Anda di halaman 1dari 18

NILAI KEBERADAAN SUMBERDAYA ARBORETUM UNIVERSITAS

LAMPUNG MENURUT MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN YANG


MENIKMATI BENEFIT JASA LINGKUNGANNYA SEHARI-HARI
(Laporan Praktikum Pengantar Valuasi Ekonomi Kehutanan)

Oleh

Kelompok 6

William Jhonson 1314151053


Fitri Handayani 1514151008
Haqfini Bina Lalika 1514151053
Ratih Rinda Ningsih 1514151060
Suci Rahmadhani 1514151062
Prila Idayanti 1514151076

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumberdaya hutan (SDH) Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat

dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri

atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan

non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur

(intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan

lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara

rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi SDH yang berlebih. Hal

tersebut disebabkan karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari

berbagai manfaat SDH secara komperehensif. Dalam memahami manfaat dari

SDH tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan

SDH ini (Alam dan Hajawa, 2007).

Penilaian sendiri merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari

suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia. Mengetahui manfaat dari

SDH ini maka hal tersebut dapat dijadikan rekomendasi bagi para pengambil

kebijakan untuk mengalokasikan sumberdaya alam (SDA) yang semakin langka

dan melakukan distribusi manfaat SDA yang adil. Terlebih dengan meningkatnya

pertambahan penduduk saat ini yang menyebabkan timbulnya tekanan yang serius
terhadap SDH, menyebabkan perlunya penyempurnaan pengelolaan SDA melalui

penilaian akurat terhadap nilai ekonomi sumberdaya alam yang sesungguhnya.

Manfaat SDH sendiri tidak semuanya memiliki harga pasar, sehingga perlu

digunakan pendekatan-pendekatan untuk mengkuantifikasi nilai ekonomi SDH

dalam satuan moneter. Sebagai contoh manfaat hutan dalam menyerap karbon,

dan manfaatekologis serta lingkungan lainnya. Karena sifatnya yang non market

tersebut menyebabkan banyak manfaat SDH belum dinilai secara memuaskan

dalam perhitungan ekonomi. Tetapi saat ini, kepedulian akan pentingnya manfaat

lingkungan semakin meningkat dengan melihat kondisi SDA yang semakin

terdegradasi. Dengan itu dikembangkan berbagai metode dan teknik penilaian

manfaat SDH, baik untuk manfaat SDH yang memiliki harga pasar ataupun tidak,

dalam satuan moneter.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Menentukan nilai keberadaan arboretum dalam kampus menurut khalayak

mahasiswa di Universitas Lampung.

2. Menentukan kontribusi faktor-faktor demografi, sosial, dan ekonomi terhadap

pembentukan sikap dalam mengapresiasi nilai keberadaan arboretum di

Universitas Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Nilai ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) menurut Fauzi

(2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai

ekonomi. Sumber daya itu sendiri memiliki dua aspek yakni aspek teknis yang

memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan dan aspek kelembagaan

yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana

teknologi digunakan. Dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen

dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi

kebutuhan manusia. Barang dan jasa yang dihasilkan tersebut seperti ikan, kayu,

air bahkan pencemaran sekalipun dapat dihitung nilai ekonominya karena

diasumsikan bahwa pasar itu eksis (market based), sehingga transaksi barang dan

jasa tersebut dapat dilakukan.

Sumber daya alam selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi

baik langsung maupun tidak langsung juga dapat menghasilkan jasa-jasa

lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya manfaat

amenity seperti keindahan, ketenangan dan sebagainya. Manfaat tersebut sering

kita sebut sebagai manfaat fungsi ekologis yang sering tidak terkuantifikasikan

dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai dari sumber daya. Nilai tersebut

tidak saja nilai pasar barang yang dihasilkan dari suatu sumber daya melainkan 9
nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumber daya tersebut (Fauzi, 2006).

Penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis) yang

konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan dalam menentukan

nilai sumber daya karena konsep biaya dan manfaat sering tidak memasukkan

manfaat ekologis di dalam analisisnya (Fauzi, 2006).

Salah satu peranan dari ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yaitu sebagai

penyedia bahan baku, penerima sisa produksi/konsumsi (limbah), dan penyedia

fasilitas. Implikasi dari peranan tersebut adalah bahwa lingkungan merupakan

komponen penting dari sistem ekonomi. Artinya bahwa tanpa adanya lingkungan

maka sistem ekonomi tidak akan berfungsi. Ini menyiratkan bahwa dalam sistem

ekonomi, nilai lingkungan harus diperlakukan sama, seperti halnya perlakuan

terhadap nilai aset yang lain (tenaga kerja dan modal) yakni sebagai aset ekonomi.

