3) Metode Appraisal
Metode appraisal sangat sesuai terutama untuk kasus-kasus yang
melibatkan sumberdaya alam yang telah mengalami kerusakan.Dalam
kasus hutan, misalnya seorang penilai mengidentifikasi nilai pasar untuk
ciri-ciri yang dapat dibandingkan dalam kondisi yang rusak dan tidak
rusak.
b) Restoration Cost
Restoration cost didasarkan pada pemikiran bahwa untuk
mengembalikan manfaat dari fungsi eksosistem yang hilang sebagai
akibat dari penggunan alternatif sumberdaya diperlukan sejumlah biaya.
Nilai sumberdaya dihitung dengan menaksir sejumlah biaya yang
diperlukan untuk mengembalikan manfaat ekosistem yang hilang.Pada
kasus di hutan primer, metode ini meliputi biaya rehabilitasi hutan.
c) Replacement Cost
Teknik ini menghitung nilai sumberdaya yang hilang
berdasarkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun asset
buatan yang akan mengganti (replacing) fungsi ekosistem yang hilang.
Penggunaan teknik ini tergantung pada ketersediaan alternatif barang
atau jasa yang dapat memberikan fungsi yang sama dengan sumberdaya
yang hilang.
d. Relocation cost
Teknik ini menghitung nilai sumberdaya berdasarkan pada biaya
yang harus dikeluarkan untuk resetlemen penduduk yang bermukim di
hutan, agar hutan tersebut dapat berfungsi sesuai dengan
fungsinya.Biaya ini dapat berupa biaya resetlemen atau biaya untuk
membangun areal perlindungan.
e. Preventive/defensive Expenditure
Teknik ini menaksir manfaat lingkungan berdasarkan pada
besarnya biaya pencegahan (preventive expenditure) agar manfaat
lingkungan dapat terpelihara.
2. Pemilihan Metode Penilaian
Pemilihan metode penilaian dikemukakan oleh Fakultas Kehutanan
IPB (1999) dan Ramdan,dkk (2003) bahwa metode penilaian yang akan
digunakan, dipilih berdasarkan karakteristik setiap nilai. Tahapan
penilaian untuk nilai guna langsung disajikan pada Gambar di bawah
ini :
Gambar 6.7. Hubungan Land rent dengan Jarak dari Pusat Kota
Gambar tersebut di atas memperlihatkan bahwa land rent semakin
menurun sebagai konsekuensi dari semakin besarnya biaya transportasi
produk yang dihasilkan. Pada jarak lebih besar 10 km sampai 15 km dari
pusat bisnis pola penggunaan lahan D (pertanian) memberikan land rent
yang tinggi, jika jarak melebihi 15 km maka tidak mempunyai land rent,
disebabkan biaya tranport tidak mampu ditutupi oleh penerimaan
sehingga land rent menjadi negatif. Jika jarak lahan lebih besar 4 km
sampai lebih kecil 10 km dari pusat bisnis, pola penggunaan lahan C
(kehutanan) yang memberikan land rent yang tinggi.
b. Model Neoklasik
Berbeda dengan Teori Ricardo dan Von Thunen model neoklasik
ini berangkat dari pemahaman bahwa faktor-faktor produksi, terutama
lahan tidak sepenuhnya bersifat diskrit dalam mempengaruhi sistem
produksi. Selain memuat aspek marginalitas, lahan juga menampilkan
pengaruh subtitusi dalam hubungannya penggunaan input-input lainnya.
Akibatnya nilai land rent memiliki hubungan tertentu dengan input non
lahan lainnya (Reksohadiprodjo dan Karseno, 2001).
