Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM RISET DAN MANAJEMEN SATWA LIAR

Disusun Oleh:
Adrika Novitasari (19/445467/KT/09065)

LABORATORIUM SATWA LIAR


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar ini disusun sebagai tugas akhir dari
Praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar serta sebagai syarat dalam responsi Praktikum Riset
dan Manajemen Satwa Liar, yang telah disahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Yogyakarta, Maret 2022


Co Ass Praktikan

Anggana Respati L. Adrika Novitasari


NIM. 18/430111/KT/08800 NIM. 19/445548/KT/09144

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karunianya kami
dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Resmi Praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar.
Laporan resmi ini ditujukan sebagai kewajiban untuk memenuhi syarat penilaian dari Praktikum
Riset dan Manajemen Satwa Liar. Laporan Resmi Praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar
ini tidak akan selesai tanpa pihak-pihak yang mendukung dan membantu. Ucapan terima kasih
kami sampaikan kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kelancaran dalam menyelesaikan
laporan ini
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
3. Bapak Subeno dan Bapak Sandy selaku dosen pembimbing mata kuliah Riset dan
Manajemen Satwa Liar.
4. Tim Co-Assisten yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga laporan ini data
terselesaikan dengan baik.
5. Teman-teman Shift 1 yang telah bekerja sama dalam pengambilan data lapangan dan
koordinasi yang baik dalam berjalannya praktikum.
6. Teman-teman kelompok 1 yang telah bekerja sama hingga akhir penyusunan laporan.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan ini yang tidak bias penulis
sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa laporan resmi ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu,
penulis menerima kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, Maret 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................2

Halaman Pengesahan..................................................................................................................3

Daftar Isi.....................................................................................................................................4

Pengaruh Faktor Biotik dan Abiotik Terhadap Jumlah Individu Burung Cekakak Jawa (Halcyon
Cyanoventris) di Petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I................................................6
1.1. Pendahuluan.......................................................................................................................6
1.2. Metode...............................................................................................................................7
1.3. Hasil...................................................................................................................................8
1.4. Pembahasan.....................................................................................................................10
1.5. Kesimpulan......................................................................................................................12
1.6. Saran................................................................................................................................12
Daftar Pustaka ..........................................................................................................................12
Pengaruh Faktor Biotik dan Abiotik Terhadap Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Petak
5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I....................................................................................14
1.1. Pendahuluan.....................................................................................................................14
1.2. Metode.............................................................................................................................15
1.3. Hasil.................................................................................................................................16
1.4. Pembahasan.....................................................................................................................18
1.5. Kesimpulan......................................................................................................................19
1.6. Saran................................................................................................................................20
Daftar Pustaka...........................................................................................................................20
Studi Kelayakan Hutan Pendidikan Wanagama I Sebagai Tempat Restorasi Rusa Jawa (Rusa
timorensis).................................................................................................................................21
1.1. Pendahuluan.....................................................................................................................21
1.2. Metode.............................................................................................................................22
1.3. Hasil.................................................................................................................................24
1.4. Pembahasan.....................................................................................................................25

4
1.5. Kesimpulan......................................................................................................................26
1.6. Saran................................................................................................................................26
Daftar Pustaka...........................................................................................................................27

5
PENGARUH FAKTOR BIOTIK DAN ABIOTIK TERHADAP JUMLAH INDIVIDU
BURUNG CEKAKAK JAWA (Halcyon cyanoventris) DI PETAK 5,13,16 HUTAN
PENDIDIKAN WANAGAMA I
Adrika Novitasari
Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: adrika.n@mail.ugm.ac.id

ABSTRAK
Burung Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) merupakan burung endemik Jawa Bali. Habitatnya di hutan
primer, hutan sekunder, riparian, sekitar perairan terbuka, rawa, perkebunan. Kawasan Hutan Pendidikan Wanagama
I terdapat 4 tipe habitat berbeda. Keanekaragaman tipe habitat ini berpeluang memberikan pengaruh pada kondisi
faktor biotik dan abiotik di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasikan jumlah individu burung
Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I dan mengidentifikasi pengaruh faktor biotik dan
abiotik terhadap jumlah individu burung Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I. Hasil
penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai estimasi populasi burung Cekakak Jawa serta kondisi
habitat yang ada di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I. Pengamatan dilakukan di petak 5,13,16 Hutan
Pendidikan Wanagama I pada hari Sabtu, tanggal 27 November 2021. Pengambilan data dilakukan menggunakan
metode point count untuk mengestimasikan jumlah individu burung dan metode protocol sampling dan nested
sampling untuk data habitat biotik dan abiotik. Analisis data dilakukan dengan analisis regresi linier berganda
menggunakan model Generalized Linear Model (GLM) dengan software R-Studio. Berdasarkan hasil penelitian,
diestimasikan terdapat 6 (enam) individu Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh faktor biotik dan abiotik terdapat 6 (enam) variabel yang mempengaruhi jumlah
individu Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I, yaitu kelerengan, jumlah jenis pancang,
jumlah jenis pohon, jumlah individu pancang, kerapatan pancang dan volume daun 30 cm.
Kata kunci: Burung Cekakak Jawa, Hutan Pendidikan Wanagama I, Faktor Biotik dan Abiotik.

PENDAHULUAN di kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I.


Kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I Burung Cekakak Jawa merupakan burung
(HPW I) dikelola dan dijadikan sebagai hutan endemik Jawa Bali. Habitatnya di hutan primer,
pendidikan oleh Fakultas Kehutanan Universitas hutan sekunder, riparian, sekitar perairan
Gadjah Mada. Hutan Pendidikan Wanagama I terbuka, rawa, perkebunan (Mustari, 2020).
dilalui oleh beberapa sungai besar maupun Cekakak Jawa lebih cenderung menghindari
sungai-sungai kecil. Sungai besar yang melalui hutan hujan yang terlalu lembab dengan kanopi
kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I adalah tertutup, namun keberadaannya dapat ditemukan
sungai Oyo. Kawasan Hutan Pendidikan hanya masuk beberapa meter kedalam hutan
Wanagama I dan sekitarnya merupakan habitat terutama pada jalan tepi dan jalan setapak
52 jenis burung dari 28 familia (Emu, 2012). (MacKinnon, 1991). Burung Cekakak Jawa
Burung merupakan salah satu satwa yang biasanya dijumpai hidup soliter atau berpasangan
terdapat hampir di setiap tempat, tetapi untuk dan memiliki perilaku bertengger pada cabang
hidupnya memerlukan syarat-syarat tertentu pohon, tiang, atau kabel ditempat terbuka saat
yaitu adanya kondisi habitat yang cocok, baik, mencari makan. Burung Cekakak Jawa
serta aman dari segala macam gangguan. mengamati mangsa dari tempat bertengger lalu
Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) terbang ke bawah untuk menangkapnya seperti
merupakan salah satu spesies burung yang hidup serangga dan ikan (Fry and Fry, 2010).

6
Kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I
terdapat 4 tipe habitat berbeda, yaitu tipe
agroforestri, tipe semak belukar, hutan tua
dengan sistem monokultur, dan hutan muda
dengan sistem polikultur (Purnomo dan Uswadi,
2012). Keanekaragaman tipe habitat ini
berpeluang memberikan pengaruh pada kondisi
faktor biotik dan abiotik di dalamnya. Oleh
karena itu penelitian ini dilakukan guna untuk
mengestimasi jumlah individu Cekakak Jawa dan
Gambar 1. Desain Plot Point Count
mengidentifikasi pengaruh faktor biotik dan
Untuk pengambilan data kepadatan semak,
abiotik terhadap jumlah individu burung
volume daun, persen tutupan tajuk dan tumbuhan
Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan
bawah dilakukan dengan metode protocol
Pendidikan Wanagama I. Hasil penelitian ini
sampling. Pengambilan data kepadatan semak
diharapkan dapat menjadi dasar pengelolaan
dilakukan dengan menggunakan tongkat
burung Cekakak Jawa terutama di wilayah Hutan
sepanjang 1 meter. Pengukuran volume daun
Pendidikan Wanagama I kedepannya.
dilakukan dengan density board pada keempat
arah mata angin. Persen tutupan tajuk dan
METODE
tumbuhan bawah dilakukan dengan
Lokasi dan Waktu
menggunakan tabung okuler.
Penelitian dilakukan di Hutan Pendidikan
Wanagama I yang berlokasi di Kecamatan
Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Penelitian dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 27
November 2021.
Alat dan Bahan
Pada penelitian ini mengunakan alat
berupa GPS, tabung okuler, sling-psychrometer,
suunto clinometer, density board, hagameter, pita Gambar 2. Desain Plot Protocol Sampling
meter, roll meter, kompas, tallysheet dan alat Kerapatan vegetasi dilakukan dengan
tulis. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu menggunakan metode nested sampling. Metode
peta kerja kawasan Hutan Pendidikan Wanagama nested sampling dilakukan dengan pembuatan
I dan burung Cekakak Jawa di Hutan Pendidikan plot berukuran 2x2 meter untuk pengamatan
Wanagama I. semai, 5x5 meter untuk pengamatan sapihan,
Pengambilan Data 10x10 meter untuk pengamatan tiang, dan 20x20
Pengamatan burung Cekakak Jawa meter untuk pengamatan pohon.
dilakukan dengan metode point count. Pengamat
berdiri di titik tertentu pada habitat yang diteliti
dengan mencatat perjumpaan terhadap burung
dalam rentang waktu 10 menit. Titik Pengamatan
berjarak 200 meter dan diatur secara sistematik.

