Disusun Oleh :
Reingga Katon Saputa
(191910601061)
Dosen Pengampu:
Fungsi dan peran dari SDAL tersebut dalam kehidupan manusia sebagian
bisa terlihat dari "nilai barang dan jasa dari SDAL melalui mekanisme pasar.
Perubahan harga pasar pada jenis-jenis komoditas dari alam seperti harga kayu,
minyak, atau bijih besi paling tidak mencerminkan ketersediaan dan permintaan
yang secara langsung mencerminkan nilai layanan SDAL pada kebutuhan
manusia. Namun demikian, tidak semua dari layanan yang diberikan oleh SDAL
tersebut mampu ditangkap oleh pasar.
Fenomena kegagalan pasar menyebabkan pasar tidak mampu menangkap
nilai yang sebenarnya dari layanan SDAL Sebagai contoh, kontroversi konversi
lahan untuk kelapa sawit di Sumatera dan. Kalimantan, menunjukkan fenomena
ini. Hasil dari kelapa sawit akan munculdalam aktifitas ekonomi berupa nilai jual
dari kelapa sawit yang kemudian memberikan nilai kepada individu dan
masyarakat dalam bentuk pendapatan atau kepada negara dalam bentuk pajak.
Namun, ancaman keanekaragaman hayati tidak muncul dalam mekanisme pasar
karenatidak ada pasar untuk layanan yang diberikan dari keanekaragaman hayati.
Demikian juga, pasar tidak menangkap harga untuk pencemaran sungai dan udara
sehingga menyebabkan terjadinya undervaluation terhadap layanan barang dan
jasa dari SDAL. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami konsep "nilai
dari SDAL. tersebut dan hal ini tidak bisa dilakukan dengan kerangka ekonomi
konvensional karena ketiadaan mekanisme pasar tadi.
2.2 Konsep nilai SDAL
2.2.1 Transmisi nilai SDAL terhadapt ekonomi dan kesejahteraan
Secara umum SDAL membangkitkan nilai ekonomi bagi manusia melalui
dua mekanisme dasar, yakni mekanisme langsung dan mekanisme tidak langsung
(Hanley dan Barbier 2009). Nilai langsung timbul ketika layanan tersebut dapat
dirasakan langsung bagi kesejahteraan manusia seperti halnya air jernih yang
dapat dinikmati langsung untuk diminum maupun dinikmati lewat kegiatan
wisata. Namun, jika air tersebut kemudian diambil oleh pabrik minuman
(misalnya minuman ringan atau air mineral) maka air tersebut menjadi faktor
produksi bagi pabrik. Jika kualitas air baik maka biaya produksi akan berkurang
dan harga. minuman ringan (soft drink) maupun air mineral yang dikonsumsi
oleh konsumen pun akan murah, demikian sebaliknya. Nilai yang
dibangkitkan dari proses ini merupakan nilai tidak langsung
Hampir senada dengan Hanley dan Barbier (2009), Freeman (2003) juga
melihat transmisi nilai dari SDAL ke ekonomi dan well being ini melalui dua
mekanise yakni apakah melalui sistem pasar atau tidak. Transmisi melalui sistem
pasar dilakukan melalui proses perubahan penyediaan barang dan jasa yang
mengubah harga dan biaya, sehingga akan mengubah pendapatan dan
kesejahteraan baik bagi produsen maupun konsumen. Transmisi melalui sistem
non-pasar terkait dengan penyediaan barang dan jasa yang tidak ditransaksikan di
pasar sepertidampak lingkungan bagi kesehatan, keindahan, kualitas udara dan
juga peluang untuk pemanfaatan rekreasi. Freeman (2003) lebih lanjut
menjelaskan bahwa transmisi nilai dari SDAL ini juga bisa terjadi secara
langsung maupun tidak langsung melalui sumber hayati lainya (living organism)
seperti ikan, tumbuh-tumbuhan atau hutan. Sumber daya. alam dan lingkungan
yang baik akan menghasilkan ikan atau hutan yang baik melalui proses
mekanismebiologi yang terjadi di alam sehingga akan menambah "nilai" bagi
kehidupan manusia. Tujuan akhir dari pemanfaatan SDAL adalah memberikan
"nilai bagi manusia yang akan mengubah kesejahteraan (well being) pada tingkat
agregat atau pada tingkat individu dan mikromelalui perubahan tingkat kepuasan
(sering diukur dengan konsep utility yang secara rinci akandijelaskan pada Bab 3).
Namun demikian, konsep "nilai" dalam sumber daya alam dan lingkungan sering
menimbulkan kerancuan karena perbedaan antara pemahaman "nilai" yangsempit
yang diartikan pada aspek pasar semata dan pemahaman "nilai" yang lebih
komprehensif yang tidak sekedar melihat aspek pasar dan monetisasi semata.
