Anda di halaman 1dari 23

PENJABARAN FISIOLOGI MANGROVE PADA MATA KULIAH FISIOLOGI

BIOTA PERAIRAN

MAKALAH

Dosen Mata Kuliah: Prof. Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D

Kelas A Semester Ganjil 2022/2023

Oleh:

MOH. WILDANUL JANNAH


226080100111006
NADIA DARA
PANGGITAWATI
206080100111005

PROGRAM STUDI PASCASARJANA BUDIDAYA


PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
PENJABARAN FISIOLOGI MANGROVE PADA MATA KULIAH FISIOLOGI
BIOTA PERAIRAN

MAKALAH

Demi memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Biota Perairan

Oleh:

MOH. WILDANUL JANNAH


226080100111006
NADIA DARA
PANGGITAWATI
206080100111005

PROGRAM STUDI PASCASARJANA BUDIDAYA


PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENJABARAN
FISIOLOGI MANGROVE PADA MATA KULIAH FISIOLOGI BIOTA
PERAIRAN” dengan sebaik-baiknya. Adapun maksud dan tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi
Biota Perairan. Dalam proses penyusunan makalah ini pasti penulis
menjumpai hambatan, namun berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis memohon maaf apabila dalam penulisan didapatkan suatu
kesalahan baik yang di sengaja maupun tidak di sengaja. Kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini, sehingga makalah ini dapat bermanfaat dan
dapat memberikan informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.

Malang, 12 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iii

1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan Makalah......................................................................2

2. PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Definisi Mangrove, Hutan Mangrove dan Fungsinya.............................3
2.2 Persebaran Mangrove.............................................................................3
2.3 Karakteristik Habitat.................................................................................5
2.4 Biologi dan Adaptasi Mangrove..............................................................5
2.4.1 Adaptasi Secara Morfologi.......................................................................6
a. Bentuk Tajuk Pohon Mangrove....................................................................6
b. Bentuk dan Anatomi Daun...........................................................................7
c. Bentuk dan Anatomi Batang........................................................................8
d. Bentuk dan Anatomi Akar............................................................................8
2.4.2 Adaptasi Secara Fisiologi.....................................................................10
A. Ciri Xeromorfit dan Transpirasi.................................................................10
B. Respon Terhadap Garam..........................................................................12
C. Pembungaan (Flowering)..........................................................................14
D. Penyebaran Propagule (Buah, Biji, Benih)................................................14
E. Geminasi dan Establismen........................................................................15

3. PENUTUP..............................................................................................16
3.1 Kesimpulan............................................................................................16
3.2 Saran.....................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Distribusi Mangrove Dunia (Djamaluddin, Rignolda. 2018).......................4
2. Distribusi Mangrove Dunia (Djamaluddin, Rignolda. 2018).........................4
3. Model Tajuk Pada Pohon Mangrove (Hale, dkk. 1978)..............................6
4. Anatomi Daun Mangrove Rhizospora mucronata......................................7
5. Anatomi Akar (Djamaluddin, Rignolda. 2018).............................................9
6. Tipe Akar Pada Tumbuhan Mangrove (Djamaluddin, Rignolda. 2018)......10
7. Kelenjar Garam.....................................................................................................12
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan mangrove di Indonesia diklaim sebagai hutan mangrove terbesar
didunia dengan total 20% dari populasi hutan mangrove dunia. Pada tahun
2021, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis data resmi
tentang Peta Mangrove Nasional dan diketahui Indonesia memiliki total luas
mangrove seluas 3.364.076 Ha. Merujuk pada SNI 7717: 2011 tentang Survei
dan Pemetaan Mangrove, terdapat tiga klasifikasi penutupan tajuk pada
mangrove yakni mangrove lebat, mangrove sedang dan mangrove jarang.
Mangrove lebat adalah mangrove dengan tutupan tajuk lebih dari 70%,
magrove sedang dengan tutupan tajuk berkisar antara 30-70% dan mangrove
jarang dengan tutupan tajuk kurang dari 30%.
Dengan luas area 3.364.076 Ha, kondisi luas mangrove lebat seluas
3.121.239 Ha (93%), mangrove sedang seluas 188.363 Ha (5%) dan
mangrove jarang seluas 54.474Ha (2%). Provinsi Papua memiliki mangrove
dengan tutupan lebat terluas yakni sebesar 1.084.514 Ha. Sebaran mangrove
dengan tutupan sedang tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Utara seluas
41.615 Ha. Sebaran mangrove dengan kategori jarang berada di Provinsi Bali
dengan luas 75 Ha.
Mangrove didefinisikan berbeda-beda oleh para ahli. Namun secara
umum, mangrove dapat diartikan sebagai tumbuhan tingkat tinggi yang
berhasil tumbuh dan berkembang pada habitat intertidal yang berada diantara
daratan dan laut didaerah tropis dan sub tropis. Hutan mangrove adalah
formasi hutan yang tumbuh dan berkembang pada daerah landai dan muara
sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Kawasan hutan mangrove yang secara rutin digenangi oleh air laut
menyebabkan lingkungan hutan mangrove (tanah dan air) bersifat salin dan
tanahnya jenuh air. Vegetasi yang hidupnya berada dalam zona salin, baik
zona tersebut kering atau basah, kemudian disebut dengan halopita
(halophytic) (Onrizal, 2005).
Mangrove yang hidup didaerah salin, selama siklus hidupnya selalu
mengalami keadaan yang fluktuatif dan menyebabkan timbulnya stres.
Menurut Jacoby (1999), stressor yang paling umum dialami oleh mangrove