Gambar 3. Desain Plot Nested Sampling

7
Pengukuran suhu dan kelembaban udara keterangan:
dilakukan menggunakan alat ukur sling- D = kepadatan semak (ind/ha)
psychrometer pada setiap titik pusat plot. Suhu I = jumlah individu semak yang terkena tongkat
yang diambil merupakan suhu basah dan suhu H = lebar tongkat (1 meter) x panjang garis transek (2
x 22,6 meter)
kering. Kelembaban diperoleh dengan
Analisis data kerapatan vegetasi dihitung
menyelaraskan suhu basah dan suhu kering.
dengan rumus:
Jarak dengan sumber air (JDSA) terdekat dengan
Jumlah individu
petak dan ketinggian tempat dilakukan dengan Kerapatan =
menggunakan GPS pada setiap titik pusat plot. luas petak ukur
Kelerengan diukur menggunakan alat Suunto Analisis volume daun dihitung dengan
clinometer. rumus:
Jumlah kisi dengan nilai plus
Analisis Data x 100%
Jumlah total kisi setiap interval
Analisis data individu burung dilakukan
dengan tabulasi pada setiap plot. Untuk analisis Analisis data abiotik ditabulasikan dalam
data persen tutupan tajuk dan tumbuhan bawah tabel, dimana variabel suhu dengan satuan
dilakukan dengan mengunakan rumus sebagai celcius (⁰C), kelembaban dan kelerengan dengan
berikut (Noon, 1981): satuan persen (%), JDSA dengan satuan meter
P (m) dan ketinggian dengan satuan meter diatas
C= x 100%
n permukaan laut (mdpl).
Keterangan: Analisis pengaruh faktor biotik dan abiotik
C = persen tutupan tajuk atau persen tutupan terhadap jumlah Cekakak Jawa (Halcyon
tumbuhan bawah cyanoventris) dilakukan dengan analisis regresi
P = jumlah terlihatnya tajuk atau tumbuhan bawah linier berganda menggunakan model Generalized
n = jumlah titik pengamata pada protocol sampling Linear Model (GLM) dengan software R studio.
(21 titik)
Analisis data kepadatan semak dihitung
dengan rumus:
10000
D=1x
H

HASIL Berdasarkan hasil uji normalitas yang


Tabel 1. Jumlah Individu Cekakak Jawa di Petak diperoleh menunjukkan hasil sebaran data yang
5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I tidak normal karena terdapat variabel yang
No Petak Jumlah Individu Cekakak Jawa memiliki nilai p-value yang kurang dari 0,05.
1 5 6 Oleh Karena itu, kemudian dilakukan analisis
2 13 0 regresi menggunakan model Generalized Linear
3 16 0 Model (GLM).
Jumlah 6
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
penelitian ini, diestimasikan terdapat 6 individu
Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) di petak
5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I. Dari 3
petak yang diamati, Cekakak Jawa dijumpai pada
petak 5 sebanyak 6 individu.

8
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi dengan Model Generalized Linear Model (GLM)
  Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) Ket
(Intercept) -0.277508 0.151034 -1.837 0.072911 .
Kelerengan 0.007591 0.003069 2.473 0.017336 *
Jml Jns Pcg -0.196724 0.095887 -2.052 0.046187 *
Jml Jns Phn -0.099743 0.043794 -2.278 0.027669 *
Jumlah Pancang -0.295956 0.083271 -3.554 0.000920 ***
Krptn Pcg 8.200536 1.929.137 4.251 0.000109 ***
Vd_30 0.003566 0.001506 2.369 0.022317 *
Null deviance 7,2941 on 50 degrees of freedom
Residual deviance 3,8568 on 44 degrees of freedom
AIC 29,05
Signif. Codes 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Berdasarkan analisis regresi tersebut, terdapat 6 variabel yang berpengaruh terhadap jumlah
individu Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I yaitu kelerengan, jumlah jenis
pancang, jumlah jenis pohon, jumlah individu pancang, kerapatan pancang dan volume daun 30 cm.
Persamaan regresi yang diperoleh dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = -0,277508+ (0,007591)X1 + (-0,196724)X2 + (-0,099743)X3 + (-0,295956)X4 + (8,200536)X5 +
(0,003566)X6
Keterangan:
X1 = Kelerengan X4 = Jumlah pancang
X2 = Jumlah jenis pancang X5 = Kerapatan pancang
X3 = Jumlah jenis pohon X6 = Volume daun 0-30 cm

Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan


Pendidikan Wanagama I.

Gambar 5. Grafik Coplot Pengaruh Jumlah Jenis


Pancang Terhadap Jumlah Cekakak Jawa
Berdasarkan hasil grafik coplot dapat
Gambar 4. Grafik Coplot Pengaruh Kelerengan diketahui bahwa jumlah jenis pancang pada
Terhadap Jumlah Cekakak Jawa rentang 0-1 memiliki sensitivitas terhadap
Berdasarkan hasil grafik coplot dapat kehadiran Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan
diketahui bahwa kelerengan pada rentang 15- Pendidikan Wanagama I.
54% memiliki sensitivitas terhadap kehadiran

9
kehadiran Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan
Pendidikan Wanagama I.

Gambar 6. Grafik Coplot Pengaruh Jumlah Jenis


Pohon Terhadap Jumlah Cekakak Jawa
Berdasarkan hasil grafik coplot dapat
diketahui bahwa jumlah jenis pohon pada Gambar 9. Grafik Coplot Pengaruh Volume
rentang 1-3 memiliki sensitivitas terhadap Daun 30 cm Terhadap Jumlah Cekakak Jawa
kehadiran Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan Berdasarkan hasil grafik coplot dapat
Pendidikan Wanagama I. diketahui bahwa volume daun 0-30 cm pada
rentang 33-97% memiliki sensitivitas terhadap
kehadiran Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan
Pendidikan Wanagama I.

PEMBAHASAN
Pada penelitian membahas
mengenai pengaruh faktor biotik dan
abiotik terhadap jumlah individu
Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan
Gambar 7. Grafik Coplot Pengaruh Jumlah
Pendidikan Wanagama I. Untuk
Pancang Terhadap Jumlah Cekakak Jawa
mengetahui faktor apa saja yang
Berdasarkan hasil grafik coplot dapat
berpengaruh terhadap jumlah individu
diketahui bahwa jumlah individu pancang pada
Cekakak Jawa maka dilakukan
rentang 0-2 memiliki sensitivitas terhadap
pengambila data biotik dan abiotik pada
kehadiran Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan
masing-masing petak pengamatan.
Pendidikan Wanagama I.
Faktor biotik dan abiotik disini sebagai
variabel independen atau yang
mempengaruhi, sedangkan variabel
dependennya yaitu jumlah individu
Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan
Pendidikan Wanagama I. Dari hasil
pengamatan yang diperoleh
diestimasikan terdapat 6 individu
Cekakak Jawa di ketiga petak tersebut.
Pada pengamatan kali ini Cekakak Jawa
Gambar 8. Grafik Coplot Pengaruh Kerapatan
dijumpai di petak 5. Pada petak 5
Pancang Terhadap Jumlah Cekakak Jawa
memiliki kondisi yang mendukung untuk
Berdasarkan hasil grafik coplot dapat
habitat Cekakak Jawa. Hal ini dapat
diketahui bahwa kerapatan pancang pada rentang
dilihat dari hasil analisis yang
0,03-0,11 n/m2 memiliki sensitivitas terhadap

10
menunjukkan kelerengan berpengaruh Variabel jumlah jenis pancang dan
posistif dan memiliki sensitivitas pada jumlah jenis pohon memberikan
rentang 15-54%. Kelerengan di petak 5 pengaruh negatif. Hal ini diduga
yaitu pada rentang 25-67% dengan rata- Cekakak Jawa hanya menyukai jenis
rata 49,5%. Kondisi ini relatif lebih atau spesies tertentu saja yang dapat
curam dari pada kondisi 2 petak lainnya. menjadi sumber pakan bagi Cekakak
Pada petak 13 memiliki kelerengan 5- Jawa, contohnya pada jenis gamal
46% dan petak 16 memiliki kelerengan (Gliricidea sepium). Serangga sebagai
4-40%. Selain itu kondisi petak 5 juga salah satu pakan bagi Cekakak Jawa
memiliki tutupan vegetasi yang relatif dapat ditemui pada bunga gamal karena
rapat dari pada kedua petak yang bunga tersebut menghasilkan madu yang
lainnya, sehingga kondisi ini dapat dimanfaatkan lebah dan berbagai jenis
digunakan Cekakak Jawa untuk serangga lainnya. Serangga-serangga
belindung, istirahat dan mencari pakan. inilah kemudian menjadi mangsa bagi
Cekakak Jawa (Wiersun & Nitis 1997
Dari hasil uji normalitas terdapat
dalam Purnomo dan Usmadi, 2012).
variabel yang memiliki nilai signifikan
kurang dari 0,05. Hal ini berarti data Variabel jumlah individu pancang
tersebut tidak terdistribusi dengan memberikan pengaruh negatif, namun
normal. Oleh karena itu dilakukan kerapatan pancang memberikan
analisis regresi dengan model pengaruh positif. Kondis ini
Generalized Linear Model (GLM). Dari menunjukkan korelasi yang berbanding
hasil analisis GLM, diketahui terdapat 6 terbalik dengan rumus kerapatan.
variabel yang berpengaruh terhadap Apabila jumlah semakin banyak maka
jumlah individu Cekakak Jawa di petak kerapatan akan semakin tinggi, begitu
5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I pula sebaliknya (Gunawan dkk, 2011).
yaitu kelerengan, jumlah jenis pancang, Diduga vegetasi pancang yang sesuai
jumlah jenis pohon, jumlah individu nantinya dalam bentuk kumpulan
pancang, kerapatan pancang dan volume vegetasi dengan kelompok yang kecil
daun 30 cm. karena dengan jumlah individu pancang
yang sedikit namun dapat memiliki
Variabel kelerengan memberikan
kerapatan yang relatif tinggi karena luas
pengaruh positif. Kelerengan berkaitan
areanya sempit. Hal ini dikarenakan
dengan kelembaban, cahaya, suhu dan
dengan kelompok pancang yang kecil
keadaan tanah. Kelerengan berkorelasi
tersebut diduga digunakan Cekakak Jawa
positif dengan kepadatan vegetasi,
untuk bertengger dan mengincar pakan
sehingga kelerengan semakin besar maka
yang ada di bawah seperti insecta,
kepadatan semakin besar pula (Aqsar,
amfibi, dan pisces (Aliyani dkk, 2018).
2009). Hal ini dapat dimanfaatkan oleh
Kondisi kerapatan pancang yang tinggi
Cekakak Jawa untuk berlindung, istirahat
dapat memudahkan Cekakak Jawa untuk
dan juga mencari makan. Salah satu
berpindah tempat ketika bertengger dan
pakan dari Cekakak Jawa yaitu serangga
berlindung. Dengan kelompok vegetasi
(Fry and Fry, 2010) yang dapat
pancang yang cukup kecil ini maka
ditemukan di vegetasi yang padat.
Cekakak Jawa relatif mudah untuk
keluar dari kelompok pancang yang

