitute approach adalah sama dengan direct substitute
approach, tetapi membutuhkan suatu langkah tambahan dalam prosedure
penilaian. Langkah tambahan ini pada dasarnya terdiri atas kombinas  i
pendekatan fungsi produksi dengan direct substitute approachi. 
Opportunity cost tahi lembu sebagai bahan bakar adalah tidak
tersedianya pupuk kandang, dan opportunity tersebut ditaksir dalam
bentuk kehilangan/kerugian dalam produksi padi akibat tidak diberi
input pupuk kandang dari tahi lembu.

5) Penilaian Berdasarkan Biaya (Cost-Based Valuation)


             Teknik ini menaksir nilai sumberdaya berdasarkan biaya yang
diperlukan untuk memelihara manfaat barang atau jasa lingkungan yang
dinilai.
a)      Indirect Opportunity Cost
           Metode Indirect Opportunity Cost (IOC) digunakan untuk
menghitung nilai barang lingkungan yang tidak mempunyai nilai pasar,
melalui penilaian alternatif penggunaan sumberdaya. Sebagai contoh
adalah biaya alternatif penggunaan tenaga kerja buruh untuk memanen /
mengumpulkan barang lingkungan, digunakan untuk menilai barang
yang dikumpulkan tersebut

b) Restoration Cost
            Restoration cost didasarkan pada pemikiran bahwa untuk
mengembalikan manfaat dari fungsi eksosistem yang hilang sebagai
akibat dari penggunan alternatif sumberdaya diperlukan sejumlah biaya.
Nilai sumberdaya dihitung dengan menaksir sejumlah biaya yang
diperlukan untuk mengembalikan manfaat ekosistem yang hilang.Pada
kasus di hutan primer, metode ini meliputi biaya rehabilitasi hutan.
c)      Replacement Cost
            Teknik ini menghitung nilai sumberdaya yang hilang
berdasarkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun asset
buatan yang akan mengganti (replacing) fungsi ekosistem yang hilang.
Penggunaan teknik ini tergantung pada ketersediaan alternatif barang
atau jasa yang dapat memberikan fungsi yang sama dengan sumberdaya
yang hilang.
d.      Relocation cost
            Teknik ini menghitung nilai sumberdaya berdasarkan pada biaya
yang harus dikeluarkan untuk resetlemen penduduk yang bermukim di
hutan, agar hutan tersebut dapat berfungsi sesuai dengan
fungsinya.Biaya ini dapat berupa biaya resetlemen atau biaya untuk
membangun areal perlindungan.
e.       Preventive/defensive Expenditure
            Teknik ini menaksir manfaat lingkungan berdasarkan pada
besarnya biaya pencegahan (preventive expenditure) agar manfaat
lingkungan dapat terpelihara.
2. Pemilihan Metode Penilaian
Pemilihan metode penilaian dikemukakan oleh Fakultas Kehutanan
IPB (1999) dan Ramdan,dkk (2003) bahwa metode penilaian yang akan
digunakan, dipilih berdasarkan karakteristik setiap nilai. Tahapan
penilaian untuk nilai guna langsung disajikan pada Gambar di bawah
ini :

            Tahapan penilaian ekonomi untuk Nilai Guna Tidak Langsung


(Indirect Use Value), Nilai Pilihan (Option Value) dan Nilai Keberadaan
(Existance Value) yang merupakan nilai fungsi dan atribut mengikuti
bagan alir seperti pada

3. Studi Kasus Penilaian Ekonomi SDH


Perhitungan nilai manfaat ekonomi hutan dikemukakan contoh
perhitungan pada Hutan Kemiri Rakyat (HKR) di Kabupaten Maros
yang dilakukan oleh Alam (2007).Hasil identfikasi nilai manfaat yang
diperoleh dari HKR telah memberikan manfat langsung berupa kayu dan
buah kemiri dan manfaat tidak langsung berupa nilai ekowisata,
penyerapan karbon, air domestik (rumah tangga) dan air irigasi.
a. Metode Perhitungan Nilai Manfaat HKR
Untuk mengetahui nilai manfaat hutan kemiri rakyat, terlebih
dahulu diidentifikasi berbagai nilai yang dapat diperoleh dari hutan
kemiri seperti gambar di bawah ini :
 
Gambar 6.5. Identifikasi Nilai Manfaat Hutan Kemiri Rakyat
Tahapan-tahapan penilaian manfaat hutan kemiri digunakan analisis
sebagai berikut :
a. Menghitung nilai manfaat penggunaan langsung
Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui nilai manfaat dari hasil
hutan kemiri yang digunakan secara langsung dan mempunyai nilai
pasar.
b. Menghitung nilai manfaat penggunaan tidak langsung
1) Nilai Air Rumah Tangga      
Konsumsi air untuk kebutuhan rumah tangga meliputi air minum,
air mandi dan air untuk keperluan mencuci didasarkan atas pendekatan
biaya pengadaan, yaitu korbanan yang harus dikeluarkan untuk dapat
mengkonsumsi atau menggunakan air tersebut dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
HADI = BPADI / KDI
Dimana :
HADI = Harga/biaya pengadaan air per orang (Rp/thn)
BPADI = Biaya pengadaan air seluruh responden (Rp/thn)
KDI = Total anggota keluarga seluruh responden (orang)
Total nilai ekonomi air rumah tangga didasarkan pada konsumsi
air domestik per kapita sehingga pengganda yang digunakan adalah
jumlah penduduk di lokasi penelitian yang air domestiknya bersumber
dari hutan kemiri.

2) Nilai Air untuk Pertanian


Areal pertanian yang dihitung nilai airnya adalah sawah yang
sumber airnya berasal dari irigasi dan merupakan fungsi dari keberadaan
hutan kemiri (bukan sawah tadah hujan), baik yang berada di daerah
hulu maupun daerah hilir. Penentuan harga air dilakukan dengan
pendekatan biaya produksi pengadaan air irigasi pada sawah tadah
hujan., dengan rumus:
NAP = Hst x Lsi
Dimana :
ANP = Nilai air pertanian (Rp/tahun)
Hst = Biaya pengadaan air pada sawah tadah hujan (Rp/ha)
Lsi = Luas sawah irigasi

3)      Nilai Penyerapan Karbon


            Penentuan nilai karbon difokuskan pada hutan primer dan hutan
sekunder, vegetasi kawasan hutan kemiri di kelompokkan ke hutan
sekunder.Untuk nilai karbon digunakan pendekatan harga karbon yang
berlaku di pasar internasional. Penentuan nilai karbon digunakan rumus
sebagai berikut :
NPc = L x Kc x Hc
Dimana :
NPc = Nilai penyerapan karbon hutan kemiri (Rp/thn)
L = Luas hutan kemiri (ha)
Kc = Kemampuan menyerap karbon hutan kemiri (ton/ha/thn)
Hc = Harga karbon (Rp/ton)

4). Nilai Pelestarian


            Nilai pelestarian ekosistem hutan kemiri ditentukan melalui
pendekatan kontingensi kesediaan membayar (willingness to pay) dari
masyarakat untuk membiayai upaya pelestarian hutan kemiri.

1). Nilai Kayu Kemiri


Kayu kemiri dimanfaatkan untuk keperluan bahan bangunan dan
dijual ke Ujung Pandang dalam bentuk kayu bantalan.Harga kayu berdiri
ditentukan oleh volumenya dan jaraknya dari jalan yang dapat dijangkau
kendaran.Hasil wawancara responden bahwa untuk menghasilkan 1m3
kayu bantalan dibutuhkan 2 pohon kayu kemiri.Kemudian sisanya
adalah biaya, penebangan, pembuatan bantalan, pengangkutan ke jalan
yang dapat dilalui kendaran dan keuntungan pedagang lokal).Seandainya
biaya transpor ini dapat dikurangi maka petani dapat memperoleh
pendapatan yang lebih besar lagi dari usaha kayu kemiri.

2). Nilai Buah Kemiri


Tujuan utama masyarakat untuk menanam kemiri adalah untuk
memperoleh buah kemiri yang dapat di panen. Untuk mengetahui Nilai
total buah kemiri dikalikan dengan luas HKR. Nilai buah kemiri yang
diterima petani menurut mereka mengalami penurunan dari tahun ke
tahun. Kondisi produksi hutan kemiri saat ini kontribusi pendapatan
petani dari usaha hutan kemiri sebesar 22,43 % dari total pendapatan
usaha tani atau pendapatan rata-rata petani dari buah kemiri sebesar Rp
1.445.754.
3). Nilai Ekowisata
Nilai ekowisata diperoleh dari hasil penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Alif (2005) sebesar Rp 18.233,78/ha/tahun.Perhitungan
nilai ekowisata ini digunakan dengan metode biaya perjalanan dengan
asumsi bahwa permandian alam air panas Samaenre yang satu – satunya
tempat wisata di lokasi HKR adalah fenomena alam yang terkait dengan
ekosistem hutan kemiri. Nilai total ekowisata adalah nilai per ha dikali
total luas HKR (Rp 18.233,78/ha/tahun x 9.299 ha =
Rp169.550.920,22/tahun).
4). Nilai Penyerapan Karbon
HKR memberikan jasa lingkungan yang sangat penting bagi
penyerapan karbon, karena kondisi vegetasinya yang relatif masih alami
yang memiliki fungsi sebagai penyerap karbon, sehingga dapat
mengurani pemanasan global.Perdagangan karbon ini membuat peluang
menjual hutan tanpa menebang pohon, sehigga pembangunan yang
berkelanjutan dapat terwujud.
Luas hutan kemiri di Lokasi penelitian adalah 9.299 ha.Untuk 1
hektar hutan kemiri (Hutan sekumder) menyimpan 194 ton karbon.harga
karbon adalah $ 5 US per ton (nilai tukar mata uang dollar, yaitu $ 1 US
= Rp 9.000). Potensi penyerapan karbon HKR untuk diperdagangkan ke
dunia internasional sangat besar melalui mekanisme pembangunan
bersih.
5). Nilai Air Domestik (Air Rumah Tangga)
Hasil perhitungan yang diperoleh dari responden tentang nilai air
didasarkan atas pendekan biaya pengadaan air, nilainya sangat bervariasi
antar responden. Hal ini disebabkan karena adanya variasi jarak dari
sumber air dan fasilitas air yang disediakan oleh pemerintah antar
responden. Hasil perhitungan diperoleh nilai air domestik rata – rata
sebesar Rp 5.911/perkapita/tahun. Sedangkan jumlah penduduk yang
menikmati air tesebut sebanyak 37.496 jiwa .
Sesungguhnya HKR ini juga berkontribusi atas ketersediaan air
domestik bagi daerah hilir yang meliputi Kabupaten Bone, Kabupaten
Soppeng dan Kabupaten Wajo.Semakin luas lingkup studinya, maka
nilai manfaat untuk air domestik ini semakin besar.
6). Nilai Air Irigasi Pertanian
Manfaat air irigasi memegang peranan penting bagi masyarakat
sekitar hutan kemiri, hal ini terlihat tingginya harga sawah yang ber
irigasi dibandingkan sawah tadah hujan.Tingginya nilai sawah irigasi ini
karena petani dapat memanen padi 2 kali setahun atau 1 kali panen padi
dan 1kali panen kacang tanah.Sedangkan sawah tadah hujan hanya 1 kali
panen padi.         Perhitungan nilai air irigasi pertanian didasarkan atas
pendekatan biaya faktor produksi. Di lokasi penelitian sawah tadah
hujan petani membeli air (sewa pompa air) untuk menanam kacang
tanah dan padi.
7). Nilai Pelestarian
Nilai ini tidak dapat dihitung karena petani tidak bersedia
membayar atas nilai pelestarian, justeru mereka berpendapat bahwa
merekalah yang harus dibayar atas pelestarian HKR, walaupun petani
responden tidak dapat menyebut berapa nilai yang harus dibayarkan.
8). Nilai Total Manfaat
Berdasarkan hasil perhitungan nilai total manfaat HKR dengan
menghitung nilai penyerapan karbon pada Tabel 11, menunjukkan
bahwa nilai manfaat yang memberikan kontribusi yang paling tinggi
adalah penyerapan karbon. Areal HKR ini akan menjadi potensial untuk
kegioatan ekowisata. Demikian pula halnya nilai air irigasi dan dan air
domestik dan rumah tangga, perhitungannya belum memberikan nilai
sesungguhnya, disebabkan lingkup studi hanya terbatas pada masyarakat
sekitar hutan kemiri.

Hasil perhitungan nilai total manfaat dengan tidak menghitung


nilai penyerapan karbon pada Tabel ....., menyajikan data bahwa nilai
manfaat yang paling tinggi kontribusinya terhadap nilai total manfaat
adalah biji kemiri (64 %) kemudian disusul air irigasi dan kayu kemiri.
Nilai air irigasi memberikan kontribusi lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai kayu kemiri.
Walaupun nilai air irigasi hanya dihitung pada lingkup masyarakat
sekitar
HKR.
Berdasarkan data pada Tabel 6.1.dan 6.2. tersebut diatas. Menunjukkan
bahwa Seandainya nilai penyerapan karbon ini dapat dibayarkan kepada
petani pengelola kemiri, maka dapat dipastikan bahwa petani akan
mempertahankan dan mengembangkan tanaman kemiri serta berdampak
positif bagi kelestarian HKR. Perdagangan karbon ini sudah lama
didengungkan melalui mekanisme pembangunan bersih (Clean
Development Mechanism atau disingkat CDM) berdasarkan Protokol
Kyoto, namun sampai hari ini belum dapat terwujud.

C. NILAI MANFAAT HUTAN DAN PENGGUNAAN


LAHAN
1. Konsep Nilai Manfaat Lahan (Land Rent)
a. Model Klasik (Ricardo dan Von Thunen)
Model klasik Ricardo tentang penggunaan lahan atas dasar
kesuburan tanah (ricardian rent) dikemukakan oleh Mills (1972) dalam
Nugroho (2004). Perhitungan land rent dilakukan dengan
mengklasifiksikan lahan atas tingkat kesuburannya. Model Ricardo
mensyaratkan harga komoditas bersifat kompetitif sehingga
menghasilkan land rent yang benar-benar mewakili tingkat kesuburan
tanah. Sedangkan model Von Thunen menggambarkan pola penggunaan
lahan berdasarkan jarak dari pusat bisnis (Reksohadiprodjo, 2001). Von
Thunen menggambarkan cincin-cincin pada penggunaan lahan
hubungannya dengan jarak dari pusat bisnis seperti terlihat pada Gambar
6.6.  di bawah ini.

