Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMANENAN HASIL HUTAN

ACARA III

PEMBUATAN TRASE JALAN SARAD DAN JALAN ANGKUTAN

Oleh:
Nama : Titan Anggia Nursanti
NIM : 20/459156/KT/09321
Co.Ass : Nisa Dwi Ariyanti
Shift : Rabu, 15.30 WIB

LABORATORIUM PEMANENAN HUTAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2022
ACARA III

PEMBUATAN TRASE JALAN SARAD DAN JALAN ANGKUTAN

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu:
1. Mempelajari cara-cara pembuatan rencana trase jalan angkutan
dengan peta Topografi.
2. Membuat rencana trase jalan angkutan di atas peta Topografi.
3. Mempelajari cara-cara pembuatan rencana trase jalan sarad dengan
peta Potensi Tegakan.
4. Membuat trase jalan sarad di atas peta Potensi Tegakan.

II. DASAR TEORI


Dalam pemanenan hasil hutan, terdapat beberapa tahapan. Setelah
dilakukan penebangan hasil hutan kemudian hasil tersebut diangkut melalui jalan
hutan. Jalan hutan berfungsi sebagai prasarana pengawasan, pengangkutan bibit,
material dan hasil hutan. Praktek pembuatan jalan hutan dapat bervariasi dalam
suatu tempat ke tempat lain bergantung dri banyak faktor-faktor seperti keadaan
medan kerja, peralatan yang digunakan, intensitas perlakuan terhadap jalan dan
sebagainya yang perlu dalam pembuatan jalan ada keseimbangan kondisi
kemiringan dan lebar. Jalan mempengaruhi kemampuan efektif truk angkutan
selain itu bahwa belokan yang lebar dan pandangan pengemudi ke depan jauh
sehingga dapat memperlancar kesiapan pengangkutan (Elias, 2008). Jaringan jalan
angkutan yang baik akan terwujud melalui perencanaan yang memperhatikan
beberapa aspek, yaitu aspek teknis, aspek ekonomis, dan aspek ekologis.
Tahapan penting dari pemanenan kayu adalah penyaradan. Di hutan tanah
kering, penyaradan dilakukan dengan menggunkaan alat-alat berat (traktor/skidder)
dan pengangkutannya dilakukan dengan menggunakan logging truck (Aspriansyah,
2002). Penyaradan merupakan tahap pertama dari pengangkutan kayu, yang
dimulai pada saat kayu diikatkan pada rantai penyarad di tempat tebangan
kemudian disarad ke tempat tujuan dan berakhir setelah kayu dilepaskan dari rantai
penyarad (Elias. 1987). Jaringan jalan sarad menghubungkan pohon yang ditebang
dengan tempat penimbunan sementara (TPn), landing, atau langsung ke tepi jalan
angkutan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun jaringan jalan
sarad meliputi:
1. Jalur-jalur sarad mampu menjangkau lokasi seluruh pohon yang akan ditebang.
2. Jalur sarad rata-rata minimal, perlu pula diperhatikan penentuan letak TPn.
3. Meminimalkan kerusakan lingkungan, misalnya jalur direnacanakan pada
tempat atau lokasi dengan kerapatan pohon inti atau permudaan yang relative
jarang.
4. Kelerengan jalan sarad diusahakan sesuai dengan kemampuan mendaki alat
sarad (gradeability), untuk mengurangi pekerjaan penggusuran dan
penimbunan dalam membuka jalur sarad (Supriyatno, dkk. 2009).
Jalan sarad yang optimal perlu pula memperhatikan volume dan kualitas
kayu yang akan dipanen selama rotasi, biaya konstruksi jalan, biaya pemeliharaan
jalan dan metode ekstraksi, serta biaya perpindahan ‘off road’ (Affek, 2017). Jika
tidak optimal, pembuatan jalan sarad dapat menimbulkan dampak negatif.
Penyaradan dapat menyebakan pemadatan tanah, terlebih di lokasi dengan lereng
curam. Pengelola hutan dapat berkontribusi dalam memgurangi pemadatan tanah
hutan dengan mendesain ulang rencana jaringan jalan sarad dan membuat
perencanaan operasi pemanenan dengan cermat. Manfaatnya yaitu meningkatnkan
efektivitas serta mengurangi biaya operasional dan keamanan yang lebih tinggi
selama pemanenan (Solgi, 2017).
Elias (2008) menyatakan bahwa berdasarkan fungsi dan standar teknisnya,
jalan hutan dibagi menjadi 5, yaitu : jalan koridor, jalan utama, jalan cabang, jalan
ranting, dan jalan sarad. Jalan koridor merupakan jalan hutan yang bersifat
permanen dan diperkeras yang menghubungkan areal hutan yang dikelola dengan
lalu lintas jalan umum atau sungai. Jalan utama adalah jalan hutan yang
menghubungkan bagian wilayah hutan yang dikelola satu sama lainnya, bersifat
permanen dan diperkeras. Jalan cabang merupakan jalan hutan yang berfungsi
menghubungkan antara petak atau kompartemen, bersifat permanen dan diperkeras.
Jalan ranting adalah jalan hutan yang menghubungkan kompartemen untuk
memperlancar kegiatan pengelolaan hutan, bersifat semi permanen dan tidak
diperkeras.Jalan sarad merupakan jalan hutan yang menghubungkan antara tunggak
kayu dengan tepi jalan ranting atau jalan cabang atau TPn, bersifat tidak permanen
dan tidak diperkeras.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu:
1. Kertas Kalkir
2. Busur derajat
3. Penggaris

