Anda di halaman 1dari 12

ADAPTASI MIKROORGANISME YANG HIDUP DI PERAIRAN

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi Lingkungan yang diampu oleh
Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M. Pd

Disusun Oleh :

Offering G/D-V

Miftakhul Rahmadani. A 210342867208

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

S2 BIOLOGI/JURUSAN BIOLOGI

April 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah berjudul “Adaptasi
Mikroorganisme di Lingkunga Perairan” Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Mikrobiologi
Lingkungan yang telah membimbing dan mendampingi penulis dalam penyusunan
makalah ini.
2. Serta rekan-rekan Offering G-D/V S2 Biologi Universitas Negeri Malang.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Mikrobiologi Lingkungan”. Penulis juga berharap semoga pembuatan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Demikian
pengantar yang dapat penulis sampaikan. Penulis pun sadar bahwasannya penulis hanyalah
seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa
menjadi koreksi bagi penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Malang, 3 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................1
C. Batasan Masalah......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................2
A. Penyebaran Mikroorganisme di Lingkungan Perairan..............................2
B. Peranan Mikroorganisme di Lingkungan Perairan....................................4
BAB III PENUTUP............................................................................................7
A. Kesimpulan...............................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................8

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar

1. Anabaena dan Morfologi Anabaena.......................................................................................5

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan semua makhluk yang berukuran beberapa mikron atau lebih
kecil lagi. Makhluk yang termasuk golongan ini adalah bakteri, cendawan atau jamur tingkat
rendah, ragi yang menurut sistematik masuk golongan jamur, ganggang, hewan bersel satu atau
protozoa, dan virus. Mikroorganisme bersifat kosmopolit, seperti di dalam tanah, di lingkungan
akuatik yang berkisar dari aliran air sampai lautan, dan di atmosfer.
Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan alam dan kehidupan manusia beberapa
diantaranya bermanfaat dan yang lain merugikan (Pelczar dan Chan,2005). Mikroorganisme
tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan abiotik dan biotik dari suatu ekosistem. Salah
satunya adalah peran mikroorganisme yang hidup pada daerah perairan. Air alami tersedia
sebagai habitat untuk sejumlah mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat menempati
habitat air tawar seperti danau, sungai, kolam, habitat lautan, atau habitat estuaria. Ilmu
mengenai mikroorganisme dalam lingkungan air tawar, lautan, dan estuari disebut mikrobiologi
akuatik. (Waluyo, 2009). Menurut Tarigan 1988, keberadaan mikroorganisme dalam
lingkungan akuatik dan kegiatannya sangat penting. Mikroorganisme tersebut dapat
mempengaruhi kesehatan manusia dan kehidupan hewan, hal ini karena mereka menempati
posisi kunci di dalam rantai makanan dengan cara menyediakan makanan bagi kehidupan
akuatik berikutnya yang bertaraf lebih tinggi. Mikroorganisme tersebut membantu
berlangsungnya rantai reaksi biokimiawi yang mengatur daur ulang unsur, seperti yang terjadi
di dalam tanah. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dikaji secara umum tentang
penyebaran mikroorganisme akuatikserta peranan mikroorganisme di lingkungan akuatik baik
yang menguntungkan maupun merugikan beserta proses adaptasinya.

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, tujuan dari penulisan ini yaitu:
1. Menjelaskan penyebaran mikroorganisme di lingkungan perairan.
2. Menjelaskan peranan mikroorganisme di lingkungan perairan.

C. Batasan Penulisan
Batasan penulisan makalah ini sesuai dengan topik yang dituliskan berdasarkan referensi dari
pustaka yang diperoleh yaitu:
1. Membahas penyebaran mikroorganisme di lingkungan perairan.
2. Membahas peranan mikroorganisme di lingkungan perairan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyebaran Mikroorganisme di Lingkungan Perairan