1
adalah stres osmotik (osmotic stress) dan stres keracunan (toxicity stress).
Selain dua stressor tersebut, akar tumbuhan halopita juga mengalami
stressor berupa rendahnya kadar oksigen (low oxygen pressure stress) yang
diakibatkan oleh kondisi tanah yang secara periodik digenangi oleh pasang
air laut. Selain kondisi diatas, hutan mangrove yang tumbuh diarea tropis
mengalami stres berupa paparan radiasi sinar matahari dan suhu yang tinggi
(Poljakof-Mayber dan Lerner, 1999).
Berbagai kondisi lingkungan yang ekstrim tersebut menyebabkan
terganggunya proses metabolisme pada tumbuhan yang berakibat pada
rendahnya produktivitas atau laju pertumbuhan. Namun, tumbuh-tumbuhan
mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, baik secara anatomi maupun
secara fisiologi untuk kelangsungan hidupnya. Pemahaman tentang proses
adaptasi secara fisiologi pada mangrove dirasa sangat penting dalam rangka
mengetahui kemampuan mangrove untuk menyesuaikan diri dengan stressor
serta lingkungan yang kompleks.

1.2 Tujuan Pembuatan Makalah


Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan
adaptasi secara morfolgi dan fisiologi mangrove yang hidup didaerah intertidal
dengan kondisi lingkungan yang ekstrim.

2
2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Mangrove, Hutan Mangrove dan Fungsinya


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, beberapa ahli
mendefinisikan mangrove secara berbeda-beda namun pada dasarnya
merujuk pada hal yang sama. Mangrove, dianggap sebagai tumbuhan
yang hidup didaerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Hutan
mangrove dikatakan sebagai hutan yang tumbuh pada tanah aluvial
didaerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air
laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia,
Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus,
Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Rusila, 2006).
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas
sesuai dengan habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut dan
salinitas. Adaptasi terhadap genangan air dicerminkan dengan
pembentukan akar napas, akar lutut, akar tunjang dan perkecambahan
biji pada waktu buah masih menempel di pohon (Djamaluddin, 2018).
Mangrove memiliki peran penting bagi daerah pesisir yang
menjadi penyambung darat dan laut serta sebagai peredam gejala-
gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan seperti abrasi, gelombang
tinggi, badai dan juga menjadi penyangga bagi kehidupan biota lainnya
serta merupakan sumber penghidupan masyarakat sekitarnya(Rusila,
2006).