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu:

1. Peta Topografi dengan skala tertentu


2. Peta Potensi Tegakan

IV. CARA KERJA


Langkah kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan jalan angkut
Peta topografi yang
digunakan diperhatikan,
meliputi skala yang Syarat gradien jalan
digunakan vertikal yang akan dibuat
interval (VI), dan diperhatikan.
horizontal equivalen
(HE).

Rencana jalan yang akan


dibuat tersebut digambar
sesuai dengan spesifikasi
jalan dan titik permulaan
serta terakhir, kemudian
mengukur jalan serta
kelerengan

Cara kerja dalam rencana pembuatan trase jalan sarad adalah dengan
mewarnai kertas kalkir yang telah dioverlay dengan warna yang berbeda untuk
setiap potensi tegakannya. Kemudian dibuat rencana jalan sarad dengan
memperhatikn syarat-syarat pembuatan jalan, sekaligus melakukan
perhitungan jumlah kontur yang dilewati, panjang jalan pada peta, slope dan
jarak lapangan.
2. Pembuatan jalan sarad
TPK pada perpotongan arah
jalan dengan sungai
diletakkan. Pada peta
Peta potensi hasil
potensi tegakan tersebut
inventore/cruising yang Merencanakan agar semua
dibuat garis-garis yang
disediakan dan keadaan alam kayu hasil tebangan akan
sejajar dengan sungai untuk
seperti sungai kondisi lain diangkut ke arah sungai
menolong penentuan arah
yang ada diperhatikan
trase jalan (bisa
memanfaatkan garis-garis
blok tebangan).

Setiap titik berat garis yang


Setiap garis sejajar kemudian
sejajar tersebut dihubungkan
dicari titik berat garisnya
untuk menentukan arah trase
dengan cara mengambil
jalan. Letak TPK adalah
potensi setiap blok sebagai
antara rencana jalan dengan
beban pada garis tersebut.
sungai.

Rencana pembuatan jalan sarad dimulai dengan memberi batas peta pohon
kemudian membuat garis-garis 2x2 cm. Kemudian dilakukan pendataan jumlah
pohon yang dapat ditebang pada setiap blok (pohon komersil). Langkah selanjutnya
adalah melakukan perhitungan Titik Berat. Setelah itu dibuat jalan angkut sesuai
dengan nilai TB dengan cara membuat garis tegak lurus jalan utama.

V. HASIL
Table 1. Rencana pembuatan trase jalan angkutan
Status HE peta HE lap.
Segmen A (n) VI A x VI Slope % Jarak lapangan Keterangan
jalan (cm) (m)
1 Utama 3 12.5 37.5 3 750 5 750.9369 Tidak Melewati Sungai
2 Utama 3 12.5 37.5 3.5 875 4.285714 875.8032 Tidak Melewati Sungai
3 Utama 6 12.5 75 3.5 875 8.571429 878.2084 Melewati Sungai
3.1 Cabang 6 12.5 75 2 500 15 505.5937 Tidak Melewati Sungai
4 Utama 6 12.5 75 4 1000 7.5 1002.8086 Tidak Melewati Sungai
4.1 Cabang 3 12.5 37.5 2.5 625 6 626.1240 Tidak Melewati Sungai
4.1.1 ranting 1 12.5 12.5 1 250 5.00 250.3123 Tidak Melewati Sungai
5 Utama 6 12.5 75 4 1000 7.5 1002.8086 Melewati Sungai