Mikroorganisme merupakan bagian komponen biologis, dimana komposisi dan
ukurannya tergantung dari kondisi fisik dan kimiawi. Bakteri dan fungi terdistribusi hampir
pada semua air, namun memiliki jumlah dan jenis yang berbeda antara sungai, danau, dan laut.
Bakteri dan jamur heterofilik dapat hidup hanya dengan menggunakan bahan organik, baik
yang disintesis dan diresintesis oleh organisme lain dalam mendapatkan nutrisinya. Distribusi
mikroorganisme dalam air merupakan hasil dari interaksi semua faktor biotik dan faktor
abiotik. Tipe air seperti sungai, danau, dan laut juga mempengaruhi distribusi dari
mikroorganisme (Waluyo, 2009).
1. Distribusi Mikroorganisme di Lingkungan Perairan Sungai
Bakteri yang ditemukan dalam sungai hanya sedikit jumlahnya, karena di dalam sungai
jumlah nutriennya sedikit. Sungai merupakan sistem lotik yaitu suatu perairan yang dicirikan
oleh adanya aliran air yang cukup kuat (Leksono et al., 2013). Jumlah total bakteri berkisar
dari ratusan hingga ribuan per mililiter dan jumlah saprofit umumnya antara 10 sampai
beberapa ribu. Saprofit adalah organisme yang hidup dan makan serta mendapatkan nutrisi
dari bahan organik yang sudah mati atau membusuk. Hal ini karena mata air mengandung
konsentrasi nutrien yang rendah dan biasanya terdapat bakteri yang sangat
kecil berbentuk kokus dan batang pendek bila dilihat dengan mikroskop cahaya. Pada
beberapa mata air dan sungai, khususnya pada tepi mata air, Cyanophyta juga ditemukan.
Komposisi spesies tergantung pada temperatur dan mineral. Synechococcus lividus ditemukan
pada sumber air panas di Taman Nasional Yellowstone pada suhu 73-74℃ .
Biomassa terbesar jugaditemukan pada sumber mata air panas Hunter di Oregon,
Amerika Serikat. Pada temperatur di bawah 53℃ .Oscillatoria terebriformis juga dapat
berkembang, dan pada suhu 47-48℃ digantikan oleh Pleurocapsa dan Calothrix. Di Islandia
dan Selandia Baru, Mastigicladus laminosus ditemukan pada suhu 63-64℃ . Temperatur ini
menunjukkan batas teratas untuk kehidupan tumbuhan hijau. Pada sumber mata air panas di
atas suhu 50℃ hanya bakteri dan Cyanophyta yang dapat hidup. Jadi, pada mata air hanya
mikroorganisme prokariot yang dapat hidup. Jumlah bakteri saprofit di sungai dan mata air
bergantung pada musim. Pada musim panas dan musim dingin akan memiliki jumlah yang
berbeda dan mengalami fluktuasi. Jumlah bakteri tertinggi pernah dihitung selama musim
dingin dengan keadaan temperatur rendah dengan nutrisi yang didapatkan dari limbah.
Jumlah yeast di sungai meningkat karena limbah yang dibuang ke sungai cukup besar. Pada
arus air yang jernih, yeast jarang ditemukan. Spora jamur tingkat tinggi secara melimpah
berada di sungai dan merupakan bagian penting dari peningkatan limbah. Sedangkan
komposisi populasi fungi tingkat rendah tergantung dari jumlah bahan organik yang masuk.

