Anda di halaman 1dari 4

Nama : Windi Natavia Winarta

Kelas B

NIM : C021181020

Essay Membina Ke-Kita an dalam Keluarga dengan Kepelbagaian Budaya

Keluarga dengan kepelbagaian budaya akan timbul simbol-simbol dalam


berkomunikasi yang bisa saja tidak dapat dipahami satu sama lain. Hal ini sering
memicu konflik dalam keluarga dengan kepelbagaian budaya. Untuk memahami
komunikasi yang baik, seorang suami perlu memahami ucapan istrinya yang
berasal dari Jawa. Begitupun suami yang berkomunikasi dengan dialek papua
yang sering terkesan sedang marah (Sandi, 2014). Membina ke kita-an tentu saja
dengan meningkatkan interaksi satu sama lain. Namun, perbedaan budaya menjadi
tantangan tersendiri bagi keluarga untuk meningkatkan hal tersebut. Anggota
keluarga perlu mengenali satu sama lain dengan baik, terutama pada pasangan
suami istri yang berbeda kebudayaan. Beberapa nilai dan pandangan akan berbeda
pada suatu cara komunikasi tersebut. Untuk itu, penting bagi anggota saling
mengenal satu sama lain kebiasaan anggota yang satu dengan yang lainnya dalam
berkomunikasi, seperti bagaimanakah ketika dia sedang marah, sedih, senang dan
sebagainya. Hal ini penting dilakukan karena setiap budaya memiliki cara berbeda
dalam mengkomunikasi perasaan-perasaan tersebut. Terutama jika anggota
keluarga memiliki dialek yang sangat berbeda satu sama lain, seperti Papua yang
dikenal dengan dialek kasar sedangkan Jawa dikenal dengan kelembutannya.
Keluarga dengan berbeda budaya individualis dan kolektivis juga memiliki
dinamikanya tersendiri. Budaya individualis menekankan kemandirian dan
memiliki hak atas hal privasinya. Sedangkan, budaya kolektivis menekankan
kesetiaan dan juga bersesama mengambil keputusan (Carteret, 2010). Tantangan
perbedaan budaya individualistis dan kolektivis dalam keluarga juga berpengaruh
terhadap membina ke-kita an dalam keluarga. Seorang istri dari budaya
individualistis perlu belajar untuk meredakan egonya dan turut bersesama
mengambil keputusan ataupun beberapa hal dilakukan bersama. Sedangkan,
suami dari budaya kolektivis juga perlu untuk memberikan ruang pribadi bagi istri
dengan nilai kemandirian dan sebagainya. Hal yang penting untuk membina ke
kita-an dalam keluarga dengan kepelbagaian budaya adalah saling memahami satu
sama lain bahwa ada ruang untuk sendiri dalam beberapa hal dan ada juga yang
perlu untuk dilakukan bersama. Dengan harapan, anggota keluarga dapat saling
memahami dan menghargai keinginan satu sama lain.
Berkaitan pengambilan keputusan yang diambil oleh orang tua, seorang anak
yang telah dewasa telah memiliki keluarganya sendiri. Pada budaya
individualistis, anak yang telah dewasa bisa menggunakan haknya untuk
mengambil keputusan sendiri. Sedangkan, budaya kolektivis selalu ingin memiliki
keterjalinan yang kuat dengan anaknya bahkan dalam mengambil keputusan
(Carteret, 2010). Keluarga dengan kepelbagaian budaya juga pasti memiliki pola
asuh yang berbeda. Untuk itu, penting bagi suami istri merundingkan bersama
keputusan yang akan diambil dengan saling menyeimbangkan nilai yang dipegan
satu sama lain. Kekita-an dalam keluarga tidak akan terjadi jika sering timbul
konflik perbedaan pendapat dari orang tua. Konflik yang timbul dalam keluarga
justru akan membuat sistem keluarga tidak seimbang. Maka dari itu, membina ke
kita-an perlu mempertimbangkan perbedaan pendapat yang ada dengan
memikirkan secara bersesama keputusan apa yang akan diambil.
Pada dasarnya, penting untuk mempertimbangkan tekanan yang besar saat
menghadapi keluarga yang sedang berada dalam proses akulturasi karena akan
ada perubahan mendadak secara radikal. Orang tua yang baru saja bermigrasi
sering kali selaras dengan budaya negara asal, sementara keturunan mereka
cenderung lebih cepat beradaptasi dengan budaya dominan. Hal ini bisa
menimbulkan konflik antar generasi (Carteret, 2010). Perbedaan budaya tidak
boleh menjadi halangan bagi kita untuk berkomunikasi. Walaupun seorang anak
cepat mengadopsi nilai-nilai dari luar, intensitas komunikasi harus tetap
dipertahankan. Dengan begitu, anak dapat mengadopsi nilai budaya lain tanpa
menghilangkan nilai-nilai asli dalam keluarga. Anak perlu menjaga komunikasi
dalam keluarga walaupun memiliki kesibukan satu sama lainnya. Jika terjadi
perbedaan pendapat dengan orang tua, sebagai anak penting untuk
mengkomunikasikan hal yang diinginkannya dan penting bagi mereka kepada
orang tua hingga menemukan jalan tepat bersama. Kompromi terhadap
permasalahan, yang mana berani untuk melepaskan dan seberapa banyak yang
ingin dipertahankan hingga mencapai pemahaman bersama.
Membina ke kita-an dalam keluarga dengan kepelbagaian budaya juga dapat
dilakukan dengan lebih sering berbagi satu sama lain. Berbagi dalam hal ini yaitu
sesama anggota keluarga dengan interaksi yang berfokus pada nilai-nilai bersama.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh anak adalah berfokus pada cara-cara
positif bagaimana membangun hubungan yang lebih kuat dengan orang tua.
Selain itu, ciptakanlah peluang untuk kegiatan bersama, yang berdasarkan pada
nilai-nilai keluarga. Tekankan pada apa yang menjadi nilai bersama dibanding
perbedaan, jadi carilah kegiatan bersama berdasarkan kesamaan minat.
Keluarga dengan kepelbagian budaya cenderung terjadi konflik jika terjadi
perbedaan pendapat yang mana membuat komponen keluarga saling menentang
satu sama lain. Namun, konflik perbedaan pendapat ini tidak boleh menghambat
kita untuk membina ke-kita an dalam keluarga. Maka dari itu, apapun yang
menjadi pertentangannya, bersedialah untuk mendengarkan satu sama lain.
Dengan begitu, masing-masing dari kita dapat lebih mudah menerima sudut
pandang yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Carteret, M. (2010, November 2). Cultural dfferences in family dynamics.
Dimension of Culture.

Reachout.com. (n.d.). Retrieved from Cultural identity : Conflict between family


and culture.

Sandi, D. R. (2014). Komunikasi interpersonal pada keluarga beda budaya. The


Messanger, 6(1), 29-33.

Anda mungkin juga menyukai