Table 2. Rencana pembuatan trase jalan sarad

Blok xi fi xi.fi Dot grid Pola jalur sarad


1 0 0
2 0 0
3 0 0
A 4 0 0 0 Pola tanduk rusa
5 0 0
6 0 0
Jumlah 0 0
1 0 0
2 0 0
3 5 15
B 4 6 24 4.26 Pola tanduk rusa
5 6 30
6 2 12
Jumlah 19 81
1 2 2
2 7 14
3 5 15
C 4 7 28 3.61 Pola tanduk rusa
5 12 60
6 0 0
Jumlah 33 119
1 2 2
2 5 10
3 6 18
D 4 4 16 3.62 Pola tanduk rusa
5 6 30
6 3 18
Jumlah 26 94
1 0 0
2 4 8
3 7 21
E 4 7 28 3.71 Pola tanduk rusa
5 4 20
6 2 12
Jumlah 24 89
1 0 0
2 0 0
3 3 9
F 4 8 32 4.63 Pola tanduk rusa
5 8 40
6 5 30
Jumlah 24 111
1 0 0
2 0 0
3 0 0
G 4 7 28 4.81 Pola tanduk rusa
5 5 25
6 4 24
Jumlah 16 77
1 0 0
2 0 0
3 0 0
H 4 5 20 5.00 Pola tanduk rusa
5 6 30
6 5 30
Jumlah 16 80
1 0 0
2 0 0
3 0 0
I 4 4 16 4.93 Pola tanduk rusa
5 8 40
6 3 18
Jumlah 15 74
1 0 0
2 0 0
3 0 0
J 4 2 8 5.00 Pola tanduk rusa
5 6 30
6 2 12
Jumlah 10 50
Gambar 1. Rencana pembuatan trase jalan angkutan

Gambar 2. Rencana pembuatan trase jalan sarad

Contoh perhitungan:

Jalan angkutan
● Vertikal Interval (VI) = skala/2000
= 25000/2000 = 12,5 m
● A x VI:
-S1 = 3 x 12,5 = 37,5 m
-S3 = 6 x 12,5 = 75 m
-S4.1.1 = 1 x 12,5 = 12,5 m
● He Lapangan = (He peta x skala) / 100
-S1 = (3 x 25000) / 100 = 750 m
-S3 = (3,5 x 25000) / 100 = 875 m
-S4.1.1 = (1 x 25000) / 100 = 250 m
● Slope = (A x VI) / He Lapangan x 100%
-S1 = (37,5/750) x 100 = 5 %
-S3 = (75/875) x 100 = 8,57%
-S4.1.1 = (12,5/250) x 100 = 5%
● Jarak lapangan = √((𝐴 𝑥 𝑉𝐼)2 + (𝐻𝑒 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛)2)

-S1 = √((37,5)2 + (750)2 = 750,94 m


-S3 = √((75)2 + (875)2 = 878,21 m

-S4,1 = √((12,5)2 + (250)2 = 250,31 m

Jalan Sarad
Titik berat = (Xi . Fi) / Fi
● TB B = 81 / 19 = 4,26
● TB C = 119 / 33 = 3,61
● TB D = 94 / 26 = 3,62