2. Penggunaan Lahan
Lahan merupakan sumbedaya alam yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia, karena sumberdaya alam ini diperlukan
oleh setiap kegiatan manusia. Penggunaan lahan pada umumnya
ditentukan oleh kemampuan lahan khususnya untuk aktifitas pertanian
dan lokasi ekonomi, yaitu jarak lahan dari pusat pasar, misalnya untuk
penggunaan daerah industri, pemukiman, perdagangan dan industri,
kemudian lokasi perumahan penduduk diikuti oleh penggunaan lahan
untuk pertanian, rekreasi, hutan dan padang penggembalaan
(Suparmoko,1997). Land rent merupakan konsep yang penting dalam
mempelajari penerimaan ekonomi dari penggunaan lahan untuk
produksi. Land rent merupakan surplus pendapatan atas biaya yang
memungkinkan factor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses
produksi. Besarnya nilai land rent sangat ditentukan oleh tingkat
kesuburan lahan dan lokasi. Semakin dekat dari pasar dan semakin subur
akan semakin tinggi land rentnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah konservasi keanekaragaman
hayati ini adalah:
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Sumber
Daya Hutan.
2. Menambah wawasan kita dan pembaca akan keanekaragaman hayati
dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Pencemaran
Bahan pencemar juga dapat membunuh mikroba, jamur, hewan
dan tumbuhan penting.Bahan pencemar dapat berasal dari limbah pabrik
dan limbah rumah tangga.
4. Perubahan Tipe Tumbuhan
Tumbuhan merupakan produser di dalam ekosistem.Perubahan tipe
tumbuhan misalnya perubahan dari hutan hujan tropik menjadi hutan
produksi dapat mengakibatkan hilangnya tumbuh-tumbuhan liar
penting.Hilangnya jenis-jenis tumbuhan tertentu dapat menyebabkan
hilangnya hewan-hewan yang hidup bergantung pada tumbuhan
tersebut.
5. Masuknya Jenis Tumbuhan dan Hewan Liar
Tumbuhan atau hewan liar yang masuk ke ekosistem dapat
berkompetisi bahkan membunuh tumbuhan dan hewan asli.
6. Penebangan
Penebangan hutan tidak hanya menghilangkan pohon yang sengaja
ditebang, tetapi juga merusak pohon-pohon lain yang ada di
sekelilingnya. Kerusakan berbagai tumbuh-tumbuhan karena
penebangan akan mengakibatkan hilangnya hewan. Jadi, penebangan
akan menurunkan plasma nutfah.
7. Seleksi
Secara tidak sengaja perilaku kita mempercepat kepunahan
oraganisme.Sebagai contoh, kita sering hanya menanam tanaman yang
kita anggap unggul misalnya mangga gadung, mangga manalagi, jambu
bangkok.Sebaliknya kita menghilangkan tanaman yang kita anggap
kurang unggul, misalnya mangga golek, nangka celeng.
Menurunnya keanekaragaman hayati menimbulkan masalah
lingkungan yang akhirnya merugikan manusia.Misalnya, penebangan
hutan mengakibatkan banjir.Hewan-hewan yang hidup di dalam hutan
misalnya babi hutan, gajah, kera, menyerang lahan pertanian penduduk
karena habitat mereka semakin sempit, dan makanan mereka semakin
berkurang.
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan materi sebelumnya tentang konservasi
keanekaragaman hayati, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Keanekaragaman hayati disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Terdapat interaksi antara faktor genetik
dan faktor lingkungan dalam mempengaruhi sifat makhluk hidup.
2. Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam. Keanekaragaman
makhluk hidup tersebut disebut dengan sebutan keanekaragaman hayati
atau biodiversitas.Setiap sistem lingkungan memiliki keanekaragaman
hayati yang berbeda.Keanekaragaman hayati ditunjukkan oleh adanya
berbagai variasi bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat dari makhluk
hidup lainnya.
3. Indonesia terletak di daerah tropik yang memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik dan kutub.
4. Kegiatan manusia dapat menurunkan keanekaragaman hayati, baik
keanekaragaman gen, jenis maupun keanekaragaman lingkungan.
Namun di samping itu, kegiatan manusia juga dapat meningkatkan
keanekaragaman hayati misalnya penghijauan, pembuatan taman kota,
dan pemuliaan.
5. Pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan secara in situ
dan ex situ.