11
rapat. Sehingga Cekakak Jawa mudah pancang, kerapatan pancang dan volume
dalam melakukan pergerakan serta daun 30 cm.
aktivitas beterbang dan menangkap
mangsanya di luar kelompok vegetasi SARAN
pancang tersebut. Cekakak Jawa sering Dari hasil tersebut maka saran untuk
dijumpai bertengger pada cabang rendah pengelola Hutan Wanagama I yaitu dapat
tumbuhan yang terisolasi (Mustari, dilakukan penjarangan pada vegatasi tingkat
2020), kemudian lanjut terbang untuk pancang dan pohon. Karena dari hasil yang
mencari makan (Aurelia dkk, 2020). diperoleh jumlah jenis pancang dan jumlah jenis
pohon berkorelasi negatif, jumlah individu
Variabel volume daun 0-30 cm
pancang berkorelasi negatif dan kerapatan
memberikan pengaruh positif. Hal ini
pancang berkorelasi positif terhadap jumlah
dikarenakan pada kondisi bagian bawah
Cekaka Jawa. Sehingga dapat dilakukan
dengan ketinggian 0-30 cm dapat
penjarang dan meninggalkan jenis-jenis tertentu
digunakan burung Cekakak Jawa untuk
yang disukai oleh Cekakak Jawa, misalnya
mencari pakan. Cekakak Jawa
seperti pohon gamal. Selain itu pada tingkat
merupakan burung pemakan insecta,
pancang dapat pula dilakukan penjarangan untuk
amfibi, dan pisces (Aliyani dkk, 2018).
tumbuhan yang memiliki jarak tumbuh yang
Keberadaan pakan berupa insecta atau
jauh. Dengan melakukan penjarangan maka
serangga dapat ditemukan pada volume
jumlah individu pancang akan berkurang dan
daun 0-30 cm. Apabila dedaunan antara
menyisakan pancang dengan jarak tumbuh yang
tanaman yang berdekatan saling
berdekatan saja agar diperoleh kerapatan yang
tumpang tindih, hal ini dapat
relatif tinggi. Sehingga diperlukan monitoring
menguntungkan gerakan dan kolonisasi
secara berkala untuk memantau pertumbuhan
serangga (Rahayu & Maharani, 2012).
vegetasi. Selain itu, faktor volume daun 0-30 cm
Sehingga keberadaan pakan Cekakak
juga memberikan pengaruh yang positif terhadap
Jawa juga akan melimpah. Kondisi
jumlah Cekakak Jawa. Sehingga upaya yang
seperti ini merupakan salah satu habitat
dapat dilakukan yaitu dengan budidaya
yang disukai oleh Cekakak Jawa, karena
rerumputan seperti kalanjana atau jenis lainnya.
salah satu karakter habitat yang baik
adalah keberadaan pakan di dalamnya
(Romdhoni dkk, 2018).

KESIMPULAN
Pada penelitian ini dapat
DAFTAR PUSTAKA
disimpulkan burung Cekakak Jawa di
Aliyani, Y.P., Irsyad, F.S., & Retno, T.M.
petak 5,13,16 Hutan Pendidikan
(2018). Komunitas Burung di Daerah
Wanagama I diestimasikan sebanyak 6
Alira Sungai Waduk Sermo Kulon Progo
(enam) individu yang dijumpai di petak
dan Status Konservasinya. Bioma:
5. Faktor yang berpengaruh terhadap
Jurnal Biologi Makassar, 3(2): 18-24.
jumlah Cekakak Jawa di petak 5,13,16
Aurelia, M., Kosmaryandi, N., & Amanah, S.
Hutan Pendidikan Wanagama I, yaitu
(2020). Potensi Ekowisata Berbasis
kelerengan, jumlah jenis pancang,
jumlah jenis pohon, jumlah individu

12
Masyarakat Kampung Urug, Sukajaya, Amfibi, Reptil Kupu-Kupu, dan
Bogor. Media Konservasi, 25(1): 1-9. Tumbuhan. Bogor: IPB Press.
Aqsar, Z.E. (2009). Hubungan Ketinggian dan Noon, B. R. (1981). Techniques for sampling
Kelerengan Dengan Tingkat Kerapatan avian habitats. The use of
Vegetasi Menggunakan Sistem Informasi multivariate statistics in studies of
Geografis di Taman Nasional Gunung wildlife habitat (DE Capen, ed.).
Leuser. [Skripsi]. Sumatera Utara:
USDA
Universitas Sumatera Utara.
Purnomo, D.W., & Usmadi, D. (2012). Pengaruh
Emu, I. E. R. (2012). Studi Komunitas
Struktur dan Komposisi Vegetasi dalam
Tumbuhan Dasar Hutan di Kawasan
Menentukan Nilai Konservasi Kawasan
Hutan Wanagama (petak 5, 6, dan 7),
Rehabilitasi di Hutan Wanagama I dan
Gunung Kidul, Yogyakarta. [Thesis].
Sekitarnya. Jurnal Biologi Indonesia,
Yogyakarta: Universitas Kristen Duta
8(2), 255-267.
Wacana.
Rahayu, A.A., & Maharani, D. (2012). Parameter
Fry, C.H. and Fry, K., (2010). Kingfishers, bee-
Ekologi Serangga Hama Ulat Daun
eaters and rollers. A&C Black.
(Heortia vitessoides Moore) Pada
Gunawan, W., Basuni, S., Indrawan, A.,
Tanaman Gaharu (Gyrinops versteegii
Prasetyo, L.B., & Soedjito, H. (2011).
(Gilg) Domke) di Pulau Lombok. Jurnal
Analisis Komposisi dan Struktur
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam,
Vegetasi Terhadap Upaya Restorasi
9(4):385-393.
Kawasan Hutan Taman Nasional
Romdhoni, H., Komala, R., Sigaud, S., Nekaris,
Gunung Gede Parangrango. Jurnal
K.A.I., & Sedayu, A. (2018). Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Pakan Kukang Jawa (Nycticebus
Lingkungan. 1(2), 93-104.
jacanicus) di Talun Desa Cipaganti,
MacKinnon, Jhon. (1991). Field Guide to the
Garut, Jawa Barat. Jounal of Bioogy,
Birds of Java and Bali. Yogyakarta:
11(1): 9-15.
Gadjah Mada University Press.
Mustari, A.H. (2020). Biodiversitas di Kampus
IPB University Mamalia, Burung,

13
PENGARUH FAKTOR BIOTIK DAN ABIOTIK TERHADAP KEANEKARAGAMAN
JENIS HERPETOFAUNA DI PETAK 5,13,16 HUTAN PENDIDIKAN WANAGAMA I
Adrika Novitasari
Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: adrika.n@mail.ugm.ac.id

ABSTRAK
Herpetofauna merupakan kelompok satwa yang terdiri dari kelas amfibi dan reptil. Herpetofauna menempati
habitat mulai dari tepi pantai, laut, sungai, hutan dataran rendah sampai pegunungan. Kawasan Hutan Pendidikan
Wanagama I tidak terlepas dari berbagai aktivitas masyarakat di antaranya, pertanian, peternakan (Dewi, 2006) serta
jalur kendaraan yang dapat berpengaruh terhadap habitat satwa, salah satunya herpetofauna. Penelitian ini bertujuan
untuk mengestimasikan keanekaragaman herpetofauna di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I dan
mengidentifikasi pengaruh faktor biotik dan abiotik terhadap keanekaragaman herpetofauna di petak 5,13,16 Hutan
Pendidikan Wanagama I. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan database mengenai keanekaragaman
herpetofauna untuk membantu pengelolaan kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I dan sebagai data rujukan untuk
penelitian herpetofauna kedepannya. Pengamatan dilakukan di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I pada
hari Sabtu, tanggal 11 Desember 2021. Pengambilan data dilakukan menggunakan metode kuadrat sampling untuk
pengambilan data jumlah dan jenis herpetofauna dan metode protocol sampling dan nested sampling untuk data
habitat biotik dan abiotik. Analisis data dilakukan dengan analisis regresi linier berganda menggunakan model
Generalized Linear Model (GLM) dengan software R-Studio. Berdasarkan hasil pengujian, diestimasikan indeks
keanekaragaman herpetofauna di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I sebesar 2,26 yang berarti termasuk
dalam kategori kelas sedang. Berdasarkan hasil analisis pengaruh faktor biotik dan abiotik terdapat 4 (empat)
variabel yang mempengaruhi keanekaragaman herpetofauna di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I, yaitu
jumlah jenis semai, jumlah semai, jumlah tiang dan tanah kosong.
Kata kunci: Herpetofauna, Hutan Pendidikan Wanagama I, Faktor Biotik dan Abiotik.