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan mengenai rencana pembuatan
trase jalan angkutan dan jalan sarad menggunakan peta potensi tegakan dan peta
pohon. Jalan angkutan adalah jalan yang digunakan untuk mengeluarkan hasil hutan
dari areal hutan sampai ke tempat penyimpanan atau tempat pengolahan kayu (TPN
ke TPK/langsung konseumen/industry). Jalan angkutan biasanya disebut juga
transportasi mayor. Sedangkan jalan sarad adalah jalan yang digunakan untuk
pengangkutan jarak pendek dari suatu areal tebangan ke TPN atau pinggir jalan
angkutan. Jalan sarad disebut juga sebagai transportasi minor.
Transportasi mayor dan transportasi minor memiliki berbagai perbedaan
dilihat dari beberapa kriteria, seperti jarak, lokasi pengangkutan, besar muatan,
sarana prasarana, dan kecepatan. Berdasarkan lokasi pengangkutannya, transportasi
mayor memindahkan hasil tebangan dari TPN ke TPK atau langsung ke tangan
konsumen/industri. Sedangkan transportasi minor memindahkan hasil tebangan dari
areal tebangan ke tempat penimbunan kayu (TPN). Hasil ini membuat jarak yang
ditempuh dari transportasi mayor lebih panjang daripada transportasi minor karena
memindahkan hasil tebangan dari areal hutan keluar kawasan. Berdasarkan besar
muatannya, transportasi minor mengangkut hasil tebangan lebih sedikit dikarenakan
berasal dari masing-masing areal hutan yang berbeda. Sedangkan transportasi
mayor lebih bamyak karena merupakan akumulasi dari proses pengumpulan hasil
tebangan dari berbagai petak areal tebangan. Sarana yang digunakan dalam proses
pengangkutan menggunakan truk. Sedangkan pada proses penyaradan, biasanya
digunakan bulldozer, skidder, sapi, manusia, dll. Berdasarkan kecepatannya, pada
proses pengangkutan berjalan lebih cepat daripada proses penyaradan. Hal ini dapat
dikarenakan kondisi jalan yang ditempuh pada transportasi mayor biasanya lebih
memadai dibandingkan dengan transportasi minor yang jalannya biasanya berupa
tanah/batu sehingga lebih sulit untuk dilalui.
Jalan angkut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori jalan, yaitu
jalan akses, jalan utama, jalan cabang, dan jalan ranting. Jalan akses adalah jalan
yang menghubungkan suatu kawasan hutan dengan kawasan di luar hutan. Jalan
utama adalah jalan yang dibuat untuk membagi kawasan hutan atau bagian hutan
yang satu dengan yang lain. Jalan cabang adalah jalan yang dibuat untuk membagi
blok-blok dalam suatu kawasan hutan. Terakhir, jalan ranting adalah jalan yang
membagi masing-masing blok menjadi petak-petak yang lebih kecil.
Praktikum kali ini dilakukan perencanaan pembuatan jalan angkutan dan jalan
sarad pada peta potensi tegakan dan peta pohon di HPH Suka-Suka. Pada pembuatan
rencana jalan angkutan dengan peta topografi memperhatikan beberapa hal seperti
panjang rencana trase jalan, banyak garis kontur yang dilewati, maupun syarat nilai
slope atau kemiringan maksimum dari masing-masing jalan yang akan dibuat. Pada
jalan utama dibuat dengan panjang maksimum pada peta topografi yaitu sepanjang
4 cm dengan kemiringan maksimum 10%. Sedangkan pada jalan cabang panjang
jalan maksimumnya yaitu 3 cm dengan nilai slope maksimum 15%. Pada jalan
ranting panjang jalannya 2,4 cm dengan slope maksimal 18%. Selain itu, pembuatan
jalan angkutan juga memperhatikan potensi tegakan yang akan ditebang. Jalan
angkutan dibuat melewati petak-petak yang memiliki potensi tegakan yang besar.
Pembuatan jalan angkutan juga melihat aspek sungai yang akan dilewati. Adanya
jalan yang melintasi sungai tentu akan menambah biaya produksi jembatan untuk
dapat melaluinya sehingga direkomendasikan dalam pembuatan jalan angkutan
untuk meminimalisir jalan yang melintasi area sungai. Pada rencana pembuatan
jalan sarad dilakukan dengan membagi peta pohon menjadi grid-grid kecil
berukuran 2x2 cm untuk dihitung jumlah pohon di masing-masing grid. Hal ini
untuk menentukan grid mana yang paling efektif dan memberikan keuntungan
terbesar untuk pembuatan jalan saradnya. Selain itu pembuatan jalan sarad juga
harus dibuat membentuk sudut siku-siku atau tegak lurus dengan jalan angkutan.
Pada perencanaan pembuatan jalan untuk pemanenan hasil hutan untuk
mengeluarkan kayu dari areal hutan dibuat jalan yaitu jalan angkutan. Pada
praktikum kali ini pembuatan jalan angkutan dibagi menjadi 5 segmen jalan utama,
2 segmen jalan cabang, dan 1 segmen jalan ranting. Jalan utama dibuat untuk
membelah kawasan hutan menjadi dua bagian dengan memperhatikan kondisi
topografi dan potensi tegakannya. Hal ini menyebabkan pada ruas jalan utama