4.2 Saran
Dalam penulisan makalah pada tugas selanjutnya, maka disarankan
untuk:
1. Harus memahami lebih baik tentang keanekaragaman biodiveritas
serta bagaimana proses dan dampaknya yang terjadi sehingga
memudahkan dalam pengerjaan tugas tersebut
2. Untuk membantu pengerjaan tugas ini, sebaiknya dicari referensi-
referensi mengenai keanekaragaman biodiversitas dari buku-buku yang
tersedia di perpustakaan, dan lain-lain.
3. Hendaknya dilakukan riset mengenai Konservasi Keanekaragaman
Hayati yang lebih intensif guna mendapatkan data yang lebih akurat
terhadap keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia maupun di
dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011.
(http://budisma.web.id/materi/sma/kelas-x-biologi/keanekaragaman-
hayati-tingkat-jenis-di-indonesia/)
Fauzan,Muhammad.2009.(http://fauzzzblog.wordpress.com/
2009/12/06/keanekaragaman-hayati-biodiversitas/)
Leveque, C. & J. Mounolou. 2003. Biodiversity. New York: John Wiley.
Dosen Pembimbing :
AGUS PURWOKO S.Hut M, Si
Oleh :
KELOMPOK:
ADE ARDIAN SAPUTRA PULUNGAN 071203004
IRVAN SIBARANI 071203007
EVA MEDYNA L. BATU 071203016
ORINA M.M MANURUNG 071203022
JULIUS ZAKSON SIGIRO 071203029
Penulis
EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
A. Kekayaan Alam
Indonesia dengan luas daratan sekitar 189 juta hektar memiliki 120,35
juta hektar sumberdaya hutan dan 14,2 juta hektar kebun. Indonesia
dikenal sebagai negara yang kaya akan berbagai species hidupan liar dan
beragam tipe ekosistem (mega-biodiversity). Selama tiga dekade
terakhir, sumberdaya hutan dan kebun telah menjadi modal utama
pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif antara
lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan
mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Namun
di sisi lain kebijakan pembangunan pada masa lalu tersebut telah
menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
Dari segi sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak pembangunan
kehutanan dan perkebunan terhadap peningkatan kesejahteraan tidak
cukup nyata akibat adanya proses marginalisasi masyarakat sekitar hutan
dan kebun yang nampak dari adanya kesenjangan dan kemiskinan.
Kondisi tersebut menjadi tekanan yang menyebabkan sulit tercapainya
pengelolaan hutan dan kebun secara lestari. Dari segi sumberdaya, telah
terjadi degradasi dimana laju deforestasi diperkirakan sebesar 1,6 juta
hektar per tahun selama sepuluh tahun terakhir. Degradasi tersebut
antara lain disebabkan oleh pengelolaan hutan yang tidak tepat,
pembukaan kawasan hutan dalam skala besar untuk berbagai keperluan
pembangunan, over cutting dan illegal logging, penjarahan, perambahan,
okupasi lahan dan kebakaran hutan. Sementara itu terjadi pula ekses
kapasitas industri pengolahan kayu di atas kemampuan supply bahan
baku lestari. Kerusakan lingkungan, penjarahan dan penyerobotan lahan
terjadi juga pada areal perkebunan
Permasalahan mendasar yang mengakibatkan kelemahan tersebut antara
lain adalah orientasi yang terlalu bertumpu pada paradigma
pertumbuhan ekonomi dan menitikberatkan pada produksi primer,
kebijakan alokasi sumberdaya yang tidak adil, sistem pengelolaan yang
tidak memenuhi kaidah kelestarian, KKN, lemahnya penegakan hukum
dan pengawasan, koordinasi antar sektor yang belum berjalan baik, serta
pola pembangunan yang sentralistik. Permasalahan fundamental dalam
bidang perkebunan antara lain berlangsungnya ekonomi dualistik,
struktur pengusahaan yang monopolistik dan oligopolistik dan lemahnya
keterkaitan hulu dan hilir.