PENDAHULUAN yang hidup di puncak pohon yang tinggi


Herpetofauna merupakan kelompok satwa (Iskandar, 1998). Sedangkan untuk jenis-jenis
yang terdiri dari kelas amfibi dan reptil (Yuliany, herpetofauna dari kelas reptilia, hidup di
2021). Keanekaragaman jenis herpetofauna berbagai tipe habitat yakni terestrial (pada semak
menjadi variabel penting dalam pengelolaan belukar dan tanah), akuatik (rawa, sungai, danau
kawasan serta menjadi parameter keseimbangan bahkan laut), semi akuatik dan arboreal (di atas
dan keberlangsungan ekosistem pada suatu pohon).
kawasan (Sardi dkk, 2014). Tinggi rendahnya Herpetofauna dapat dijumpai di setiap
keanekaragaman dapat dipengaruhi oleh letak tempat, salah satunya di Hutan Pendidikan
kawasan dan keberagaman habitat (Subeno, Wanagama I. Setiap petak di dalam Hutan
2018). Herpetofauna menempati habitat mulai Pendidikan Wanagama I memiliki karakteristik
dari tepi pantai, laut, sungai, hutan dataran vegetasi ataupun topografi yang berbeda
rendah sampai pegunungan (Mistar, 2008). sehingga faktor biotik dan abiotik pada masing-
Herpetofauna kelas amfibi merupakan satwa masing petak juga berbeda. Hutan Pendidikan
yang hidupnya selalu berasosiasi dengan air Wanagama I juga memiliki 4 tipe habitat
untuk mempertahankan suhu tubuhnya (Mistar, berbeda, yaitu tipe agroforestri, tipe semak
2003). Walaupun demikian, amfibi mendiami belukar, hutan dengan sistem monokultur, dan
habitat sangat bervariasi dan tergenang di bawah hutan dengan sistem polikultur (Purnomo &
permukaan air, di lumpur dan kolam sampai Usmadi, 2012). Di dalam kawasan Hutan

14
Pendidikan Wanagama I tidak terlepas dari
berbagai aktivitas masyarakat di antaranya,
pertanian, peternakan (Dewi, 2006) serta jalur
kendaraan yang dapat berpengaruh terhadap
habitat satwa, salah satunya herpetofauna. Oleh
karena itu penelitian ini dilakukan guna untuk
mengestimasikan keanekaragaman herpetofauna
Gambar 10. Desain Plot Kuadrat Sampling
dan mengidentifikasi pengaruh faktor biotik dan
Untuk pengambilan data kepadatan semak,
abiotik terhadap keanekaragaman herpetofauna
volume daun, ketebalan seresah, tutupan substrat,
di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I.
persen tutupan tajuk dan tumbuhan bawah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dilakukan dengan metode protocol sampling.
memberikan database mengenai keanekaragaman
Pengambilan data kepadatan semak dilakukan
herpetofauna untuk membantu pengelolaan
dengan menggunakan tongkat sepanjang 1 meter.
kawasan dan sebagai data rujukan untuk
Pengukuran volume daun dilakukan dengan
penelitian herpetofauna kedepannya.
density board pada keempat arah mata angin.
Pengukuran ketebalan seresah dilakukan dengan
METODE
penggaris. Tutupan substrat dilakukan dengan
Lokasi dan Waktu
kotak 1x1 meter. Persen tutupan tajuk dan
Penelitian dilakukan di Hutan Pendidikan
tumbuhan bawah dilakukan dengan
Wanagama I yang berlokasi di Kecamatan
menggunakan tabung okuler.
Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Penelitian dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 11
Desember 2021.
Alat dan Bahan
Pada penelitian ini mengunakan alat
berupa GPS, kompas, suunto clinometer, roll
meter, pita meter, sling-psychrometer, density Gambar 11. Desain Plot Protocol Sampling
board, tabung okuler, hagameter, penggaris, Kerapatan vegetasi dilakukan dengan
kotak 1x1 meter, tally sheet dan alat tulis. menggunakan metode nested sampling. Metode
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu peta nested sampling dilakukan dengan pembuatan
kerja kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I plot berukuran 2x2 meter untuk pengamatan
serta anggota herpetofauna di Hutan Pendidikan semai, 5x5 meter untuk pengamatan sapihan,
Wanagama I. 10x10 meter untuk pengamatan tiang, dan 20x20
Pengambilan Data meter untuk pengamatan pohon.
Pengamatan herpetofauna dilakukan
dengan metode kuadrat sampling pada plot
berukuran 10x10 meter. Titik Pengamatan
berjarak 200 meter dan diatur secara sistematik.
Setiap perjumpaan dengan herpetofauna dicatat
jenis dan jumlahnya pada tally sheet.
Gambar 12. Desain Plot Nested Sampling
Pengukuran suhu dan kelembaban udara
dilakukan menggunakan alat ukur sling-
psychrometer pada setiap titik pusat plot. Suhu

15
yang diambil merupakan suhu basah dan suhu Analisis volume daun dihitung dengan
kering. Kelembaban diperoleh dengan rumus:
menyelaraskan suhu basah dan suhu kering. Jumlah kisi dengan nilai plus
x 100%
Jarak dengan sumber air (JDSA) terdekat dengan Jumlah total kisi setiap interval
petak dan ketinggian tempat dilakukan dengan
menggunakan GPS pada setiap titik pusat plot. Analisis ketebalan seresah dilakukan
Kelerengan diukur menggunakan alat Suunto dengan tablasi dari seluruh plot, dengan masing-
clinometer. Data yang diperoleh ditabulasikan masing plot terdapat 4 data ketebalan seresah.
dalam tabel, dimana variabel suhu dengan satuan Analisis tutupan substrat dihitung dengan
celcius (⁰C), kelembaban dan kelerengan dengan rumus:
satuan persen (%), JDSA dengan satuan meter C = Σ(i)/A × 100%
Keterangan:
(m) dan ketinggian dengan satuan meter diatas
C = tutupan substrat (%)
permukaan laut (mdpl).
Σ(i) = jumlah kisi setiap tipe substrat
Analisis Data A = jumla total kisi (25 kisi)
Analisis keanekaragaman herpetofauna
dihitung dengan rumus: Analisis data abiotik ditabulasikan dalam
H’=-∑ Pi ln (Pi), dimana Pi = ni/N tabel, dimana variabel suhu dengan satuan
celcius (⁰C), kelembaban dan kelerengan dengan
Keterangan:
satuan persen (%), JDSA dengan satuan meter
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-wiener
(m) dan ketinggian dengan satuan meter diatas
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah individu seluruh jenis permukaan laut (mdpl).
Analisis data persen tutupan tajuk dan Analisis pengaruh faktor biotik dan abiotik
tumbuhan bawah dilakukan dengan mengunakan terhadap keanekaragaman herpetofauna
rumus sebagai berikut (Noon, 1981): dilakukan dengan analisis regresi linier berganda
P menggunakan model Generalized Linear Model
C= x 100% (GLM) dengan software R studio.
n
Keterangan:
C = persen tutupan tajuk atau persen tutupan
tumbuhan bawah
P = jumlah terlihatnya tajuk atau tumbuhan bawah
n = jumlah titik pengamata pada protocol sampling
(21 titik).
Analisis data kepadatan semak dihitung
dengan rumus:
10000
D=1x
H
Keterangan:
D = kepadatan semak (ind/ha)
I = jumlah individu semak yang terkena tongkat
H = lebar tongkat (1 meter) x panjang garis transek (2
x 22,6 meter)
Analisis data kerapatan vegetasi dihitung
dengan rumus:
Jumlah individu
Kerapatan =
luas petak ukur