Ini berarti pula bahwa jika ekonomi ingin diperbaiki, maka kualitas sumberdaya

alam dan lingkungan perlu dipertahankan.

Pembangunan ekonomi saling berkaitan satu sama lain sehingga kebijaksanaan-

kebijaksanaan pertanian dapat berakar pada degradasi lahan, air, dan hutan. Juga

ekonomi dan ekologi harus dipadukan dalam proses pengambilan keputusan dan

pembuatan hukum tidak hanya untuk melindungi lingkungan, namun juga untuk

melindungi dan meningkatkan pembangunan. Dengan demikian pembangunan

ekonomi yang mesti diterapkan adalah pembangunan yang berwawasan

lingkungan dalam arti tidak menguras sumberdaya alam dan merusak lingkungan

(Ardini, 2011).
Ekologi perkotaan (urban ecology) adalah studi ilmiah tentang hubungan

organisme hidup satu sama lain dan lingkungannya dalam konteks lingkungan

perkotaan. Lingkungan perkotaan mengacu pada lingkungan yang didominasi

oleh bangunan perumahan dan komersial dengan kepadatan tinggi, permukaan

beraspal, dan faktor urban lainnya yang menciptakan lanskap unik yang berbeda

dengan lingkungan yang sebelumnya dipelajari di bidang ekologi (Ardini, 2011).

Ekologi perkotaan adalah bidang studi baru-baru ini dibandingkan dengan ekologi

secara keseluruhan. Metode dan studi ekologi perkotaan serupa dengan dan terdiri

dari subset ekologi. Studi tentang ekologi perkotaan membawa peningkatan

penting karena lebih dari 50% populasi dunia hidup di daerah perkotaan. Pada

saat yang sama, diperkirakan bahwa dalam empat puluh tahun ke depan, dua

pertiga populasi dunia akan tinggal di perluasan pusat kota. Proses ekologis di

lingkungan perkotaan sebanding dengan situasi di luar konteks perkotaan. Namun,

jenis habitat perkotaan dan spesies yang menghuni mereka kurang

terdokumentasi. Seringkali, penjelasan untuk fenomena yang diteliti di perkotaan

serta memprediksi perubahan karena urbanisasi adalah pusat penelitian ilmiah.

Meningkatnya populasi manusia di dunia secara drastis telah menjadi

permasalahan besar bagi kehidupan manusia di bumi. Jumlah penduduk bumi

yang kini telah mencapai 7 milyar jiwa menciptakan ketidakseimbangan antara

kebutuhan yang harus dipenuhi dengan sumberdaya alam dan lahan yang tersedia,

sehingga melahirkan berbagai masalah sosial dan lingkungan. Ruang terbuka

hijau (RTH) merupakan solusi utama, khususnya dalam menjaga sirkulasi udara

dan air dari permasalahan krisis ekologi perkotaan yang disebabkan oleh terus
meningkatnya jumlah urban dan pembangunan. Seluruh aktivitas dalam hidup

pasti menghasilkan sisa yang dapat berupa sampah ataupun zat-zat pencemar dan

emisi lain yang terlepas ke udara. Menyediakan sebagian lahan dirumah atau

dikantor untuk ruang terbuka hijau kemudian menjaga, melindungi dan

melestarikannya adalah hal terkecil yang dapat setiap manusia upayakan dalam

menjaga lingkungan yang indah dan sehat (Ardini, 2011).

A. Konsep Nilai Sumberdaya Hutan

Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa kelompok.

Davis dan Johnson (1987) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara penilaian atau

penentuan besar nilai dilakukan, yaitu : (a) nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan

melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari

penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c) nilai sosial, yaitu

nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun perwakilan masyarakat.

Sedangkan Pearce (1992) membuat klasifikasi nilai manfaat yang

menggambarkan nilai ekonomi total (total economic value) berdasarkan cara atau

proses manfaat tersebut diperoleh.

Pada nilai ekonomi total nilai guna langsung merupakan nilai dari manfaat yang

langsung dapat diambil dari SDH. Sebagai contoh manfaat penggunaan sumber

daya hutan sebagai input untuk proses produksi atau sebagai barang konsumsi.

Berbeda dengan nilai guna tidak langsung, yaitu nilai dari manfaat yang secara

tidak langsung dirasakan manfaatnya, dan dapat berupa hal yang mendukung nilai
guna langsung, seperti berbagai manfaat yangbersifat fungsional yaitu berbagai

manfaat ekologis hutan.

Sedangkan nilai bukan guna yaitu semua manfaat yang dihasilkan bukan dari hasil

interaksi secara fisik antara hutan dan konsumen (pengguna). Nilai bukan guna

meliputi manfaat yang tidak dapat diukur yang diturunkan dari keberadaan hutan

di luar nilai guna langsung dan tidak langsung. Nilai bukan guna terdiri atas nilai

keberadaan dan nilai warisan. Nilai keberadaan adalah nilai kepedulian seseorang

akan keberadaan suatu SDH berupa nilai yang diberikan oleh masyarakat kepada

kawasan hutan atas manfaat spiritual, estetika dan cultural (Bishop, 1999).

B. Metode Penilaian Sumberdaya Hutan

Penilaian sumberdaya hutan merupakan studi tentang metodologi dan konsep

penentuan nilai dari sumberdaya hutan. Seperti telah dijelaskan di muka, langkah

pertama untuk untuk memperoleh nilai dari sumberdaya hutan adalah dengan

melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis manfaat yang dihasilkan dari

sumberdaya hutan. Keberadaan setiap jenis manfaat ini merupakan indikator

adanya nilai yang menjadi sasaran penilaian. Setiap indikator nilai (komponen

sumberdaya hutan) ini dapat berupa barang hasil hutan, jasa dari fungsi ekosistem

hutan maupun atribut yang melekat pada hutan tersebut dalam hubungannya

dengan sosial budaya masyarakat.

Langkah kedua dalam penilaian sumberdaya hutan ini adalah melakukan

identifikasi kondisi biofisik hutan dan sosial budaya masyarakat karena proses

pembentukan nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi


individu/masyarakat dan kualitas serta kuantitas komponen sumberdaya hutan

tersebut. Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian sumberdaya hutan

melalui proses penilaian biofisik dan sosial budaya yaitu kuantifikasi setiap

indikator nilai berupa barang hasil hutan, jasa fungsi ekosistem hutan serta atribut

hutan dalam kaitannya dengan budaya setempat. Atas dasar kuantifikasi indikator

nilai tersebut dilakukan penilaian ekonomi manfaat hutan, berdasarkan metode

penilaian tertentu pada setiap klasifikasi nilai (Bahruni, 1999).

Metode penilaian manfaat hutan pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yaitu

metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar yaitu pendekatan

terhadap kesediaan membayar. Metode pendekatan terhadap pasar ini oleh

beberapa ahli ekonomi telah dikembangkan dan diaplikasikan untuk menilai

manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter. Metode ini

mencoba untuk menggambarkan permintaan konsumen, sebagai contoh kesediaan

membayar konsumen willingness to pay (WTP) terhadap manfaat hutan yang

tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter, atau kesediaan menerima

konsumen willingness to accept (WTA) terhadap kompensasi yang diberikan

kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter.

Bishop (1999) membagi metode penilaian ekonomi untuk manfaat yang diperoleh

dari sumber daya alam dan lingkungan menjadi lima kelompok :

(i) Penilaian berdasarkan harga pasar, termasuk pendugaan manfaat dari kegiatan

produksi dan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari.

(ii) Pendekatan harga pengganti, termasuk metode biaya perjalanan, hedonic

price, dan pendekatan barang pengganti.


(iii) Pendekatan fungsi produksi (dosis respon), dengan fokus pada hubungan

biofisik antara fungsi hutan dan kegiatan pasar.

(iv) Pendekatan preferensi

(v) Pendekatan berdasarkan biaya, termasuk di dalamnya adalah biaya

penggantian dan pengeluaran defensif (Nurfatriani, 1997).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kuisioner sebanyak

50 lembar, alat tulis, kamera, dan responden sebagai objek wawancara.

B. Cara Kerja

Praktikum ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Menyiapkan kuisioner sebanyak 50 lembar.

2. Satu kelompok yang terdiri dari 6 orang dibebani kuisioner sebanyak 8-9

responden.

3. Respon utama yang dijaring dari tiap mahasiswa adalah besarnya uang

kompensasi yang mereka harapkan apabila semua tetumbuhan di Unila dibabat

habis untuk dikonversi lahannya menjadi bangunan-bangunan gedung ataupun

plaza.

4. Dari setiap responden juga dijaring data demografis-sosekbud yaitu tentang

jenis kelamin, umur, tempat tinggal, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,

penghasilan orang tua, asal kota, dan jurusan ketika SLA.

5. Melakukan dokumentasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Pengaruh Karakteristik Responden Terhadap Nilai Keberadaan

Arboretum

Predictor COEF SE coef T P


Constant 35594 28410 1,25 0,218
JK 2622 6197 0,42 0,675
TT 3593 6853 0,52 0,603
PKRJ[AYH] -9735 6492 -1,50 0,142
PKRJ [IBU] -7548 6683 -1,13 0,266
PDD [AYAH] -27958 21593 -1,29 0,204
PDD [IBU] -1293 19783 -0,07 0,948
ASAL SMA -3516 7161 -0,49 0,626
BHDP 0,006520 0,005493 1,19 0,243
PMAH 0,00976 0,01653 0,59 0,558
PHSL [AYAH] -0,000632 0,001898 -0,33 0,741
PHSL [IBU] 0,000453 0,001777 0,25 0,800
UMR 4876 8326 0,59 0,562
S/TS 22125 6853 3,23 0,003
DIKONVERSI
S = 19639,2 R-Sq = 47,0% R-Sq(adj) =
27,8%

Tabel 2. Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 13 12289410343 945339257 2,45 0,017
Residual Error 36 13885089657 385696935
Total 49 26174500000
B. Pembahasan
Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan)

bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan

terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi dan lokasi

masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari

berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat

secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya

hutan, dan hal tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya

hutan tersebut. Hal tersebut mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat yang

tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima manfaat secara langsung.

Pada praktikum kali ini dilakukan di Fakultas Kedokteran dengan menyebar

kuisioner kepada mahasiswa kedokteran. Berdasarkan hasil yang diperoleh

dengan tingkat kepercayaan yang digunakan dalam analisis ini yaitu 95% atau P <

0,05. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar hanya lah

variabel X antara setuju dan tidak setuju apabila Sumber Daya Hutan (SDH)

dikonversikan dengan nilai P value 0,003 (P<0,05) dan untuk variabel X seperti

umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan ayah dan ibu, pendidikan ayah dan

ibu, fakulltas, asal SMA, jurusan SMA, biaya hidup, penghasilan mahasiswa, serta

penghasilan ayah dan ibu tidak lah berpengaruh nyata terhadap kesediaan

membayar nilai keberadaan SDH, dimana P>0,05.

Hah tersebut dikarenakan kebanyakan mahasiswa yang ada di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung lebih mempertimbangkan kembali manfaat dari

SDH tersebut bukan hanya dari jasa lingkungan saja, namun juga dapat
dimanfaatkan sebagai lokasi yang mampu dikunjungi , sebagian responden setuju

apabila pengkonversian lahan SDH yang ada di Unila dijadikan sebagai taman.

Dari R-Sq (adj) yang diketahui yaitu hanyalah sebesar 27, 8 %, dimana tidak

sampai 50% variabel X nya yang mampu menjelaskan keterkaitan antara variabel

X (karakteristik responden) dengan variabel Y (WTP). Kemudian untuk sisanya

yaitu 72,2 % merupakan variabel lain yang tidak dianalisis dalam praktikum kali

ini. Dalam hal ini rata-rata mahasiswa kedokteran bersedia untuk membayar

keberadaan arboretum di Universitas Lampung sebesar Rp 20.000/bulan.


V. KESIMPULAN

Kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Menurut mahasiswa kedokteran, nilai keberadaan Arboretum di Universitas

Lampung sebesar Rp. 20.000,00.

2. Kontribusi faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap dalam

mengapresiasi nilai keberadaan arboretum di Universitas Lampung antara lain

jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendidikan ayah,

pendidikan ibu, asal SMA, biaya hidup, penghasilan mahasiswa, penghasilan

ayah, penghasilan ibu, dan umur.


DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsu dan Hajawa. 2007. Peranan sumberdaya hutan dalam


perekonomian dan dampak pemungutan rente hutan terhadap kelestarian
hutan di Kabupaten Gowa. J. Perennial. 3(2):59-66.

Ardini, M. 2011. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan


Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Pressindo.
Jakarta.

Bahruni. 1999. Diktat Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas


Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bishop, J.T. 1999. Valuing Forests : A Review of Methods and Applications in


Developing Countries. International Institute for Environment and
Development. London.

Davis, L.S dan Johnson K.N. 1987. Forest Management 3 rd Edition. Mc Graw-
Hill Book Company. New York.

Fauzi, B.K. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah.


Alqaprint Jatinangor. Bandung.

Nurfatriani, F. 1997. Konsep Nilai Ekonomi Total Dan Metode Penilaian


Sumberdaya Hutan. Akademika Pressindo. Jakarta.

Pearce, D. 1992. Economic Valuation and The Natural world. World Bank
Working Papers. The World Bank. New York.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

Gambar 1. Saat Responden Mengisi Kuisioner

Gambar 2. Saat Responden Mengisi Kuisioner

Anda mungkin juga menyukai