memiliki kemiringan yang bervariasi. Sebagai perbandingan, segmen 1 memiliki
jarak lapangan sebesar 750,94 km dengan slope 5%. Sedangkan pada segmen 2
memiliki slope sebesar 4,29% dengan panjang jarak lapangan sebesar 875,80 km.
Kemiringan ini masih dapat ditolerir karena masih berada di angka maksimal 10%
sehingga dianggap masih dalam protokol Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
yang berlaku. Selain itu, dibuat juga 2 segmen jalan cabang agar dapat mencapai
petak yang tidak dapat dilalui oleh jalan utama namun memiliki potensi tegakan
yang besar yaitu pada petak J dan petak K. Selanjutnya jalan ranting dibuat pada
segmen jalan cabang petak K untuk menjangkau petak N. Dari pembuatan jalan
angkutan ini dapat dihitung potensi tegakan yang dilalui oleh jalan angkutan yang
akan dibuat sebesar 4.363 m3 dari 6.533 m3 potensi tegakan di kawasan HPH Suka-
Suka.
Rencana pembuatan jalan sarad ditujukan untuk memindahkan kayu dari areal
tebangan ke tempat penyimpanan di dalam hutan atau ke pinggir jalan angkutan
untuk selanjutnya dibawa ke areal hutan. Rencana pembuatan jalan sarad didasarkan
dengan pembuatan dot grid atau titik berat untuk menentukan di daerah mana jalan
sarad memiliki efektivitas yang besar. Dari praktikum kali ini, dibuat rencana jalan
sarad di HPH Suka-Suka dengan membagi kawasan menjadi beberapa dot grid
dengan didapatkan 9 jalan sarad yang terhubung ke jalan angkutan. Pada blok B
hingga D jalan sarad dibuat di selatan jalan angkutan. Sedangkan pada blok E hingga
blok J jalan sarad direncanakan dibuat di utara jalan angkutan. Hal ini dikarenakan
jumlah pohon yang ada di masing-masing blok. Analisis dari penghitungan yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa daerah di utara jalan angkutan memiliki jumlah
pohon dan potensi tegakan yang lebih besar.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Cara-cara pembuatan jalan angkutan memperhatikan beberapa hal seperti slope,
panjang trase jalan per segmen, kondisi medan seperti adanya sungai, dan
potensi tegakan di masing-masing petak. Jalan angkutan selanjutnya dibagi
menjadi 3 jenis jalan, yaitu jalan utama dengan panjang maksimal 4 cm dan
slope 10%, jalan cabang dengan panjang maksimal 3 cm dan slope 15% dan
jalan ranting dengan panjang maksimal 2,4 cm dan slope 18%.
2. Pembuatan rencana jalan angkutan pada HPH Suka-Suka didasarkan pada
topografi dan potensi tegakan di kawasan sehingga direncanakan dibuat 5
segmen jalan utama, 2 segmen jalan cabang, dan 1 segmen jalan ranting dengan
nilai potensi tegakan sebesar 4.363 m3.
3. Pembuatan jalan sarad didasarkan pada perhitungan titik berat menggunakan dot
grid pada peta pohon yang ada. Masing-masing dot grid dihitung jumlah
pohonnya untuk selanjutnya dilakukan penghitungan masing-masing titik berat
di masing-masing blok. Hal ini ditujukan agar didapatkan jalan sarad terpendek
dengan potensi tegakan terbesar.
4. Pembuatan jalan sarad di HPH Suka-Suka dibuat dengan menyambungkan areal
tebangan dengan jalan angkut yang ada dengan membagi areal hutan menjadi 10
blok. Dari 10 blok yang ada didapatkan 3 jalan sarad di selatan jalan angkut pada
blok B hingga blok D dan 6 jalan sarad di utara jalan angkut pada blok E hingga
blok J.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Affek, A. N. (2017). Impacts of modern mechanised skidding on the natural and
cultural heritage of the Polish Carpathian Mountains. Forest ecology and
management, 405: 391-403.
Aspriansyah. (2002). Evaluasi Gejala Kelelahan Pekerja Penyaradan Sistem Kuda-
Kuda: Studi Kasus Di Areal Hph Pt. Yos Raya Timber, Provinsi Riau. IPB.
Bogor.
Elias. (1987). Analisis Biaya Eksploitasi Hutan. IPB Press. Bogor.
Elias. (2008). Pembukaan Wilayah Hutan. IPB Press. Bogor.
Solgi, Ahmad. (2017). Combined Effects of Skidding Direction, Skid Trail Slope
and Traffic Frequency on Soil Disturbance in North Mountainous Forest of
Iran. Croatian Journal of Forest Engineering: Journal for Theory and
Application of Forestry Engineering, 38(1): 97-106.
Suhartana, Sona, dan Yuniawati. (2008). Analysis of Using Efficient Logging Tools
at Pt. Purwa Permai In Central Kalimantan. Journal Of Forestry Research
5: 53 – 64.
Supriyatno, Nunuk dan Haryanto. (2009). Buku Ajar Pemanenan Hasil Hutan.
Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
IX. LAMPIRAN
Lampiran 1. Forest Ecology and Management

Lampiran 2. Evaluasi Gejala Kelelahan Pekerja Penyaradan Sistem Kuda-Kuda:


Studi Kasus Di Areal Hph Pt. Yos Raya Timber, Provinsi Riau
Lampiran 7. Journal Of Forestry Research

Anda mungkin juga menyukai