Keterangan : CDB = Central Business District


 Gambar 6.6. Pola Penggunaan Lahan dengan Jarak dari Pusat Bisnis
(CBD)
Von Thunen mangemukakan bahwa land rent ditentukan oleh
jarak atau lokasi dari pasar. Model Von Thunen dilatarbelakangi dengan
asumsi-asumsi (Hoover and Giarratani, 1984) sebagai berikut :
a. Terdapat suatu pusat pasar (Central Bussiness District, CBD)
yang dikelilingi oleh         wilayah produksi pertanian.
b. Tingkat kesuburan tanah seragam dengan permukaan datar dan
seragam.
c. Setiap rumah tangga mempunyai akses informasi yang sama dengan
alat mobilitas sama.
d. Harga faktor produksi non lahan kompetitif.
Dengan asumsi tersebut Von Thunen mengemukakan bahwa jarak
akan mempengaruhi besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan
untuk transportasi menuju pusat pasar, sehingga menentukan land rent.
Hubungan land rent dengan jarak dinyatakan dengan rumus :
LR = p ( h – b ) – p.t.j
dimana :
LR = land rent
 p = produksi kg/ha
h = harga Rp/kg
b = biaya produksi (Rp/kg)
t = biaya transport (Rp/km/kg)
j = jarak (km)
atau disederhanakan menjadi regresi sederhana
LR = A – B.j
dimana :
A = Konstanta
B = Slope
Pengembangan teori Von Thunen menjadi teori berbasis land rent
oleh Barlow (1978) seperti digambarkan dalam diagram berikut :

Gambar 6.7. Hubungan Land rent dengan Jarak dari Pusat Kota
Gambar tersebut di atas memperlihatkan bahwa land rent semakin
menurun sebagai konsekuensi dari semakin besarnya biaya transportasi
produk yang dihasilkan. Pada jarak lebih besar 10 km sampai 15 km dari
pusat bisnis pola penggunaan lahan D (pertanian) memberikan land rent
yang tinggi, jika jarak melebihi 15 km maka tidak mempunyai land rent,
disebabkan biaya tranport tidak mampu ditutupi oleh penerimaan
sehingga land rent menjadi negatif. Jika jarak lahan lebih besar 4 km
sampai lebih kecil 10 km dari pusat bisnis, pola penggunaan lahan C
(kehutanan) yang memberikan land rent yang tinggi.
b. Model Neoklasik
Berbeda dengan Teori Ricardo dan Von Thunen model neoklasik
ini berangkat dari pemahaman bahwa faktor-faktor produksi, terutama
lahan tidak sepenuhnya bersifat diskrit dalam mempengaruhi sistem
produksi. Selain memuat aspek marginalitas, lahan juga menampilkan
pengaruh subtitusi dalam hubungannya penggunaan input-input lainnya.
Akibatnya nilai land rent memiliki hubungan tertentu dengan input non
lahan lainnya (Reksohadiprodjo dan Karseno, 2001).

2. Penggunaan Lahan
Lahan merupakan sumbedaya alam yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia, karena sumberdaya alam ini diperlukan
oleh setiap kegiatan manusia. Penggunaan lahan pada umumnya
ditentukan oleh kemampuan lahan khususnya untuk aktifitas pertanian
dan lokasi ekonomi, yaitu jarak lahan dari pusat pasar, misalnya untuk
penggunaan daerah industri, pemukiman, perdagangan dan industri,
kemudian lokasi perumahan penduduk diikuti oleh penggunaan lahan
untuk pertanian, rekreasi, hutan dan padang penggembalaan
(Suparmoko,1997). Land rent merupakan konsep yang penting dalam
mempelajari penerimaan ekonomi dari penggunaan lahan untuk
produksi. Land rent merupakan surplus pendapatan atas biaya yang
memungkinkan factor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses
produksi. Besarnya nilai land rent sangat ditentukan oleh tingkat
kesuburan lahan dan lokasi. Semakin dekat dari pasar dan semakin subur
akan semakin tinggi land rentnya.

3. Pengembangan Konsep Nilai Land Rent


Penggunaan lahan untuk suatu komoditi ditentukan oleh berbagai
faktor, terutama land rent. Land rent merupakan nilai atau harga yang
dihubungkan asset-asset yang memberikan aliran produksi dan jasa
sepanjang lahan dipergunakan (Mills, 1972 dalam Nugroho, 2004).
Dalam hal ini land rent merupakan residu (privat profit) dari perolehan-
perolehan ekonomi penggunaan lahan sesudah dikurangi biaya
konstruksi dan operasi.
Sementara itu aset non fisik yang muncul dalam land rent dapat
berupa dalam hal sewa kenyamanan lingkungan (amenity rent), yaitu
sewa yang melekat dengan asset-asset yang memberikan lingkungan
yang nyaman dan produktif, misalnya nilai konservasi tanah. Kedua,
sewa kelembagaan (instutional rent), yaitu sewa yang melekat dengan
aturan kelembagaan tanah, misalnya status kepemilikan tanah.
 4. Hubungan Nilai Manfaat Hutan (Land Rent) Dengan
Konversi Hutan
Pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh besarnya land rent yang
diperoleh dari suatu bentuk penggunaan lahan seperti pada gambar di
bawah ini (Tarigan, 2005)

Gambar 6.8. Perbedaan Land Rent untuk Kegiatan yang Berbeda


Kurva A menggambarkan kurva land rent untuk kegiatan A
(kegiatan non kehutanan) sedangkan kurva B (kegiatan hutan rakyat)
menggambarkan kurva land rent untuk kegiatan B. Karena perbedaan
kurva land rent untuk kegiatan A dan B sampai jarak T dimungkinkan
oleh kegiatan A, sedangkan setelah melewati jarak T dimenangkan oleh
kegiatan B. Jadi perubahan jarak dari pusat berpengaruh terhadap
kegiatan konversi penggunaan lahan hutan rakyat. Selain jarak dari pusat
kota, juga tingkat kesuburan lahan menurut Ricardo turut mempengaruhi
land rent, utamanya pada lahan pertanian.
Selanjutnya dikemukakan bahwa disamping land rent yang bersifat
finansial (ekonomi) di atas, konversi juga dapat disebabkan oleh
kebijakan pemerintah, kelembagaan masyarakat lokal, dan nilai /
persepsi yang dianut oleh pelaku usaha / individu, hak penguasaan lahan
dan pasar
Tentu berbeda dengan kelompok masyarakat yang tidak
mengindahkan nilai konsevasi dan terpengaruh nilai material/ekonomi
dalam mengkonversi penggunaan lahan HKR yang ada saat ini dengan
masyarakat yang lebih terbuka dan cenderung lebih mementingkan nilai-
nilai ekonomi / komersial tanpa peduli terhadap nilai konservasi dan
lebih mementingkan kebutuhan materi jangka pendek.
Kegagalan pasar terjadi apabila mekanisme pasar tidak berjalan
sebagaimana mestinya.Struktur pasar monopsoni pada komoditi hasil
hutani, menyebabkan harga kemiri tidak mengalami kenaikan harga
seiring dengan kenaikan kurs dollar.Sedangkan pasar kakao lebih
kompetitif. Perbedaan struktur pasar antara kemiri dengan kakao dapat
menimbulkan perbedaan nilai land rent yang pada akhirnya mendorong
masyarakat / petani hutan kemiri rakyat mengkonversi hutannya menjadi
areal tanaman kakao.
Salah satu faktor utama dalam pengelolaan hutan rakyat adalah
pengambilan keputusan petani dalam rumah tangga (RT) tentang tujuan
dan cara mencapainya dengan sumberdaya yang ada, yaitu pola
penggunaan lahan yang dikuasainya atau ternak yang akan
dikembangkan. Pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kebutuhan,
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan petani
D. PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) HIJAU
Kontribusi sektor kehutanan saja terhadap suatu perkembangan
perekonomian yang diukur dengan kontribusinya terhadap PDRB suatu
daerah, yaitu apakah sector tersebut menciptakan nilai tambah yang
negative karena terlalu banyak mengorbankan sumberdaya alam dan
kerusakan lingkungan dalam menciptakan nilai tambah yang
bersangkutan, atau memang menciptakan nilai tambah yang positif.
Karena peranan PDRB dalam perencanaan pembangunan daerah
dirasakan sangat bermanfaat maka Provinsi, kabupaten serta kota di
seluruh Indonesia sejak tahun 1970-an sudah menyusun PDRB-nya
masing-masing dan menerbitkannya setiap tahun.
Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan PDRB yang
disesuaikan dengan adanya pernyusutan sumberdaya alam dan
kerusakan (degredasi) lingkungan yang timbul sebagai produk yang
tidak diinginkan (undesirable outputs).
2.      Metode Perhitungan PDB/PDRB Hijau
            Dalam kaitannya dengan penggunaan sumberdaya alam,
pendekatan yang digunakan dalam menghitung PDRB biasanya adalah
pendekatan nilai tambah atau pendekatan produksi biasa disebut PDRB
coklat.Pengambilan sumberdaya alam harus dihitung sebagai modal
alam yang hilang yang juga harus dinilai penyusutannya seperti halnya
dengan penyusutan modal buatan manusia (gedung, mesin, dan
sebagainya).
            Nilai PDRB COKLAT kemudian dikurangi dengan nilai deplesi
sumberdaya alam dan degradasi lingkungan di daerah yang
bersangkutan akan diperoleh nilai PDRB hijau. Secara rinci metode
penghitungan PDRB telah disajikan berikut ini.
b.      Tahapan Perhitungan PDRB Hijau
            Sama dengan penyusunan PDRB pada umumnya, langkah-
langkah dalam menghitung kontribusi sektor kehutanan pada PDRB
adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi produk/hasil hutan dan fungsi sumberdaya
hutan lainnya.
b. Mengkuantikasi volume deplesi hasil hutan dan volume
degredasi fungsi hutan.
c. Melakukan valuasi deplesi dan degredasi lingkungan karena
kegiatan kehutanan.
d. Mengurangkan nilai deplesi dan degredasi dari kontribusinya
pada PDRB dengan cara seperti di bawah ini
b. Perhitungan Kontribusi Semi Hijau Sektor Kehutanan
Kontribusi Semi Hijau pada PDRB didapat dengan mengurangkan
nilai deplesi sumberdaya hutan dari nilai kontribusi pada PDRB coklat,
seperti di bawah ini.
d.      Penghitungan Kontribusi Hijau pada PDRB
            Untuk sampai pada nilai kontribusi dalam PDRB Hijau, nilai
kerusakan atau degredasi lingkungan di sektor kehutanan dikurangkan
dari nilai kontribusi sektor kehutanan pada PDRB Semi Hijau, sehingga
akhirnya diperoleh nilai kontribusi sektor kehutanan pada PDRB Hijau
yang sebenarnya, sperti disajikan di bawah ini.
d. Penghitungan Degredasi Lingkungan
Perhitungan nilai degredasi lingkungan lebih kompleks, karena
perlu menggunakan berbagai perkiraan sesuai dengan jenis sumberdaya
alam dan lingkungan yang terdegredasi. Sebagai misal dengan adanya
penebangan hutan, akan terjadi erosi sumberdaya tanah, sehingga
lapisan tanah yang subur (top soil) akan hilang. Dalam hal ini terdapat
degredasi sumberdaya lahan.Selanjutnya kalau tanah yang tererosi itu
meimbulkan pendangkalan sungai maupun menambah kekeruhan air
sungai maka terjadilah degredasi sumberdaya air, baik dari segi
kuantitas maupun kualitasnya. Kalau tanah hasil erosi itu diendapkan di
pantai, maka akan terjadi degredasi pantai yang dapat mengakibatkan
terganggunya kegiatan rekreasi atau wisata pantai.
1) Untuk menilai degredasi tersebut perlu diadakan penelitian
mengenai sumberdaya alam dan komponen lingkungan apa yang
mengalami degredasi pada tahun yang bersangkutan.
2) Langkah berikutnya adalah mengkuantifikasi besaran atau
luasan degredasi yang bersangkutan, dan
3) Akhirnya terhadap degredasi tersebut diperkirakan besarnya
nilai degredasi yang bersangkutan.

e. Metode Valuasi Ekonomi Degredasi Lingkungan


Untuk hal-hal yang merupakan jasa lingkungan dan jasa
keanekaragaman hayati penilaiannya didekati dengan menggunakan cara
berikut: nilai biaya pengganti, nilai kesenangan (hedonik) ataupun biaya
perjalanan (travel cost) maupun, dan dengan cara survei (contingent,
valuation) yaitu meneliti tentang kesediaan membayar (willingnes to
pay) atau kesediaan untuk menerima ganti rugi (willingnes to accept).
Karena biaya survey untuk kesediaan membayar atau kesediaan
menerima ganti rugi mahal, maka dapat digunakan pendekatan ”benefit
transfer” yaitu menggunakan nilai dari hasil studi orang lain di tempat
lain pula.
f. Interpretasi Hasil
Salah satu bentuk laporan dari hasil penghitungan nilai kontribusi
sektor kehutanan pada PDRB, pada PDRB Hijau.
Selanjutnya jika ingin diketahui berapa sebenarnya kontribusi
sektor kehutanan pada pembangunan daerah dapat dilihat dari kontribusi
sektor kehutanan pada PDRB ditambah dengan nilai deplesi sumberdaya
hutan ditambah lagi dengan nilai degradasi lingkungan hutan yang
masing-masing untuk Kabupaten Berau dapat dinyatakan sebesar Rp
1.150,65 miliar pada tahun 2000, sebesar Rp 1.292,08 miliar pada tahun
2001, sebesar Rp 940,19 miliar pada tahun 2002, dan sebesar Rp 796,32
miliar pada tahun 2003. Jika diperhatikan angka-angka tersebut tampak
bahwa peranan sektor kehutanan dalam pembangunan daerah di
Kabupaten Berau sekitar 3 (tiga) sampai 4 (empat) kali lipat dibanding
dengan yang dilaporkan dalam PDRB yang bersangkutan.Oleh karena
itu hendaknya hati-hati dalam menginterpretasi konstribusi suatu sektor
kegiatan ekonomi pada pembangunan suatu daerah, karena tidak cukup
dengan melihat kontrbusinya pada PDRB colat saj, harus dinilai juga
dampaknya terhadap kerusakan lingkungan dan pengurangan modal
alami (sumberdaaya alam).