16
HASIL
Tabel 3. Indeks Diversitas Hepetofauna di Petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I
Petak Jenis Jumlah Individu Indeks Diversitas
Eutropis rudis 2
Eutropis multifasciata 3
Fejervarya limnocharis 1
5 1,677
Chalcorana chalconota 1
Pytas korros 1
Indotyphlops braimus 1
Eutropis rudis 3
Eutropis multifasciata 6
Draco volans 3
13 1,57
Cyrtodactylus marmoratus 7
Fejervarya cancrivora 1
Varanus salvator 1
Eutropis rudis 8
Eutropis multifasciata 3
Hemidactylus platyurus 3
Eutropis rugifera 5
16 Draco volans 4 2,02
Cyrtodactylus marmoratus 1
Hemidactylus frenatus 2
Fejervarya cancrivora 1
Brochocella jubata 5
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Berdasarkan hasil uji normalitas yang
penelitian ini, petak 5,13,16 Hutan Pendidikan diperoleh menunjukkan hasil sebaran data yang
Wanagama I dijumpai sebanyak 62 individu tidak normal karena terdapat variabel yang
herpetofauna dari 14 spesies. Berdasarkan hasil memiliki nilai p-value yang kurang dari 0,05.
perhitungan indeks diversitas, nilai yang didapat Oleh Karena itu, kemudian dilakukan analisis
sebesar 2,26 yang berarti termasuk dalam regresi menggunakan model Generalized Linear
kategori sedang (Andrian & Maretta, 2017). Model (GLM).
Tabel 4. Hasil Analisis Regresi dengan Model Generalized Linear Model (GLM)
  Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) Ket
(Intercept) -0.078079 0.062824 -1.243 0.225464
Jml jns semai 0.316688 0.072540 4.366 0.000193 ***
Jumlah semai -0.060811 0.022880 -2.658 0.013510 *
Jumlah tiang -0.055173 0.025899 -2.130 0.043164 *
TK 0.004318 0.001709 2.527 0.018212 *
Null deviance 2,15912 on 29 degrees of freedom
Residual deviance 0,98526 on 25 degrees of freedom
AIC -5,3451
Signif. Codes 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

17
Berdasarkan analisis regresi tersebut, kosong. Persamaan regresi yang diperoleh dapat
terdapat 4 variabel yang berpengaruh terhadap dituliskan sebagai berikut:
keanekaragaman di petak 5,13,16 Hutan Y = -0,078079 + (0,316688)X1 + (-0,060811)X2
Pendidikan Wanagama I yaitu jumlah jenis + (-0,055173)X3 + (0,004318)X4
semai, jumlah semai, jumlah tiang dan tanah Keterangan:
X1 = jumlah jenis semai; X2 = jumlah semai; X3 =
jumlah tiang; X4 = tanah kosong

Gambar 13. Grafik Coplot Pengaruh Jumlah Gambar 15. Grafik Coplot Pengaruh Jumlah
Jenis Semai Terhadap Keanekaragaman Tiang Terhadap Keanekaragaman Herpetofauna
Herpetofauna Berdasarkan hasil grafik coplot dapat
Berdasarkan hasil grafik coplot dapat diketahui bahwa jumlah tiang pada rentang 1-3
diketahui bahwa jumlah jenis semai pada rentang memiliki sensitivitas terhadap keanekaragaman
1-2 memiliki sensitivitas terhadap herpetofauna di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan
keanekaragaman herpetofauna di petak 5,13,16 Wanagama I.
Hutan Pendidikan Wanagama I.

Gambar 16. Grafik Coplot Pengaruh Tanah


Gambar 14. Grafik Coplot Pengaruh Jumlah
Kosong Terhadap Keanekaragaman
Semai Terhadap Keanekaragaman Herpetofauna
Herpetofauna
Berdasarkan hasil grafik coplot dapat
Berdasarkan hasil grafik coplot dapat
diketahui bahwa jumlah semai pada rentang 1-8
diketahui bahwa tanah kosong pada rentang 2-
memiliki sensitivitas terhadap keanekaragaman
33% memiliki sensitivitas terhadap kehadiran
herpetofauna di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan
Cekakak Jawa di petak 5,13,16 Hutan
Wanagama I.
Pendidikan Wanagama I.

PEMBAHASAN
Pada penelitian membahas mengenai
pengaruh faktor biotik dan abiotik terhadap

18
keanekaragaman herpetofauna di petak 5,13,16 habitat dapat mempengaruhi
Hutan Pendidikan Wanagama I. Untuk keanekaragaman jenis herpetofauna.
mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh Dalam penelitian Muslim dkk (1018)
terhadap keanekaragaman herpetofauna maka beragamnya jenis tumbuhan diduga
dilakukan pengambila data biotik dan abiotik menjadi faktor penting keragaman jenis
pada masing-masing petak pengamatan. Faktor herpetofauna lebih banyak. Variasi jenis
biotik dan abiotik disini sebagai variabel dan banyaknya sumber pakan berkaitan
independen atau yang mempengaruhi, sedangkan dengan daya jelajah. Herpetofauna
variabel dependennya yaitu keanekaragaman memiliki sifat eksotermal dan relatif
herpetofauna di petak 5,13,16 Hutan Pendidikan memiliki daya jelajah yang sempit
Wanagama I. Dari hasil pengamatan yang dengan terbatasnya kemampuan
diperoleh diestimasikan keanekaragaman penyebaran (Gooch dkk, 2006 dalam
herpetofauna dari ketiga petak tersebut sebesar Muslim dkk, 2018). Sehingga dengan
2,26 yang berarti termasuk dalam kategori kondisi daya jelajah yang sempit ini
sedang (Andrian & Maretta, 2017). herpetofauna membutuhkan jumlah
Dari hasil uji normalitas terdapat semai yang sedikit namun memiliki jenis
variabel yang memiliki nilai signifikan yang beragam karena pada daya jelajah
kurang dari 0,05. Hal ini berarti data yang sempit tersebut ketersediaan pakan
tersebut tidak terdistribusi dengan bagi herpetofauna dapat tercukupi
normal. Oleh karena itu dilakukan dengan adanya sumber pakan yang dapat
analisis regresi dengan model diperoleh dari banyaknya jumlah jenis
Generalized Linear Model (GLM). Dari semai.
hasil analisis GLM, diketahui terdapat 4
Varibel jumlah individu tiang
variabel yang berpengaruh terhadap
memiliki korelasi negatif terhadap
keanekaragaman herpetofauna di petak
terhadap keanekaragaman herpetofauna
5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I
di petak 5,3,16 Hutan Pendidikan
yaitu jumlah jenis semai, jumlah semai,
Wanagama I. Yang berarti apabila
jumlah tiang dan tanah kosong.
jumlah individu tiang semakin sedikit,
Variabel jumlah jenis semai keanekaragaman herpetofauna akan
memiliki korelasi yang positif sedangkan semakin meningkat. Dari hasil
jumlah individu semai berkorelasi pengamatan di 3 petak tersebut,
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa herpetofauna yang dijumpai didominasi
herpetofauna menyukai kondisi habitat oleh genus Eutropis atau kadal-kadalan.
dengan jumlah jenis semai yang banyak Hal tersebut diduga habitat yang sering
namun dengan jumlah individu semai dimanfaatkan yaitu pada daerah lantai
yang sedikit. Semai berfungsi sebagai hutan karena untuk aktivitas mencari
pelindung dan tempat hidup bagi satwa makan dan beradaptasi dengan
khususnya herpetofauna. Kondisi habitat lingkungannya. Sehingga keberadaan
dengan jumlah jenis semai yang relatif jumlah individu tiang yang banyak tidak
banyak maka hal ini dapat memberikan disukai. Dalam penelitian Dewi dkk
peluang adanya sumber pakan yang (2020) kadal di dalam tipe habitat yang
melimpah karena memiliki karakteristik rapat harus mencari tempat dengan sinar
jenis semai yang beragam. Sehingga matahari yang masuk ke lantai hutan
heterogenitas jenis semai pada suatu untuk mendapatkan sinar matahari secara

19
radiasi dan menempelkan tubuhnya di individu tiang memiliki korelasi yang negatif
atas substrat bebatuan untuk menerima terhadap keanekaragaman herpetofauna di petak
panas secara konduksi. Genus Eutropis 5,13,16 Hutan Pendidikan Wanagama I. Dari
menyukai habitat yang dekat dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan,
sumber air (Muslim & Sari, 2016) herpetofauna yang dijumpai didominasi oleh
sehingga aktivitasnya sering di bagian jenis-jenis yang habitatnya relatif suka
bawah atau lantai hutan. beraktivitas di daerah bawah atau di lantai hutan.
Dengan mengurangi jumlah tiang maka kondisi
Variabel tanah kosong
lantai hutan akan relatif terbuka serta
memberikan korelasi positif terhadap
menyediakan tanah kosong yang lebih banyak
keanekaragaman herpetofauna di petak
apalagi di kawasan yang dekat dengan sumber air
5,3,16 Hutan Pendidikan Wanagama I.
sehingga dapat mendukung keragaman
Herpetofauna merupakan makhluk
herpetofauna terutama dari jenis-jenis yang
berdarah dingin, sehingga memerlukan
menyukai aktivitas di lantai hutan.
sumber panas dari luar tubuhnya untuk
meningkatkan suhu dalam tubuh agar
DAFTAR PUSTAKA
dapat beraktivitas dengan normal
Andrian, R.F., & Maretta, G. (2017).
(Arroyyan dkk, 2020). Keberadaan tanah
Keanekaragaman Serangga Polinator
kosong dapat dimanfaatkan herpetofauna
Pada Bunga Tanaman Tomat (Solanum
untuk derdiam diri dan menghangatkan
lycopersicum) di Kecamatan Gisting
tubuhnya karena tidak terhalang oleh
Kabupaten Tanggamus. BIOSFER
substrat lainnya seperti kayu rebah atau
Jurnal Tadris Pendidikan Biologi, 8(1),
seresah yang cenderung memberikan
105-113.
naungan atau perlindungan.
Arroyyan, A.N., Idrus, M.R., & Aliffudin, M.F.
(2020). Keanekaragaman Herpetofauna
di Kawasan Taman Nasional Bromo
KESIMPULAN Tengger Semeru (TNBTS) Kabupaten
Pada penelitian ini dapat Lumajang Jawa Timur. Prosiding
disimpulkan indeks keanekaragaman di Seminar Nasional Biologi di Era
petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Pandemi COVID-19.
Wanagama I diestimasikan sebesar 2,26 Dewi, N.L., Yuni, L.P., & Suaskara, I.B. (2020).
yang berarti termasuk dalam kategori Aktivitas Harian Kadal Eutropis
kelas sedang. Faktor yang berpengaruh multifaciata Pada Habitat Kebun di
terhadap keanekargaman herpetofauna di Dataran Rendah di Desa Peguyangan,
petak 5,13,16 Hutan Pendidikan Denpasar-Bali. Jurnal Biologi
Wanagama I, yaitu jumlah jenis semai, Udayana, 24(2), 107-114.
jumlah semai, jumlah tiang dan tanah Iskandar, D. T. (1998). Seri Panduan Lapangan
kosong. Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang.
Biologi LIPI: Bogor.
SARAN Mistar, (2003). Panduan Lapangan Amfibi
Dari hasil tersebut maka saran untuk Kawasan Ekosistem Leuser. Cetakan
pengelola Hutan Pendidikan Wanagama I yaitu Pertama. The Gibbon Foundation dan
dapat dilakukan penjarangan untuk vegetasi pada PILI-NGO Movement: Bogor.
tingkat pertumbuhan tiang di daerah yang dekat Mistar. (2008). Panduan Lapangan Amfibi &
dengan sumber air karena pada faktor jumlah