Pembangunan kehutanan dan perkebunan yang berkelanjutan dan
berkeadilan tidak mungkin tercapai, apabila paradigma lama masih
dijadikan acuan, oleh karena itu diperlukan perubahan paradigma secara
mendasar. Pergeseran paradigma telah dimulai sejak berakhirnya
pemerintahan orde baru, paradigma baru pembangunan kehutanan dan
perkebunan tersebut adalah pergeseran orientasi dari pengelolaan kayu
dan komoditi (timber and commodity management) menjadi pengelolaan
sumberdaya (resources-based management), pengelolaan yang
sentralistik menjadi desentralistik, serta pengelolaan sumberdaya yang
berkeadilan. Secara ringkas, pengelolaan sumberdaya hutan dan kebun
di masa depan lebih mempertimbangkan keseimbangan antara aspek
ekonomi, ekologi dan sosial masyarakat sebagai ultimate beneficiaries
pembangunan.
B. Pengertian
Ilmu ekonomi secara konvensial sering didefinisikansebagai ilmu yang
mempelajari bagamana manusia mengalokasikan sumber daya yang
langka.dalam literatur ekonomi sumber daya, pengertian atau konsep
sumber daya didefinisikan beragam, antara lain sebagai berikut.
1.Kemampuan untuk memenuhi atau menangani sesuatu
2. Sumber persediaan, penunjang atau kebutuhan
3. Sarana yang dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang
(Fauzi, 2004)
Ekonomi memang merupakan ilmu sosial sehingga ekonomi sumber
daya hutan adalah segi sosial dari ilmu-ilmu kehutanan yang berbeda
dengan subjek-subjek pengetahuan ilmu kehutanan yang lebih bersifat
fisik dan biologik. Segi sosial subjek pengetahuan ilmu-ilmu kehutanan
yang sudah lebih dulu ada ialah Administrasi dan Kebijakan kehutanan
yang kemudian berkembang menjadi Politik Kehutanan dan
Administrasi Kehutanan, Ekonomi Sumber Daya Hutan kemudian
tampil yang dikembangkan dalam Ilmu Kehutanan Sosial
(Wirakusumah, 2003).
C. Ciri-ciri Sumber Daya Hutan
Semakin langkanya sumber daya hutan dengan sifat-sifatnya yang khas,
telah mendorong lahirnya ekonomi sumber daya hutan sebagai objek
pengetahuan sumber daya disiplin ilmu-ilmu kehutanan yang para
rimbawan perlu mempelajarinya.Sebagai sumber daya ekonomi, pada
dasarnya sumber daya hutan bersifat lentur (versatile) berarti berpotensi
sangat luwes untuk dapat dimanfaatkan dalam banyak ragam komoditi
akhir, bahkan komoditi-komoditi sumber daya hutan itu dapat
dimanfaatkan berulang kali (Wirakusumah, 2003).
Ciri sumberdaya hutan yang penting adalah peranannya sebagai sistem
penunjang kehidupan.Dalam hal ini hutan tropika berperan sebagai paru-
paru dunia yang merupakan barang publik (international public goods)
dan sumber keragaman hayati.Peran tersebut selain menyebabkan
tingginya concern, juga telah menyebabkan adanya tekanan dunia
internasional terhadap kegiatan pembangunan kehutanan dan
perkebunan. Komitmen internasional yang disepakati pemerintah
sebagaimana tertuang dalam nota kesepahaman dengan IMF serta
Consultative Group on Indonesia (CGI) akan merupakan bagian penting
dari pembangunan kehutanan dan perkebunan di masa mendatang
(Anonimous, 2007).