MAKALAH EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN


(KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI)
       BAB I
PENDAHULUAN

Banyak spesies telah berkembang dan punah sejak kehidupan


bermula.Hal ini dapat ketahui melalui catatan fosil.Tetapi, sekarang ini
spesies menjadi punah dengan laju yang lebih tinggi daripada waktu
sebelumnya dalam sejarah geologi, hampir keseluruhannya disebabkan
oleh kegiatan manusia. Di masa geologi yang lalu spesies yang punah
akan digantikan oleh spesies baru yang berkembang mengisi celah atau
ruang yang ditinggalkan. Pada saat sekarang, hal ini tidak akan mungkin
terjadi karena banyak habitat telah hilang.
Kerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20
%.Ini sangat signifikan karena karbon dioksida merupakan salah satu
gas rumah kaca yang berimplikasi pada kecenderungan pemanasan
global. Salju dan penutupan es telah menurun, suhu lautan dalam telah
meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm selama
abad yang terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar
memprediksi bumi secara rata-rata 1oC akan lebih panas menjelang
tahun 2025. Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan
banyak wilayah.Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan
kekeringan, banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab
penyakit diprediksinya dapat terjadi.
Hutan dapat mempengaruhi pola curah hujan melalui transpirasi
dan melindungi daerah aliran sungai.Deforestasi menyebabkan
penurunan curah hujan dan perubahan pola distribusinya.Ini juga
menyebabkan erosi dan banjir.Apa yang disampaikan di atas hanya
beberapa dampak ekologis dari deforestasi, yang dampaknya
berpengaruh langsung pada manusia. Bencana alam seperti banjir, dan
kebakaran hutan yang secara langsung maupun tidak langsung
disebabkan kegiatan manusia, semuanya memberikan konsekuensi
ekonomi serius pada wilayah yang terkena.Biaya untuk mengatasinya
bisa menelas ratusan juta rupiah, termasuk kesengsaraan manusian yang
terkena.Erosi dan terbentuknya gurun karena deforestasi menurunkan
kemampuan masyarakat setempat untuk menanam tanaman dan
memberi makan mereka sendiri.
1.1       Latar Belakang
Di lingkungan sekitar kita, kita dapat menemui berbagai jenis
makhluk hidup.Berbagai jenis hewan misalnya ayam, kucing, serangga,
dan sebagainya, dan berbagai jenis tumbuhan misalnya mangga,
rerumputan, jambu, pisang, dan masih banyak lagi jenis tumbuhan di
sekitar kita.Masing-masing makhluk hidup memiliki ciri tersendiri
sehingga terbentuklah keanekaragaman makhluk hidup yang disebut
dengan keanekaragaman hayati atau biodiversitas.
Di berbagai lingkungan, kita dapat menjumpai keanekaragaman
makhluk hidup yang berbeda-beda.Keanekaragaman itu meliputi
berbagai variasi bentuk, warna, dan sifat-sifat lain dari makhluk hidup.
Sedangkan di dalam spesies yang sama terdapat keseragaman. Setiap
lingkungan memiliki keanekaragaman hayati masing-masing.
Indonesia adalah negara yang termasuk memiliki tingkat
keanekaragaman yang tinggi.Taksiran jumlah utama spesies sebagai
berikut. Hewan menyusui sekitar 300 spesies, burung 7.500 spesies,
reptil 2.000 spesies, tumbuhan biji 25.000 spesies, tumbuhan paku-
pakuan 1.250 spesies, lumut 7.500 spesies, ganggang 7.800, jamur
72.000 spesies, serta bakteri dan ganggang hijau biru 300 spesies. Dari
data yang telah disebutkan, itu membuktikan bahwa tingkat biodiversitas
di Indonesia sangatlah tinggi.
Ekploitasi sumbedaya hutan yang tidak bijaksana pada akhirnya
juga berakhir dengan kehancuran industri hasil hutan.Bila metode lestari
yang dipergunakan, areal yang dipanenan ditanami kembali, maka ini
bukan merupakan substitusi untuk hutan yang telah dipanen. Hutan alam
mungkin memerlukan ratusan tahun untuk berkembang menjadi sistem
yang rumit yang mengandung banyak spesies yang saling tergantung
satu sama lain. Pada tegakan dengan pohon-pohon yang ditanam murni,
lapisan permukaan tanah dan tumbuhan bawahnya diupayakan relatif
bersih. Pohon-pohon muda akan mendukung sebagian kecil spesies asli
yang telah ada sebelumnya. Pohon-pohon hutan hujan tropis perlu waktu
bertahun-tahun untuk dapat dipanen dan tidak dapat digantikan dengan
cepat; demikian juga komunitasnya yang kompleks juga juga tidak
mudah digantikan bila rusak.
Kehilangan keanekaragaman hayati secara umum juga berarti
bahwa spesies yang memiliki potensi ekonomi dan sosial mungkin
hilang sebelum mereka ditemukan.Sumberdaya obat-obatan dan bahan
kimia yang bermanfaat yang dikandung oleh spesies liar mungkin hilang
untuk selamanya.Kekayaan spesies yang terdapat pada hutan hujan
tropis mungkin mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang
berguna.Banyak spesies lautan mempertahankan dirinya secara kimiawi
dan ini merupakan sumber bahan obat-obatan yang penting.

1.2       Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah konservasi keanekaragaman
hayati ini adalah:
1.        Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Sumber
Daya Hutan.
2.      Menambah wawasan kita dan pembaca akan keanekaragaman hayati
dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia.

  BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh


pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
dari kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi
ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.Oleh karenanya
keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman hayati tersebut sangatlah
penting. Sampai saat ini, sejumlah kawasan konservasi telah ditetapkan
yang jumlahnya mencapai 28,166,580.30 ha (mencakup 237 Cagar
Alam, 77 Suaka Marga Satwa, 50 Taman Nasional, 119 Taman Wisata
Alam, 21 Taman Hutan Raya, 15 Taman Buru) di seluruh Indonesia
( Anonim, 2006).
Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, kewenangan
konservasi masih ada di tangan pemerintah pusat, padahal ada banyak
inisiatif di tingkat daerah mengenai pengelolaan kawasan konservasi
yang belum terakomodir oleh peraturan pusat.Hal ini menjadi
pertanyaan, sejauh mana masyarakat memberikan masukan bagi
peraturan dipusat terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi (Angi,
2005).
Kawasan konservasi dapat memberikan banyak kontribusi bagi
pengembangan wilayah, dengan menarik wisatawan ke wilayah
pedesaan. Pengembangan pariwisata di dalam dan di sekitar kawasan
konservasi juga merupakan salah satu cara terbaik untuk mendatangkan
keuntungan ekonomi bagi kawasan terpencil, dengan cara menyediakan
kesempatan kerja setempat, merangsang pasar setempat, memperbaiki
prasarana angkutan dan komunikasi (MacKinnon et al., 1986 ).
2.1      Kawasan Konservasi
A.    Pengertian
Menurut Undang – undang nomor 41 tahun 1999 kawasan
konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang
memiliki fungsi pokok sebagai kawasan tempat pelestarian
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan
konservasi ini terdiri dari:
         Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah
sistem penyangga kehidupan. HSA dibedakan lagi atas Cagar Alam dan
Suaka Margasatwa.
         Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya.  KHPA dibedakan atas Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam.
         Taman Buru : kawasan hutan konservasi yang diperuntukkan bagi
kepentingan wisata buru.
Sedangkan dalam ketentuan Undang - undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kita
mengenal mengenai kawasan konservasi dan klasifikasinya sebagai
berikut:
1.      Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik
di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan, yang mencakup:
a)    Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena
keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami.
b)   Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang
mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis
satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan
terhadap habitatnya.
2.      Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu,
baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, yang mencakup:
a.    Kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
b.   Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan
tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan
rekreasi alam.
c.    Kawasan taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk
tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami,
jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,
pariwisata dan rekreasi alam.
Kriteria penetapan Kawasan Taman nasional (Anonim, 2011)
antara lain:
 Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk

menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;


 Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis

tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang


masih utuh dan alami;
 Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

 Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan

sebagai pariwisata alam;


 Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam Zona Inti, Zona

Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena


pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan
penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya
pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat
ditetapkan sebagai zona tersendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1       Umum
3.1.1    Pengertian Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (biodiversity) adalah
suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang
secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi
biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana
bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan
sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem
atau bioma tertentu.Keanekaragaman hayati seringkali digunakan
sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi;
wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan
jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari
ekuator. Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil
dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum
diketahui secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang
lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan
organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul
dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat,
namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-
besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa.
Konservasi keanekaragaman hayati atau biodiversitas sudah
menjadi kesepakatan internasional.Objek keanekaragaman hayati yang
dilindungi terutama kekayaan jenis tumbuhan (flora) dan kekayaan jenis
hewan (fauna) serta mikroorganisme misalnya bakteri dan jamur.Perlu
diingat bahwa yang termasuk flora tidak hanya tumbuhan yang berbunga
yang sehari-hari kita lihat tetapi juga lumut dan paku-pakuan.Demikian
pula dengan fauna, tidak saja mencakup binatang mamalia tetapi juga
ikan, burung, dan serangga.
Tempat perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia telah
diresmikan oleh pemerintah. Lokasi perlindungan tersebut misalnya
berupa Taman Nasional, Cagar Alam, Hutan Wisata, Taman Hutan
Raya, Taman Laut, Wana Wisata, Hutan Lindung, dan Kebun Raya.
Tempat-tempat tersebut memiliki makna yang berbeda-beda meskipun
fungsinya sama yaitu untuk tujuan konservasi.
Keanekaragaman disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
keturunan atau genetik dan faktor lingkungan. Faktor keturunan
disebabkan oleh adanya gen yang akan membawa sifat dasar atau sifat
bawaan. Sifat bawaan ini diwariskan turun temurun dari induk kepada
keturunannya.Namun, sifat bawaan terkadang tidak muncul (tidak
tampak) karena faktor lingkungan. Jika faltor bawaan sama tetapi
lingkungannya berbeda, mengakibatkan sifat yang tampak menjadi
berbeda. Jadi, terdapat interaksi antara faktor genetik dengan faktor
lingkungan.Karena adanya dua faktor tersebut, maka muncullah
keanekaragaman hayati.

3.1.2    Keanekaragaman Hayati di Indonesia


Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara yang memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi.Dua negara lainnya adalah Brasil
dan Zaire.Tetapi dibandingkan dengan Brazil dan Zaire, Indonesia
memiliki keunikan tersendiri. Keunikannya adalah di samping memiliki
tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki areal
tipe indo-malaya yang luas, juga tipe oriental, australia, dan
peralihannya. Selain itu, di Indonesia terdapat banyak hewan dan
tumbuhan langka, serta spesies endemik.
Indonesia terletak di daerah tropik sehingga memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah
subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub).Keanekaragaman
tinggi di Indonesia dapat dijumpai di dalam lingkungan hutan tropik.
Jika di hutan iklim sedang dijumpai satu atau dua jenis pohon, maka di
areal yang sama di dalam hutan hujan tropik memiliki keanekaragaman
hayati sekitar 300 kali lebih besar dibandingkan dengan hutan iklim
sedang.

Di dalam hutan hujan tropik terdapat berbagai jenis tumbuhan


(flora) dan fauna yang belum dimanfaatkan, atau masih liar.Di dalam
tubuh hewan dan tumbuhan itu tersimpan sifat-sifat unggul, yang
mungkin dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Sifat-sifat unggul itu
misalnya tumbuhan yang tahan penyakit, tahan kekeringan, dan tahan
terhadap kadar garam yang tinggi. Ada pula yang memiliki sifat
menghasilkan bahan kimia beracun.Jadi, di dalam dunia hewan dan
tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun belum, terdapat
sifat-sifat unggul yang perlu dilestarikan.

3.1.3    Keanekaragaman Hayati Dunia


Kehadiran makhluk hidup ditentukan oleh faktor
lingkungan.Faktor lingkungan dapat dibedakan sebagai kondisi dan
sumber daya. Kondisi adalah suatu faktor yang besarannya dapat diukur
dan tidak habis jika digunakan oleh organisme.Contoh kondisi adalah
suhu, intensitas cahaya, curah hujan, dan radiasi
matahari.Sedangkan sumber daya adalah faktor lingkungan yang habis
ketersediaanya bila sudah digunakan, misalnya makanan dan ruang
(tempat tinggal).
Matahari adalah sumber energi utama untuk kehidupan di
bumi.Jumlah sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi
menentukan penyebaran makhluk hidup.Karena permukaan bumi bulat
maka setiap tempat di permukaan bumi mendapatkan sinar matahari
dengan jumlah yang berbeda-beda.Akibatnya suhu di berbagai tempat di
permukaan bumi berbeda-beda.Berdasarkan letak terhadap garis lintang,
maka bumi dibagi dalam beberapa daerah iklim sebagai berikut.
a.       Daerah tropik berada di antara 23,50 LU dan 23,50 LS. Daerah ini
hanya memiliki dua musim.
b.      Daerah iklim sedang (subtropik) berada di antara 23,5 0 dan 660.
Daerah ini memiliki empat musim, yaitu panas, gugur, seni, dan dingin
(salju).
c.       Daerah kutub (artik) berada pada garis lintang lebih dari 660.
d.      Daerah peralihan antara subtropik dan kutub (subartik).
Faktor lingkungan penting yang mempengaruhi kehadiran dan
penyebaran oraganisme adalah suhu. Variasi suhu lingkungan
menentuakn proses kehidupan, penyebaran dan kelimpahan organisme.
Variasi suhu lingkungan alami dapat bersifat siklik (misalnya musiman,
harian).
Hal ini berkaitan dengan letak tempat di garis lintang (latitudinal),
atau ketinggian di permukaan laut (altitudinal).Variasi suhu berdasarkan
garis lintang berkaitan dengan variasi musim yang disebabkan oleh
posisi poros bumi terhadap matahari.Interaksi antara suhu, kelembapan,
angin, altitudinal, latitudinal, dan topografi menghasilkan daerah iklim
yang luas yang dinamakan bioma.Setiap bioma memiliki hewan dan
tumbuhan tertentu yang khas. Beberapa bioma di bumi antara lain
tundra, taiga, hutan gugur, hutan hujan tropik, padang rumput, dan
gurun.

