Anda di halaman 1dari 14

PERTEMUAN KE-7

KEPERAWATAN DALAM ISLAM

A. Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan paradigma keperawatan islam
2. Menjelaskan sikap perawat menurut pandangan islam
3. Menjelaskan asuhan keperawatan islami
4. Menjelaskan peran perawat dalam membimbing pasien beribadah
5. Menjelaskan adab orang sakit

B. URAIAN MATERI
1. Pengertian Paradigma Keperawatan Islam
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang menjadi bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal.
Keperawatan dalam islam ini erat kaitannya dengan “Paradigma Keperawatan Islam” yang
digali berdasarkan nilai-nilai agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadist.
Paradigma Keperawatan Islam adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-
nilai, dan konsep-konsep dalam menyelenggarakan profesi keperawatan yang berlandaskan
pada prinsip dan ajaran Islam. Paradigma ini memiliki empat komponen besar yaitu:
manusia dan kemanusiaan, lingkungan, sehat dan kesehatan, serta keperawatan.
a) Manusia dan Kemanusiaan
Dalil al-Qur’an: QS. At-Tiin : 4, QS. Shaad : 72, QS. Al-Hijr : 29, QS. Al-Israa’ : 70
dan 73-74.
‫َح َس ِن تَ ْق ِو مي ۝‬ ٓ ِ ‫نس َن‬
ْ ‫ِف أ‬ ِ
ََٰ ‫لََق ْد َخلَ ْقنَا ْٱْل‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
(At-Tiin : 4)
Berdasarkan dalil di atas, kita mengetahui bahwasanya Allah Swt telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang terbaik dan dimuliakan oleh Allah Swt karena manusia
dibekali 3 (tiga) komponen berupa jasad, ruh, dan nafs (jiwa).
Dalam al-Qur’an, manusia diberi padanan kata “al-basyar” dan “an-naas”. Kata “al-
basyar” menggambarkan manusia dalam bentuk fisik dimana manusia diciptakan dari
tanah, membutuhkan makan dan minum, berjalan dan berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya, dll. Sedangkan kata “an-naas” lebih menggambarkan manusia sebagai
makhluk social yang membutuhkan makhluk lainnya sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Hujurat ayat 13:

‫وًب َوقَبَائِ َل لِتَ َع َارفُوا ۚ إِ َّن أَ ْكَرَم ُك ْم ِعْن َد‬ ِ ِ ‫َي أَيُّ َها الن‬
‫َّاس إ ََّّن َخلَ ْقنَا ُك ْم م ْن ذَ َك مر َوأُنْثَ َٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُ ا‬
ُ َ
‫اَّللَ َعلِ ٌيم َخبِيٌ ۝‬ َّ ‫اَّللِ أَتْ َقا ُك ْم ۚ إِ َّن‬
َّ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
182aka d kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di 182aka d kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai makhluk sosial, khalifah dan hamba
Allah Swt di muka bumi, manusia juga diberi kelebihan berupa akal fikiran (selain 3
(tiga) komponen yang telah disebutkan di atas) untuk dapat membedakan antara yang
baik dan buruk serta untuk menjalankan fungsi kemanusiaannya. Fungsi kemanusiaan
tersebut antara lain:

1) Memimpin dan merawat bumi dan isinya, sebagaimana firman Allah Swt
dalam QS. Al-Baqoroh : 30 dan al-Ahzab :72.
2) Memakmurkan bumi dan mengeluarkan potensi yang terkandung di dalamnya
untuk kemakmuran serta kesejahteraan umat manusia sesuai dengan aturan dan
petunjuk Allah Swt dalam QS. Al-Huud : 61.
3) Menyebarkan keadilan dan kemaslahatan. Hal ini dijelaskan oleh Allah Swt, di
antaranya dalam QS. Al-Hadiid : 25, QS. Shaad : 26, dan QS. Al-Qasas : 77.

Berdasarkan peran dan fungsinya di atas, manusia dalam aspek keperawatan dapat
ditinjau dari dua sudut pandang yaitu manusia sebagai perawat dan manusia sebagai
klien. Manusia sebagai perawat memiliki kewajiban untuk mengamalkan ilmunya bagi
kemaslahatan umat. Sedangkan, manusia sebagai klien adalah mereka yang dijadikan
sebagai fokus pelayanan keperawatan.

b) Lingkungan
Allah Swt telah menciptakan dan menjadikan bumi dan seisinya untuk umat manusia
agar manusia bersyukur dan dapat meningkatkan keimanan serta ketaqwaannya.
Bahkan, Allah telah memerintahkan manusia untuk menjaganya karena baik dan
buruknya kualitas bumi dan isinya, termasuk lingkungan tergantung pada manusia
yang merawat dan memanfaatkannya. Hal ini tercantum dalam QS. Al-Baqoroh : 60
dan 11, QS. Al-A’raf : 56, dan QS. Al-Ankabut : 36-37. Dalam pembahasan ini, unsur
lingkungan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pertama, lingkungan internal yang
meliputi genetika, fungsi tubuh, psikologis, dan spiritual dan kedua, lingkungan
eksternal yang meliputi seluruh aspek di sekitar manusia baik fisik, biologis, sosial,
maupun spiritual. Untuk merawat dan menjaga stabilitas lingkungan (internal maupun
eksternal), dibutuhkan tindakan setidaknya dengan menjaga kebersihan karena
kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, sedangkan sehat akan
membawa dan mengarah manusia kepada kebahagiaan.

c) Sehat dan Kesehatan


Dalil yang berkaitan dengan sehat dan kesehatan antara lain yaitu:
Dalil Hadis:
”Barang siapa sehat badannya, damai dihatinya dan punyamakanan untuk sehari-
harinya, maka seolah-olah dunia seisinya dianugrahkan kepadanya“ (HR. Tarmidzi
dan Ibnu Majah).
Dalil al-Qur’an:

﴾۲۸ : ‫ب ۗ ﴿الرعد‬ َِٰ ‫الَّ ِذين اَٰمنُوا وتَطْم ِٕى ُّن قُلُوب هم بِ ِذ ْك ِر َٰاَّللِ ۗ اَََل بِ ِذ ْك ِر‬
ُ ‫اَّلل تَطْ َم ِٕى ُّن الْ ُقلُ ْو‬
ٰ ٰ ْ ُُْ َ َ ْ َ َ ْ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (QS. Ar-Ra’d : 27)

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka jelaslah bahwa sehat bukan hanya terbebas dari
rasa sakit dan cacat saja, tetapi sehat adalah berada dalam keadaan sejahtera dan penuh
rasa syukur atas nikmat Allah dalam segala aspek baik jasmani, rohani, maupun sosial.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan:


1) Memilihara diri baik jasmani maupun rohani serta tidak mengabaikan kesehatan
dan waktu senggang. Dalil : QS. Al-Baqoroh : 95 dan HR. Bukhori dan Muslim
yang artinya: “Ada dua kenikmatan yang sering dilalaikan orang, yaitu sehat
dan waktu senggang”.
2) Tidak memasuki daerah yang terkena wabah penyakit dan tidak keluar dari
suatu daerah apabila daerah tersebut terserang wabah penyakit. Dalil:

.ُ‫ فَال ختُْر ُجوا فَِر اارا ِمْنه‬،‫ض َوأَنْتُ ْم ِِبَا‬


‫ وإ َذا َوقَ َع ِِب َْر م‬،‫دموا َعلَْي ِه‬ ‫إذا ََِس ْعتُ ْم بِِه ِِب ْر م‬
ُ ‫ فالَ تَ ْق‬،‫ض‬
“Apabila kalian mendengar tentangnya (wabah penyakit) di sebuah tempat,
maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, dan bila kalian berada di
dalamnya, maka janganlah kalian keluar daripadanya sebagai bentuk lari
daripadanya”. (HR.Bukhari dan Muslim)
3) Segera berobat dan berikhtiar mencari obat apabila sakit di samping berdoa
kepada Allah Swt. Dalil: QS. Asy-Syuara : 80, ar-Ra’d : 11, dan hadis-hadis
sebagai berikut:
“Berobatlah kamu wahai manusia, karena sesungguhnya Allah tidak
menurunkan suatu penyakit tanpa menurunkan obatnya, kecuali penyakit tua
(mati)” (HR. Ashabus Sunan).
‫ وخذ من صحتك‬، ‫ وإذا أمسيت فال تنتظر الصباح‬، ‫إذا أصبحت فال تنتظر املساء‬
.‫ ومن حياتك ملوتك‬،‫ملرضك‬
“Jika engkau berada di pagi hari, jangan tunggu sampai petang hari. Jika
engkau berada di petang hari, jangan tunggu sampai pagi. Manfaatkanlah
waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah waktu hidupmu
sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari)
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa manusia perlu menjaga
keseimbangan rohani dan jasmaninya serta perlu adanya usaha pemulihan yang
didasari niat yang sungguh-sungguh dan bekerja keras sesuai dengan petunjuk dan
aturan Allah Swt.

d) Keperawatan
Keperawatan merupakan suatu manifestasi dari ibadah yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal.
Terdapat beberapa prinsip tentang kesehatan dalam islam, antara lain:
1) Bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, harta benda.
2) Anggota badan dan jiwa manusia sepenuhnya adalah milik Allah Swt.
3) Menjunjung keadilan dan tidak pilih kasih dalam melaksanakan tugas dan
kewajiban pelayanan kesehatan dan keperawatan.
4) Mengutamakan orang yang memiliki peluang hidup lebih tinggi, apabila
dihadapkan pada kasus darurat.
Selain prinsip-prinsip di atas, seorang perawat muslim hendaknya juga memiliki peran
sebagai berikut:
1) Mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dalam ilmu keperawatan
Islam telah mengajarkan berbagai nilai dalam kehidupan manusia baik nilai-
nilai yang berkaitan dengan manusia kepada manusia, manusia kepada makhluk
lain, bahkan hubungan manusia kepada Allah Swt. Oleh karenanya, perlu
adanya pengintegrasian nilai-nilai keislaman agar tercipta perawat muslim yang
mencerminkan nilai-nilai ajaran agama Islam rahmatan lil ‘aalamiin.
2) Mengaplikasikan nilai-nilai keislaman dalam ilmu keperawatan
Untuk dapat mencerminkan nilai-nilai ajaran islam yang telah diintegrasikan
sebagaimana tersebut di atas, seorang perawat muslim perlu merealisasikannya
dalam wujud tindakan nyata untuk diaplikasikan pada saat melakukan praktik
keperawatan. Sebagai contoh: ketika seorang perawat mendapati pasien yang
beragama islam, dan pasien tersebut memiliki penyakit yang apabila terkena air
maka penyakit tersebut bertambah. Maka seorang perawat tersebut perlu untuk
mengajarkan bertayamum kepada pasien/klien agar klien tidak bertambah
sakitnya, namun tidak pula meninggalkan ibadahnya.

2. Sikap Perawat Menurut Pandangan Islam


Sikap merupakan suatu perbuatan atau tindakan manusia yang dapat dilihat dalam
tingkah laku sehari-hari. Islam sendiri telah mengatur bagaimana seharusnya seseorang
bersikap termasuk sikap yang harus dimiliki oleh seorang perawat yang sesuai dengan
ajaran agama islam baik yang ada dalam al-Qur’an maupun hadis. Dalam menjalankan
tugasnya, seorang perawat hendaknya memiliki sikap sebagai berikut:
1) Niat dan Ikhlas
Pada saat menjalankan suatu tugas dan kewajiban, hendaknya seorang perawat
memiliki niat dan sikap yang murni dilandaskan untuk mengharap dan memperoleh
ridla Allah Swt dan tidak perhitungan serta lebih mengutamakan rasa kemanusiaan dan
jiwa sosialnya. Dari Umar bin Khathab, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
‫ت ِه ْجَرتُهُ إِ ََل هللاِ َوَر ُس ْولِِه فَ ِه ْجَرتُهُ إِ ََل‬ ِ ِ ِ ُ ‫إََِّّنَا اْأل َْعم‬
ْ َ‫ فَ َم ْن َكان‬،‫ َوإََِّّنَا ل ُك ِٰل ْام ِر مئ َما نَ َوى‬،‫ال ًِبلنٰيَّات‬ َ
‫اجَر إِلَيِ ِه ۝‬ ِ ِ ‫م‬ ِ ِ ِ َ‫ ومن َكان‬،‫هللاِ ورسولِِه‬
َ ‫ت ه ْجَرتُهُ ل ُدنْيَا يُصْي بُ َها أَ ِو ْامَرأَة يَْنك ُح َها فَ ِه ْجَرتُهُ إ ََل َما َه‬ ْ ْ َ َ ْ ُ ََ
“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya
tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya.
Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke
arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau
kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin
dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan
empat imam Ahli Hadits)

Anjuran untuk menghadirkan niat dan mengikhlaskan setiap amalan hanya kepada
Allah Swt ini dapat pula kita jumpai dalam QS. Al-Bayyinah ayat 5:

‫ْي لَهُ ال ِٰديْ َن ۝‬ ِ ِ َّ ‫ومآ أ ُِمروا إَِلَّ لِي عب ُدوا‬


َ ْ ‫اَّللَ ُمُْلص‬ ُْ َ ُْ َ َ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya”.

Dalam tafsir Quraish Shihab dijelaskan mengenai potongan ayat di atas bahwa
manusia diperintahkan untuk beribadah dengan ikhlas dan ditujukan untuk Allah Swt
semata, serta diperintahkan untuk senantiasa menjauhi kebatilan serta istiqamah dalam
melaksanakan kebaikan.

Contoh: tetap menyegerakan diri dalam menolong orang lain selama hal itu untuk
kebaikan dengan cara yang dianjurkan serta diperbolehkan oleh Allah Swt sesuai kadar
kemampuan baik berupa harta, tenaga, waktu, atau setidaknya dapat dilakukan dengan
memberi perhatian yang tulus meski tidak mendapatkan upah atau bayaran yang sesuai.

2) Ramah, sopan, dan sabar


Sikap ini hendaknya direalisasikan tanpa memandang status sosial, status ekonomi,
golongan tertentu agar terwujud kesamaan hak dan mendapatkan pelayanan tanpa pilih
kasih. Selain itu hendaknya seseorang juga memiliki sikap sabar dan senantiasa
mengontrol amarahnya karena kemarahan yang tak terkendali akan mengakibatkan
perilaku yang keji dan melukai orang lain. Allah Swt berfirman dalam QS. al-Baqoroh
ayat 153:
ِ ِ‫ٱلص‬
َٰ ‫ٱَّلل َم َع‬ ِ‫ٱلصلَ َٰوةِ ۚ إ‬ ِ ِ ۟ ِ ۟ ِ َّ
‫ين ۝‬
َ ‫ْب‬ َّ َ َّ َّ
‫ن‬ َّ ‫و‬ ‫ْب‬
َ ْ ‫ٱلص‬
َّ ‫ب‬ ‫ا‬
‫و‬ ُ‫ٱستَعين‬ َ ‫َََٰٓيَيُّ َها ٱلذ‬
ْ ‫ين ءَ َامنُوا‬
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Di antara bentuk realisasi sikap ini adalah dengan menghadirkan wajah yang ceria,
tampak menyenangkan, serta tidak mudah terpancing emosi (sabar) dalam menghadapi
berbagai sikap klien atau pasien.

3) Belas Kasih
Sikap belas kasih yang dimaksud adalah memiliki sikap simpati terhadap
penderitaan orang lain sehingga dapat menimbulkan kesungguhan dalam menolong.
Dalam keperawatan dikatakan bahwa kasih sayang dan belas kasih seorang perawat
terhadap pasien atau kliennya hendaknya seperti kasih sayang dan belas kasih seorang
ibu terhadap anaknya.

4) Tenang dan menenangkan


Bersikap tenang disini berarti memiliki sikap yang tidak tergesa-gesa sehingga
dapat melahirkan ketelitian dalam bertindak serta hati-hati, cermat dan rapi dalam
merawat pasien. Selain memiliki sikap tenang untuk dirinya sendiri, seorang perawat
hendaknya juga memiliki sikap yang menenangkan orang lain, di antaranya dengan
menyejukkan hati pasien atau kliennya dengan menghibur dan mendo’akannya.
Contoh: ketika pasien mengeluh akan sakitnya, perawat berusaha membesarkan
hatinya sambil berucap “tidak mengapa, kita sedang berusaha untuk mengobati sakit
Anda atas izin Allah, in syaa Allah ini akan menjadi jalan penghapus dosa jika kita tetap
bersabar dalam berusaha”. Atau contoh lain adalah dengan mendo’akan kesembuhan
sang pasien:

‫َّايف َلَ ِش َفاءَ إَِلَّ ِش َف ُاؤ َك ِش َفاءا َلَ يُغَ ِاد ُر َس َقما‬
ِ ‫ت الش‬ ِ ِ ِ ‫ب الن‬
ِ ‫ب الْبأْس ا ْش‬
َ ْ‫ف فَأَن‬ َ َ ‫َّاس اَ ْذه‬ َّ ‫اللٰ ُه َّم َر‬
“Ya Allah Ya Tuhanku, Tuhan dari segala manusia dimuka bumi, berikanlah
kesembuhan kepadanya, angkatlah penyakitnya, dan jadikanlah penyakit yang ia derita
sebagai pelebur dosa. Hanya kepadamu lah kami meminta kesembuhan, kesembuhan
yang 186aka da kambuh lagi.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

5) Totalitas
Totalitas yang dimaksud di sini adalah berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai
konsekuensi amanah dan tanggungjawab serta menjaga rahasia (aib) pasien kecuali
dalam kondisi yang darurat. Di antara bentuk totalitas dalam kaitannya dengan keilmuan
serta kemampuan adalah tidak berhenti untuk terus meningkatkan keahlian dan
menekuni pekerjaan sebagai seorang petugas medis maupun para medis. Sedangkan
dalam kaitannya dengan ibadah, senantiasa mengingatkan pasien tentang masuknya
waktu shalat dan membantu kegiatan ibadahnya adalah juga merupakan bentuk totalitas.