D. Klasifikasi Hasil Hutan
Jasa rekreasi hutan sebagai produk tambahan dan sifatnya tidak nyata
(intangible) dari hutan menghadapi tantangan ketika jenis produk ini
tidak memiliki harga pada sistem pasar normal, padahal permintaan
masyarakat akan jasa rekreasi hutan terus meningkat sebagai akibat dari
pendapatan per kapita penduduk naik, meningkatnya mobilitas
penduduk dan ketersediaan waktu luang bagi sebagian masyarakat
(Anonim, 2008)
Di Sulawesi Selatan terdapat 10 taman wisata alam, yaitu: Taman
Wisata Alam Malino, Taman Wisata Alam Cani Sidenreng, Taman
Wisata Alam Lejja, Taman Wisata Alam Sidrap, Taman Wisata Alam
Danau Matano-Mahalona, Taman Wisata Alam Danau Tuwoti, Taman
Wisata Alam Nanggala III, Taman Wisata Alam Laut Kepulauan
Kapoposang, Taman Wisata Alam Goa Pattunuang dan Taman Wisata
Alam Bantimurung. Taman wisata alam yang relatif paling mudah
dijangkau dari kota Makassar adalah TWA Bantimurung. TWA
Bantimurung terletak di tepi jalan provinsi yang menghubungkan Maros
dengan Camba. Dari Makassar untuk mencapai lokasi dapat ditempuh
melalui jalan negara sampai Maros ± 26 km dengan menggunakan
kendaraan umum seperti bus, kemudian dilanjutkan melalui jalan
Provinsi Maros – Bantimurung yang berjarak ± 17 km dengan jenis jasa
rekreasi meliputi air terjun, hutan hujan tropis dan goa karst (Anonim,
2008).
Dalam usaha untuk lebih mengoptimalkan hasil-hasil hutan non kayu
terutama jasa rekreasi, maka perlu dilakukan pemodelan penilaian
ekonomi terhadap TWA Bantimurung.Tulisan ini mengulas tentang
model penilaian ekonomi yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
pihak pengelola TWA Bantimurung.
E. Manfaat dan Fungsi Hutan
Makna hutan sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu yang
dibidangi.Dari sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat
menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam
bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH).Menurut sudut pandang ahli
silvika, hutan merupakan suatu assosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang
sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang
menempati areal luas.Sedangkan menurut ahli ekologi mengartikan
hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh
pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan
keadaan di luar hutan.
A. Manfaat Hutan.
Hutan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, mulai
dari pengatur tata air, paru-paru dunia, sampai pada kegiatan industri.
Pamulardi (1999) menerangkan bahwa dalam perkembangannya hutan
telah dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, antara lain pemanfaatan
hutan dalam bidang Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pemungutan Hasil
Hutan dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
Sebagai salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu : manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible
(tidak langsung /tidak nyata). Manfaat tangible atau manfaat langsung
hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan
manfaat intangible atau manfaat tidak langsung hutan antara lain :
pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan
lain-lain. Manfaat tangible diantaranya berupa hasil kayu dan non
kayu.Hasil hutan kayu dimanfaatkan untuk keperluan kayu perkakas,
kayu bakar dan pulp. Sedangkan hasil-hasil hutan yang termasuk non
kayu antara lain rotan, kina, sutera alam, kayu putih, gondorukem dan
terpentin, kemeyan dan lain-lain.
Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-
marketable. Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hutan
yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya, seperti : beberapa
jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible
hutan.
B. Fungsi Hutan.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan
mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan
fungsi produksi. Selanjutnya pemerintah menetapkan hutan berdasarkan
fungsi pokoknya ada tiga, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan
hutan produksi.menerangkan hutan lindung adalah hutan yang
diperuntukan bagi perlindungan tata tanah dan air bagi kawasan di
sekitarnya. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu yang diperuntukan bagi perlindungan alam, pengawetan jenis-
jenis flora dan fauna, wisata alam dan keperluan ilmu
pengetahuan.Hutan produksi adalah hutan yang diperuntukan bagi
produksi kayu dan hasil hutan lainnya untuk mendukung perekonomian
negara dan perekonomian masyarakat.