20
Reptil di Area Mawas Propinsi Sekitarnya. Jurnal Biologi Indonesia,
Kalimantan Tengah (Catatan di Hutan 8(2), 255-267.
Lindung Beratus). The Gibbon
Sardi, M., Anto, E., & Siahaan, S. (2014).
Foundation & PILI-NGO Movement.
Keanekaragaman Herpetofauna di
Indonesia.
Resort Lekawai Kawasan Taman
Muslim, T., & Sari, U.K. (2016).
Nasional Bukit Baka Bukit Raya
Keanekaragaman Herpetofauna di
Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.
Lahan Reklamasi Tambang Batubara
Jurnal Hutan Lestari, 2(1): 126-133.
PT Singlurus Pratama, Kalimantan
Subeno, S. (2018). Distribusi dan
Timur. Seminar Nasional Biologi.
Keanekaragaman Herpetofauna di Hulu
Noon, B. R. (1981). Techniques for sampling
Sungai Gunung Sindoro, Jawa Tengah.
avian habitats. The use of Jurnal Ilmu Kehutanan. 12: 40-51.
multivariate statistics in studies of Yuliany, Eka. H., (2021). Keanekaragaman Jenis
wildlife habitat (DE Capen, ed.). Herpetofauna (Ordo Squamata) di
USDA Kawasan Hutan Rawa Gambut Tropis
Purnomo, D.W., & Usmadi, D. (2012). Pengaruh Mangsang-Kepayang, Sumatera
Struktur dan Komposisi Vegetasi dalam Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Menentukan Nilai Konservasi Kawasan Hayati, 6 (2): 111-119.
Rehabilitasi di Hutan Wanagama I dan

21
LAPORAN PENELITIAN RISET DAN MANAJEMEN SATWA LIAR STUDI
KELAYAKAN HUTAN PENDIDIKAN WANAGAMA I SEBAGAI TEMPAT
RESTORASI RUSA JAWA (Rusa timorensis)
Adrika Novitasari
Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: adrika.n@mail.ugm.ac.id

ABSTRAK
Rusa jawa (Rusa timorensis) merupakan satwa liar yang masuk ke dalam status vulnerable
berdasarkan data IUCN. Hal ini dikarenakan populasi dari rusa jawa yang ada di alam terus menurun. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan restorasi dengan mempertimbangkan tiga aspek
yang mempengaruhi seperti aspek populasi, aspek habitat dan aspek sosial. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kelayakan Hutan Pendidikan Wanagama I sebagai tempat restorasi rusa jawa.
Data estimasi populasi rusa jawa diambil dengan menggunakan metode line transect untuk perjumpaan
langsung dan metode pellet count untuk perjumpaan tidak langsung. Pengambilan data habitat dilakukan
dengan protocol sampling dan nested sampling. Analisis faecal dan analisis epidermis digunakan untuk
mengetahui jenis pakan rusa. Pengambilan data sosial dilakukan dengan wawancara. Komponen yang telah
didapat kemudian dianalisis menggunakan metode gap analisis. Berdasarkan hasil penelitian diestimasikan
terdapat empat (4) ekor rusa jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I. Aspek populasi menunjukkan kondisi
tidak layak karena terjadi penurunan drastis populasi rusa. Dari aspek habitat juga menunjukkan kondisi
tidak layak, Hutan Pendidikan Wanagama I masih belum memenuhi kebutuhan habitat rusa. Sedangkan
aspek sosial menunjukkan kondisi layak. Berdasarkan hasil analisis gap, Hutan Pendidikan Wanagama I
dinyatakan tidak layak sebagai tempat restorasi rusa jawa.

Kata kunci: Rusa jawa (Rusa timorensis), restorasi, studi kelayakan, partisipasi

PENDAHULUAN abiotis. Terdapat 4 komponen dasar habitat yaitu


Rusa Jawa (Rusa timorensis) merupakan pakan, pelindung, air dan ruang hidup (Nugroho,
salah satu rusa asli Indonesia selain rusa 1992).
bawean, sambar, dan menjangan. Menurut IUCN Restorasi merupakan salah satu upaya
(2010) Saat ini rusa jawa tercatat sebagai spesies untuk pemuliaan pada keadaan semula sehingga
yang masuk dalam Red List Category and restorasi rusa jawa bisa disebut juga
Criteria dengan status vulnerable C1. Status pengembalian atau pemulian populasi yang telah
tersebut mendakan bahwa populasi rusa jawa menurun dan berusaha untuk ditingkatkan lagi.
dapat mengalami peningkatan atau penurunan. Hutan Pendidikan Wanagama I merupakan salah
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya satu kawasan restorasi rusa jawa. Dalam
penurunan populasi rusa timor adalah adanya kegiatan restorasi rusa jawa terdapat tiga aspek
perburuan liar serta penurunan kuantitas dan yang perlu diperhatikan untuk mencapai
kualitas habitat (Sumadi dkk 2008 dalam Kayat keberhasilan yaitu populasi, habitat dan sosial.
dkk 2017). Rusa jawa menyukai habitat padang Dari aspek sosial memungkinkan adanya
rumput di tanah yang datar, sedangkan hutan dan hubungan antara masyarakat dengan sumberdaya
semak belukar digunakan sebagi tempat yang ada di dalam Hutan Pendidikan Wanagama
berlindung (Schroeder, 1976). Habitat satwa I. Masyarakat memanfaatkan Hutan Pendidikan
sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, Wanagama I sebagai lahan garapan pertanian
baik yang berupa faktor biotis maupun faktor dan pemenuhan kebutuhan pakan ternak seperti

22
kolonjono dan daun dari jenis leguminosa
(Ernawati, 2016). Selain itu, intervensi
masyarakat yang belum berpartisipasi secara
aktif dalam upaya restorasi rusa jawa akan
mempengaruhi kelayakan Hutan Pendidikan Gambar 17. Desain Pelet Count
Wanagama I sebagai tempat restorasi rusa jawa.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian terkait
kegiatan restorasi rusa jawa di Hutan Pendidikan
Wanagama I. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kelayakan kegiatan restorasi rusa Gambar 18. Desain Line Transect
jawa (Rusa timorensis) di Hutan Pendidikan Pengambilan data tumbuhan pakan rusa
Wanagama I dalam aspek populasi, habitat, dan jawa dilakukan dengan metode PUP dengan
sosial. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat petak ukur berukuran 1x1 meter untuk
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rumput dan 2x2 meter untuk tumbuhan.
pengelolaan rusa jawa di Hutan Pendidikan
Wanagama I.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Hutan Pendidikan Gambar 19. Petak Ukur Pengamatan (PUP)
Wanagama I yang berlokasi di Kecamatan Untuk pengambilan data kepadatan
Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. semak, volume daun, persen tutupan tajuk dan
Penelitian dilakukan pada hari Minggu, tanggal tumbuhan bawah dilakukan dengan metode
28 Oktober 2021 dan 12 Desember 2021. protocol sampling. Pengambilan data kepadatan
Alat dan Bahan semak dilakukan dengan menggunakan tongkat
Pada penelitian ini mengunakan alat sepanjang 1 meter. Pengukuran volume daun
berupa GPS, hagameter, kompas, roll meter, pira dilakukan dengan density board pada keempat
meter, suunto clinometer, plastik, parang, arah mata angin. Persen tutupan tajuk dan
timbangan, tabung okuler, sling-psychometer, tumbuhan bawah dilakukan dengan
density board, mikroskop, alat tulis, tallysheet, menggunakan tabung okuler.
dan kuesioer. Sedangkan bahan yang digunakan Kerapatan vegetasi dilakukan dengan
yaitu kotoran rusa, sampel rumput dan tumbuhan menggunakan metode nested sampling. Metode
bawah, laruta alcohol, larutan aquades, larutan nested sampling dilakukan dengan pembuatan
asam nitrat dan larutan xylol. plot berukuran 2x2 meter untuk pengamatan
semai, 5x5 meter untuk pengamatan sapihan,
Pengambilan Data
10x10 meter untuk pengamatan tiang, dan 20x20
Pengamatan populasi rusa jawa dilakukan
meter untuk pengamatan pohon.
secara langsung dan tidak langsug. Pengamatan
Pengukuran suhu dan kelembaban udara
secara langsung dilakukan dengan metode line
dilakukan menggunakan alat ukur sling-
transect yang dideain memotong kontur.
psychrometer pada setiap titik pusat plot. Suhu
Sedangkan pengamatan tidak langsung
yang diambil merupakan suhu basah dan suhu
dilakukan dengan metode pellet count dengan
kering. Kelembaban diperoleh dengan
membuat petak pengamatan berukuran 20x100
menyelaraskan suhu basah dan suhu kering.
meter pada lokasi ditemukan bekas maupun
Jarak dengan sumber air (JDSA) terdekat dengan
kotoran rusa jawa atau sumber pakan rusa jawa.