2.2 Persebaran Mangrove


Mangrove terutama tumbuh di daerah antara garis lintang 30 o
sebelah utara dan selatan bumi, tapi vegetasi ini tidak ditemukan
dikebanyakan pulau di Samudera Pasifik (Spalding, dkk. 1997).
Dibelahan bumi bagian utara, distribusi mangrove terbatas hingga
Bermuda (32O20’ LU) dan Jepang (31O22’ LU). Disebelah Selatan,
mangrove terdistribusi hingga Selatan Australia (38o45’ LS) dan
Selandia Baru (38o03’ LS).
Setiap spesies mangrove memiliki batas toleransi fisiologis
tertentu terhadap temperatur rendah, sebagaimana diindikasikan oleh

3
batas distribusi vegetasi ini ke arah kutub. Oleh karena itu, penyebaran
mangrove secara global sangat dibatasi oleh faktor temperatur rendah
(Duke, dkk. 1998).

Gambar 1. Distribusi mangrove didunia (NASA, 2010)


Indonesia merupakan tempat yang sangat ideal bagi pertumbuhan
mangrove karena faktor iklim, geologi dan oseanografi. Hal ini menyebabkan
mangrove banyak tumbuh ditepi pantai dan membentuk sebuah ekosistem.
Pada tahun 2021, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis data
resmi tentang Peta Mangrove Nasional dan diketahui Indonesia memiliki total
luas mangrove seluas 3.364.076 Ha yang tersebar mulai dari Sabang sampai
Merauke dengan populasi mangrove terbesar berada di Papua dan yang
terkecil berada di Bali (Djamaluddin, 2018).

Gambar 2. Distribusi mangrove di Indonesia (NASA, 2010)

4
2.3 Karakteristik Habitat
Secara umum, mangrove dianggap bisa tumbuh disembarang
tempat yang dipengaruhi pasang surut. Pada kenyataannya, mangrove
hanya dapat tumbuh ditempat-tempat tertentu saja. Pada dasarnya,
mangrove sebagai tumbuhan tingkat tinggi memiliki anatomi dan
morfologi akar yang memungkinkan tanaman ini untuk menyerap air
dan zat hara langsung dari media tumbuhnya. Dengan demikian,
kondisi tanah atau substrat merupakan faktor penentu keberhasilan
tumbuh tumbuhan mangrove (Djamaluddin, 2018).
Terdapat tiga faktor utama yang menjadi penentu kehidupan
mangrove diberbagai situasi yakni geofisik, geomorfik dan biologik.
Faktor geofisik mencakup tenaga atau energi fisik yang bekerja mulai
dari skala global (contohnya atmosferik, sirkulasi oseanik, proses-
proese geofisik yang semuanya mempengaruhi sejarah kontinental,
dan pergeseran tektonik daratan dan muka laut) hingga skala regional
(contohnya parameter mesoklimatik, geologi basin drainase, dan
proses-proses fisika marin seperti enzim pasang surut dan gelombang).
Seluruh interaksi dari berbagai energi tersebut menghasilkan karakter
geomorfik disuatu tempat (locality) (Thom, 1982).
Faktor geomorfik dapat mempengaruhi mangrove melalui
berbagai macam cara. Pada tingkat makro, daerah dimana bentuk
lahan pantai merupakan hasil pengendapan sedimen yang dibawa
melalui sungai atau berasal dari laut (contohnya delta sungai, beting
gisik dan laguna) (Thom, 1982).
Faktor ketiga, yang merupakan faktor biologik adalah atribut
biologik mangrove itu sendiri. Respon fisiologis merupakan faktor
utama yang mempengaruhi perkembangan dan pola zonasi pada
mangrove (Thom, 1982).

2.4 Biologi dan Adaptasi Mangrove


Mangrove adalah tumbuhan tingkat tinggi yang berhasil hidup
pada kondisi ekstrim dengan habitat yang spesifik. Perendaman air
laut secara periodik, kandungan garam dalam substrat, kondisi
substrat yang mengandung banyak bahan organik, dan oksigen yang