3.2  Pentingnya Keanekaragaman Hayati


Pemanfaatan keanekaragaman hayati bagi masyarakat harus secara
berkelanjutan. Yang dimaksud dengan manfaat yang berkelajutan adalah
manfaat yang tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk
generasi yang akan datang.
1.      Sebagai Sumber Pangan, Perumahan dan Kesehatan
Kehidupan manusia yang bergantung pada keanekaragaman
hayati.Hewan dan tumbuhan yang kita manfaatkan saat ini (misalnya
ayam, kambing, padi, jagung) pada zaman dahulu juga merupakan
hewan dan tumbuhan liar, yang kemudian dibudidayakan.Hewan dan
tumbuhan liar itu dibudidayakan karena memiliki sifat-sifat unggul yang
diharapkan manusia.Sebagai contoh, ayam dibudidayakan karena
menghasilkan telur dan daging.Padi dibudidayakan karena menghasilkan
beras. Beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang memiliki peranan
penting untuk memenuhi kebutuhan pangan, perumahan, dan kesehatan,
misalnya:
a.       Pangan: berbagai biji-bijian (padi, jagung, kedelai, kacang),
berbagai umbi-umbian (ketela, singkong, suwek, garut, kentang),
berbagai buah-buahan (pisang, nangka, mangga, jeruk, rambutan),
berbagai hewan ternak (ayam, kambing, sapi).
b.      Perumahan: kayu jati, sonokeling, meranti,
kamfer.                                    
c.       Kesehatan: kunyit, kencur, temulawak, jahe, lengkuas.
2.      Sebagai Sumber Pandapatan
Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sumber pendapatan.
Misalnya untuk bahan baku industri, rempah-rempah, dan perkebunan.
Bahan baku industri misalnya kayu gaharu dan cendana untuk industri
kosmetik, teh dan kopi untuk industri minuman, gandum dan kedelai
untuk industri makanan, dan ubi kayu untuk menghasilkan alkohol.
Rempah-rempah misalnya lada, vanili, cabai, bumbu dapur.Perkebunan
misalnya kelapa sawit dan karet.
3.      Sebagai Sumber Plasma Nutfah
Hewan, tumbuhan, dan mikroba yang saat ini belum diketahui
tidak perlu dimusnahkan, karena mungkin saja di masa yang akan datang
akan memiliki peranan yang sangat penting. Sebgai contoh, tanaman
mimba (Azadirachta indica),. Dahulu tanaman ini hanya merupakan
tanaman pagar, tetapi saat ini diketahui mengandung zat
azadiktrakhtin yang memiliki peranan sebagai anti hama dan anti
bakteri. Adapula jenis ganggang yang memiliki kendungan protein
tinggi, yang dapat digunakan sebagai sumber makanan masa depan,
misalnya Chlorella. Buah pace (mengkudu) yang semula tidak
dimanfaatkan, sekarang diketahui memiliki khasiat untuk meningkatkan
kebugaran tubuh, mencegah dan mengobati penyakit tekanan darah.
Di hutan atau lingkungan kita, masih terdapat tumbuhan dan
hewan yang belum dibudidayakan, yang mungkin memiliki sifat-sifat
unggul.Itulah sebabnya dikatakan bahwa hutan merupakan sumber
plasma nutfah (sifat-sifat unggul).Siapa tahu kelak sifat-sifat unggul itu
dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.
4.      Manfaat Ekologi
Selain berfungsi untuk menunjuang kehidupan manusia,
keanekaragaman hayati memiliki peranan dalam mempertahankan
keberlanjutan ekosistem.Masing-masing jenis organisme memiliki
peranan dalam ekosistemnya. Peranan ini tidak dapat digantikan oleh
jenis yang lain. Sebagai contoh, burung hantu dan ular di ekosistem
sawah merupakan pemakan tikus.Jika kedua pemangsa ini dilenyapkan
oleh manusia, maka tidak ada yang mengontrol populasi tikus.
Akibatnya perkembangbiakan tikus meningkat cepat dan di mana-mana
terjadi hama tikus.
Tumbuhan merupakan penghasil zat organik dan oksigen, yang
dibutuhkan oleh organisme lain. Selain itu, tumbuh-tumbuhan dapat
membentuk humus, menyimpan air tanah, dan mencegah
erosi.Keanekaragaman yang tinggi memperkokoh ekosistem.Ekosistem
dengan keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang tidak
stabil.Bagi manusia, keanekaragaman yang tinggi merupakan gudang
sifat-sifat unggul (plasma nutfah) untuk dimanfaatkan di kemudian hari.
5.      Manfaat Keilmuan
Keanekaragaman hayati merupakan lahan penelitian dan
pengembangan ilmu yang sangat berguna untuk kehidupan manusia.
6.      Manfaat Keindahan
Keindahan alam tidak terletak pada keseragaman tetapi pada
keanekaragaman. Bayangkan bila halaman rumah kita hanya ditanami
satu jenis tanaman saja, apakah indah Tentu saja akan lebih indah
apabila ditanami berbagai tanaman seperti mawar, melati, anggrek,
rumput, palem.
Kini kita sadari bahwa begitu banyak manfaat keanekaragaman
hayati dalam hidup kita.Pemanfaatannya yang begitu banyak dan
beragam tentu saja dapat mengancam kelestariannya.Untuk itu kita harus
bijaksana dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati, dengan
mempertimbangkan aspek manfaat dan aspek kelestariannya.

3.3  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biodiversitas


Secara umum, Indonesia termasuk ke dalam wilayah tropika
dengan kondisi tanah yang baik, basah, dan hampir tidak ada musim
kering. Musim kering di daerah tropik adalah musim dengan curah hujan
terendah, bukan musim tanpa hujan sama sekali. Berdasarkan
perkembangan wilayah tropik, Indonesia merupakan wilayah
perkembangan dari zona Malaya, dan termasuk wilayah hutan tropik
basah klimaks alami.Daratan hutan tropik basah biasanya rata atau
bergelombang, meluas ke bagian lereng-lereng gunung sampai
ketinggian 1.000 meter atau lebih.Karakter iklim tropik dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Di beberapa daerah, hujan turun setiap siang dan malam sepanjang
tahun, diselingi satu atau dua musim kering yang masing-masing
lamanya tidak melebihi 3 bulan.Sering kali hujan turun selama berhari-
hari atau berminggu-minggu, semuanya tertutup kabut tebal berwarna
kelabu.Suhu relatif tinggi dan seragam, rata-rata tahunan normal, sekitar
25-260C.
Curah hujan pada umumnya berjumlah 200-400 cm setiap tahun,
dengan beberapa tempat tertentu mungkin lebih banyak.Kelembapan
nisbi cenderung tinggi, biasanya melebihi 80%.Intensitas cahaya
matahari tinggi.Namun, di hutan-hutan dengan pohon yang tingginya
bertingkat-tingkat, sinar matahari menjadi cahaya remang-remang dan
dapat menembus lantai hutan, membentuk nodanoda cahaya, dan
penting dalam pembentukan iklim mikro.        
Pohon-pohon memiliki tajuk pohon (kanopi) berbentuk payung,
menjadi tempat yang subur bagi kehidupan serangga, katak pohon,
kadal, ular, burung, tupai, monyet dan sebagainya.Banyak di antaranya
yang hidup selamanya dalam kanopi, dan tidak pernah menyentuh
tanah.Perubahan musiman yang teratur pada tumbuhan tidak
ada.Sepanjang waktu terjadi pembungaan, dan pembentukan buah,
meskipun ada kecenderungan bahwa tiap-tiap jenis mempunyai musim
tertentu.Musim ini berlainan antara satu jenis dan jenis lainnya sehingga
secara umum, tropika selalu berdaun dan berbuah sepanjang
tahun.Banyak tumbuhan yang kuncup daunnya “tidur” (dorman), baru
tumbuh dan berkembang saat tumbuhannya telah tua dan tidak berdaun
lagi.
Indonesia memang gudang flora dan fauna, banyak faktor lain yang
menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi,
antara lain:
a.       Merupakan negara kepulauan;
b.      Memiliki unsur flora dan fauna yang berkisar dari wilayah
Indomalaya sampai ke Australia;
c.       Terbagi menjadi 2 zona biogeografi, yakni wilayah oriental dan
wilayah Australian. Wilayah oriental meliputi Sumatra, Jawa, Bali, dan
Kalimantan, sedangkan wilayah Australian meliputi seluruh pulau
kawasan timur Indonesia;
d.      Banyak pulau tersebar di Nusantara ini terisolasi beribu-ribu tahun
sehingga tingkat endemisnya tinggi. Oleh karena itu, banyak jenis flora
dan fauna yang hanya terdapat di Indonesia;
e.       Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki laut yang luas,
yaitu 3.650.000 km2 dengan panjang garis pantai 81.000 km, 14% dari
panjang pantai bumi;
f.       Karena lautnya luas, Indonesia memiliki pantai dengan hutan
bakau yang terluas dan terkaya jenis flora dan faunanya, yaitu 4,25 juta
ha;
g.      Dengan laut yang luas, Indonesia memiliki sumber daya terumbu
karang terkaya, misalnya atol, terumbu karang tepian, terumbu karang
perintang (barrier), dan terumbu karang sebaran.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa
keanekaragaman jenis hayati Indonesia sangat tinggi, karena tiap zona
geografi memiliki karakter berbeda-beda, banyak pulau yang
menyimpan hewan dan tumbuhan endemik, dan wilayah laut yang luas
dengan biodiversitas spesifiknya.

3.4  Krisis Biodiversitas


Aktifitas manusia dapat menurunkan keanekaragaman
hayati.Hingga saat ini, berbagai jenis tumbuhan dan hewan terancam
punah dan beberapa di antaranya telah punah. Sebagai contoh, Australia
selama 20 tahun telah kehilangan 41 jenis mamalia, 18 jenis burung,
reptilia, ikan, dan katak, 200 jenis invertebrata, dan 209 jenis tumbuhan.
Sementara itu, Indonesia kehilangan beberapa satwa penting,
misalnya harimau bali. Saat ini hewan tersebut tidak pernah ditemukan
lagi keberadaannya, alias kemungkinan sudah punah. Hewan-hewan
seperti badak bercula satu, jalak bali, dan trenggiling juga terancam
punah. Belum lagi beberapa jenis serangga, hewan melata, ikan, dan
hewan air, yang sudah tidak ditemukan lagi di lingkungan kita.
Kepunahan keanekaragaman hayati diduga disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu sebagai berikut:
1.      Perusakan Habitat
Habitat didefinisikan sebagai daerah tempat tinggal
organisme.Kekurangan habitat diyakini manjadi penyebab utama
kepunahan organisme.Jika habitat rusak maka organisme tidak memiliki
tempat yang cocok untuk hidupnya.Kerusakan habitat dapat diakibatkan
karena ekosistem diubah fungsinya oleh manusia, misalnya hutan
ditebang dijadikan lahan pertanian, pemukiman dan akhirnya tumbuh
menjadi perkotaan.Kegiatan manusia tersebut mengakibatkan
menurunnya keanekaragaman ekosistem, jenis, dan gen.
Selain akibat aktifitas manusia, kerusakan habitat juga dapat
diakibatkan oleh bencana alam misalnya kebakaran, gunung meletus,
dan banjir.Perusakan terumbu karang di laut juga dapat menurunkan
keanekaragaman ayati laut.Ikan-ikan serta biota laut yang hidup
bersembunyi di dalam terumbu karangtidak dapat lagi hidup dengan
terntram, beberapa di antaranya tidak dapat menetaskan telurnya karena
terumbu karang yang rusak. Menurunnya populasi ikan akan merugikan
nelayan dan mengakibatkan harga ikan meningkat. Kehidupan para
nelayan menjadi terganggu.
2.      Penggunaan Pestisida
Yang termasuk pestisida misalnya insektisida, herbisida, dan fungisida.
Pestisida yang sebenarnya hanya untuk membunuh organisme
penggangu (hama), pada kenyataannya menyebar ke lingkungan dan
meracuni mikroba, jamur, hewan, dan tumbuhan lainnya.

3.      Pencemaran
Bahan pencemar juga dapat membunuh mikroba, jamur, hewan
dan tumbuhan penting.Bahan pencemar dapat berasal dari limbah pabrik
dan limbah rumah tangga.
4.      Perubahan Tipe Tumbuhan
Tumbuhan merupakan produser di dalam ekosistem.Perubahan tipe
tumbuhan misalnya perubahan dari hutan hujan tropik menjadi hutan
produksi dapat mengakibatkan hilangnya tumbuh-tumbuhan liar
penting.Hilangnya jenis-jenis tumbuhan tertentu dapat menyebabkan
hilangnya hewan-hewan yang hidup bergantung pada tumbuhan
tersebut.
5.      Masuknya Jenis Tumbuhan dan Hewan Liar
Tumbuhan atau hewan liar yang masuk ke ekosistem dapat
berkompetisi bahkan membunuh tumbuhan dan hewan asli.
6.      Penebangan
Penebangan hutan tidak hanya menghilangkan pohon yang sengaja
ditebang, tetapi juga merusak pohon-pohon lain yang ada di
sekelilingnya. Kerusakan berbagai tumbuh-tumbuhan karena
penebangan akan mengakibatkan hilangnya hewan. Jadi, penebangan
akan menurunkan plasma nutfah.
7.      Seleksi
Secara tidak sengaja perilaku kita mempercepat kepunahan
oraganisme.Sebagai contoh, kita sering hanya menanam tanaman yang
kita anggap unggul misalnya mangga gadung, mangga manalagi, jambu
bangkok.Sebaliknya kita menghilangkan tanaman yang kita anggap
kurang unggul, misalnya mangga golek, nangka celeng.
Menurunnya keanekaragaman hayati menimbulkan masalah
lingkungan yang akhirnya merugikan manusia.Misalnya, penebangan
hutan mengakibatkan banjir.Hewan-hewan yang hidup di dalam hutan
misalnya babi hutan, gajah, kera, menyerang lahan pertanian penduduk
karena habitat mereka semakin sempit, dan makanan mereka semakin
berkurang.

Menurunnya populasi serangga pemangsa (predator) karena


disemprot dengan insektisida mengakibatkan terjadinya ledakan
populasi serangga yang dimangsa.Jika serangga ini memakan tanaman
pertanian, maka ledakan serangga tersebut sangat merugikan petani.