Dalam literatur ekonomi sumber daya alam dan lingkungan, konsep nilai
SDAL sering dibedakan antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
intrinsik merupakan konsep nilai dari aspek ekologi yang memandang bahwa
sesuatu memiliki nilai terlepas dari sesuatu tersebut dimanfaatkan atau tidak. la
memiliki nilai secara alamiah. Sementara nilai instrumental merupakan konsep
nilai dari aspek ekonomi yang menekankan pada ekivalensi moneter (setara
dengan nilai uang atau termonetisasi). Nilai intrinsik secara operasional sulit
diukur dan sering menimbulkan perdebatan dalam konsep dan pengukurannya
(Freeman 2003), sedangkan nilaiinstrumental relatif lebih mudah diukur dengan
cara mengidentifikasi tujuan pemanfaatan SDAL dan kontribusi komponen
SDAL terhadap pencapaian tujuan) tersebut. Oleh karena itu, fokus buku ini
adalah pada penilaian ekonomi (valuasi ekonomi) maka konsep nilai yang
menjadi fokus adalah nilai ekonomi dari sumber daya alam dan lingkungan yang
merupakan nilal instrumental dari SDAL.
Dalam perspektif ekonomi, tujuan dari kegiatan ekonomi adalah
meningkatkan kesejahteraan atau lebih luas lagi apa yang disebut sebagai well
being yang bukan saja melihat aspek kesejahteraan dari sisi peningkatan
pendapat, tetapi juga terkait dengan aspek lain seperti kesehatan, ketentraman,
kepuasan yang diperoleh dari nilai-nilai estetika. Sumber daya alam dan
lingkungan juga memberikan inspirasi bagi terciptanya produk-produk kreatif
yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan kata lain nilal ekonomi dari sesuatu diukur
dari kemampuannya untuk memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan
manusia. Dalam konteks sistem sumber daya alam dan lingkungan, Freeman
(2003) menegaskan lagi bahwa nilai ekonomi sistem SDAL terletak pada
kontribusi dari fungsi ekosistem dan layanan yang dapat diberikana terhadap
well-being manusia.
2.2.2 Klasifikasi nilai SDAL
Secara umum nilai ekonomi SDAL dibagi dalam dua kelompok yakni nilai
guna atau dikenal dengan use value dan nilai non-guna atau non-use value.
Konsep use value relatif tidak terlalusulit untuk diPahami. Use value adalah nilai
ekonomi yang berkaitan dengan pemanfaat in situ dari sumber daya alam dan
lingkungan, seperti pemanfaatan untuk konsumsi atau rekreasi. Nilai
pemanfaatan ini dalam literatur sering dibagi lagi ke dalam nilai pemanfaatan
langsung (direct use value) baik dalam bentuk konsumsi, seperti ikan untuk
dikonsumsi, minyak untuk energi, dan sebagainya, maupun nonkonsumsi, seperti
pemanfaatan rekreasi atau sekedar dinikmati sambil jalan-jalan. Pengukuran nilai
guna (use value) sering dilakukan melalui proksidari komoditas atau jasa yang
dipasarkan yang menjadi komplementerhadap SDAL, dan penilaiannya
didasarkan pada jumlah pembelian terhadap barang komplemen tersebut. Sebagai
contoh, jika yang dinilai adalah taman nasional (resource system) maka barang
komplemennya adalah tiket masuk dan jumlah kunjungan yang dilakukan. Jika
layanan dari sumber daya alam seperti ikan atau hasil hutan yang dikonsumsi
langsung maka proksi harga pasar dari komoditastersebut juga dapat dijadikan
instrumen pengukuran nilai ekonomi pemanfaatan langsung tersebut.
Kombinasi nilai guna (use value) dan nilai non-guna (non-use value) ini
menghasilkan apa yang disebut sebagai Total Economic Value atau TEV. Dalam
konteks pengukuran, meski padaawalnya konsep non-use value ini sulit diterima
sebagai suatu konsep pengukuran nilai ekonomi yang utuh, tetapi dalam
perkembanganya, konsep non-use value ini sudah diadopsi dalam ekonomi
mainstream, khususnya ekonomi sumber daya alam dan lingkungan sebagai salah
satu upaya untuk menangkap nilai yang sebenarnya dari layanan yang dihasilkan
dari SDAL Secara legal konsep non-use value bahkan diakui di Amerika sebagai
komponen yang harus disertakan dalam penilaian kerusakan sumber daya alam
dan lingkungan. Terminologi non-use value dalam literatur juga muncul dalam
berbagai istilah seperti existence value, instrinsic value, dan passive value.
Terminologi passive value kini lebih banyak diadopsi dan digunakan dalam
valuasi ekonomi dan penilaian kerusakan lingkungan sebagai pengganti
terminologi non-use value. Jika pengukuran nilai guna (use value) dapat
dilakukan melalui proksi harga pasar, tidak demikian halnya dengan non-use
value Komponen non-use value melibatkan jasa lingkungan dan atribut sumber
daya alam yang tidak dipasarkan, sehingga tidaklah tepat menggunakan
komoditas yang dipasarkan sebagai proksi. Dengan demikian pengukuran non-
use value ini memerlukan pendekatan tersendiri yang didalamnya mengukur juga
kontribusi atribut atau karakteristik dari SDAL pada well being individu atau
masyarakat.
Referensi Artikel:
Auliansyah, Tridoyo Kusumastanto, 2020. Valuasi ekonomi dan penilaian
kerusakan kawasan ekosistem mangrove di pulau tanakeke kabupaten takalar.
Jurnal FEB UNMUL , 16(1), pp. 72-83.