5
sangat sedikit menjadi ciri khas habitat mangrove yang membutuhkan
suatu adaptasi khusus.
Terdapat perbedaan baik morfologi dan fisiologi pada mangrove
yang membedakan tumbuhan ini dengan tumbuhan daratan. Daun dan
akar mangrove merupakan organ yang paling banyak mengalami
modifikasi sebagai respon terhadap lingkungan. Proses metabolik dan
fisiologis khusus juga dikembangkan mangrove dalam rangka menjaga
keseimbangan air dan mengatur kadar garam agar tumbuhan ini dapat
hidup dan tumbuh dengan baik. Selain itu, mangrove juga
mengembangkan strategi khusus terkait mekanisme pembungaan,
penyebaran benih, dan pertumbuhan.
2.4.1 Adaptasi Secara Morfologi
a. Bentuk Tajuk Pohon Mangrove
Terdapat beberapa variasi bentuk tajuk pada
mangrove. Meskipun variasi arsitek tajuk pohon mangrove
sangat sedikit yang diduga karena jumlah spesies yang
terbatas, tapi dapat juga dikaitkan dengan kondisi faktor
lingkungan yang menghambat. Bentuk tajuk pohon mangrove
juga dikaitkan dengan aspek kompetisi dalam memanfaatkan
ruang terutama berkaitan dengan penebangan.

Gambar 3. Model Tajuk Pada Pohon Mangrove


Beberapa model arsitek tajuk pohon mangrove antara lain yang umum
yakni (A) model attim, yakni pertumbuhan secara kontinyu pada batang

6
berlanjut pada dahan dengan struktur bunga menyamping, (B) model pettit,
dengan ciri khas pertumbuhan teratur pada batang, cabang memiliki struktur
bunga terminal dan (C) model rauh yang mempunyai ciri pertumbuhan ritmik,
percabangan tanpa diferensiasi dan struktur bunga lateral (Hale, dkk. 1978)

b. Bentuk dan Anatomi Daun


Tumbuhan mangrove merupakan jenis tanaman yang menghasilkan
daun sepanjang tahun (evergreen). Hal ini berkaitan dengan strategi
tumbuhan ini untuk hidup dilingkungan yang penuh tekanan. Daun berperan
sangat penting dalam menjaga proses metabolisme dan fisik terkait
pengeluaran garam dan keseimbangan kapasitas air (Djamaluddin, 2018).

Gambar 4. Anatomi Daun Mangrove Rhizophora mucronata

Secara umum, morfologi daun mangrove selalu sama yaitu berbentuk


oval dan elips dengan ujung tumpul hingga menajam dengan tepian dun yang
bundar. Meskipun morfologi daun berbentuk relatif sama, namun terdapat
perbedaan pada tekstur dan ukuran daun rata-rata. Tekstrur daun mangrove
pada umumnya solid hingga lembut seperti bulu-bulu namun tidak kaku.
Tulang daun tidak terlihat jelas dan tidak pernah menonjol. Ciri lain daun
mangrove adalah berair dan bervariasi menurut kadar salinitas dan umur

7
daun. Secara anatomi, variasi sifat berarir pada daun mangrove terkait
dengan perbedaan luasan atau ukuran pada sel mesofil. Rambut halus dan
deposit lilin pada daun mangrove tidak berkembang, kecuali pada daun
Avicennia dimana pada sisi bawah daun terdapat rabut-rambut kecil
mementol (capitate hair) (Djamaluddin, 2018).

c. Bentuk dan Anatomi Batang


Secara eksternal, morfologi batang pohon mangrove sangat mirip
dengan kebanyakan pohon yang tumbuh di daratan. Namun secara anatomi,
bagian batang atau kayu mangrove memproduksi kambium terbatas dan tidak
musiman sehingga berakibat sulitnya proses penentuan umur pohon dalam
ekologi tropis (Djamaluddin, 2018).
Ciri yang sangat umum berlaku pada kayu mangrove yaitu pembulub
kayu (vessel) yang sempit dan rapat. Pada umumnya diameter ttangesial
pembuluh kayu kurang dari 100 μm dan sangat jarang ditemukan melebihi
150 μm. Hal ini beruhubungan dengan tensi tinggi atau tekanan negatif pada
xylem. Tensi tinggi ini berkaitan dengan potensial osmotik yang tinggi pada air
laut dimana mangrove harus mengatasinya agar air dapat terserap secara
optimal (Djamaluddin, 2018).
Selain pembukuh kayu yang sempit dan rapat, pada batang atau kayu
gterdapat lentisel yang berfungsi untuk pertukaran gas. Jaringan kulit
mangrove juga dapat menjadi organ yang penting untuk penyimpanan lebihan
garam (Djamaluddin, 2018).

d. Bentuk dan Anatomi Akar


Persoalan utama yang dihadapi mangrove adalah substrat yang selalu
terendam yang mengakibatkan jumlah oksigen sangat terbatas atau seringkali
disebut sebagai kondisi anaerobik dan kondisi substrat yang lembab (semi-
fluid) sehingga kurang mendukung untuk proses-proses mekanik.
Akar mangrove memiliki fungsi sebagai penyerap nutrien dan juga
untuk menopang tubuh mangrove itu sendiri. Oleh karena tumbuhan ini hidup
pada habitat yang beragam, maka secara anatomi akar difungsikan sebagai
organ penyaring garam karena akar pada mangrove bersifat impermiabel.