2
2. Distribusi Mikroorganisme di Lingkungan Perairan Danau
Jumlah bakteri saprofit di danau bergantung pada tipe danau. Jumlah terbesar biasanya
pada tipe danau eutrofik yaitu, danau yang memiliki kedalaman cukup dangkal karena
fitoplankton di dalamnya sangat produktif, maka danau ini kaya akan makanan (Indriani, dkk.,
2016). Pada danau yang jernih jumlah tertinggi bakteri pada saat jumlah nutrien fitoplankton
diproduksi paling tinggi. Distribusi vertikal bakteri tergantung dari perbedaan musim. Selama
musim panas yang paling berkembang adalah alga dan bakteri. Tidak hanya jumlah total bakteri
pada berbagai zona yang berbeda tetapi juga komposisi dari spesiesnya. Distribusi mikroba pada
danau mesotrofik dipengaruhi oleh persediaan oksigen. Bakteri Metallogenium personatum
ditemukan pada lapisan 10 meter dari permukaan. Pada kedalaman 10,75 meter, dimana H2S
selalu ada maka, bakteri sulfur seperti Rhodothece conspicua dan Thiocapsa sp mencapai jumlah
maksimum. Bakteri sulfur hijau, misalnya Pelodictyon luteolum di bawah kedalaman 11-11,5 meter
menjadi paling dominan jumlahnya. Sejumlah bakteri Chlorochromatium dan Pelodictyon roseoviride
juga didapatkan padakedalaman 11-12 meter. Bakteri Peloploca pulchra didapatkan pada
kedalaman13,0-22,5 meter. Jumlah terbesar bakteri fotoautotrof yang pernah diobservasi di
danau eutrofik bergaram yaitu 48 juta per ml, dan pada danau oligotrofik air tawar mencapai 3,5
juta per ml. Cyanophyta tersebar luas pada danau perairan dalam. Pada danau oligotrofik,
fitoplankton ini tergolong sangat kecil. Proses peningkatan dengan cara eutrofikasi. Dalam danau
eutrofik, Cyanophyta  terdapat pada musim panas dan berwarna kehijauan pada air, hal ini
terjadi pada lapisan sekitar 1-2 meter. Peningkatan eutrofikasi juga meningkatkan perubahan
populasi Cyanophyta, misalnya Oscillatoria rubescens (Garno, 2016). Koloni mikroorganisme dalam
jumlah besar bisa didapatkan dari lapisanatas lumpur suatu danau karena memiliki bahan organik
yang tinggi. Keberadaan mikroorganisme tersebut dapat dihitung dengan perhitungan
mikroskopiklangsung. Jumlah bakteri yang ditemukan antara 1.000.000 sampai beberapa
ratus juta per gram lumpur. Jumlah bakteri saprofit secara umum sebanyak beberapa puluh ribu
sampai beberapa ratus ribu per gram lumpur. Pada air yang tercemar didapatkan jumlah yang
lebih besar. Lumpur yang berisi bakteri dan bahan-bahan organik yang telah teruraidapat
ditemukan pada kedalaman lumpur yang hanya beberapa sentimeter. Pada kedalaman 1 meter
jumlah bakteri hanya sedikit dibandingkan pada permukaan. Hampir pada semua endapan danau,
di samping Eubacteria, Actinomycetes juga dapat dideteksi. Jumlah Actinomycetes menurun
sesuai dengan kedalaman. Demikian juga, jumlah fungi dalam lumpur danau juga menurun
dengan meningkatnya kedalaman sedimen (Badjeori, 2013).

3. Distribusi Mikroorganisme di Lingkungan Perairan Laut


Kebutuhan akan nutrien merupakan bagian dari laut terbuka sehingga mempengaruhi
flora normal. Jumlah bakteri saprofit pada berbagai bagian laut berbeda-beda, hal ini dikarenakan
adanya perbedaan tempat dan fluktuasi musim. Jumlah bakteri saprofit pada suatu teluk lebih
tinggi daripada laut terbuka. Pantai yang tercemar juga mengandung banyak bakteri saprofit
dikarenakan mengandung bahan-bahan organik yang cukup tinggi (Sutiknowati, 2013).
Distribusi vertikal bakteri saprofit mencapai jumlah tertinggi pada zona eufotik, zona ini kaya
akan cahaya matahari sehingga fitoplankton dan mikroorganisme lain dapat tumbuh. Pada zona
di bawah 200 meter sangat kecil jumlah bakteri saprofit yang ditemukan, dan zona dibawah 1000
meter jumlah sangat sedikit. Cyanophyta berperan penting sebagai fitoplankton di laut. Anggota
dari genus Trichodesmium tersebar luas di perairan tropis. Cyanophyta tidak hanya dapat
diobservasi dari zona fotik tetapi juga dapat diambil dari laut yang lebih dalam, misalnya genus
Nosctoc dan spesies Dactyliococcopsi dari Samudera Indonesia dan Samudera Atlantik. Nostoc
planktonicum juga didapatkan pada kedalaman 1000 meter. Distribusi Phycomycetes laut telah
diteliti di laut utara dan laut Atlantik Tenggara. Jumlah tertinggi sebanyak 2000 fungi per
liter didapatkan pada tanah di dekat laut terbuka (Syahbaniati & Sunardi, 2019).