3.5  Upaya dalam Melakukan Konservasi Keanekaragaman hayati


Tidak semua aktifitas manusia berakibat menurunkan
keanekaragaman hayati.Ada juga aktivitas yang justru meningkatkan
keanekaragaman hayati.
1.      Penghijauan
Kegiatan penghijauan meningkatkan keanekaragaman hayati.Kegiatan
penghijauan tidak hanya menanam tetapi yang lebih penting adalah
merawat tanaman setelah ditanam.
2.      Pembuatan Taman Kota
Pembuatan taman-taman kota selain meningkatkan kandungan oksigen,
menurunkan suhu lingkungan, mamberi keindahan, juga meningkatkan
keanekaragaman hayati.
3.      Pemuliaan
Pemuliaan adalah usaha membuat varietas unggul dengan cara
melakukan perkawinan silang. Usaha pemuliaan akan menghasilkan
varian baru. Oleh sebab itu pemuliaan hewan dan tumbuhan dapat
berfungsi meningkatkan keanekaragaman gen.
4.      Pembiakkam
Hewan atau tumbuhan langka dan rawan punah dapat dilestarikan
dengan pembiakan/konservasi secara in situ dan ex situ.
a). Konservasi Insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi
spesies, variasi genetik dan habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan
insitu meliputi penetapan dan pengelolaan kawasan lindung seperti:
cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam,
hutan lindung, sempadan sungai, kawasan plasma nutfah dan kawasan
bergambut. Dalam prakteknya, pendekatan insitu juga termasuk
pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan sumberdaya di luar
kawasan lindung.Di bidang kehutanan dan pertanian, pendekatan insitu
juga digunakan untuk melindungi keanekaragaman genetik tanaman di
habitat aslinya serta penetapan spesies dilindungi tanpa
menspesifikasikan habitatnya.
b).Konservasi Eksitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies
tanaman, satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar
habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain
penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan: (1) habitat
mengalami kerusakan akibat konversi; (2) materi tersebut dapat
digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau
pendidikan lingkungan. Dalam metode tersebut termasuk: pembangunan
kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan
dan kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam
lingkungan buatan, metode eksitu mengisolasi spesies dari proses-proses
evolusi.
5. Restorasi dan Rehabilitasi, meliputi metode, baik insitu maupun
eksitu, untuk membangun kembali spesies, varietas genetik, komunitas,
populasi, habitat dan proses-proses ekologis. Restorasi ekologis biasanya
melibatkan upaya rekonstruksi ekosistem alami atau semi alami di
daerah-daerah yang mengalami degradasi, termasuk reintroduksi spesies
asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya untuk memperbaiki
proses-proses ekosistem, misalnya Daerah Aliran Sungai, tetapi tidak
diikuti dengan pemulihan ekosistem dan keberadaan spesies asli.
6. Pengelolaan Lansekap Terpadu, meliputi alat dan strategi di bidang
kehutanan, perikanan, pertanian, pengelolaan satwa liar dan pariwisata
untuk menyatukan unsur perlindungan, pemanfaatan lestari serta kriteria
pemerataan dalam tujuan dan praktek pengelolaan. Mengingat bahwa
tataguna lahan tersebut mendominasi keseluruhan bentuk lansekap, baik
pedalaman maupun wilayah pesisir, reinvestasi untuk pengelolaan
keanekaragaman hayati memiliki peluang besar untuk dapat diperoleh.

7. Formulasi Kebijakan dan Kelembagaan, meliputi metode yang


membatasi penggunaan sumberdaya lahan melalui zonasi, pemberian
insentif dan pajak untuk menekan praktek penggunaan lahan yang secara
potensial dapat merusak; mengaturan kepemilikan lahan yang
mendukung pengurusannya secara lestari; serta menetapkan kebijakan
pengaturan kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan
bagi konservasi keanekaragaman hayati.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan materi sebelumnya tentang konservasi
keanekaragaman hayati, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Keanekaragaman hayati disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Terdapat interaksi antara faktor genetik
dan faktor lingkungan dalam mempengaruhi sifat makhluk hidup.
2.    Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam. Keanekaragaman
makhluk hidup tersebut disebut dengan sebutan keanekaragaman hayati
atau biodiversitas.Setiap sistem lingkungan memiliki keanekaragaman
hayati yang berbeda.Keanekaragaman hayati ditunjukkan oleh adanya
berbagai variasi bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat dari makhluk
hidup lainnya.
3.     Indonesia terletak di daerah tropik yang memiliki keanekaragaman
hayati  yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik dan kutub.
4. Kegiatan manusia dapat menurunkan keanekaragaman hayati, baik
keanekaragaman gen, jenis maupun keanekaragaman lingkungan.
Namun di samping itu, kegiatan manusia juga dapat meningkatkan
keanekaragaman hayati misalnya penghijauan, pembuatan taman kota,
dan pemuliaan.
5.     Pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan secara in situ
dan ex situ.

4.2 Saran
Dalam penulisan makalah pada tugas selanjutnya, maka disarankan
untuk:
1.      Harus memahami lebih baik tentang keanekaragaman biodiveritas
serta bagaimana proses dan dampaknya yang terjadi sehingga
memudahkan dalam pengerjaan tugas tersebut
2.     Untuk membantu pengerjaan tugas ini, sebaiknya dicari referensi-
referensi mengenai keanekaragaman biodiversitas dari buku-buku yang
tersedia di perpustakaan, dan lain-lain.
3.     Hendaknya dilakukan riset mengenai Konservasi Keanekaragaman
Hayati yang lebih intensif guna mendapatkan data yang lebih akurat
terhadap keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia maupun di
dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011.
(http://budisma.web.id/materi/sma/kelas-x-biologi/keanekaragaman-
hayati-tingkat-jenis-di-indonesia/)

Departemen Kehutanan. 1995. Ancaman Hujan Asam Bagi Hutan

Fauzan,Muhammad.2009.(http://fauzzzblog.wordpress.com/
2009/12/06/keanekaragaman-hayati-biodiversitas/)
Leveque, C. & J. Mounolou. 2003. Biodiversity. New York: John Wiley.

Nandika, Dody. 2004. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di


Indonesia. Bogor: IPB Press 
http://infighters.blogspot.com/2012/03/konservasi-keanekaragaman-
hayati.html#!/2012/03/konservasi-keanekaragaman-hayati.html
http://fauzzzblog.wordpress.com/2009/12/06/keanekaragaman-hayati-
biodiversitas/
http://wawan-satu.blogspot.com/2009/11/konservasi-keanekaragaman-
hayati.html

MK. Ekonomi Sumber Daya Hutan Medan, 6 April 2009

TAKE HOME EXAMS UTS


M.K. EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN

Dosen Pembimbing :
AGUS PURWOKO S.Hut M, Si
Oleh :

KELOMPOK:
ADE ARDIAN SAPUTRA PULUNGAN 071203004
IRVAN SIBARANI 071203007
EVA MEDYNA L. BATU 071203016
ORINA M.M MANURUNG 071203022
JULIUS ZAKSON SIGIRO 071203029

PROGRAM STUDY TEKNOLOGI HASIL HUTAN


DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
masih memberikan kesehatan dan pengetahuan, sehingga penulis
mampu menyelesaikan Ringkasan Materi kuliah Ekonomi Sumber Daya
Hutan ini dengan baik.
Adapun tugas ini adalah yang dibuat dengan prosedur-prosedur yang
berlaku dan yang merupakan salah satu soal ujian UTS di Departemen
Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu penulis dalam pembuatan ringkasan materi kulian ini
khususnya kepada dosen pembimbing Agus purwoko S. Hut., M. Si
serta kepada teman-teman sekalian yang sudi membantu dan
membimbing penulis.
Penulis juga menyadari bahwa masih ada kesalahan dan kekurangan
pembuatan ringkasan materi kuliah tentang Ekonomi Sumber Daya
Hutan ini.Untuk itu penulis berharap kepada para pembina baik dosen,
dan teman-teman agar memberikan kritik dan saran yang membangun
demi penyempurnaannya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas tentang ringkasan
mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Hutan ini semoga bermanfaat bagi
kita semua.Amin.

Medan, April 2009

Penulis
EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN

A. Kekayaan Alam
Indonesia dengan luas daratan sekitar 189 juta hektar memiliki 120,35
juta hektar sumberdaya hutan dan 14,2 juta hektar kebun. Indonesia
dikenal sebagai negara yang kaya akan berbagai species hidupan liar dan
beragam tipe ekosistem (mega-biodiversity). Selama tiga dekade
terakhir, sumberdaya hutan dan kebun telah menjadi modal utama
pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif antara
lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan
mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Namun
di sisi lain kebijakan pembangunan pada masa lalu tersebut telah
menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
Dari segi sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak pembangunan
kehutanan dan perkebunan terhadap peningkatan kesejahteraan tidak
cukup nyata akibat adanya proses marginalisasi masyarakat sekitar hutan
dan kebun yang nampak dari adanya kesenjangan dan kemiskinan.
Kondisi tersebut menjadi tekanan yang menyebabkan sulit tercapainya
pengelolaan hutan dan kebun secara lestari. Dari segi sumberdaya, telah
terjadi degradasi dimana laju deforestasi diperkirakan sebesar 1,6 juta
hektar per tahun selama sepuluh tahun terakhir. Degradasi tersebut
antara lain disebabkan oleh pengelolaan hutan yang tidak tepat,
pembukaan kawasan hutan dalam skala besar untuk berbagai keperluan
pembangunan, over cutting dan illegal logging, penjarahan, perambahan,
okupasi lahan dan kebakaran hutan. Sementara itu terjadi pula ekses
kapasitas industri pengolahan kayu di atas kemampuan supply bahan
baku lestari. Kerusakan lingkungan, penjarahan dan penyerobotan lahan
terjadi juga pada areal perkebunan
Permasalahan mendasar yang mengakibatkan kelemahan tersebut antara
lain adalah orientasi yang terlalu bertumpu pada paradigma
pertumbuhan ekonomi dan menitikberatkan pada produksi primer,
kebijakan alokasi sumberdaya yang tidak adil, sistem pengelolaan yang
tidak memenuhi kaidah kelestarian, KKN, lemahnya penegakan hukum
dan pengawasan, koordinasi antar sektor yang belum berjalan baik, serta
pola pembangunan yang sentralistik. Permasalahan fundamental dalam
bidang perkebunan antara lain berlangsungnya ekonomi dualistik,
struktur pengusahaan yang monopolistik dan oligopolistik dan lemahnya
keterkaitan hulu dan hilir.
Pembangunan kehutanan dan perkebunan yang berkelanjutan dan
berkeadilan tidak mungkin tercapai, apabila paradigma lama masih
dijadikan acuan, oleh karena itu diperlukan perubahan paradigma secara
mendasar. Pergeseran paradigma telah dimulai sejak berakhirnya
pemerintahan orde baru, paradigma baru pembangunan kehutanan dan
perkebunan tersebut adalah pergeseran orientasi dari pengelolaan kayu
dan komoditi (timber and commodity management) menjadi pengelolaan
sumberdaya (resources-based management), pengelolaan yang
sentralistik menjadi desentralistik, serta pengelolaan sumberdaya yang
berkeadilan. Secara ringkas, pengelolaan sumberdaya hutan dan kebun
di masa depan lebih mempertimbangkan keseimbangan antara aspek
ekonomi, ekologi dan sosial masyarakat sebagai ultimate beneficiaries
pembangunan.