Fungsi hutan ditinjau dari kepentingan sosial ekonomi, sifat alam
sekitarnya, dan sifat-sifat lainnya yang berkenan dengan kehidupan
manusia, dapat dikatakan bahwa hutan berperan sebagai sumber
daya.Dengan kondisi ini, sumber daya hutan menjadi salah satu modal
pembangunan, baik dari segi produksi hasil hutan atau fungsi plasma
nutfah maupun penyanggah kehidupan.Peranan tersebut menjadi salah
satu modal dasar pembangunan berbagai segi, tergantung pada keadaan
dan kondisi setempat.Oleh karena agar sumber daya hutan dapat
dimanfaatkan secara optimal, maka kawasan hutan dibedakan menjadi
beberapa kelompok berdasarkan fungsinya yakni fungsi pelindung,
fungsi produksi dan fungsi lainnya.Hutan yang berfungsi sebagai
pelindung merupakan kawasan yang keadaan alamnya diperuntukan
sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi dan
pemeliharaan kesuburan tanah.Hutan yang berfungsi produksi adalah
kawasan hutan yang ditumbuhi oleh pepohonan keras yang
perkembangannya selalu diusahakan dan dikhususkan untuk dipungut
hasilnya, baik berupa kayu-kayuan maupun hasil sampingan lainnya
seperti getah, damar, akar dan lain-lain. Fungsi lain dari hutan adalah
sebagai hutan konversi. Hutan ini diperuntukan untuk kepentingan lain
misalnya pertanian, perkebunan dan pemukiman. Walaupun hutan
mempunyai fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi,
namun fungsi utama hutan tidak akan berubah, yakni untuk
menyelenggarakan keseimbangan oksigen dan karbon dioksida, serta
untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air wilayah
dan kelestarian daerah dari erosi.
Secara ekologi fungsi hutan adalah sebagai penyerap air hujan untuk
mencegah terjadinya erosi.Hutan mempunyai peranan penting dalam
mengatur aliran air ke daerah pertanian dan perkotaan, baik lokal,
regional maupun global. Sebagai contoh, 50 % sampai 80 % dari
kelembaban yang ada di udara di atas hutan tropik berasal dari hutan
melalui proses transpirasi dan respirasi. Jika hutan dirambah presipitasi
atau curah hujan yang turun akan berkurang dan suhu udara akan naik.
G. Ekonomi Produksi
Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dimanfaatkan untuk
memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan,
sosial dan ekonomi optimal. Misalnya tumbuhan dibawah tegakan
hutan..
pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi adalah sebagai bentuk
usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak
merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
Pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi dapat berupa hutan
tanaman sejenis dan atau hutan tanaman berbagai jenis.
Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan pada lahan yang
dianggap tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam.
Tanaman yang dihasilkan dari pemanfaatan hasil hutan merupakan aset
yang dijadikan sebagai agunan.(Horas, 2008)
Dengan berjalannya HTI, banyak pihak yang pro dan kontra dan
sebagian besar menganggap bahwa HTI memunculkan suatu dampak
yang serius bagi bidang kehutanan. Sebab, HTI umumnya dikelola
dengan satu jenis tanaman, yang riskan terhadap serangan hama
penyakit. Sedangkan HTI juga tidak mengusahakan tanaman tumbuhan
bawah, sehingga erosi justru akan timbul yang dapat menghilangkan
lapisan tanah atas yang banyak mengandung bahan organik tinggi.
Sebenarnya, HTI dikembangkan secara khusus pada kawasan lahan
kosong, padang alang-alang, semak belukar, dan lahan-lahan kritis non
produktif (Arief, 2006).
Kecendrungan penurunan potensi dan regenerasi hutan di areal bekas
tebangan serta semakin meningkatnya kebutuhan kayu maka sistem
pengelolaan secara tebang pilih sebagian dialihkan pada tebang habis
untuk ditanam dengan jenis cepat tumbuh, sebagai Hutan Tanaman
Industri (HTI).
Diantara dampak pengelolaan hutan produksi, saat konstruksi
pembukaan wilayah sudah 8,4% dari hutan hilang dan penebangan
sejumlah 18 pohon/ha atau 3,3% tegakan dapat mengakibatkan
kerusakan hutan 49,1%. Dampak lain dari pengelolaan hutan dengan
sisitem tebang pilih adalah mempercepat laju erosi dan penurunan
populasi satwaliar.
