Anda di halaman 1dari 10

VALUASI EKONOMI DAN

PENILAIAN KERUSAKAN SUMBER


DAYA ALAM LINGKUNGAN

Disusun Oleh :
Reingga Katon Saputa
(191910601061)

Dosen Pengampu:

Cantika Almas Fildzah


NIP. 199706182022032010

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2022
2.1 Pendahuluan
Sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) menyediakan berbagai
layanan barang dan jasa yang sangat bernilai bagi manusia. Hanley et al. (2000)
menyatakan bahwa keterkaitan antarasumber daya alam dan lingkungan dengan
aspek ekonomi dan kebutuhan manusia dicirikan olehempat peran, yakni:
1. Peran SDAL dalam menyuplai input energi dan material untuk proses
produksi, sepertiminyak, bijih besi, dan kayu.
2. Peran lingkungan sebagai penyerap sisa produksi dan konsumsi, seperti
limbah domestik atau emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
minyak.
3. Peran SDAL sebagai sumber langsung amenity (kesenangan)dan
perbaikan kualitas hidup manusia, seperti halnya ketika kita menikmati
keindahan alam pegunungan atau menyaksikan keanekaragaman hayati
flora dan fauna di kebun raya.
4. Peran SDAL sebagai penyedia dukungan kehidupan dasar (basic life
support), seperti pengaturan iklim global, daur ulang nutrien, dan
sejenisnya.