B. Pengertian
Ilmu ekonomi secara konvensial sering didefinisikansebagai ilmu yang
mempelajari bagamana manusia mengalokasikan sumber daya yang
langka.dalam literatur ekonomi sumber daya, pengertian atau konsep
sumber daya didefinisikan beragam, antara lain sebagai berikut.
1.Kemampuan untuk memenuhi atau menangani sesuatu
2. Sumber persediaan, penunjang atau kebutuhan
3. Sarana yang dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang
(Fauzi, 2004)
Ekonomi memang merupakan ilmu sosial sehingga ekonomi sumber
daya hutan adalah segi sosial dari ilmu-ilmu kehutanan yang berbeda
dengan subjek-subjek pengetahuan ilmu kehutanan yang lebih bersifat
fisik dan biologik. Segi sosial subjek pengetahuan ilmu-ilmu kehutanan
yang sudah lebih dulu ada ialah Administrasi dan Kebijakan kehutanan
yang kemudian berkembang menjadi Politik Kehutanan dan
Administrasi Kehutanan, Ekonomi Sumber Daya Hutan kemudian
tampil yang dikembangkan dalam Ilmu Kehutanan Sosial
(Wirakusumah, 2003).
C. Ciri-ciri Sumber Daya Hutan
Semakin langkanya sumber daya hutan dengan sifat-sifatnya yang khas,
telah mendorong lahirnya ekonomi sumber daya hutan sebagai objek
pengetahuan sumber daya disiplin ilmu-ilmu kehutanan yang para
rimbawan perlu mempelajarinya.Sebagai sumber daya ekonomi, pada
dasarnya sumber daya hutan bersifat lentur (versatile) berarti berpotensi
sangat luwes untuk dapat dimanfaatkan dalam banyak ragam komoditi
akhir, bahkan komoditi-komoditi sumber daya hutan itu dapat
dimanfaatkan berulang kali (Wirakusumah, 2003).
Ciri sumberdaya hutan yang penting adalah peranannya sebagai sistem
penunjang kehidupan.Dalam hal ini hutan tropika berperan sebagai paru-
paru dunia yang merupakan barang publik (international public goods)
dan sumber keragaman hayati.Peran tersebut selain menyebabkan
tingginya concern, juga telah menyebabkan adanya tekanan dunia
internasional terhadap kegiatan pembangunan kehutanan dan
perkebunan. Komitmen internasional yang disepakati pemerintah
sebagaimana tertuang dalam nota kesepahaman dengan IMF serta
Consultative Group on Indonesia (CGI) akan merupakan bagian penting
dari pembangunan kehutanan dan perkebunan di masa mendatang
(Anonimous, 2007).
D. Klasifikasi Hasil Hutan
Jasa rekreasi hutan sebagai produk tambahan dan sifatnya tidak nyata
(intangible) dari hutan menghadapi tantangan ketika jenis produk ini
tidak memiliki harga pada sistem pasar normal, padahal permintaan
masyarakat akan jasa rekreasi hutan terus meningkat sebagai akibat dari
pendapatan per kapita penduduk naik, meningkatnya mobilitas
penduduk dan ketersediaan waktu luang bagi sebagian masyarakat
(Anonim, 2008)
Di Sulawesi Selatan terdapat 10 taman wisata alam, yaitu: Taman
Wisata Alam Malino, Taman Wisata Alam Cani Sidenreng, Taman
Wisata Alam Lejja, Taman Wisata Alam Sidrap, Taman Wisata Alam
Danau Matano-Mahalona, Taman Wisata Alam Danau Tuwoti, Taman
Wisata Alam Nanggala III, Taman Wisata Alam Laut Kepulauan
Kapoposang, Taman Wisata Alam Goa Pattunuang dan Taman Wisata
Alam Bantimurung. Taman wisata alam yang relatif paling mudah
dijangkau dari kota Makassar adalah TWA Bantimurung. TWA
Bantimurung terletak di tepi jalan provinsi yang menghubungkan Maros
dengan Camba. Dari Makassar untuk mencapai lokasi dapat ditempuh
melalui jalan negara sampai Maros ± 26 km dengan menggunakan
kendaraan umum seperti bus, kemudian dilanjutkan melalui jalan
Provinsi Maros – Bantimurung yang berjarak ± 17 km dengan jenis jasa
rekreasi meliputi air terjun, hutan hujan tropis dan goa karst (Anonim,
2008).
Dalam usaha untuk lebih mengoptimalkan hasil-hasil hutan non kayu
terutama jasa rekreasi, maka perlu dilakukan pemodelan penilaian
ekonomi terhadap TWA Bantimurung.Tulisan ini mengulas tentang
model penilaian ekonomi yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
pihak pengelola TWA Bantimurung.
E. Manfaat dan Fungsi Hutan
Makna hutan sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu yang
dibidangi.Dari sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat
menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam
bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH).Menurut sudut pandang ahli
silvika, hutan merupakan suatu assosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang
sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang
menempati areal luas.Sedangkan menurut ahli ekologi mengartikan
hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh
pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan
keadaan di luar hutan.
A. Manfaat Hutan.
Hutan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, mulai
dari pengatur tata air, paru-paru dunia, sampai pada kegiatan industri.
Pamulardi (1999) menerangkan bahwa dalam perkembangannya hutan
telah dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, antara lain pemanfaatan
hutan dalam bidang Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pemungutan Hasil
Hutan dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
Sebagai salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu : manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible
(tidak langsung /tidak nyata). Manfaat tangible atau manfaat langsung
hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan
manfaat intangible atau manfaat tidak langsung hutan antara lain :
pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan
lain-lain. Manfaat tangible diantaranya berupa hasil kayu dan non
kayu.Hasil hutan kayu dimanfaatkan untuk keperluan kayu perkakas,
kayu bakar dan pulp. Sedangkan hasil-hasil hutan yang termasuk non
kayu antara lain rotan, kina, sutera alam, kayu putih, gondorukem dan
terpentin, kemeyan dan lain-lain.
Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-
marketable. Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hutan
yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya, seperti : beberapa
jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible
hutan.
B. Fungsi Hutan.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan
mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan
fungsi produksi. Selanjutnya pemerintah menetapkan hutan berdasarkan
fungsi pokoknya ada tiga, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan
hutan produksi.menerangkan hutan lindung adalah hutan yang
diperuntukan bagi perlindungan tata tanah dan air bagi kawasan di
sekitarnya. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu yang diperuntukan bagi perlindungan alam, pengawetan jenis-
jenis flora dan fauna, wisata alam dan keperluan ilmu
pengetahuan.Hutan produksi adalah hutan yang diperuntukan bagi
produksi kayu dan hasil hutan lainnya untuk mendukung perekonomian
negara dan perekonomian masyarakat.
Fungsi hutan ditinjau dari kepentingan sosial ekonomi, sifat alam
sekitarnya, dan sifat-sifat lainnya yang berkenan dengan kehidupan
manusia, dapat dikatakan bahwa hutan berperan sebagai sumber
daya.Dengan kondisi ini, sumber daya hutan menjadi salah satu modal
pembangunan, baik dari segi produksi hasil hutan atau fungsi plasma
nutfah maupun penyanggah kehidupan.Peranan tersebut menjadi salah
satu modal dasar pembangunan berbagai segi, tergantung pada keadaan
dan kondisi setempat.Oleh karena agar sumber daya hutan dapat
dimanfaatkan secara optimal, maka kawasan hutan dibedakan menjadi
beberapa kelompok berdasarkan fungsinya yakni fungsi pelindung,
fungsi produksi dan fungsi lainnya.Hutan yang berfungsi sebagai
pelindung merupakan kawasan yang keadaan alamnya diperuntukan
sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi dan
pemeliharaan kesuburan tanah.Hutan yang berfungsi produksi adalah
kawasan hutan yang ditumbuhi oleh pepohonan keras yang
perkembangannya selalu diusahakan dan dikhususkan untuk dipungut
hasilnya, baik berupa kayu-kayuan maupun hasil sampingan lainnya
seperti getah, damar, akar dan lain-lain. Fungsi lain dari hutan adalah
sebagai hutan konversi. Hutan ini diperuntukan untuk kepentingan lain
misalnya pertanian, perkebunan dan pemukiman. Walaupun hutan
mempunyai fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi,
namun fungsi utama hutan tidak akan berubah, yakni untuk
menyelenggarakan keseimbangan oksigen dan karbon dioksida, serta
untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air wilayah
dan kelestarian daerah dari erosi.
Secara ekologi fungsi hutan adalah sebagai penyerap air hujan untuk
mencegah terjadinya erosi.Hutan mempunyai peranan penting dalam
mengatur aliran air ke daerah pertanian dan perkotaan, baik lokal,
regional maupun global. Sebagai contoh, 50 % sampai 80 % dari
kelembaban yang ada di udara di atas hutan tropik berasal dari hutan
melalui proses transpirasi dan respirasi. Jika hutan dirambah presipitasi
atau curah hujan yang turun akan berkurang dan suhu udara akan naik.

F. Karakteristik Sumber Daya Hutan dalam Perspektif Ekonomi


Sampai saat ini harapan dapat terwujudnya bentuk pengolahan hutan
yang tepat dan stabil belum dapat diperoleh. Siapa pun Menteri
Kehutanan yang menjabat apalagi setelah era reformasi 1998 ternyata
tidak mampu memperbaiki kerusakan sumberdaya hutan dengan
berbagai program kebijakan prioritasnya. Kecuali hutan Jawa yang
dikelola oleh Perum Perhutani, sumberdaya hutan nasional tidak
kunjung membaik. Deforestasi seluas 1,6 juta hektar per tahun (1985-
1997) meningkat tajam di era reformasi menjadi 2,83 juta hektar
pertahun (1998-2000), entah angkanya saat ini, yang diwaranai pula
dengan asap dan kebakaran lahan dan hutan, antara lain seluas sekitar 9
juta hektar tahun 1997/1998. Lahan kosong di kawasan hutan hutan
mencapai 31,952 juta hektar (24%) masih ditambah sekitar 17,283 juta
hektar belum terdeteksi perlu direhabilitasi telah mencapai 59,2 juta
hektar.
Seiring dengan memburuknya kondisi kawasan hutan tersebut, produksi
kayu alam HPH semakin menipis pada titik rendah sekitar 5-6 juta meter
kubik per tahun.Sedang keberhasilan hutan tanaman dari HPHTI masih
sangat rendah baik laju perluasan tanaman maupun produksi
kayunya.Sebaliknya praktek illegal logging yang meskipun terus
diberantas melalui operasi represif tidak kenal menurun.Penyelundupan
kayu ke luar negeri juga cenderung meningkat dengan trend yang tidak
pernah mampu dikenali secara tepat.
Namun ada yang menggembirakan, devisa produk-produk kehutanan
justru meningkat. Tercatat angka devisa sebesar US$ 4,873 milyar
(2001), berturut-turut meningkat menjadi US $ 5,819 milyar (2002), US
$ 6,318 milyar (2003), dan tahun 2004 sebesar US $ 7,726 milyar.
Produk pulpa & kertas merupakan penopang laju peningkatan devisa
tersebut. Devisa dari ekspor satwa dan hasil hutan non kayu tercatat
meningkat dari tahun ke tahun bernilai puluhan juta dolar AS. Hanya,
naiknya devisa khususnya dari produksi pulpa malahan di curigai
sebagai bentuk ekploitasi hutan alam ilegal.
Pemerintah SBY-JK yang tersisa 2(dua) tahunan tidak dapat melakukan
pembenahan pengelolaan sumberdaya hutan dan kehutanan tanpa
melakukan perombakan besar menyangkut sistem politik
penyelenggaraan pengelolaan hutan, institusi dan sumberdaya
manusianya.Pengelolaan hutan dan kehutanan yang sarat dengan
kompleksitas problem sosial, ekonomi, lingkungan dan kriminal juga
memerlukan produk legal yang ditaati dan ditegakan dengan
berani.Sedangkan penyelenggaraan politik kenegaraan era otonomi
daerah tetap dianggap menambah peningkatan kerusakan hutan yang
tidak terkendali itu.
Pengelolaan hutan dan kehutanan yang sangat penting bagi kelestarian
ekosistem, penyejahteraan sosial dan perolehan dana pembangunan di
yakini memerlukan masa benah (recorvery period) yang masih panjang,
siapun menteri ataupun upaya program kehutanan yang dilakukan.
Panjangnya masa transisi perbaikan pengelolaan hutan antara lain
diindikasikan oleh: (i) masih tetap lebarnya gap dan pertentangan
kebijakan kehutanan Pusat dan Daerah dalam praktek pengelolaan hutan,
termasuk dalam menyikapi adanya PP ataupun Peraturan Menteri
Kehutanan yang masih seringkali diperdebatkan oleh daerah; (ii) hasil
hutan kayu tetap merupakan andalan pendapatan bagi daerah-daerah
yang memiliki sumberdaya hutan, dan terus diekspolitasi baik secara
legal maupun secara illegal; (iii) lebarnya rentang koordinasi pusat-
daerah yang tidak dilandasi rantai kewenangan hirarki; (iv) belum
terfokusnya program kehutanan jangka panjang baik ditingkat pusat
maupun daerah yang mengakar; (v) belum mantapnya organisasi dan
personil kehutanan di puast dan didaerah dalam mencapai tujuan
pengelolaan hutan yang baik; (vi) “ancaman” proses politik hasil Pemilu
ataupun Pilkada yang tetap berpotensi akan merubah arah kebijakan
pengelolaan kehutanan dan keselamatan sumberdata hutan; (vii)
pengelolaan dan pembinaan sumberdaya manusia yang hanya dibatasi
oleh lingkup kedaraerahan juga menyumbang semakin tidak
terkendalinya pengelolaan kehutanan yang baik; (viii) hutan juga
semakin terancam rusak karena lemahnya penegakan hukum, termasuk
anarkisme sosial yang masih sulit dikendalikan dilapangan; dan (ix),
yang paling utama menyebabkan masih terbengkalainya pengurusan
hutan adalah sistem penyelenggaraan kehutanan di daerah yang
prakteknya hanya bersifat pengurusan, bukan dilakukan dengan sistem
pemangkuan seperti layaknya yang harus dilakukan.
Sangat disayangkan, bahwa reformasi dan dipaksakanya praktek
otonomi daerah di bidang pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan
dengan terburu-buru ternyata memiliki peran besar terhadap merosotnya
kualitas dan kuantitas sumberdaya hutan dan lingkungan.Pemberian
desentralisasi kewenangan dan otonomi yang besar tanpa rambu-rambu
yang dipatuhi telah menyebabkan dirusaknya sumberdaya hutan secara
sadar, menggunakan payung legal, massal dan serentak dalam waktu
yang sangat pendek.Pemerintah daerah sempat berlomba menerbitkan
berbagai Perda dibidang Kehutanan, di saat pemerintah pusat kedodoran
menyusun aturan-aturan untuk dipedomani di daerah.Keputusan
Menteripun tidak mudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah meski
diantaranya juga memiliki rimbawan praktek yang selayaknya juga
memahami masalah pelestarian hutan.
Karenanya, masa benah pengelolaan hutan dan kehutanan Indonesia
memerlukan keberanian untuk merombak sistem penyelenggaraan yang
telah ada.Lembaga legislatif dan pemerintah harus secepatnya menyusun
ulang atau menyempurnakan aturan UU maupun PP dan Perda bagi
pemberdayaan masing-masing jenjang institusi pemerintahan pusat-
daerah yang saling megikat dan terikat dalam upaya pelestarian
sumberdaya hutan dan lingkungan. Pengalaman terbitnya PP Nomor
34/2002 yang mengatur penataan pengelolaan hutan yang diharapkan
menjadi payung yang efektif menjembatani UU Nomor 22/99 dan PP
Nomor 25/2000 dengan UU Kehutanan Nomor 41/99 ternyata
menimbulkan kontroversi karena berbedanya penafsiran (Kompas,
20/11/2002) agar tidak terulangi. Daerah Kabupaten/Kota keluarnya
PP34/2002 dimaksudkan untuk re-sentralisasi pengelolaan hutan, tanpa
menyadari makna bahwa sebenarnya memang diperlukan suatu
pengendalian sentralistik terhadap pengelolaan sumberdaya
alam.Termasuk khususnya pendayagunaan sumberdaya hutan dan
ekosistem lingkungan, bahkan pola pembinaan SDM Kehutanan, yang
dilupakan oleh para penggagas percepatan otonomi daerah akibat tidak
memahami esensi kesatuan suatu pengelolaan lingkungan.
Semangat pemerintah di era otonomi daerah yang cenderung primordial
dan parsial khususnya menyangkut pengelolaan sumberdaya hutan dan
lingkungan harus dibuang jauh-jauh apabila menghendaki hutan akan
diperbaiki. Sistem pemangkuan hutan yang harus diterapkan di masing-
masing kabupaten selayaknya dilakukan oleh masing-masing daerah
meskipun bertahap. Dengan sistem pemangkuan kawasan hutan tersebut
tidak akan ada lagi satu jenis pekerjaan kehutanan yang tidak tertangani.
Tanggungjawab terhadap kawasan menjadi mutlak, dan tidak boleh lagi
ada istilah “tanah tak bertuan” pada loaksi-lokasi yang ditinggalkan
HPH/HPHTI.Masyarakat merupakan faktor kunci yang diyakini
berperan besar dalam keberhasilan pengelolaan hutan. Lebih dari itu,
perlu direnungkan kembali perlunya “re-sentralisasi” pengelolaan
sumberdaya alam dan hutan dengan pengaturan tanggung jawab pusat-
daerah yang adil namun tidak terpotong-potong secara parsial, serta
institusi perencanaan terpadu berdasarkan pembagian wilayah daerah
aliran sungai (DAS). Sekali lagi pengalaman Perum Perhutani mengelola
hutan Jawa dengan pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) yang berjalan baik kiranya tidak berlebihan untuk disimak dan
dicontoh sesuai kondisi faktual nasional dan masing-masing daerah.
Masa benah pengelolaan sumberdaya hutan dan kehutanan Indonesia
meskipun diyakini memerlukan waktu panjang, tetap harus dilakukan
mulai sekarang.Masalah pokok menyangkut sistem penyelenggaraan
pengelolaan kehutanan yang bertumpu pada sistem pemangkuan
kawasan hutan, serta dukungan perbaikan institusi, personil dan aspek
legal harus dibenahi terlebih dahulu.Apabila tidak dilakukan, program
apapun yang di tetapkan hanya membuahkan hasil yang tidak pernah
memberikan makna sesungguhnya. Sumberdaya hutan tetap akan
meningkat kerusakanya.
Hubungan volume yang besar dengan sistem kerja merupakan suatu
tindakan dimana manajemen bekerja lebih efektif dan lebih baik, yang
mana sebaiknya pabrik yang digunakan cukup hanya 100 ton batang
pohon saja yang muat, dimana agar batang pohon berikutnya ataupun
dan untuk hari berikutnya dapat terserdia, alias tidak ada pemborosan.
Secara ringkas dapat disajikan pada bagian di bawah ini.
1.Periode pengolahan hasil hutan yang lama
2.Volume yang besar
3.Nilai ekonomi yang lebih kecil
4.Produk, dimana Bulkiness besar dan Persability tinggi
Terkait dengan faktor-faktor eksternal, mengakibatkan ekonomi
eksternal mekanisme pasar disebut eksternalitas, dibagi dua yaitu
pevoondary (dapat mempengaruhi pasar) Hal ini dapat saling
mempengaruhi satu sama lain yang disebabkan oleh faktor-
faktor:lingkungan dan perkonomian non-pevoondary (tidak
mempengaruhi pasar).Hal ini dapat saling mempengaruhi satu sama lain
yang disebabkan oleh faktor-faktor:. Lingkungan, isu atau trend, dan
kebijakan