Pengaruh penebangan hutan terhadap satwa diantaranya disebabkan
kebisingan, berkurangnya jenis-jenis pohon pakan, perubahan aktivitas
harian akibat pemutusan jalur untuk pergerakan arboreal, peningkatan
frekuensi pemangsaan oleh predator, dan parasit yang dapat
meningkatkan angka kematian serta rendahnya laju reproduksi,
pengurangan waktu mencari makan dan penurunan kualitas pakan yang
terjadi pada primata dan burung.(Wahyudiisman, 2008).
H. Ekonomi Konsumsi
Pengelolaan hutan selalu ditujukan untuk mendapatkan manfaat
optimum.
Memahami manfaat hutan, mengandung arti harus dilakukannya
penilaian terhadap semua jenis manfaat yang dapat dihasilkan oleh hutan
tersebut, baik yang bersifat manfaat nyata (tangible) maupun tidak nyata
(intangible).
Ekosistem hutan memiliki banyak unsur dengan hubungan yang
komplek, sehingga di dalam kerangka penilaian hutan dibuat suatu
klasifikasi sumber manfaat menurut pendekatan ekosistem yang terdiri
atas empat kelas, yaitu (1) flora, (2) fauna, (3) fungsi ekosistem, dan (4)
sosial budaya. Manfaat yang bersumber dari empat hal tersebut dapat
berwujud (a) barang hasil hutan, (b) jasa dan fungsi ekologis, dan (c)
simbolik atau atribut.
Sedangkan tata nilai hutan mengacu kepada perkembangan mutakhir
saat kini,
yang disusun menurut klasifikasi jenis nilai sebagai berikut:
a. Nilai guna (use value) yang terdiri atas:
- Nilai guna langsung
- Nilai guna tidak langsung
b. Nilai pilihan masa akan datang (option value)
c. Nilai keberadaan (existence value)
Jenis manfaat penggunaan langsung dikelompokkan atas (1) bahan baku
industri, (2) bahan bangunan, (3) sumber energi, (4) pangan (makanan),
(5) obat,
(6) hiasan dan peliharaan, air (7) air konsumsi rumah tangga. Khusus
untuk HutanTanaman Industri (HTI), penilaian dilakukan terhadap
tegakan pohon sebagai bahan baku industri.
Nilai tegakan sangat berguna dan diperlukan dalam pengusahaan hutan
sebagai suatu kegiatan ekonomi yang ditetapkan melalui proses
penetapan yang disebut penilaian hutan forest appraisal (Onrizal dan
Nurdin, 2002).
Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan
bentuk/wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak
langsung/tidak nyata).
Manfaat tangible antara lain: kayu, hasil hutan ikutan dan lain-lain.
Sedangka manfaat intangible antara lain: pengaturan tata air, rekreasi,
pendidikan,
kenyamanan lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan kemampuan untuk
dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan non-
marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal
nilainya atau belum ada pasarnya seperti : beberapa jenis kayu lokal,
kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible.
Pemanfaatan hutan yang selama ini cenderung mengeksploitasi hasil
hutan kayu (manfaat tangible) ternyata membawa implikasi ekologi
terhadap tingginya tingkat deforestrasi.Hasil yang paling -berpengaruh
mengungkapkan bahwa telah terjadi penggunaan hutan di Indonesia
sebesar 1 juta hektar pertahun.Di samping itu, nilai ekonomi yang
diberikan ternyata kurang memberikan keuntungan yang optimal.
Kegiatan bisnis sektor kehutanan yang secara ekonomis aktual tidak lagi
menguntungkan tersebut menuntut kita untuk melakukan reorientasi
bisnis kehutanan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya hutan yang
ada dengan teknik dan manajemen lahan yang optimal, produktif dan
kompetitf.(Affandi dan Pindi, 2004).
Berdasarkan jenisnya hasil hutan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu
hasil hutan kayu, non kayu dan jasa lingkungan.Hasil hutan kayu
merupakan kekayaan hutan yang terdapat di alam yang mencakup semua
bentuk hasil hutan yang meliputi kayu, begitu juga sebaliknya hasil
hutan non kayu merupakan kekayaan alam yang terdapat di hutan baik
flora maupun fauna yang tidak termasuk kayu.Sedangkan jasa
merupakan hasil hutan yang tidak dapat dinilai harganya, seperti air dan
estetik.