8
Pada akar juga terdapat lentisel yang memungkinkan terjadinya pertukaran
gas termasuk penyerapan oksigen (Djamaluddin, 2018).

Gambar 5. Anatomi Akar


Kebanyakan tumbuhan mangrove memiliki sistem akar kabel yang
menyebar secara horizontal, sistem akar tunjang yang menancap secara
vertikal, dan sistem akar nutritif yang halus. Sistem akar mangrove umumnya
hanya dangkal (kurang dari 2 meter), akar tunggang tidak ditemukan, dan
biasanya rasio biomasa akar dan tajuk (above ground biomassa) tinggi pada
masa awal perkembangan sevagai respon terhadap kondisi lingkungan
substrat yang tidak stabil. Beberapa spesies tidak memiliki spesifikasi sistem
perakaran, contohnya Aegialitis dan Excoecaria, sehingga Excoecaria dapat
tumbuh pada substrat yang sedikit mengalami perendaman dan Aegialitis
tumbuh pada substrat yang aerobik (Djamaluddin, 2018).
Tumbuhan mangrove mengembangkan sistem perakaran diatas
spermukaan substrat (aerial roots). Pertama, akar pneumatofor atau akar
pasak atau akar nafas seperti yang ditemukan pada Avicennia dan
Sonneratia. Akar ini keluar dari sistem kabel dan secara berentetan dan
muncul ke udara. Kedua, akar lutut seperti pada Bruguierra, sebagai
modifikasi dari sistem akar kabel yang berkembang ke atas hingga keluar dari
substrat kemudian turun kembali dan berbentuk seperti lutut yang
dibengkokkan. Ketiga, merupakan akar tunjang yang terdapat pada

9
Rhizophora yang keluar dari batang dan menancap kedalam substrat.
Keempat akar papan yang keluar dari bagian pangkal batang dan berbentuk
pipih seperti yang terdapat pada Heritiera. Kelima adalah akar gantung
dimana akar keluar dari batang tetapi tidak menancap dari substrat seperti
yang ditemukan pada Achantus (Djamaluddin, 2018).

Gambar 6. Tipe Akar pada Tumbuhan Mangrove

2.4.2 Adaptasi Secara Fisiologi


A. Ciri Xeromorfik dan Transpirasi
Habitat tumbuh mangrove sering digambarkan sebagai habitat
yang kering atau arid secara fisiologis, meskipun habitat mangrove

1
0
sebenarnya selalu basah. Penggambaran seperti ini dikaitkan dengan
kondisi berair yang mengandung garam, dimana penyerapan air oleh
mangrove harus melawan gradien osmotik. Untuk melakukan proses seperti
itu, tumbuhan mangrove membutuhkan energi ekstra, dan jumlah
ketersedian air dengan kadar garam yang telah tereduksi pada pohon
mangrove sesungguhnya ditentukan oleh besarnya energi metabolik yang
dimiliki pohon mangrove untuk melakukan desalinisasi (Djamaluddin, 2018)
Tumbuhan mangrove memiliki ciri yang dikenal dengan istilah
xeromorfik, yaitu menahan air yang berkadar garam rendah untuk tetap
berada dalam organ tumbuhan ini. Daun mangrove memiliki beberapa
karakteristik yang berkaitan dengan fungsi menahan atau menyimpan air
yang berkadar garam rendah. Daun mangrove terutama bagian atasnya
dilapisi oleh lapisan lilin kutikel yang tebal sehingga dapat memperlambat
proses evaporasi. Contohnya terdapat pada kehadiran rambut pada
Avicennia dan sisik pada Camptostemon dan Heritiera mengurangi
hilangnya air dari daun. Stoma yang berfungsi sebagai saluran keluar dan
masuknya gas pada daun terletak lebih dalam dari lapisan epidermis bawah
pada kebanyakan mangrove. Posisi stoma seperti itu berfungsi untuk
mengurangi evaporasi. Sifat sukulen atau menyimpan air pada daun
mangrove secara anatomi berkaitan dengan hadirnya sel-sel besar
penyimpan air hypodermis, mesofil palisade yang berkembang dengan
volume intraselular yang kecil (Djamaluddin, 2018)
Selain daun mangrove, anatomi kayu pada beberapa spesies
mangrove termodifikasi dengan jumlah pembuluh kayu yang lebih banyak
dan pori-pori berukuran kecil. Modifikasi anatomi kayu mangrove seperti itu
berkaitan dengan perlambatan pergerakan air.
Laju transpirasi atau hilangnya uap air yang rendah pada
tumbuhan mangrove berkaitan dengan adaptasi tumbuhan ini terhadap
kondisi bergaram.
Air disuplai ke daun dengan tekanan potensial hidrostatik yang sangat
negatif dan jumlah air yang dibutuhkan cukup tinggi mengingat perbedaan
tekanan uap antara daun dan udara. Penjelasan lainnya yakni bahwa laju
transpirasi yang rendah adalah untuk menghindari penumpukan garam yang

1
1
terlalu cepat dalam daun yang dapat menyebabkan gangguan (Djamaluddin,
2018)
B. Respon Terhadap Garam
Kenyataan bahwa tumbuhan mangrove dapat tumbuh dan
beregenerasi di habitat yang bergaram mengindikasikan bahwa tumbuhan ini
dapat mengontrol penyerapan garam dan memiliki kemampuan untuk
menjaga keseimbangan air pada tingkat yang dapat diterima secara fisiologis.
Habitat tumbuh mangrove di zona intertidal yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut menyebabkan tumbuhan ini tidak bisa menghindari kehadiran
garam dalam bentuk ion natrium dan klorida. Air laut dengan kandungan
garam terlarut sebanyak 35 gram/liter memiliki tekanan potensial osmotik
sebesar -2,5 MPa dan tekanan ini akan lebih rendah lagi (lebih negatif) untuk
air yang ada dalam substrat (Djamaluddin, 2018).

Gambar 7. Kelenjar Garam

1
2
Kebanyakan tumbuhan mangrove menyerap ion natrium dan klorida.
Terdapat tiga mekanisme yang ditemukan pada tumbuhan mangrove dalam
kaitannya dengan respon terhadap lingkungan yang mengandung garam.
Pertama, kelompok tumbuhan mangrove yang menyerap garam dan
mengeluarkannya (disebut juga salt secretors atau sekretor garam). Kedua,
kelompok tumbuhan mangrove yang tidak menyerap garam (disebut juga salt
excluders atau penolak atau penyaring garam). Ketiga, kelompok tumbuhan
yang sama dengan kelompok pertama yaitu menyerap garam tetapi kemudian
mengumpulkan garam pada jaringan tertentu (disebut juga salt accumulators).
Tumbuhan mangrove kelompok sekretor garam ditemukan pada
Avicennia, Aegiceras, Aegialitis, Achantus, dan Laguncularia. Tumbuhan
dalam kelompok ini memiliki kelenjar garam (salt gland) pada daun yang
berfungsi untuk mengeluarkan garam. Avicennia merupakan tipe sekretor
garam yang efektif sehingga mampu hidup pada kondisi lingkungan dengan
kadar garam yang tinggi. Pada Achantus dan Aegialitis mekanisme ini kurang
efektif sehingga mereka hanya bisa tumbuh di habitat yang berkadar garam
tidak terlalu tinggi. Pada Aegiceras terdapat 24 – 40 sel sekretori yang
terletak dalam setiap sel basal yang berukuran besar. Selsel sekretori berada
dalam satu kesatuan dengan mitokondria dan organel lainnya.
Plasmodesmata menghubungkan bahan-bahan hidup yang ada dalam sel
basal dan sel-sel sekretor. Sementara itu, persimpangan antara sel basal dan
sub-basal yang membentuk lapisan di atas mesofil palisade hadir secara
parsial berupa cutinezed (seperti sel lilin). Proses pengeluaran garam terjadi
melalui celah yang terdapat di antara bagian kutikel pada kelenjar (gland).
Sel-sel mesofil memiliki dua vakuola, salah satunya mengandung cairan
organik tanpa atau sedikit klorida, sementara satunya lagi tidak mengandung
cairan organik tetapi kaya klorida (Djamaluddin, 2018).
Kelompok penghindar atau penyaring garam ditemukan antara lain
pada Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera,
Excoecaria, Aegiceras, Aegiaiitis, dan Acrostichum. Bagian akar dari
tumbuhan ini memiliki mekanisme menolak garam pada saat penyerapan air.
Kelompok pengumpul garam ditemukan pada Excoecaria, Lumnitzera,
Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus. Ion natrium

1
3
dan klorida dikumpulkan pada kulit batang dan akar, dan juga dalam daun
yang telah tua. Kelebihan garam dari jaringan metabolik dipindahkan ke daun
tua sebelum jatuh. Pada Xylocarpus dan Excoecaria, pengguguran daun
tahunan dapat dipandang sebagai mekanisme pemindahan garam sebelum
periode pertumbuhan baru dan proses produksi buah (Djamaluddin, 2018).

C. Pembungaan (Flowering)
Penelitian yang telah dilakukan oleh Primack dan Tomlison (1980),
telah menemukan bahwa mangrove mempunyai kecenderungan berlakaunya
mekanisme outbreeding. Kebnayakan mangrove bersifat hemaprodit (85%),
berumah tunggal (monoecy), sangat tidak umum (11%), dan berumah ganda
(dioecy) jarang ditemukan (4%).
Secara umum, mekanisme pemindahan pollen dari satu bunga ke
bunga lainnya diperankan oleh hewan penyerbuk (pollinator) yang terdiri dari
berbagai spesies. Generalisasi ini mungkin tak dapat diaplikasikan untuk
Rhizophora dimana penyerbukan dibantu oleh angin (Tomlinson, 1986).
Beberapa faktor, seperti ratio pollen/ovule yang tinggi, ketidakhadiran
bau penarik (attractive odour), dan ketidakhadiran alternatif imbalan selain
pollen bagi hewan penyerbuk, dipertimbangkan sebagai alasan terjadinya
penyerbukan dengan bantuan angin tersebut. Sementara itu, ditambahkan
oleh Hogarth (1999) bahwa bunga pada mangrove yang menghasilkan madu
(nectar) dalam jumlah besar adalah sangat mungkin diserbuki oleh hewan
seperti lebah, kelelwar, dan kupu-kupu serta burung (Tomlinson, 1986).

D. Penyebaran Propagule (Buah, Biji, Benih)


Hampir semua spesies mangrove menghasilkan propagule yang dapat
mengapung (water-borne propagules), dan ini menunjukkan peran penting air
bagi penyebarannya (Duke, dkk. 1998). Sejumlah faktor dapat bersifat
membatasi efektivitas penyebaran bagi setiap jenis mangrove. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
- Lama waktu propagule mengapung dan tetap mampu hidup,
- Laju aliran arus permukaan,
- Kondisi air,
- Ketersediaan habitat yang cocok

1
4
Lama waktu mengapung dapat pula meningkat sejalan dengan meningkatnya
temperatur air (Steinke dan Naidoo, 1991). Di laut, laju dan arah arus
permukaan berubah secara nyata menurut iklim, kondisi cuaca, musim, dan
perubahan tahunan. Temperatur yang rendah dan keterbatasan habitat yang
cocok dapat pula mempengaruhi kemampuan hidup propagule serta
keberhasilan establismen (Duke, dkk. 1998).

E. Germinasi dan Establismen


Pertunasan atau germinasi pada mangrove dapat dibagi ke dalam dua
tipe utama, yakni germinasi hypogeal (cotyledon tidak membesar dan terbuka)
dan germinasi epigeal (kotiledon membesar dan terbuka) (Tomlinson, 1986).
Hal umum yang berlaku bahwa terdapat suatu korelasi sederhana antara tipe
germinasi dan ukuran biji. Biji dengan germinasi epigeal biasanya kecil,
sedangkan biji dengan germinasi hypogeal umumnya lebih besar. Namun
demikian, generalisasi tersebut ternyata tidak selalu benar karena ternyata
anakan yang besar pada Avicennia memiliki germinasi epigeal.
Bagi semua biji tanaman, establismen merupakan tahapan kritis dalam
siklus hidup biji tersebut. Berbagai kondisi edaphic (berkaitan dengan substrat)
dan faktor pasang-surut di dalam lingkungan mangrove dapat membatasi
establismen atau keberhasilan hidup benih mangrove. Kebanyakan propagule
mangrove membutuhkan waktu 5 hingga 10 hari untuk mengembangkan
sistem perakaran yang menancap (anchoring root system) (Rabinowitz, 1978).
dan umumnya semua propagule memperlihatkan pertumbuhan akar setelah
40 hari.

1
5
3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Mangrove merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang hidup pada daerah
intertidal dan secara periodik terendam air laut.
2. Mangrove disebut sebagai tanaman halopita karena hidup didaerah salin
dengan lingkungan yang jenuh air.
3. Mangrove memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri, baik secara
morfologi, anatomi dan fisiologis.
4. Adaptasi tummbuhan mangrove secara morfologi dan anatomi meliputi
bentuk tajuk pohon mangrove, bentuk dan anatomi daun, batang dan akar.
5. Adaptasi secara fisiologis berupa respon terhadap garam, pembungaan,
penyebaran propagule, ggerminasi dan establismen.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. Makalah
ini mungkin masih belum mencakup segala materi terkait Fisiologi Biota
Perairan, sehingga dibutuhkan saran dan kritik yang dapat membangun.
Maka dari itu, dikemudian hari makalah ini diharapkan dapat lebih dilengkapi
lagi dan ditambah dengan studi kasus jika memungkinkan.

1
6
DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, Rignolda. 2018. Mangrove. Biologi, Ekologi, Rehabilitasi dan


Konservasi. Unsrat Press. 237 hal.

Duke NC., Ball MC., Ellison JC. 1998. Factor influencing biodiversity an
distribution gradients in mangrove. Global Ecology and Biogegraphy
Letters, 7(1):27-47.

Halle F., Oldeman RAA., Tomlinson PB. 1978. Tropical trees and forests – an
architectural analysis. Springer Verlag, Berlin.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Peta Mangrove


Nasional Tahun 2021: Baseline Pengelolaan Rehabilitasi Mangrove
Nasional.https://www.menlhk.go.id/site/single_post/4476/petamangrove-
nasional-tahun-2021-baseline-pengelolaan-rehabilitasi-mangrove-
nasional. Diakses pada 7 September 2022.

NASA. 2010. https://earthobservatory.nasa.gov/images/47427/mapping-


mangroves-by-satellite. Diakses pada 7 September 2022.

Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove Pada Lingkungan Salin dan


Jenuh Air. Universitas Sumatera Utara. 15hlm.

Poljakoff-Mayber, A., dan H.R.Lerner. 1999. Plants in Saline Environments


dalam Pessarakli, M (Ed). Handbook of Plant and Crop Stress. 2sd
Edition. Marcel Dekker, Inc. New York. pp. 125-151.

Rabinowitz D. 1978. Dispersal Properties Of Mangrove Propagules.


Biotropica, 10:47-57.

Rusila Noor,Y., M.. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan


Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.

SNI 7717. 2011. Survey dan Pemetaan Mangrove. Badan Standarisasi


Nasional Indonesia.

Spalding M., Blasco F., Field C. 1997. World Mangrove Atlas. The
International Society for Mangrove Ecosystem. Okinawa, Japan. 178 hal.

Steinke TD., Naidoo Y. 1991. Respiration And Net Photosynthesis Of


Cotyledons During Establishment And Early Growth Of Propagules Of
Mangroves, Avicennia Marina, At Three Temperatures. South African
Journal of Botany, 57:171-174.

Thom BG. 1982. Mangrove Ecology - a Geomorphological Perspective.


Dalam: Clough, B.F. (Ed.). 'Mangrove Ecosystem In Australia: Structure,
Function And Management', hal. 3-17. AIMS with ANU Press, Canberra,
Australia.

1
7
Tomlinson PB. (1986). The Botany Of Mangroves. Cambridge University
Press, New York. 413 hal.

1
8

Anda mungkin juga menyukai