G. Ekonomi Produksi
Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dimanfaatkan untuk
memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan,
sosial dan ekonomi optimal. Misalnya tumbuhan dibawah tegakan
hutan..
pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi adalah sebagai bentuk
usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak
merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
Pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi dapat berupa hutan
tanaman sejenis dan atau hutan tanaman berbagai jenis.
Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan pada lahan yang
dianggap tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam.
Tanaman yang dihasilkan dari pemanfaatan hasil hutan merupakan aset
yang dijadikan sebagai agunan.(Horas, 2008)
Dengan berjalannya HTI, banyak pihak yang pro dan kontra dan
sebagian besar menganggap bahwa HTI memunculkan suatu dampak
yang serius bagi bidang kehutanan. Sebab, HTI umumnya dikelola
dengan satu jenis tanaman, yang riskan terhadap serangan hama
penyakit. Sedangkan HTI juga tidak mengusahakan tanaman tumbuhan
bawah, sehingga erosi justru akan timbul yang dapat menghilangkan
lapisan tanah atas yang banyak mengandung bahan organik tinggi.
Sebenarnya, HTI dikembangkan secara khusus pada kawasan lahan
kosong, padang alang-alang, semak belukar, dan lahan-lahan kritis non
produktif (Arief, 2006).
Kecendrungan penurunan potensi dan regenerasi hutan di areal bekas
tebangan serta semakin meningkatnya kebutuhan kayu maka sistem
pengelolaan secara tebang pilih sebagian dialihkan pada tebang habis
untuk ditanam dengan jenis cepat tumbuh, sebagai Hutan Tanaman
Industri (HTI).
Diantara dampak pengelolaan hutan produksi, saat konstruksi
pembukaan wilayah sudah 8,4% dari hutan hilang dan penebangan
sejumlah 18 pohon/ha atau 3,3% tegakan dapat mengakibatkan
kerusakan hutan 49,1%. Dampak lain dari pengelolaan hutan dengan
sisitem tebang pilih adalah mempercepat laju erosi dan penurunan
populasi satwaliar.
Pengaruh penebangan hutan terhadap satwa diantaranya disebabkan
kebisingan, berkurangnya jenis-jenis pohon pakan, perubahan aktivitas
harian akibat pemutusan jalur untuk pergerakan arboreal, peningkatan
frekuensi pemangsaan oleh predator, dan parasit yang dapat
meningkatkan angka kematian serta rendahnya laju reproduksi,
pengurangan waktu mencari makan dan penurunan kualitas pakan yang
terjadi pada primata dan burung.(Wahyudiisman, 2008).

H. Ekonomi Konsumsi
Pengelolaan hutan selalu ditujukan untuk mendapatkan manfaat
optimum.
Memahami manfaat hutan, mengandung arti harus dilakukannya
penilaian terhadap semua jenis manfaat yang dapat dihasilkan oleh hutan
tersebut, baik yang bersifat manfaat nyata (tangible) maupun tidak nyata
(intangible).
Ekosistem hutan memiliki banyak unsur dengan hubungan yang
komplek, sehingga di dalam kerangka penilaian hutan dibuat suatu
klasifikasi sumber manfaat menurut pendekatan ekosistem yang terdiri
atas empat kelas, yaitu (1) flora, (2) fauna, (3) fungsi ekosistem, dan (4)
sosial budaya. Manfaat yang bersumber dari empat hal tersebut dapat
berwujud (a) barang hasil hutan, (b) jasa dan fungsi ekologis, dan (c)
simbolik atau atribut.
Sedangkan tata nilai hutan mengacu kepada perkembangan mutakhir
saat kini,
yang disusun menurut klasifikasi jenis nilai sebagai berikut:
a. Nilai guna (use value) yang terdiri atas:
- Nilai guna langsung
- Nilai guna tidak langsung
b. Nilai pilihan masa akan datang (option value)
c. Nilai keberadaan (existence value)
Jenis manfaat penggunaan langsung dikelompokkan atas (1) bahan baku
industri, (2) bahan bangunan, (3) sumber energi, (4) pangan (makanan),
(5) obat,
(6) hiasan dan peliharaan, air (7) air konsumsi rumah tangga. Khusus
untuk HutanTanaman Industri (HTI), penilaian dilakukan terhadap
tegakan pohon sebagai bahan baku industri.
Nilai tegakan sangat berguna dan diperlukan dalam pengusahaan hutan
sebagai suatu kegiatan ekonomi yang ditetapkan melalui proses
penetapan yang disebut penilaian hutan forest appraisal (Onrizal dan
Nurdin, 2002).
Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan
bentuk/wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak
langsung/tidak nyata).
Manfaat tangible antara lain: kayu, hasil hutan ikutan dan lain-lain.
Sedangka manfaat intangible antara lain: pengaturan tata air, rekreasi,
pendidikan,
kenyamanan lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan kemampuan untuk
dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan non-
marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal
nilainya atau belum ada pasarnya seperti : beberapa jenis kayu lokal,
kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible.
Pemanfaatan hutan yang selama ini cenderung mengeksploitasi hasil
hutan kayu (manfaat tangible) ternyata membawa implikasi ekologi
terhadap tingginya tingkat deforestrasi.Hasil yang paling -berpengaruh
mengungkapkan bahwa telah terjadi penggunaan hutan di Indonesia
sebesar 1 juta hektar pertahun.Di samping itu, nilai ekonomi yang
diberikan ternyata kurang memberikan keuntungan yang optimal.
Kegiatan bisnis sektor kehutanan yang secara ekonomis aktual tidak lagi
menguntungkan tersebut menuntut kita untuk melakukan reorientasi
bisnis kehutanan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya hutan yang
ada dengan teknik dan manajemen lahan yang optimal, produktif dan
kompetitf.(Affandi dan Pindi, 2004).
Berdasarkan jenisnya hasil hutan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu
hasil hutan kayu, non kayu dan jasa lingkungan.Hasil hutan kayu
merupakan kekayaan hutan yang terdapat di alam yang mencakup semua
bentuk hasil hutan yang meliputi kayu, begitu juga sebaliknya hasil
hutan non kayu merupakan kekayaan alam yang terdapat di hutan baik
flora maupun fauna yang tidak termasuk kayu.Sedangkan jasa
merupakan hasil hutan yang tidak dapat dinilai harganya, seperti air dan
estetik.
Pola konsumsi hasil hutan dipengaruhi oleh adanya beberapa
faktor.Faktor tersebut terurai seperti dibawah ini.
1.Pendapatan
Pendapatan mempengaruhi nilai konsumsi suatu produk kehutanan yang
sifatnya positif, artinya semakin tinggi pendapatan seseorang maka
semakin tinggi pulalah permintaan akan produk tersebut.
2.Isu lingkungan
Isu lingkungan cenderumng bersifat negatif.
3.Teknologi
Teknologi merupakan suatu prosedur atau cara mengolah suatu produk
agar memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding sebelumnya.
Sifat dari faktor ini adalah positif.
4.Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin besar jugalah
peluang konsumsi kayu, artinya setiap orang yang berpendidikan akan
menjadikan barang dari alam sebagai nilai kemajuan suatu zaman.
Faktor ini sifatnya positif.
5.Trend atau mode
Semakin seseorang memiliki tingkat gengsi yang tinggi maka tingkat
kebutuhan akan barang langka juga tinggi. Hal ini cenderung
menunjukan sifat yang negatif.
6.Ketersediaan
Ketersediaan dapat bersifat positif dan negatif.
7.Komplementer
Komplementer sifatnya cenderung positif.
8.Substitusi
Berbeda halnya dengan barang komplementer yang sifatnya negatif,
barang substitusi justru sebaliknya bersifat negatif.

I. Pemanenan Hasil Hutan Kayu


Pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang
mengubah pohon dan biomass lainnya menjadi bentuk yang dapat
dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi
dan kebudayaan masyarakat.
Proses pemanenan kayu terdiri dari beberapa kegiatan yang masing-
masing merupakan satu tahap dalam proses produksi. Adapun unsur-
unsur dasarnya adalah :
1.Operasi tunggak (stump operation), yaitu penebangan pohon dan
pembentukan permulaan dari log.
2.Penyaradan, yaitu memindahkan batang kayu secara keseluruhan atau
berupa log dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan (loading).
Pada umumnya jarak yang ditempuh hanya beberapa ratus meter.
3.Pemuatan (loading), yaitu menaikkan kayu ke atas alat angkut.
Kegiatan memuat dilakukan di landing.
4.Angkutan utama, yaitu pengangkutan dari landing ke tempat tujuan.P
5.Pembongkaran, yaitu membongkar muatan di tempat tujuan.
Selama pengangkutan log dari lokasi tegakan ke landing (Tpn),
peralatan yang umum digunakan di hutan alam tropis indonesia adalah
traktor crawler, seperti Cat. D7G dan Komatsu D 85 E-SS. Traktor
crawler ini dapat bekerja di kemiringan yang tajam.Traktor ini
dilengkapi dengan I buah robust dozerblade dan 1 buah winch.
Tim penyaradan terdiri dari 1 orang operator dan 1 orang helper, dimana
operasi dilakukan selama 6-7 jam/hari. Setiap tim dapat menghasilkan
sekitar 17 sampai 29 m3 log per jam dengan jarak penyaradan rata-rata
300 – 400
Pengangkutan kayu pada umumnya dilakukan dengan truk pengangkut
atau lokotraksi melalui jalan rel dan rakit.Truk trailer merupakan modus
pengangkutan yang paling umum digunakan di dalam kegiatan
pengnangkutan kayu di hutan alam tropis Indonesia. Penggunaan
katerpilar maupun komatsu tergantung pada jarak, kemampuan membeli
dan topografi lahan (Anonimous, 2008)..

DAFTAR PUSTAKA

Affandi.O. dan Pindi P. 2004.Perhitungan Nilai Ekonomi


Pemanfaatannya Hasil Hutan Non Kayu Marketable oleh Masyarakat
Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Cagar Alam Dolok Sibual- Buali
Kecamatan Sipirok Tapanuli Selatan). Universitas Sumatera Utara Press.
Medan.
Anonimous. 2008. e-course.usu.ac.id/content
/kehutanan/pemanenan/textbook.pdf
Anonimous. 2008.www.dishut.jabarprov.go.id/data/arsip
Arief, A. 2006.Hutan dan Kehutanan.Kanisius. Yogyakarta
Fauzi, A. 2004.Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.Teori dan
Aplikasinya.Gramedia Pustaka Utama. Bogor.
Horas, N dan Thombang.2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi
Pembangunan.Erlangga. Jakarta.
Onrizal dan Nurdin S. 2002. Metodelogi Penilaian Tegakan Hutan
Tanaman Industri. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Wahyudiisnan. 2008. Resouches over Consumption Impact
http://wahyudiisman.blogspot.com

Read more:
http://juliusthh07.blogspot.com/2009/04/mk.html#ixzz4BESY3UUO

Pengelolaan Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan


Pengelolaan Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan
Pengelolaan Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan

1. Prinsip-prinsip Pengelolaan Sumber Daya Alam


Sumber-sumber daya alam banyak sekali macamnya merupakan bahan
dasar bagi pengelolaan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia.
Sumber daya alam akan benar-benar berguna apabila pemanfaatannya
lebih menyangkut kebutuhan manusia. 
Pengelolaan yang kurang menyangkut kebutuhan manusia di samping
akan merusak lingkungan sekitarnya juga akan menjadi bumerang bagi
manusia sendiri.

Oleh karena itu, dalam mengolah sumber daya alam harus berdasarkan
prinsip-prinsip berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.Berwawasan
lingkungan artinya mempertimbangkan kelestarian dan jangan sampai
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup.Berkelanjutan,
artinya pengolahan sumber daya alam jangan sampai punah, perlu
dipikirkan kelanjutannya.