Pola konsumsi hasil hutan dipengaruhi oleh adanya beberapa
faktor.Faktor tersebut terurai seperti dibawah ini.
1.Pendapatan
Pendapatan mempengaruhi nilai konsumsi suatu produk kehutanan yang
sifatnya positif, artinya semakin tinggi pendapatan seseorang maka
semakin tinggi pulalah permintaan akan produk tersebut.
2.Isu lingkungan
Isu lingkungan cenderumng bersifat negatif.
3.Teknologi
Teknologi merupakan suatu prosedur atau cara mengolah suatu produk
agar memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding sebelumnya.
Sifat dari faktor ini adalah positif.
4.Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin besar jugalah
peluang konsumsi kayu, artinya setiap orang yang berpendidikan akan
menjadikan barang dari alam sebagai nilai kemajuan suatu zaman.
Faktor ini sifatnya positif.
5.Trend atau mode
Semakin seseorang memiliki tingkat gengsi yang tinggi maka tingkat
kebutuhan akan barang langka juga tinggi. Hal ini cenderung
menunjukan sifat yang negatif.
6.Ketersediaan
Ketersediaan dapat bersifat positif dan negatif.
7.Komplementer
Komplementer sifatnya cenderung positif.
8.Substitusi
Berbeda halnya dengan barang komplementer yang sifatnya negatif,
barang substitusi justru sebaliknya bersifat negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Read more:
http://juliusthh07.blogspot.com/2009/04/mk.html#ixzz4BESY3UUO
Oleh karena itu, dalam mengolah sumber daya alam harus berdasarkan
prinsip-prinsip berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.Berwawasan
lingkungan artinya mempertimbangkan kelestarian dan jangan sampai
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup.Berkelanjutan,
artinya pengolahan sumber daya alam jangan sampai punah, perlu
dipikirkan kelanjutannya.
(2) Sistem kuota, yaitu menentukan bagian perairan yang boleh diambil
ikannya pada musim tertentu. Penggunaan sistem ini harus disertai
kontrol yang baik.
(1) Sebagai sumber daya pangan dan sumber sandang Pakaian manusia
dibuat atau dihias dengan bulu atau kulit hewan. Misalnya bulu beruang
kutub untuk mantel, kulit sapi sebagai bahan membuat tas dan sepatu.
(2) Sebagai sarana untuk meningkatkan nilai kehidupan dan nilai budaya
manusia. Bentuk dan cara hidup hewan dimanfaatkan sebagai sumber
inspirasi untuk menciptakan hasil karya manusia. Misalnya bentuk kapal
selam menyerupai ikan yang sedang menyelam, bentuk sayap dan cara
burung terbang memberikan inspirasi untuk pesawat udara, dan kicau
burung untuk menciptakan lagu.
Berdasarkan daya pakai dan nilai konsumtif sumber daya alam ini
dibedakan menjadi dua golongan.
1) Sumber daya alam yang cepat habis, sebab nilai konsumtifnya tinggi
dan digunakan dalam jumlah yang banyak. Jenis sumber daya alam ini
daur ulangnya sukar dilakukan.
Contoh: minyak bumi, gas alam, dan batu bara.
2) Sumber daya alam yang tidak cepat habis, sebab nilai konsumtifnya
kecil dan manusia hanya memanfaatkan dalam jumlah sedikit. Sumber
daya alam ini dapat dipakai secara berulang-ulang sehingga tidak cepat
habis.
Contoh: intan, batu permata, dan logam mulia (emas).
Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui sebagian besar didapat
dari bahan galian. Menurut cara pembentukannya, bahan galian
dibedakan menjadi sebagai berikut.
Contoh: semua jenis batu bara, minyak bumi, bahan radioaktif tambang
aluminium (bauksit), timah putih, mangaan, besi, dan nikel.