23
petak dan ketinggian tempat dilakukan dengan Analisis data persen tutupan tajuk dan
menggunakan GPS pada setiap titik pusat plot. tumbuhan bawah dilakukan dengan mengunakan
Kelerengan diukur menggunakan alat Suunto rumus sebagai berikut:
clinometer. P
C= x 100%
Untuk data sosial masyarakat dilakukan n
dengan metode wawancara terstruktur Keterangan:
menggunakan kuesioner. Pemilihan responden C = persen tutupan tajuk atau persen tutupan
dilakukan dengan metode stratifies random tumbuhan bawah
sampling. Kemudian data ditabulasikan dalam P = jumlah terlihatnya tajuk atau tumbuhan bawah
tabel lalu diolah menjadi diagram pie dan n = jumlah titik pengamata pada protocol sampling
(21 titik).
diinterpretasikan dalam bentuk tulisan.
Analisis data kepadatan semak dihitung
Analisis Data dengan rumus:
Estimasi populasi rusa jawa dari metode 10000
pellet count dihitung dengan rumus: D=1x
H
A.p Keterangan:
P=
t.d.a D = kepadatan semak (ind/ha)
Keterangan: P = estimasi jumlah populasi, A= luas I = jumlah individu semak yang terkena tongkat
daerah penelitian, p = jumlah onggokan minggu ke-2, H = lebar tongkat (1 meter) x panjang garis transek
d = defekasi (13), a = luas seluruh plot sampel, t = (2 x 22,6 meter)
interval waktu pengamatan. Analisis data kerapatan vegetasi dihitung
Sedangkan perhitungan estimasi populasi dengan rumus:
rusa jawa dengan metode line transect Jumlah individu
menggunakan rumus: Kerapatan =
luas petak ukur
NxA Analisis volume daun dihitung dengan
EP =
2XY rumus:
Keterangan: EP = Estimasi ukuran populasi, N = total Jumlah kisi dengan nilai plus
individu yang terdeteksi saat pengamatan, X = x 100%
Jumlah total kisi setiap interval
panjang jalur, α = sudut antara garis observer/
primata target dan jalur, dan A = luas total kawasan
yang akan diduga. Data abiotik yang diperoleh ditabulasikan
Analisis produktivitas pakan dihitung dalam tabel, dimana variabel suhu dengan satuan
menggunakan rumus: celcius (⁰C), kelembaban dan kelerengan dengan
Bb satuan persen (%), JDSA dengan satuan meter
P= (m) dan ketinggian dengan satuan meter diatas
LxT
Keterangan: P = Produktivitas hijauan (kg.ha/hari), permukaan laut (mdpl).
Bb = Biomassa tumbuhan setelah pemotongan (kg), L Analisis kelayakan restorasi rusa jawa di
= luas petak ukur (ha), dan T = Interval waktu Hutan Pendidikan Wanagama I dilakukan
pemotongan (hari). dengan gap analisis. Metode ini dilakukan
Analisis jenis pakan rusa dilakukan secara dengan membandingkan tiap variabel yang
lanngsung dengan mengidentifikasi rumput dan termasuk dalam 3 aspek restorasi yaitu habitat,
tumbuhan bawah yang diperoleh dari PUP. Data populasi dan sosial. Seluruh komponen yang
tersebut digunakan untuk mengkomparasi hasil ditemukan di lapangan dibandingkan dengan
analisis faecal dengan hasil analisis epidermis. kondisi ideal yang dibutuhkan oleh rusa jawa.

24
HASIL
Tabel 5. Jumlah Onggokan Kotoran Rusa Jawa di Hutan Pendidikan I
Petak Jumlah Pellet Count Jumlah Onggokan
5 5 5
6 4 2
7 5 0
13 5 0
14 5 0
16 5 0
Jumlah 29 7
Dari hasil pengamatan dengan metode tidak dijumpai rusa jawa. Hasil perhitungan
pellet count sejumlah 29 petak diperoleh 7 yang diperoleh dari pengamatan pada pellet
onggokan kotoran rusa yang dijumpai di petak 5 count diestimasikan terdapat 4 individu rusa
sebanyak 5 onggokan dan di petak 6 sebanyak 2 jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I.
onggokan. Sedangkan pada metode line transect
Tabel 6. Produktivitas Pakan Rusa Jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I
Berat Biomassa Produktivitas Ditemukan
No Nama Ilmiah Nama lokal
Basah (kg) (kg/ha) (kg/ha/hari) dalam Faecal
1 Imperata cylindrica Ilalang 0.6100 61.6162 4.4012 Ya
2 Panicum javanicum 0.0960 9.6970 0.6926
3 Centhoteca lappacea Suket lorodan 0.0457 4.6162 0.3297 Ya
4 Brachiaria mutica Kolonjono 0.6446 65.1111 4.6508 Ya
5 Cyrtococcum oxyphyllum Lamuran 0.3547 35.8283 2.5592 Ya
6 Elephantopus scaber Tapak liman 0.0030 0.3030 0.0216
7 Zoysia grass Petani rumput 0.0140 1.4141 0.1010
8 Pennisetum purpureum 0.0660 6.6667 0.4762
10 Cyperus rotundus 0.1420 14.3434 1.0245
11 Digitaria sanguinalis Digitaria 0.0390 3.9394 0.2814
12 Centrosema pubescens Kacang sentro 0.0301 0.7601 0.0543
13 Leucaena leucocephala Mlanding 0.1154 2.9141 0.2082
14 Stachytarpheta jamaicensis Pecut kuda 0.1731 4.3712 0.3122 Ya
15 Chromolaena odorata Kerinyu 0.9365 23.6490 1.6892
16 Cladogynos orientalis 0.0410 1.0354 0.0740
17 Gliricidia sepium Gamal 0.0830 2.0960 0.1497
18 Mitracarpus villosus 0.0320 0.8081 0.0577
19 Juncus tenuis 0.0050 0.1263 0.0090
20 Waltheria indica 0.0060 0.1515 0.0108
JUMLAH 3.4371 239.4470 17.1034
Dari hasil yang diperoleh untuk yang digunakan yaitu Petak ukur permanen
produktivitas pakan yaitu sebesar 17,1034 selama 14 hari.
kg/ha/hari. Hasil tersebut dihitung dari luas Hasil analisis GAP, diperoleh hasil bahwa
Hutan Wanagama I sebesar 599,7 ha. Metode pada aspek populasi menunjukkan hasil yang

25
tidak layak karena jumlah rusa jawa semakin Wanagama I yaitu sebanyak 4 ekor.
menurun. Untuk aspek habitat pada komponen Menurut Janiawati (2012), populasi rusa
pakan memiliki kondisi yang tidak layak, jawa pada tahun 2011 terdapat sebanyak
komponen air layak, komponen pelindung layak 19 ekor. Berdasarkan hasil dapat
dan komponen ruang yang tidak layak. Untuk diketahui jika jumlah populasi rusa jawa
aspek sosial pada komponen pemahaman semakin menurun. Bila dilihat dari aspek
masyarakat tidak layak, persepsi masyarakat populasi, restorasi rusa jawa pada Hutan
layak, sikap masyarakat layak, interkasi Pendidikan Wanagama I dapat dikatakan
masyarakat layak, partisipasi masyarakat tidak tidak layak.
layak dan dukungan masyarakat layak. Pada aspek habitat terdiri dari
pakan, air, ruang dan pelindung. Pada
PEMBAHASAN komponen paka, rusa termasuk dalam
Rusa jawa (Rusa timorensis) satwa pemakan rerumputan (Semiadi
merupakan satwa liar dengan kategori dkk, 2004). Menurut Kawtrina, dkk.
rentan (vulnerable). Beberapa rusa jawa (2011), kebutuhan pakan rusa rata-rata
dilepasliarkan pada kawasan Hutan sekitar 6,4 kg/individu/hari. Dari hasil
Pendidikan Wanagama I dengan tujuan data dapat diketahui produktivitas pakan
untuk kegiatan restorasi. Penelitian yang rusa jawa pada Hutan Pendidikan
dilakukan yaitu mengenai studi Wanagama I adalah sebesar 17,1034
kelayakan Hutan Pendidikan Wanagama kg/ha/hari. Apabila ditinjau dari estimasi
I sebagai tempat restorasi rusa jawa populasi rusa jawa sebanyak 4 indidivu
(Rusa timorensis). Kelayakan Hutan maka dapat diketahui jika Hutan
Pendidikan Wanagama I sebagai Pendidikan Wanagama I masih belum
restorasi rusa jawa (Rusa timorensis) dapat memenuhi kebutuhan pakan rusa.
dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu aspek Pada komponen air di Hutan Pendidikan
populasi, habitat dan sosial. Wanagama I memiliki sumber air utama
Aspek populasi dapat diketahui yaitu Sungai Oyo. Menurut Kayat
dengan mengestimasi jumlah individu (2009), debit air rata-rata bulanan
rusa jawa di Hutan Pendidikan Sungai Oyo sekitar 9,31 m3/detik.
Wanagama I. Untuk estimai tersebut Sedangkan rata-rata kebutuhan air untuk
dilakukan menggunakan metode rusa mulai dari 5 liter/hari sehingga
transect line untuk perjumpaan rusa jawa dapat diketahui jika Hutan Pendidikan
secara langsung dan metode pellet count Wanagama I sudah dapat mencukupi
untuk perjumpaan tidak langsung. Hasil kebutuhan air rusa jawa. Apabila satwa
dari penelitian dengan metode transect berada jauh dari sumber air, maka
line menunjukkan bahwa tidak mereka juga memanfaatkan sumber air
ditemukan perjumpaan langsung dengan lain seperti cerukan (Arini dan Nugroho,
rusa, namun pada metode pellet count 2016). Pada komponen ruang, dapat
didapatkan 7 onggokan yang ditemukan diketahui jika luas total Hutan
pada petak 5 sebanyak 5 onggokan dan Pendidikan Wanagama I yaitu 599,7 Ha.
petak 6 sebanyak 2 onggokan. Data Menurut Spaggiari, et. Al. (2006),
onggokan rusa diolah menggunakan ukuran rata-rata home range rusa
rumus sehingga didapatkan estimasi rusa berkisar 501±33 Ha, sedangkan home
jawa yang ada di Hutan Pendidikan range rusa jantan dapat lebih luas

26
hingga 1230±33 Ha. Hal ini masyarakat, persepsi masyarakat, sikap
menunjukkan bahwa Hutan Pendidikan masyarakat, interaksi masyarakat,
Wanagama I belum dapat mencukupi partisipasi masyarakat serta dukunga
kebutuhan home range 4 individu rusa masyarakat terhadap kegiatan restorasi
jawa. Berdasarkan hasil data biotik dan rusa jawa di Hutan Pendidikan
abiotik di Hutan Pendidikan Wanagama Wanagama I. Dari poin pemahaman,
I, hanya faktor suhu dan kelembaban masyarakat sudah paham adanya
saja yang memilki kondisi optimal bagi keberadaan rusa jawa di Hutan
kehidupan rusa jawa. Sehingga pada Pendidikan Wanagama I, namun tingkat
komponen ruang ini kondisinya masih pemahaman ini belum diiringi dengan
belum layak. Pada komponen pelindung, kegiatan restorasi rusa jawa. Masyarakat
dapat ditinjau dari tutupan tajuk, tutupan menganggap bahwa rusa jawa yang
tumbuhan bawah, volume daun dan sudah lama liar bukan dari hasil
kepadatan semak. . Rusa membutuhkan introduksi pihak pengelola dan bagian
tutupan tajuk yang rapat, karena dari upaya restorasi. Dalam poin sikap,
digunakan untuk tempat berteduh dan masyarakat sekitar Hutan Pendidikan
beristirahat. Selain itu mereka juga Wanagama I menunjukkan sikap yang
membutuhkan kondisi tutupan bawah cukup positif dalam menjaga kelestarian
tumbuhan yang rapat untuk tidur dan rusa jawa. Hal ini ditunjukkkan dengan
bersembunyi dari musuh (Arief, 2001). sikap masyarakat yang turut serta
Hutan Pendidikan Wanagama I memiliki menjaga rusa jawa dari perburuan liar.
tutupan tajuk dan tutupan tumbuhan Dalam poin interaksi menunjukkan sifat
bawah yang cukup tinggi dengan yang positif. Hal ini ditunjukkan dari
persentase lebih dari 50%. Persentase ketika masyarakat melihat rusa jawa,
tersebut sudah dapat memenuhi sebagian besar masyarakat hanya akan
kebutuhan rusa terkait dengan aktivitas membiarkan atau mengusir saja
mereka seperti berteduh dan beristirahat. sehingga tidak berpotensi mengancam
Namun volume daun semak belukar populasi rusa jawa. Dalam poin
yang ada di Hutan Pendidikan partisipasi, dapat diketahui bahwa
Wanagama I masih belum tersedia tingkat partisipasi yang dilakukan
dengan baik untuk kebutuhan rusa jawa. masyarakat masih sangat kecil yaitu 5%
Dari 4 komponen penting dalam aspek masyarakat saja yang pernah terlibat.
habitat, dapat diketahui jika Hutan Hal ini membuktikan bahwa pelibatan
Pendidikan Wanagama I hanya mampu masyarakat secara langsung oleh pihak
menyediakan kebutuhan air yang sesuai pengelola masih kurang. Kondisi seperti
dengan kebutuhan rusa jawa. Sedangkan ini apabila tidak diperbaiki maka dapat
komponen ruang, pelindung, dan pakan membuat masyarakat merasa tidak
belum memenuhi kebutuhan rusa jawa. peduli dengan rusa jawa. Dalam poin
Oleh karena itu aspek habitat Hutan dukungan, meskipun keterlibatan
Pendidikan Wanagama I dapat dikatakan masyarakat masih sangat kecil. Tetapi
belum layak untuk kegiatan restorasi masyarakat sangat mendukung kegiatan
rusa jawa. restorasi rusa jawa yang dilakukan di
Dalam aspek sosial yang dikaji Hutan Pendidikan Wanagama I. Hal ini
pada penelitia ini meliputi pemahaman dibuktikan dengan tingginya minat

27
masyarakat dalam menjalin kerja sama Arief, A. (2001). Hutan dan Kehutanan.
terkait pengelolaan restorasi rusa jawa. Yogyakarta : Kanisius Badarina
Selain itu, masyarakat juga menyambut Arini, D.I.D. & Nugroho, A. (2016). Prefrensi
dengan setuju terkait pembentukan Habitat Anoa (Bubalus spp.) di Taman
kelompok peduli rusa jawa di Hutan Nasional Bogani Nani Wartabone. 2(1):
Pendidikan Wanagama I. Dukungan 103-108.
yang cukup tinggi ini akan memberikan Ernawati, J. (2016). Jejak Hijau Wanagama
damak positif terhadap kelestarian rusa Forests and Climate Change
jawa dalam kegiatan restorasi. Programme (FORCLIME). Jakarta.
Janiawati, I., A. (2012). Laporan Praktikum
KESIMPULAN Konservasi Fauna Langka Acara I
Pada penelitian ini dapat Konservasi In situ. Lab Satwa Liar
disimpulkan aspek populasi Bagian KSDH. Fakultas Kehutanan
menunjukkan kondisi yang tidak layak, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
aspek habitat tidak layak dan aspek Kayat, K., Pudyatmoko, S., Maksum, M., &
sosial layak. Sehingga dari hasil tersebut Imron, M.A. (2017). Potensi Konflik
menunjukkan bahwa Hutan Pendidikan Penggembalaan Kuda pada Habitat Rusa
Wanagama I tidak layak menjadi tempat Timor (Rusa Timorensis) di Kawasan
restorasi Rusa Jawa karena dari 3 aspek Tanjung Torong Padang, Nusa Tenggara
tersebut kondisi yang paling banyak Timur. Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol. 5:
adalah kondisi yang tidak layak. 4-18.
Kayat, K. (2009). Evaluasi Pemeliharaan dan
SARAN Perkembangbiakan Rusa Timor ( Rusa
Dari hasil tersebut maka saran untuk timorensis Blainville) pada Beberapa
pengelola Hutan Pendidikan Wanagama I yaitu Penangkaran di Nusa Tenggara Timur.
kawasan teritorial rusa jawa dapat diberi batas Tesis S-2. Universitas Gadjah Mada.
sehingga intervensi masyarakat sekitar dapat Yogyakarta.
diminimalisir. Namun disamping itu, perlu juga Nugroho, A., D. (1992). Studi Ekologi Makan
untuk mempertimbangkan kondisi habitat di Rusa Jawa (Rusa timorensis russa Mul.
dalam kawasan yang dibatasi tersebut. Misalnya & Schl) pada Musim Kemarau di Taman
dengan menyediakan sumber pakan seperti Nasional Baluran. Skripsi. Fakultas
kolonjono, kerinyu, ilalang, ruput petani dan Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
lain-lain serta sumber air yang mencukupi. Yogyakarta.
Untuk aspek sumber air, kawasan yang Schroder, T.O. (1976). Deer in Indonesia.
digunakan untuk habitat rusa jawa dapat Nature Conservation Department.
ditempatkan pada daerah-daerah yang dekat Wageningen.
dengan aliran sungai. Selain itu, pengelola juga Semiadi, G., Nugraha, R.T.P., & Jamal, Y.
perlu melakukan monitoring secara berkala (2004). Panduan pemeliharaan rusa
untuk memperhatikan populasi rusa jawa di tropis. Pusat Penelitian Biologi,
dalam kawasan tersebut dserta ketersediaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
sumber pakan dan air didalamnya. Bogor.
Spaggiari, J., M. de Garine‐Wichatitsk. (2006).
DAFTAR PUSTAKA Home range and habitat use of
introduced rusa deer (Cervus timorensis

28
russa) in a mosaic of savannah and
native sclerophyll forest of New
Caledonia. New Zealand. Journal of
Zoology. Vol. 33: 175-183.

29

Anda mungkin juga menyukai