B. Peranan Mikroorganisme di Lingkungan Perairan


Peran mikroorganisme sangat penting dalam siklus kehidupan air. Kontribusi mikroorganisme
ini mampu menguraikan bahan-bahan organik dan mempercepat kemungkinan kembalinya
unsur-unsur anorganik penting ke dalam siklus zat organik baru. Kehadiran mikroba di dalam
air, mungkin akan mendatangkan keuntungan tetapi juga mungkin mendatangkan kerugian
(Suriawiria, 1985).
1. Mendatangkan Keuntungan
Banyak plankton yang terdiri dari plankton-tumbuhan (fitoplankton)ataupun plankton-
hewan (zooplankton) yang merupakan makanan utamaikan-ikan kecil dan kehadirannya
merupakan tanda kesuburan kolammisalnya, untuk perikanan. Contohnya adalah Chlorella
Pinnularia, Hydrodiction, Pinnularia, dan sebagainya. Banyak jenis bakteri atau fungi di dalam
badan air berlaku sebagai jasad decomposer, artinya jasad tersebut mempunyai kemampuan
untuk mengurai atau merombak senyawa yang berada (masuk) ke dalam badan air. Sehingga
kehadirannya telah dimanfaatkan di dalam rangka pengolahan buangan di dalam air secara
biologis. Bakteri yang berfungsi sebagai decomposer termasuk kedalam golongan bakteri
heterotrofik. Bakteri ini memperoleh senyawa organik sebagai sumber energi dengan
menguraikan bahan organikmenjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu mineral-mineral
makanan.Selain sebagai sumber makanan, mineral ini juga dilepaskan ke perairanuntuk
menjaga keberlangsungan ekosistem (Hutabarat & Evans, 1985). Bakteri heterotrofik ini lebih
banyak berperan dalam penguraian karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan jamur lebih
berperan melakukan pengurai lignin dan selulosa (Resosoedarmo et al, 1985). Adapun jenis
bakteri yang berperan pada dekomposisi adalah Pseudomonas yangmenguraikan protein
menjadi asam amino, Bacillus yang menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
Sedangkan jenis jamur yang berperan pada dekomposisi adalah kelompok Myxobacteria 
(Cytophaga dan Sporocytophaga) yang melakukan dekomposisi selulosa dan jamur Ascomycetes
dan jamur imperfecti yang melakukan dekomposisi lignin(Rheinheimer, 1980). Pada
umumnya mikroalga mempunyai klorofil, sehingga dapatmelakukan proses fotosintesis
dengan menghasilkan oksigen. Di dalam air, kegiatan fotosintesis tersubut akan menambah
jumlah (kadar) oksigen di dalamnya,sehingga nilai kelarutan oksigen (umumnya disebut DO
atau dissolvedoxygen) akan naik atau bertambah.
Kehadiran hasil uraian senyawa hasil rombakan bakteri atau fungi, ternyatadigunakan
atau dimanfaatkan oleh jasad-jasad lain, antara lain olehmicroalgae, oleh bakteri atau fungi
4
sendiri. Sehingga dalam masalah ini jasad pengguna tersebut dinamakan jasad pemakai.
Tanpa adanya jasad pemakai, kemungkinan besar penimbunan (akumulasi) hasil uraian
tersebut dapat mengakibatkan keracunan terhadap jasad lain, khususnya ikan. Mendegradasi
atau sebagai alternatif pengolahan air dengan teknologi bioremediasi untuk menghilangkan
logam berat, seperti bakteri Nitrobacter dan Nitrosomonas (Pridie, 2012). Selain bakteri,
mikroalga sepertisianobakteri, Chorella juga mampu mendegradasi logam berat melalui proses
fitoremediasi. Chorella mampu mendegradasi logam Seng (Zn) dengan melakukan translokasi
logam dari akar menuju tubuhnya.
Logam berat tersebut akan terserap dan tinggal pada tubuh Chorella. Selanjutnya apabila
chorella tidak mampu menahan logam berat tersebut, chorella akanmati. Selain itu, bakteri
Nitrosomonas mampu mengubah ammonia menjadinitrit dan Nitrobacter mampu mengubah
nitrit menjadi nitrat yang disebutdengan proses nitrifikasi. Kedua bakteri ini saling
bersimbiosis dalam peningkatan kadar ammonia dalam perairan. Setelah dilakukan proses
penguraian, nitrat tadi dapat diserap tumbuhan air seperti ganggang atau menguap setelah
melalui proses oksidasi di permukaan air. Selain itu terdapat pula adaptasi mikroorganisme di
lingkunga perairan yang ditunjukkan oleh kemampuan Azolla menyediakan N bagi tanaman
lah karena pada Azolla terdapat Cyanobacteria yang kemudian kedunya melakukan simbiosis
mutualisme. Simbiosis keduanya kemudian dinamakan Anabaena azollae. Anabaena azollae
dapat memfiksasi N2 bebas diudara sehingga dapat meyumbang kebutuhan N bagi tanaman di
dalam tanah. Anabaena azollae cara adaptasi dengan membentuk kista berupa sel yang
panjang, berdinding sel tebal sebagai tempat fiksasi N2 yang disebut heterokis yang tahan
terhadap kondisi kering. Pemanfaatan Anabaena-azollae untuk pupuk hijau bagi tanaman,
azolla juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Kandungan protein yang tinggi
sangat baik bagi ternak dan dapat membantu peternak menghemat biaya untuk membeli
pakan.(Design, 1982).

Gambar 1. A) Anabaena dan B) Morfologi Anabaena


Sumber: (Sudjana, 2014)
Mikroorganisme yang mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon terdiri dari jenis
bakteri dan jamur. Dari seluruh mikroba, bakteri memiliki jumlah yang paling banyak dan
merupakan kumpulan yang aktif secara biokimia. Bakteri yang mampu menggunakan
hidrokarbon sebagai sumber karbon adalah kelompok bakteri heterotrof, autotrof, dan bakteri

5
belerang. Organisme yang telah diketahui memiliki kemampuan mendegradasi hidrokarbon
terutama adalah mikroorganisme seperti jamur, ragi, dan bakteri (Rosenberg, et al., 1992
dalam Zam, 2010). Genus bakteri yang paling sering ditemui sebagai pendegradasi minyak
adalah Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes, Arthrobacter, Bacillus, Flavo bacterium,
Nocardia, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio (Austin,et al, 1977).
Hidrokarbon merupakan senyawa hidrofob. Bakteri hidrokarbonoklastik menggunakan
hidrokarbon sebagai sumber energi dan sumber karbon (Martani dan Jutono, 1984).
Kemampuan bakteri dalam memecahkan rantai hidrokarbon diawali dengan pelarut
hidrokarbon dalam fase cair oleh surfaktan yang dihasilkan mikroorganisme tersebut
(Rosenberg, et al., 1992 dalam Zam, 2010).

2. Mendatangkan Kerugian
Salmonella penyebab penyakit tifus, Leptospira penyebab penyakit zoonosis,
Shigelladysentrie  penyebab penyakit disentri, Vibrio comma penyebab penyakit kolera, dan
Ascaris penyebab penyakit cacing. Kelompok bakteri besi (contoh, Crenothrix dan Sphaerotilus)
yang mampu mengoksidasi senyawa besi (II) menjadi besi (III). Akibat kehadiran
mikroorganisme tersebut, air sering mengalami perubahan warna jika disimpan lama yaitu
berwarna kehitam-hitaman, kecoklat-coklatan, dan lain-lain dan kelompok bakteri belerang
(contoh, Chromatium dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S.
Akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk. Kelompok mikroalga (misalnya
yang termasuk kelompok mikroalga hijaubiru, biru, dan kersik), yang mengalami
pertumbuhan massa alga yang sangat banyak (blooming). Blooming menyebabkan perairan
berwarna, adaendapan, dan bau amis, disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan mikroalga
(Anabaena flos-aquae dan Microcystis aerugynosa). Dalam keadaan blooming sering terjadi (a)
Ikan mati yang disebabkan jenis-jenis mikroalga yang terdapat di dalam airmenghasilkan
toksin yang dapat meracuni ikan (b) Korosi/pengkaratan terhadap logam karena di dalam
massa mikroalga didapatkan pula bakteri besi atau belerang penghasil asam yang korosif (c)
Kekurangan oksigen karena mikroalga yang menutupi permukaan kolam sehingga
menyebabkan ikan mati. Kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga tersebut di dalam air,
dapat menyebabkan terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena kelompok
bakteri besi dan belerang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat lainnya adalah terjadinya
proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di dalamnya, menjadi
bau, berubah warna,dan sebagainya.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mikroorganisme perairan memiliki cara distribusi penyebaran yang berbeda antara
sungai, danau, dan laut. Mikroorganisme perairan memiliki peranan yang sangat penting
dalam keberlangsungan ekosistem perairan. Adaptasi mikroorganisme di dalam perairan
dapat ditunjukkan oleh Anabaena azollae dengan membentuk kista berupa sel yang panjang,
berdinding sel tebal sebagai tempat fiksasi N2 yang disebut heterokis yang tahan terhadap
kondisi kering. Mikroorganisme juga merupakan sebagai parameter penentu kualitas air. Hal
ini dikarenakan banyaknya mikroorganisme yang mampu mendegradasi logam berat yang
ada di dalam air. Beberapa mikroorganisme perairan dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan kerugian, yaitu sebagai pembawa penyakit air (waterbone disease),
mengoksidasi beberapa senyawa logam berat, menyebabkan perairan menjadi keruh dan
bau.
DAFTAR RUJUKAN

Astuti, D, I. 2003. Pemanfaatan Kultur Campuran Isolat Mikroba Lokal Untuk Degradasi
Minyak Bumi dan Produksi Biosurfaktan. Disertasi Doktor Institut Teknologi Bandung,
Bandung
Badjeori, M. (2013). Distribusi Spasial Bakteri Perombak Nitrogen di Perairan Danau Toba,
Sumatera Utara. Jurnal LIMNOTEK, 20(1), 89–99.
Design, H. (1982). Use in Tropical Agriculture : 142–161.
Garno, Y. S. (2016). Dampak Eutrofikasi Terhadap Struktur Komunitas dan Evaluasi Metode
Penentuan Kelimpahan Fitoplankton. Jurnal Teknologi Lingkungan, 13(1), 67.
https://doi.org/10.29122/jtl.v13i1.1406
Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 1985.NPengantar Oseanografi. Jakarta: UI Press.
Indriani, W., Hutabarat, S., & Ain, C. (2016). Status Trofik Perairan Berdasarkan Nitrat, Fosfat,
Dan Klorofil-A Di Waduk Jatibarang, Kota Semarang. Management of Aquatic Resources
Journal (MAQUARES), 5(4), 258–264. https://doi.org/10.14710/marj.v5i4.14418
Leksono, A., Atmodjo, W., Maslukah, L., Kelautan, J. I., Perikanan, F., & Diponegoro, U.
(2013). Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Arus Laut Pada
Musim Barat di Perairan Pantai Kota Cirebon. 2(2008), 206–213.
Pelczar dan Chan. 2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Pridie, B. 2012. Jurnal Ilmu Lingkungan : Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatifdalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air . Semarang: UNDIP.
Resosoedarmo,R.S. et al. 1984. Pengantar Ekologi. Bandung: Remaja Karya.
Rosenberg, E., Legmann, R., Kushmaro, A., Taube, R., Adler, E., and Ron, E. Z. 1992.
Petroleum Bioremediation – A Multiphase Problem. Biodeg. 3, 213 – 226
Rheinheimer, G. 1980. Aquatic Microbiology. Chichester: A wiley Inter Science Publication. 
Sudjana. (2014). Penggunaan Azolla Untuk Pertanian Berkelanjutan. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 1(2), 2013–2015.
Sutiknowati, L. I. (2013). Mikroba Parameter Kualitas Perairan P. Pari Untuk Upaya Pembesaran
Biota Budidaya. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 5(1), 204–218.
Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Angkasa.
Syahbaniati, A. P., & Sunardi, S. (2019). Distribusi vertikal fitoplankton berdasarkan kedalaman
di pantai timur Pananjung Pangandaran, Jawa Barat Vertical distribution of phytoplankton
based on depths in East Coast of Pananjung Pangandaran, West Java. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon, 5(1), 81–88. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m050116
Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: P2LPTK.
Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press

Anda mungkin juga menyukai