Cara penggunaan sumber daya alam oleh manusia yang dapat


dipertanggungjawabkan dengan cara sebagai berikut.

a. Selektif, yaitu memilih, menggunakan, dan mengusahakan sumber


daya alam dengan sungguh-sungguh untuk kepentingan kehidupan.
b. Menjaga kelestarian. Untuk menggali dan mengolah sumber daya
alam perlu menggunakan teknologi maju sehingga memungkinkan
terpeliharanya kelestarian.
c. Menghemat. Perlu dihindarkan pemborosan dalam mengolah sumber
daya alam.
d. Memperbarui. Perlu adanya upaya untuk memperbarui sumber daya
alam antara lain dengan cara sebagai berikut.
1) Reboisasi dan penghijauan lahan yang gundul.
2) Mengembangbiakkan hewan dan tumbuhan secara modern melalui
tindakan pelestarian.
3) Penanaman ladang secara bergilir.
4) Pengolahan tanah pertanian dengan pancausaha pertanian.

2. Berbagai Sumber Daya Alam yang Ada di Indonesia

a. Sumber Daya Alam yang Dapat Diperbarui


Disebut sumber daya alam yang dapat diperbarui, sebab alam mampu
mengadakan pembentukan sumber daya alam baru dalam waktu relatif
cepat.Dengan demikian sumber daya alam ini tidak habis.

1) Usaha Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Dapat Diperbarui

Prinsip utama pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbarui


adalah menjaga keseimbangan antara produksi dengan proteksi, yaitu
pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhatikan pelestariannya.
Usaha untuk memaksimalkan hasil bila tidak dilandasi pandangan jauh
ke depan tentang kemungkinan kerusakan lingkungan akan
menyebabkan bencana. Tindakan tersebut akan memberikan dampak
negatif yang akhirnya akan merugikan lingkungan fisik maupun
lingkungan manusia itu sendiri. 

Usaha-usaha pengelolaan sumber daya alam antara lain sebagai berikut.

a) Pengelolaan sumber daya alam di bidang pertanian


Mekanisme pertanian tanpa perhitungan yang tepat dapat menurunkan
kesuburan tanah.Hal ini dapat terjadi karena rusaknya lapisan bagian
atas tanah yang mengandung humus dan dapat menyebabkan terjadinya
pengikisan tanah yang disebabkan oleh air.Dengan demikian, perlu
dijaga keseimbangan antara tuntutan untuk memperoleh hasil yang
berlimpah dengan efek samping yang merusakkan lingkungan.

Usaha untuk memperoleh hasil pertanian yang berlimpah ditempuh


dengan sebutan revolusi hijau.Langkah ini ditempuh dengan
industrialisasi pertanian, yaitu adanya perubahan dari petani kecil
(dengan lahan sempit), menjadi petani industri (dengan lahan
luas).Aktivitas ini memberikan dampak sosial ekonomis kepada petani
kecil yang kehilangan tanah garapan dan pekerjaan.

b) Pengelolaan sumber daya alam di bidang kehutanan

Hutan di Indonesia ada yang berperan sebagai hutan produksi, hutan


rekreasi, dan hutan lindung.Hutan tersebut berfungsi sebagai tempat
hidup berbagai jenis hewan dan berperan dalam menjaga iklim mikro di
kawasan hutan.Di samping itu hutan berperan untuk menyimpan air
tanah agar tanah tetap mengandung air dan dapat mencegah banjir serta
erosi.Oleh sebab itu, dalam pengelolaan hutan perlu diperhatikan
keseimbangan antara penebangan pohon dan penanamannya kembali.

c) Pengelolaan sumber daya alam di bidang perikanan

Hasil perikanan laut tahun 2003 cenderung menunjukkan adanya


penurunan jumlah. Untuk memperoleh hasil yang sama dengan waktu
sebelumnya, diperlukan waktu yang cukup lama.
Hal ini terjadi karena makin menurunnya po pulasi ikan yang
disebabkan tertangkapnya ikan-ikan yang masih kecil. Di samping itu,
tidak ada kesempatan bagi ikan dewasa untuk berkembang biak. Oleh
karena itu, perlu adanya usaha pengelolaan perikanan di Indonesia.

Pengelolaan perikanan ini ditempuh dengan jalan sebagai berikut.

(1) Perlindungan anak ikan, yaitu larangan penangkapan ikan yang


belum dewasa dengan menggunakan alat penangkapan yang ukuran
jaringnya ditentukan.

(2) Sistem kuota, yaitu menentukan bagian perairan yang boleh diambil
ikannya pada musim tertentu. Penggunaan sistem ini harus disertai
kontrol yang baik.

(3) Penutupan musim penangkapan dengan tujuan agar jumlah induk


ikan tidak berkurang, kemudian pada waktu pemijahan serta pembesaran
anak ikan tidak terganggu. Pada musim tersebut dilarang melakukan
penangkapan ikan-ikan tertentu.

(4) Penutupan daerah perikanan, yaitu larangan penangkapan ikan di


daerah pemijahan dan pembesaran ikan, terutama di daerah yang
populasinya menurun.

2) Usaha Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat


Diperbarui

a) Pemanfaatan sumber daya alam hayati


Sumber daya alam hayati merupakan sumber daya alam alami yang
dapat diperbarui, tetapi pelestariannya tergantung kepada
manusia.Dalam memanfaatkan sumber daya alam hayati terdapat dua
pilihan, yaitu mengambil hasil dengan memikirkan kelestariannya atau
mengambil hasil sebanyak mungkin tanpa memikirkan
kelestariannya.Dalam pemanfaatannya manusia harus memperhatikan
kelestarian sumber daya alam hayati agar tetap terjaga
keseimbangannya.

b) Pemanfaatan sumber daya alam nabati

Usaha meningkatkan produksi tanaman budi daya dapat dilakukan


dengan mengadakan pemulihan tanaman, perkawinan silang, dan mutasi
buatan.Timbulnya varietas baru yang lebih unggul dapat mendesak
varietas yang kurang berproduksi sehingga varietas ini tidak pernah
dibudidayakan lagi.

Berbagai tanaman yang dimanfaatkan di Indonesia antara lain sebagai


berikut.

(1) Jenis tanaman yang dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat seperti


padi, jagung, ubi, dan ubi kayu, sedangkan tanaman yang dimanfaatkan
sebagai sumber lemak seperti kelapa, kelapa sawit, dan kacang tanah.

(2) Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai sumber sandang,


misalnya kapas, serat sisal, dan serat haramay. Tanaman yang
menghasilkan serat ini juga kita manfaatkan untuk pembuatan karung
goni dan bahan pembungkus lainnya.
(3) Jenis kayu yang dimanfaatkan sebagai sumber papan dan bahan
bangunan antara lain kayu jati, meranti, rasamala, rotan, dan bambu.

(4) Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai sumber obat-obatan


(lebih dikenal dengan apotek hidup) seperti kumis kucing, jahe, kencur,
kunyit, temulawak, dan beberapa jenis tanaman lainnya yang digunakan
untuk obat tradisional.

(5) Jenis tanaman untuk keperluan industri. Orang membudidayakan


beberapa jenis tanaman secara luas dalam bentuk perkebunan.
Contoh: teh, kopi, tebu, tembakau, lada, gambir, vanili, dan sebagainya.

(6) Jenis tanaman yang dimanfaatkan manusia sebagai sumber minyak


atsiri, antara lain cengkih, serai, tengkawang, kayu putih, dan kenanga.

(7) Berbagai jenis tanaman yang dimanfaatkan manusia sebagai tanaman


hias dapat menyemarakkan kehidupan manusia dan juga meningkatkan
nilai budaya.
Contoh: anggrek, mawar, melati, dan lain-lain.

(8) Tanaman yang dimanfaatkan sebagai sumber protein adalah kedelai,


kacang hijau, serta jenis kacang-kacangan lainnya.

c) Pemanfaatan sumber daya alam hewani

Pada zaman purba manusia hidup berpindah-pindah.Manusia


memanfaatkan hewan buruan hanya untuk keperluan makanan dan
pakaian.Setelah manusia hidup menetap, hewan mulai diternakkan dan
dimanfaatkan potensinya secara maksimal.
Kemajuan teknologi yang dimiliki manusia menyebabkan manusia dapat
memanfaatkan sumber daya alam hewani dengan lebih efisien.Teknologi
ini digunakan dalam menangkap dan membudidayakan hewan. 

Di Indonesia pemanfaatan sumber daya alam hewani antara lain sebagai


berikut.

(1) Sebagai sumber daya pangan dan sumber sandang Pakaian manusia
dibuat atau dihias dengan bulu atau kulit hewan. Misalnya bulu beruang
kutub untuk mantel, kulit sapi sebagai bahan membuat tas dan sepatu.

(2) Sebagai sarana untuk meningkatkan nilai kehidupan dan nilai budaya
manusia. Bentuk dan cara hidup hewan dimanfaatkan sebagai sumber
inspirasi untuk menciptakan hasil karya manusia. Misalnya bentuk kapal
selam menyerupai ikan yang sedang menyelam, bentuk sayap dan cara
burung terbang memberikan inspirasi untuk pesawat udara, dan kicau
burung untuk menciptakan lagu.

(3) Sebagai koleksi benda-benda hasil seni dan kerajinan tangan


manusia. Misalnya jenis-jenis kerang disusun dan dirangkai menjadi
benda-benda perhiasan.Burung-burung yang bulunya indah dapat
diawetkan sebagai hiasan rumah.

Di permukaan bumi tersebar makhluk hidup yang jenisnya sa ngat


banyak, termasuk di dalamnya makhluk hidup yang berupa hewan.
Hewan-hewan ini berkembang biak sesuai dengan keadaan
lingkungannya. Ada yang hidup di permukaan bumi, di udara, dan ada
pula yang hidup di air. Tiap-tiap benua mempunyai jenis hewan
tersendiri, seperti hewan Asia, hewan Australia, hewan Amerika, bahkan
hewan Indonesia. Makhluk hidup ini mempunyai nilai yang sangat besar
bagi kehidupan manusia, seperti bernilai ekonomi, religius, adat, dan
lain-lain
.
Usaha-usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan
mengusahakan kegiatan seperti pemeliharaan ternak, unggas, ikan, dan
hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan disebut
biokultur.Pengusaha biokultur ini hampir tersebar di seluruh dunia.
Pengusaha tersebut memelihara bermacam-macam hewan disesuai kan
dengan keadaan daerahnya masing-masing.

Peternakan yang dilakukan di daerah dingin berbeda dengan di daerah


sedang dan daerah tropis.Di beberapa daerah, peternakan ada yang
diusahakan secara besar-besaran, tetapi ada yang diusahakan secara
kecil-kecilan atau sebagai sambilan saja.

b. Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat Diperbarui


Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui terdapat dalam jumlah
yang relatif tetap sebab tidak ada penambahan atau pembentukannya
sangat lambat dibanding dengan umur manusia.Pembentukannya
kembali memerlukan waktu ratusan bahkan jutaan tahun. Akibatnya
pemakaian yang terus-menerus akan menyebabkan sumber daya alam ini
dapat habis.
Contoh: minyak bumi, batu bara, dan mineral-mineral. 

Berdasarkan daya pakai dan nilai konsumtif sumber daya alam ini
dibedakan menjadi dua golongan.

1) Sumber daya alam yang cepat habis, sebab nilai konsumtifnya tinggi
dan digunakan dalam jumlah yang banyak. Jenis sumber daya alam ini
daur ulangnya sukar dilakukan.
Contoh: minyak bumi, gas alam, dan batu bara.

2) Sumber daya alam yang tidak cepat habis, sebab nilai konsumtifnya
kecil dan manusia hanya memanfaatkan dalam jumlah sedikit. Sumber
daya alam ini dapat dipakai secara berulang-ulang sehingga tidak cepat
habis.
Contoh: intan, batu permata, dan logam mulia (emas).

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui sebagian besar didapat
dari bahan galian.  Menurut cara pembentukannya, bahan galian
dibedakan menjadi sebagai berikut.

1) Bahan galian pegmatit, terbentuk di dalam saluran gunung api dan


dalam bentuk intruksi (gang, apofisa).

2) Bahan galian magnetit, berasal dari magma dan terdapat di dekat


dapur magma.

3) Bahan galian hasil metamorfosis kontak, yaitu batuan di sekitar


magma yang bersentuhan dengan magma.

4) Bahan galian hidrotermal, yaitu resapan magma cair yang membeku


di celah-celah struktur lapisan bumi atau pada lapisan yang bersuhu
relatif rendah.

5) Bahan galian hasil pengendapan, yaitu bahan galian yang


terkonsentrasi karena pengendapan di dasar sungai atau genangan air
melalui proses pelarutan atau tidak.
6) Bahan galian hasil pengayaan sekunder, yaitu bahan galian yang
terkonsentrasi karena proses pelarutan pada batuan hasil dari pelapukan.
Konsentrasi dapat terjadi di tempat asal batuan tersebut karena bagian
campurannya larut dan terbawa air.

Dalam Undang Undang No. 11 Tahun 1976 tentang Pertambangan di


Indonesia mengacu PP No. 25 Tahun 2000, secara rinci telah
menjelaskan mengenai kewenangan pemerintah dan provinsi sebagai
daerah otonomi termasuk di bidang pertambangan terdapat klasifikasi
bahan galian menurut kepentingannya bagi pemerintah, yaitu sebagai
berikut.

1) Golongan A, yaitu golongan bahan galian yang strategis. Artinya


bahan galian tersebut penting untuk pertahanan/keamanan negara atau
untuk menjamin perekonomian negara.

Contoh: semua jenis batu bara, minyak bumi, bahan radioaktif tambang
aluminium (bauksit), timah putih, mangaan, besi, dan nikel.

2) Golongan B, yaitu golongan galian yang vital, yang dapat menjamin


hajat hidup orang banyak.

Contoh: emas, perak, magnesium, seng, wolfram, batu permata, mika,


dan asbes.

3) Golongan C, yaitu bahan galian yang tidak termasuk ke dalam


golongan A maupun B.

Kenaikan jumlah populasi dan kenaikan jumlah konsumsi per kapita


akan menurunkan persediaan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui. Meskipun dilakukan pembatasan, tetapi apabila jumlah
penduduk dan konsumsi per kapita meningkat maka penurunan jumlah
sumber daya alam ini tetap terjadi.

Di Indonesia pengontrolan terhadap penambahan penduduk, efisiensi


pemakaian serta jumlah konsumsi perlu diawasi. Usaha penggantian
dengan bahan lain atau dengan sumber daya alam yang
nonkonvensional, serta usaha tersebut merupakan pengelolaan yang
diharapkan dapat mengendalikan penggunaan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbarui.

Demikianlah Materi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berwawasan


Lingkungan, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai