A. Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan paradigma keperawatan islam
2. Menjelaskan sikap perawat menurut pandangan islam
3. Menjelaskan asuhan keperawatan islami
4. Menjelaskan peran perawat dalam membimbing pasien beribadah
5. Menjelaskan adab orang sakit
B. URAIAN MATERI
1. Pengertian Paradigma Keperawatan Islam
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang menjadi bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal.
Keperawatan dalam islam ini erat kaitannya dengan “Paradigma Keperawatan Islam” yang
digali berdasarkan nilai-nilai agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadist.
Paradigma Keperawatan Islam adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-
nilai, dan konsep-konsep dalam menyelenggarakan profesi keperawatan yang berlandaskan
pada prinsip dan ajaran Islam. Paradigma ini memiliki empat komponen besar yaitu:
manusia dan kemanusiaan, lingkungan, sehat dan kesehatan, serta keperawatan.
a) Manusia dan Kemanusiaan
Dalil al-Qur’an: QS. At-Tiin : 4, QS. Shaad : 72, QS. Al-Hijr : 29, QS. Al-Israa’ : 70
dan 73-74.
َح َس ِن تَ ْق ِو مي ٓ ِ نس َن
ْ ِف أ ِ
ََٰ لََق ْد َخلَ ْقنَا ْٱْل
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
(At-Tiin : 4)
Berdasarkan dalil di atas, kita mengetahui bahwasanya Allah Swt telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang terbaik dan dimuliakan oleh Allah Swt karena manusia
dibekali 3 (tiga) komponen berupa jasad, ruh, dan nafs (jiwa).
Dalam al-Qur’an, manusia diberi padanan kata “al-basyar” dan “an-naas”. Kata “al-
basyar” menggambarkan manusia dalam bentuk fisik dimana manusia diciptakan dari
tanah, membutuhkan makan dan minum, berjalan dan berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya, dll. Sedangkan kata “an-naas” lebih menggambarkan manusia sebagai
makhluk social yang membutuhkan makhluk lainnya sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Hujurat ayat 13:
وًب َوقَبَائِ َل لِتَ َع َارفُوا ۚ إِ َّن أَ ْكَرَم ُك ْم ِعْن َد ِ ِ َي أَيُّ َها الن
َّاس إ ََّّن َخلَ ْقنَا ُك ْم م ْن ذَ َك مر َوأُنْثَ َٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُ ا
ُ َ
اَّللَ َعلِ ٌيم َخبِيٌ َّ اَّللِ أَتْ َقا ُك ْم ۚ إِ َّن
َّ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
182aka d kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di 182aka d kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai makhluk sosial, khalifah dan hamba
Allah Swt di muka bumi, manusia juga diberi kelebihan berupa akal fikiran (selain 3
(tiga) komponen yang telah disebutkan di atas) untuk dapat membedakan antara yang
baik dan buruk serta untuk menjalankan fungsi kemanusiaannya. Fungsi kemanusiaan
tersebut antara lain:
1) Memimpin dan merawat bumi dan isinya, sebagaimana firman Allah Swt
dalam QS. Al-Baqoroh : 30 dan al-Ahzab :72.
2) Memakmurkan bumi dan mengeluarkan potensi yang terkandung di dalamnya
untuk kemakmuran serta kesejahteraan umat manusia sesuai dengan aturan dan
petunjuk Allah Swt dalam QS. Al-Huud : 61.
3) Menyebarkan keadilan dan kemaslahatan. Hal ini dijelaskan oleh Allah Swt, di
antaranya dalam QS. Al-Hadiid : 25, QS. Shaad : 26, dan QS. Al-Qasas : 77.
Berdasarkan peran dan fungsinya di atas, manusia dalam aspek keperawatan dapat
ditinjau dari dua sudut pandang yaitu manusia sebagai perawat dan manusia sebagai
klien. Manusia sebagai perawat memiliki kewajiban untuk mengamalkan ilmunya bagi
kemaslahatan umat. Sedangkan, manusia sebagai klien adalah mereka yang dijadikan
sebagai fokus pelayanan keperawatan.
b) Lingkungan
Allah Swt telah menciptakan dan menjadikan bumi dan seisinya untuk umat manusia
agar manusia bersyukur dan dapat meningkatkan keimanan serta ketaqwaannya.
Bahkan, Allah telah memerintahkan manusia untuk menjaganya karena baik dan
buruknya kualitas bumi dan isinya, termasuk lingkungan tergantung pada manusia
yang merawat dan memanfaatkannya. Hal ini tercantum dalam QS. Al-Baqoroh : 60
dan 11, QS. Al-A’raf : 56, dan QS. Al-Ankabut : 36-37. Dalam pembahasan ini, unsur
lingkungan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pertama, lingkungan internal yang
meliputi genetika, fungsi tubuh, psikologis, dan spiritual dan kedua, lingkungan
eksternal yang meliputi seluruh aspek di sekitar manusia baik fisik, biologis, sosial,
maupun spiritual. Untuk merawat dan menjaga stabilitas lingkungan (internal maupun
eksternal), dibutuhkan tindakan setidaknya dengan menjaga kebersihan karena
kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, sedangkan sehat akan
membawa dan mengarah manusia kepada kebahagiaan.
﴾۲۸ : ب ۗ ﴿الرعد َِٰ الَّ ِذين اَٰمنُوا وتَطْم ِٕى ُّن قُلُوب هم بِ ِذ ْك ِر َٰاَّللِ ۗ اَََل بِ ِذ ْك ِر
ُ اَّلل تَطْ َم ِٕى ُّن الْ ُقلُ ْو
ٰ ٰ ْ ُُْ َ َ ْ َ َ ْ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (QS. Ar-Ra’d : 27)
Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka jelaslah bahwa sehat bukan hanya terbebas dari
rasa sakit dan cacat saja, tetapi sehat adalah berada dalam keadaan sejahtera dan penuh
rasa syukur atas nikmat Allah dalam segala aspek baik jasmani, rohani, maupun sosial.
d) Keperawatan
Keperawatan merupakan suatu manifestasi dari ibadah yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal.
Terdapat beberapa prinsip tentang kesehatan dalam islam, antara lain:
1) Bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, harta benda.
2) Anggota badan dan jiwa manusia sepenuhnya adalah milik Allah Swt.
3) Menjunjung keadilan dan tidak pilih kasih dalam melaksanakan tugas dan
kewajiban pelayanan kesehatan dan keperawatan.
4) Mengutamakan orang yang memiliki peluang hidup lebih tinggi, apabila
dihadapkan pada kasus darurat.
Selain prinsip-prinsip di atas, seorang perawat muslim hendaknya juga memiliki peran
sebagai berikut:
1) Mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dalam ilmu keperawatan
Islam telah mengajarkan berbagai nilai dalam kehidupan manusia baik nilai-
nilai yang berkaitan dengan manusia kepada manusia, manusia kepada makhluk
lain, bahkan hubungan manusia kepada Allah Swt. Oleh karenanya, perlu
adanya pengintegrasian nilai-nilai keislaman agar tercipta perawat muslim yang
mencerminkan nilai-nilai ajaran agama Islam rahmatan lil ‘aalamiin.
2) Mengaplikasikan nilai-nilai keislaman dalam ilmu keperawatan
Untuk dapat mencerminkan nilai-nilai ajaran islam yang telah diintegrasikan
sebagaimana tersebut di atas, seorang perawat muslim perlu merealisasikannya
dalam wujud tindakan nyata untuk diaplikasikan pada saat melakukan praktik
keperawatan. Sebagai contoh: ketika seorang perawat mendapati pasien yang
beragama islam, dan pasien tersebut memiliki penyakit yang apabila terkena air
maka penyakit tersebut bertambah. Maka seorang perawat tersebut perlu untuk
mengajarkan bertayamum kepada pasien/klien agar klien tidak bertambah
sakitnya, namun tidak pula meninggalkan ibadahnya.
Anjuran untuk menghadirkan niat dan mengikhlaskan setiap amalan hanya kepada
Allah Swt ini dapat pula kita jumpai dalam QS. Al-Bayyinah ayat 5:
Dalam tafsir Quraish Shihab dijelaskan mengenai potongan ayat di atas bahwa
manusia diperintahkan untuk beribadah dengan ikhlas dan ditujukan untuk Allah Swt
semata, serta diperintahkan untuk senantiasa menjauhi kebatilan serta istiqamah dalam
melaksanakan kebaikan.
Contoh: tetap menyegerakan diri dalam menolong orang lain selama hal itu untuk
kebaikan dengan cara yang dianjurkan serta diperbolehkan oleh Allah Swt sesuai kadar
kemampuan baik berupa harta, tenaga, waktu, atau setidaknya dapat dilakukan dengan
memberi perhatian yang tulus meski tidak mendapatkan upah atau bayaran yang sesuai.
3) Belas Kasih
Sikap belas kasih yang dimaksud adalah memiliki sikap simpati terhadap
penderitaan orang lain sehingga dapat menimbulkan kesungguhan dalam menolong.
Dalam keperawatan dikatakan bahwa kasih sayang dan belas kasih seorang perawat
terhadap pasien atau kliennya hendaknya seperti kasih sayang dan belas kasih seorang
ibu terhadap anaknya.
َّايف َلَ ِش َفاءَ إَِلَّ ِش َف ُاؤ َك ِش َفاءا َلَ يُغَ ِاد ُر َس َقما
ِ ت الش ِ ِ ِ ب الن
ِ ب الْبأْس ا ْش
َ ْف فَأَن َ َ َّاس اَ ْذه َّ اللٰ ُه َّم َر
“Ya Allah Ya Tuhanku, Tuhan dari segala manusia dimuka bumi, berikanlah
kesembuhan kepadanya, angkatlah penyakitnya, dan jadikanlah penyakit yang ia derita
sebagai pelebur dosa. Hanya kepadamu lah kami meminta kesembuhan, kesembuhan
yang 186aka da kambuh lagi.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
5) Totalitas
Totalitas yang dimaksud di sini adalah berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai
konsekuensi amanah dan tanggungjawab serta menjaga rahasia (aib) pasien kecuali
dalam kondisi yang darurat. Di antara bentuk totalitas dalam kaitannya dengan keilmuan
serta kemampuan adalah tidak berhenti untuk terus meningkatkan keahlian dan
menekuni pekerjaan sebagai seorang petugas medis maupun para medis. Sedangkan
dalam kaitannya dengan ibadah, senantiasa mengingatkan pasien tentang masuknya
waktu shalat dan membantu kegiatan ibadahnya adalah juga merupakan bentuk totalitas.
Asuhan keperawatan islami ini berpedoman pada al-Qur’an dan Hadis sehingga
tidak bertentangan dengan syariat agama islam. Kepuasan terhadap asuhan keperawatan
dalam pandangan keperawatan islam adalah dimana fitrah manusia dapat disentuh
sehingga dapat merefleksikan rasa syukur, ridho, sabar, dan tawakal terhadap pencapaian
keberhasilan ihtiar manusia.
d) Membimbing pasien untuk membaca al-Qur’an dan selalu mengingat Allah Swt
Membimbing pasien untuk membaca al-Qur’an terutama ayat-ayat yang berkaitan
dengan orang sakit, rahmat dan karunia Allah Swt bertujuan agar pasien termotivasi
untuk sembuh. Selain itu, membaca al-Qur’an dapat mengalihkan keluh kesah pasien
akan sakit yang sedang dideritanya.
Seorang pasien muslim juga dapat mengingat Allah Swt dengan cara senantiasa
berdzikir, di samping mendirikan sholat dan membaca al-Qur’an. Hal ini dapat
memberikan rasa tenang pada hati dan fikiran pasien.
ين يَ ْستَكِْْبُو َن َع ْن ِعبَ َادِِت َسيَ ْد ُخلُو َن َج َهن ََّم ِ َّ ِ ِ وقَ َال ربُّ ُكم ادع ِوِن أ
َ ب لَ ُك ْم إ َّن الذ
ْ َستَج
ْ ُْ ُ َ َ
ِ
ين َ َداخ ِر
“Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang bersikap sombong dari menyembah-Ku akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. Ghafir: 60)
Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang di
hadapi seorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah Swt, sebagaimana
dalam firman-Nya:
Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitabnya Al-Fiqhul Manhajî menyebutkan ada 4 (empat)
hal yang semestinya dilakukan seseorang terhadap anggota keluarga yang sedang
mengalami naza’ atau sakaratul maut. Keempat hal itu adalah:
Pertama, menidurmiringkan orang tersebut ke sisi badan sebelah kanan untuk
menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Bila hal ini dirasa susah maka
menelentangkannya dengan posisi kepala sedikit diangkat sehingga wajahnya
menghadap ke kiblat. Demikian pula kedua ujung kakinya juga disunahkan untuk
dihadapkan ke arah kiblat.
Kedua, disunahkan mengajari (men-talqin) orang yang sedang sekarat kalimat
syahadat yakni lâ ilâha illallâh dengan cara yang halus dan tidak memaksanya untuk
ikut menirukan ucapan syahadat tersebut. Cukuplah mentalqin dengan mengulang-
ulang memperdengarkan kalimat lâ ilâha illallâh di telinganya tanpa menyuruh untuk
mengucapkannya. Rosulullah Saw bersabda:
ِ ِ ِ
ُلَٰقنُوا َم ْو ََت ُك ْم ََل إلَهَ إََّل هللا
“Ajarilah orang yang mau meninggal di antara kalian dengan kalimat lâ ilâha
illallâh.” (HR. Muslim)
Ketiga, disunahkan membacakan surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat.
Dari Ibnu Hiban, Rasulullah Saw bersabda:
اقرؤوا َعلَى َم ْو ََت ُك ْم يس
“Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat di antara kalian.”
Keempat, orang yang sedang mengalami sakit dan merasakan sudah adanya tanda-
tanda kematian ia dianjurkan untuk berbaik sangka (husnudzan) kepada Allah Saw.
Dalam keadaan seperti ini hendaknya ia membuang jauh-jauh bayangan dosa dan
kemaksiatan yang telah ia perbuat. Sebaliknya, ia dianjurkan untuk membayangkan
bahwa Allah akan menerimanya dan mengampuni semua dosa-dosanya.
Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
Allah berfirman:
أَ ََّن ِعْن َد ظَ ِٰن َعْب ِدي ِب
“Aku bersama prasangka hamba-Ku kepadaku.”
Para ulama mengajarkan ketika seseorang dalam keadaan sehat maka rasa takutnya
terhadap siksa Allah (khauf) dan harapannya terhadap rahmat Allah (rajâ) mesti
seimbang ada di dalam dirinya. Ada yang mengatakan rasa takutnya harus lebih
banyak dari pada harapannya. Namun ketika seseorang dalam keadaan sakit dan telah
dekat kematiannya maka harapan pada rahmat Allah mesti harus lebih besar dari rasa
takutnya atau bahkan hanya ada harapan saja di dalam dirinya kepada rahmat Allah.
Ia mesti yakin bahwa Allah akan mengampuninya dan melimpahkan kasih sayang
kepadanya. Wa Allâhu a’lam.
Dalam tafsir al-muyassar disebutkan bahwah ayat di atas menjelaskan hikmah dari
adanya kehidupan dan kematian yang semuanya merupakan ujian untuk mengetahui kadar
amal manusia sebagai hamba-Nya. Oleh karena itu, dalam kondisi apapun baik sehat
maupun sakit, senang maupun susah, hendaknya kita selalu mengingat Allah Swt,
senantiasa taat pada perintah-Nya dan memperbanyak amal kebaikan.
Kedua, Berobat kepada ahlinya. Hendaknya orang yang sakit menyegerakan diri
untuk datang kepada orang yang ahli seperti dokter, ahli akupuntur, ahli bekam, terapis, dll
yang mengetahui tentang penyakit tersebut beserta obatnya yang tidak bertentangan
dengan syar’i.
Dalam sebuah Hadits Rasulullah bersabda, “Tidaklah Allah menurunkan satu
penyakit pun melainkan Allah turunkan pula obat baginya. Telah mengetahui orang-orang
yang tahu, dan orang yang tidak tahu tidak akan mengetahuinya.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Adapun berobat kepada dukun atau tukang sihir adalah cara yang diharamkan
karena mengandung unsur syirik. Islam juga melarang seseorang untuk mengharapkan
kematian meskipun penyakitnya bertambah parah dan tidak kunjung sembuh.
Dari Anas dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah salah seorang kalian
mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Apabila memang harus
melakukannya, maka hendaknya dia berdoa:
Ketiga, orang yang sakit hendaknya selalu berdoa dengan meletakkan tangannya
pada bagian yang sakit, kemudian membaca:
3X .ِبِ ْس ِم هللا
“Dengan menyebut Nama Allah.” (dibaca tiga kali)
Setelah itu, mengucapkan:
7X .ُح ِاذ ُر ِ ِ ِِ ِ
َ أَعُ ْوذُ ًِبهلل َوقُ ْد َرته م ْن َشِٰر َما أَج ُد َوأ
“Aku berlindung kepada Allah dan kepada kekuasaan-Nya dari keburukan apa yang
aku temui dan aku hindari.” [HR. Muslim no. 2022 (67)] (dibaca sebanyak tujuh kali)
Untuk Non-Muslim
1. Bagaimanakah pandangan agama Anda tentang asuhan keperawatan? Jelaskan!
2. Jelaskan tata cara ibadah bagi orang yang sakit sesuai dengan ajaran agama Anda!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sakaratul maut dan bagaimana adab
mendampingi orang yang sekarat sesuai dengan ajaran agama Anda!
4. Sebutkan sikap yang harus dimiliki oleh seorang perawat yang relevan dengan
nilai-nilai ajaran agama Anda dan berikan contoh pada setiap poinnya! (minimal 3)
5. Apa yang dimaksud dengan paradigma keperawatan dan apa saja komponennya?
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT Syamil Media Cipta,
2005.
Huda, Abu Sa’ad Muhammad Nur, Menghadirkan dan Mengikhlaskan Niat dalam Amal
Ibadah dimuat dalam Majalah Fatawa, www.muslim.or.id, diakses pada 7 Oktober
2020.
Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. ke-1
Th. 1415 H./1995 M.
Kisyik, Abdul Hamid. Mati Menebus Dosa, Jakarta: Gema Insani Press, 1991.
Muttaqin, Yazid, Lakukan Empat Hal Ini saat Menghadapi Orang Sakatul Maut,
https://islam.nu.or.id/, diakses pada 9 Oktober 2020.
Potter dan Perry. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2002.
Shihab, M. Quraish.. Wawasan Al-Quran – Tafsir Maudhu’I atas Barbagai Persoalan
Umat, Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
Sudjana Nana, Tuntunan Penyusuna Karya Ilmiah, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1986
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin, KSA: Dar Al-
Wathan, Riyadh, Cet. ke-1 Th. 1415 H./1995 M.
https://rsi.co.id/