Fungsi dan peran dari SDAL tersebut dalam kehidupan manusia sebagian
bisa terlihat dari "nilai barang dan jasa dari SDAL melalui mekanisme pasar.
Perubahan harga pasar pada jenis-jenis komoditas dari alam seperti harga kayu,
minyak, atau bijih besi paling tidak mencerminkan ketersediaan dan permintaan
yang secara langsung mencerminkan nilai layanan SDAL pada kebutuhan
manusia. Namun demikian, tidak semua dari layanan yang diberikan oleh SDAL
tersebut mampu ditangkap oleh pasar.
Fenomena kegagalan pasar menyebabkan pasar tidak mampu menangkap
nilai yang sebenarnya dari layanan SDAL Sebagai contoh, kontroversi konversi
lahan untuk kelapa sawit di Sumatera dan. Kalimantan, menunjukkan fenomena
ini. Hasil dari kelapa sawit akan munculdalam aktifitas ekonomi berupa nilai jual
dari kelapa sawit yang kemudian memberikan nilai kepada individu dan
masyarakat dalam bentuk pendapatan atau kepada negara dalam bentuk pajak.
Namun, ancaman keanekaragaman hayati tidak muncul dalam mekanisme pasar
karenatidak ada pasar untuk layanan yang diberikan dari keanekaragaman hayati.
Demikian juga, pasar tidak menangkap harga untuk pencemaran sungai dan udara
sehingga menyebabkan terjadinya undervaluation terhadap layanan barang dan
jasa dari SDAL. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami konsep "nilai
dari SDAL. tersebut dan hal ini tidak bisa dilakukan dengan kerangka ekonomi
konvensional karena ketiadaan mekanisme pasar tadi.
2.2 Konsep nilai SDAL
2.2.1 Transmisi nilai SDAL terhadapt ekonomi dan kesejahteraan
Secara umum SDAL membangkitkan nilai ekonomi bagi manusia melalui
dua mekanisme dasar, yakni mekanisme langsung dan mekanisme tidak langsung
(Hanley dan Barbier 2009). Nilai langsung timbul ketika layanan tersebut dapat
dirasakan langsung bagi kesejahteraan manusia seperti halnya air jernih yang
dapat dinikmati langsung untuk diminum maupun dinikmati lewat kegiatan
wisata. Namun, jika air tersebut kemudian diambil oleh pabrik minuman
(misalnya minuman ringan atau air mineral) maka air tersebut menjadi faktor
produksi bagi pabrik. Jika kualitas air baik maka biaya produksi akan berkurang
dan harga. minuman ringan (soft drink) maupun air mineral yang dikonsumsi
oleh konsumen pun akan murah, demikian sebaliknya. Nilai yang
dibangkitkan dari proses ini merupakan nilai tidak langsung
Hampir senada dengan Hanley dan Barbier (2009), Freeman (2003) juga
melihat transmisi nilai dari SDAL ke ekonomi dan well being ini melalui dua
mekanise yakni apakah melalui sistem pasar atau tidak. Transmisi melalui sistem
pasar dilakukan melalui proses perubahan penyediaan barang dan jasa yang
mengubah harga dan biaya, sehingga akan mengubah pendapatan dan
kesejahteraan baik bagi produsen maupun konsumen. Transmisi melalui sistem
non-pasar terkait dengan penyediaan barang dan jasa yang tidak ditransaksikan di
pasar sepertidampak lingkungan bagi kesehatan, keindahan, kualitas udara dan
juga peluang untuk pemanfaatan rekreasi. Freeman (2003) lebih lanjut
menjelaskan bahwa transmisi nilai dari SDAL ini juga bisa terjadi secara
langsung maupun tidak langsung melalui sumber hayati lainya (living organism)
seperti ikan, tumbuh-tumbuhan atau hutan. Sumber daya. alam dan lingkungan
yang baik akan menghasilkan ikan atau hutan yang baik melalui proses
mekanismebiologi yang terjadi di alam sehingga akan menambah "nilai" bagi
kehidupan manusia. Tujuan akhir dari pemanfaatan SDAL adalah memberikan
"nilai bagi manusia yang akan mengubah kesejahteraan (well being) pada tingkat
agregat atau pada tingkat individu dan mikromelalui perubahan tingkat kepuasan
(sering diukur dengan konsep utility yang secara rinci akandijelaskan pada Bab 3).
Namun demikian, konsep "nilai" dalam sumber daya alam dan lingkungan sering
menimbulkan kerancuan karena perbedaan antara pemahaman "nilai" yangsempit
yang diartikan pada aspek pasar semata dan pemahaman "nilai" yang lebih
komprehensif yang tidak sekedar melihat aspek pasar dan monetisasi semata.
Dalam literatur ekonomi sumber daya alam dan lingkungan, konsep nilai
SDAL sering dibedakan antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
intrinsik merupakan konsep nilai dari aspek ekologi yang memandang bahwa
sesuatu memiliki nilai terlepas dari sesuatu tersebut dimanfaatkan atau tidak. la
memiliki nilai secara alamiah. Sementara nilai instrumental merupakan konsep
nilai dari aspek ekonomi yang menekankan pada ekivalensi moneter (setara
dengan nilai uang atau termonetisasi). Nilai intrinsik secara operasional sulit
diukur dan sering menimbulkan perdebatan dalam konsep dan pengukurannya
(Freeman 2003), sedangkan nilaiinstrumental relatif lebih mudah diukur dengan
cara mengidentifikasi tujuan pemanfaatan SDAL dan kontribusi komponen
SDAL terhadap pencapaian tujuan) tersebut. Oleh karena itu, fokus buku ini
adalah pada penilaian ekonomi (valuasi ekonomi) maka konsep nilai yang
menjadi fokus adalah nilai ekonomi dari sumber daya alam dan lingkungan yang
merupakan nilal instrumental dari SDAL.
Dalam perspektif ekonomi, tujuan dari kegiatan ekonomi adalah
meningkatkan kesejahteraan atau lebih luas lagi apa yang disebut sebagai well
being yang bukan saja melihat aspek kesejahteraan dari sisi peningkatan
pendapat, tetapi juga terkait dengan aspek lain seperti kesehatan, ketentraman,
kepuasan yang diperoleh dari nilai-nilai estetika. Sumber daya alam dan
lingkungan juga memberikan inspirasi bagi terciptanya produk-produk kreatif
yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan kata lain nilal ekonomi dari sesuatu diukur
dari kemampuannya untuk memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan
manusia. Dalam konteks sistem sumber daya alam dan lingkungan, Freeman
(2003) menegaskan lagi bahwa nilai ekonomi sistem SDAL terletak pada
kontribusi dari fungsi ekosistem dan layanan yang dapat diberikana terhadap
well-being manusia.
2.2.2 Klasifikasi nilai SDAL
Secara umum nilai ekonomi SDAL dibagi dalam dua kelompok yakni nilai
guna atau dikenal dengan use value dan nilai non-guna atau non-use value.
Konsep use value relatif tidak terlalusulit untuk diPahami. Use value adalah nilai
ekonomi yang berkaitan dengan pemanfaat in situ dari sumber daya alam dan
lingkungan, seperti pemanfaatan untuk konsumsi atau rekreasi. Nilai
pemanfaatan ini dalam literatur sering dibagi lagi ke dalam nilai pemanfaatan
langsung (direct use value) baik dalam bentuk konsumsi, seperti ikan untuk
dikonsumsi, minyak untuk energi, dan sebagainya, maupun nonkonsumsi, seperti
pemanfaatan rekreasi atau sekedar dinikmati sambil jalan-jalan. Pengukuran nilai
guna (use value) sering dilakukan melalui proksidari komoditas atau jasa yang
dipasarkan yang menjadi komplementerhadap SDAL, dan penilaiannya
didasarkan pada jumlah pembelian terhadap barang komplemen tersebut. Sebagai
contoh, jika yang dinilai adalah taman nasional (resource system) maka barang
komplemennya adalah tiket masuk dan jumlah kunjungan yang dilakukan. Jika
layanan dari sumber daya alam seperti ikan atau hasil hutan yang dikonsumsi
langsung maka proksi harga pasar dari komoditastersebut juga dapat dijadikan
instrumen pengukuran nilai ekonomi pemanfaatan langsung tersebut.

Kombinasi nilai guna (use value) dan nilai non-guna (non-use value) ini
menghasilkan apa yang disebut sebagai Total Economic Value atau TEV. Dalam
konteks pengukuran, meski padaawalnya konsep non-use value ini sulit diterima
sebagai suatu konsep pengukuran nilai ekonomi yang utuh, tetapi dalam
perkembanganya, konsep non-use value ini sudah diadopsi dalam ekonomi
mainstream, khususnya ekonomi sumber daya alam dan lingkungan sebagai salah
satu upaya untuk menangkap nilai yang sebenarnya dari layanan yang dihasilkan
dari SDAL Secara legal konsep non-use value bahkan diakui di Amerika sebagai
komponen yang harus disertakan dalam penilaian kerusakan sumber daya alam
dan lingkungan. Terminologi non-use value dalam literatur juga muncul dalam
berbagai istilah seperti existence value, instrinsic value, dan passive value.
Terminologi passive value kini lebih banyak diadopsi dan digunakan dalam
valuasi ekonomi dan penilaian kerusakan lingkungan sebagai pengganti
terminologi non-use value. Jika pengukuran nilai guna (use value) dapat
dilakukan melalui proksi harga pasar, tidak demikian halnya dengan non-use
value Komponen non-use value melibatkan jasa lingkungan dan atribut sumber
daya alam yang tidak dipasarkan, sehingga tidaklah tepat menggunakan
komoditas yang dipasarkan sebagai proksi. Dengan demikian pengukuran non-
use value ini memerlukan pendekatan tersendiri yang didalamnya mengukur juga
kontribusi atribut atau karakteristik dari SDAL pada well being individu atau
masyarakat.

2.2.3 Nilai ekonomi SDAL dan WTP/WTA


Salah satu transmisi nilai ekonomi SDAL pada aspek kesejahteraan (well
being) terjadi melalui perubahan pada kepuasan (utility). Salah satu asumsi
penting dari utility ini adalah bahwa preferensi individu memiliki sifat
substitutability (kemampuan untuk mengganti) antara komoditas yang memiliki
nilai pasar dan komoditas yang tidak terpasarkan seperti jasa lingkungan
(Freeman 2003). Artinya bahwa perubahan satu komoditas bisa disubstitusi oleh
komoditas lainnya. Jika satu komoditas menurun misalnya, maka masih bisa
dimungkinkan untuk meningkatkan komoditas yang lain, sehingga tidak
menyebabkan individu tersebut dalam kondisi yang lebih buruk ketika terjadi
perubahan. Asumsi substitutability ini menjadi sangat vital dalam konsep nilai
ekonomi SDAL karena dengan adanya substitutability maka memungkinkan.
terjadinya trade off antara komoditas yang menjadi concern individu. Premis
dasar substitutability inilah yang memungkikan dilakukannya berbagai analisis
penilaian ekonomi kerusakan lingkungan maupun valuasi ekonomi lainnya
karena individu dihadapkan pada pilihan pilihan seperti lingkungan yang baik
dengan biaya kesehatan yang dikeluarkan atau pilihan konversi lahan untuk
bangunan atau untuk konservasi. Semua pilihan tersebut dapat dilakukan jika
substitutability dimungkinkan. Dengan asumsi ini pulalah teori-teori valuasi
ekonomi,seperti CVM (contingent valuation method) atau TCM (travel cost
method) dapat dikembangkan.
Nilai ekonomi ini dalam kaitannya dengan willingness to pay (WTP) dan
willingness to accept (WTA). Trade off yang dihadapi individu ketika
menghadapi penurunan satu komoditas dan kemudian mensubtitusikannya
dengan meningkatkan pemanfaatan komoditas lainnya, menunjukkan penilaian
seseorang terhadap komoditas tersebut. Penilaian ini bisa berbentuk penilaian
monetary (uang) atau nonmonetary. Jika suatu komoditas memiliki nilai pasar,
makanilai yang nampak (revealed) adalah nilai moneter. Namun demikian, meski
komoditas yang dihadapi tidak memiliki nilai pasar sekalipun (seperti jasa
lingkungan), trade off yang dilakukan oleh individu yang dicerminkan dari
perilakunya (misalnya datang jauh-jauh mengunjungi kawasan hutan lindung)
menunjukkan adanya nilai ekonomi bagi komoditas tersebut. Penilaian yang
didasarkan pada substitutability dapat dindikasikan baik melalui willingness to
pay (WTP) atau kesanggupan membayar dan willingness to accept (WTA) atau
kemauan menerima kompensasi. WTP diartikan sebagai jumlah maksimum uang
yang sanggupdibayarkan seseorang sehingga ia indiferen antara opsi membayar
untuk perubahan sesuatu (misalnya perbaikan lingkungan) atau menolak
terjadinya perubahan tersebut, dan membelanjakan pendapatannya untuk yang
lain. Nilai WTP dapat menggambarkan manfaat dari suatu kebijakan yang akan
diajukan seperti perbaikan lingkungan. WTA di sisi lain, menunjukkan jumlah
minimum uang yang dibutuhkan seseorang untuk secara sukarela menolak suatu
perubahan yang seharusnya dialami. Nilai WTA menunjukkan jumlah
yangdibutuhkan, sehingga seseorang indiferen antara opsi menerima dan menolak
perubahan.
Penting pula untuk dipahami bahwa meski WTP dan WTA didasarkan
pada preferensi dan substitutability, WTP serta WTA memiliki basis atau titik
referensi yang berbeda. WTP menggunakan titik referensi atau baseline ketiadaan
perubahan (misalnya tidak adanya perbaikan lingkungan), sementara WTA
menggunakan titik referensi sebaliknya, yakni
menggunakan perubahan yang terjadi (seperti perbaikan lingkungan) sebagai basis
pengukurankesejahteraan atau utility. Akibat perbedaan titik referensi ini besaran
WTP dan WTA sering berbeda cukup signifikan. Pserbedaan besaran WTP dan
WTA ini dalam literatur ekonomi SDAL masih menjadi perdebatan sampai saat
ini.
2.3 Penilaian Ex-ante dan Ex-post
Penilaian dampak kebijakan sebelum dilaksanakan kita sebut sebagai
penilaian ex-ante. Sementara penilaian ketika dampak telah ditimbulkan
khususnya yang terkait dengan degradasi dan kerusakan lingkungan kita sebut
penilaian yang bersifat ex-post. Kedua penilaian ini didasarkan pada premis yang
sama, yakni adanya perubahan dalam layanan barang dan jasa dari sumber daya
alam dan lingkungan yang mengubah kesejahteraan, well-being maupun
kepuasan individu yang diukur dari utility. Kebijakan yang terkait dengan
kepentingan publik seperti reklamasi, konversi lahan, penetapan daerah
konservasi, dan sejenisnya akan memberikan dampak terhadap perubahan
layanan barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Kebijakan yang
memberikan manfaat positif seperti penetapan kawasan konservasimisalnya, bisa
saja akan menghasilkan sumber air yang lebih baik (secara kualitas dan kuantitas)
serta pemeliharaan keanekaragaman hayati. Program ini memerlukan biaya dari
dana publik misalnya melalui pajak atau entry fee Penilaian ex-ante melalui
valuasi ekonomi dapat dilakukan untuk menentukan keinginan membayar (WTP)
dari masyarakat yang sekaligus mencerminkan penilaian masyarakat terhadap
sumber daya alam dan lingkungan. Jadi penilaian ekonomi atau lebih dikenal
dengan valuasi ekonomi dapat diartikan sebagai pemberian nilai uang
(monetisasi) terhadap aset alam yang tidak dipasarkan, di mana nilai yang
dihasilkan memiliki arti tertentu. Nilai WTP ini kemudian dapat dijadikan basis
bagi penentuant besaran pembiayaan pemeliharaan lingkungan atau memberikan
gambaran nilai ekonomi yang hilang jika lingkungan tersebut rusak.Kebijakan
publik atau tindakan individu juga bisa saja berdampak negatif pada SDAL,
sehingga mengubah layanan barang dan jasa yang dihasilkan dari SDAL yang
pada akhirnya akan mengubah kesejahteraan (well being) melalui perubahan
manfaat dan biaya. Analisis yang berkaitan dengan dampak negatif atau terkait
dengan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan ini kemudian menghasilkan
apa yang disebut damage assessment atau penilaian kerusakan. Freeman (2003)
menyatakan bahwa analisis ex-ante dan ex-post bukan alat pilihan kompetitif,
tetapi satu sama lain saling melengkapi (complementary).
Pada artikel tentang Valuasi ekonomi dan penilaian kerusakan kawasan
ekosistem mangrove di pulau tanakeke kabupaten takalar. Penebangan mangrove
di Pulau Tanakeke menyebabkan penurunan luas ekosistem mangrove secara
signifikan. Selama 41 tahun luas mangrove yang terdegradasi mencapai 1.545,55
ha atau 61,90% dari total 2.496.66 ha. Tujuan penelitian pada artikel tersebut
adalah menentukan nilai ekonomi ekosistem mangrove yang masih tersisa,
manentukan dampak apa saja yang dirasakan oleh masyarakat akibat kerusakan
ekosistem mangrove, mengestimasi kerugian ekonomi akibat kerusakan
ekosistem mangrove serta menentukan alternatif kebijakan pengelolaan
ekosistem mangrove di Pulau Tanakeke. Penelitian ini menggunakan metode
survei, pengambilan contoh dipilih secara purposive sampling. Analisis yang
digunakan adalah formula nilai ekonomi total (total economic value/TEV),
willingnes to accept (WTA), dan analisis regresi logistik.
Ekosistem mangrove menjadi sumberdaya yang menopang perekonomian
masyarakat Pulau Tanakeke. Lahan mangrove dikonversi menjadi lahan tambak
serta menjadi komoditas utamabahan baku untuk produksi arang, kayu bakar,
tiang rumput laut dan tiang jaring jermal/sero (bila). Kerusakan ekosistem
mangrove sangat berpengaruh terhadap sektor perikanan tangkap dan budidaya
perikanan di Pulau Tanakeke. Menyatakan bahwa kerusakan ekosistem
mangrove dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat pesisir, seperti
penurunan hasil tangkapan ikan dan berkurangnya pendapatan nelayan. Selain
itu, juga dapat merusak keseimbangan ekosistem dan habitat serta kepunahan
spesies ikan, dan biota laut yang hidup di dalamnya, serta abrasi pantai.
Hasil dari penelitian tersebut adalah nilai ekonomi ekosistem mangrove
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, mangrove di Pulau Tanakeke
merupakan salah satu penopang ekonomi masyarakat, valuasi ekonomi ekosistem
mangrove Valuasi ekonomi terhadap suatu sumberdaya alam dapat membantu
memberikan informasi data potensi nilai ekonomi suatu sumberdaya, Manfaat
langsung (direct use value/duv), manfaat langsung ekosistem mangrovedi Pulau
Tanakeke dijadikan sebagai bahan baku utama untuk produksi arang, kayu bakar,
tiang penyangga rumput laut dan jaring jermal/sero (bila). Selain itu, manfaat
langsung ekosistem mangrove juga diidentifikasi pada sektor perikanan tangkap
dan budidaya perikanan. Manfaat tidak langsung (indirect use value/iuv)
Menghitung manfaat tidak langsung ekosistem mangrove menggunakan metode
replacement cost. Manfaat tidak langsung dari ekosistem mangrove diperoleh
dari suatu ekosistem secara tidak langsung, yakni berupa manfaat fisik, biologis
dan ekologis, penelitian ini, potensi nilai ekonomi yang diteliti adalah fungsi fisik
ekosistem mangrove sebagai pemecah ombak dan potensi nilai ekonomi
simpanan karbon ekosistem mangrove, Nilai total ekonomi ekosistem mangrove
pulau tanakeke Nilai ekonomi total merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam
suatu sumberdaya. Nilai ini merupakan hasil penjumlahan dari seluruh nilai-nilai
yang telah dihitung sebelumnya.

Referensi Artikel:
Auliansyah, Tridoyo Kusumastanto, 2020. Valuasi ekonomi dan penilaian
kerusakan kawasan ekosistem mangrove di pulau tanakeke kabupaten takalar.
Jurnal FEB UNMUL , 16(1), pp. 72-83.

Anda mungkin juga menyukai