3. Asuhan Keperawatan Islami


Asuhan keperawatan islami merupakan praktik keperawatan yang memperhatikan
unsur-unsur ajaran agama islam dalam penerapannya. Pemberian asuhan keperawatan
islami ini dapat dilakukan dalam lima aspek meliputi: aspek fisik, etika, moral, spiritual,
dan intelektual manusia.
Dalam melakukan perawatan islami, perawat juga harus memperhatikan kebutuhan
spiritual pasien di samping memperhatian kebutuhan fisik. Menurut Ismail, Hatthakit, dan
Chinawong, terdapat beberapa tujuan pemberian asuhan islami ini, antara lain:
a) Menilai aspek spiritual pasien. Perawat harus mampu melakukan penilaian yang
akurat dan kompeten dalam menggabungkan aspek spiritualitas yang dianut oleh
pasien dalam setiap tindakan perawatan.
b) Hendaknya pasien mengetahui cara membaca al-qur’an, berdo’a dan berdzikir
termasuk bacaannya agar lebih mendekatkan diri dan mengingat tuhannya sehingga
memberikan rasa tenang dalam diri pasien.
c) Pasien mengetahui tata cara sholat lima waktu. Oleh karenanya, seorang perawat
hendaknya membantu dan mengajarkan bagaimana tata cara sholat dalam keadaan
sakit.
d) Dapat berkomunikasi dengan baik dan sopan. Hal ini dilakukan untuk menjaga
hubungan yang baik dan menciptakan keharmonisan anatara perawat atau tenaga
medis dengan keluarga pasien atau klien.
e) Menyesuaikan jenis kelamin saat dilakukan perawatan. Hal ini dilakukan untuk
menciptakan rasa nyaman dalam proses asuhan keperawatan.

Asuhan keperawatan islami ini berpedoman pada al-Qur’an dan Hadis sehingga
tidak bertentangan dengan syariat agama islam. Kepuasan terhadap asuhan keperawatan
dalam pandangan keperawatan islam adalah dimana fitrah manusia dapat disentuh
sehingga dapat merefleksikan rasa syukur, ridho, sabar, dan tawakal terhadap pencapaian
keberhasilan ihtiar manusia.

4. Peran Perawat dalam Membimbing Pasien Beribadah


Seorang perawat dikatakan profesional ketika memiliki ilmu pengetahuan yang
mumpuni, memiliki keterampilan keperawatan serta memiliki sikap sesuai dengan kode
etik profesi. Namun, sebagai seorang muslim, seorang perawat juga memiliki nilai-nilai
islam dalam menjalankan peran dan fungsinya, antara lain adalah membimbing pasien
dalam melaksanakan ibadah.
a) Pada awal pertemuan, perawat membacakan doa menjenguk orang sakit seperti yang
telah disebutkan di atas.
b) Membimbing pasien untuk bersuci
Sebagai perawat muslim, penting untuk memperhatikan kesucian dan kebersihan
lingkungan dan diri terutama untuk keperluan beribadah kepada Allah Swt. Bagi orang
yang sakit, kegiatan bersuci dapat dilakukan dengan cara berwudhu apabila pasien
tersebut masih mampu dan memungkinkan untuk terkena air. Namun apabila ia tidak
mampu menggerakkan badannya untuk berwudhu atau dikhawatirkan akan semakin
parah sakitnya jika terkena air, maka diperbolehkan untuk melakukan tayamum sebagai
pengganti wudhu.

‫وه كُ ْم َوأَيْدِ يَكُ ْم إِ ََل‬ ِ ِ


َ ‫ين آمَ نُوا إِذَ ا قُ ْم تُ ْم إِ ََل ال صَّ َال ة فَا غْ س لُوا ُو ُج‬
ِ َّ
َ ‫ال ذ‬ ‫ََي أَيُّ َه ا‬
ِ ‫وام س ح وا بِرء‬
ۚ ‫وس ُك ْم َوأ َْر ُج لَ ُك ْم إِ ََل ا لْ َك عْ بَ ْْيِ ۚ َوإِ ْن ُك نْ تُ ْم ُج نُ باا فَا طَّ َّه ُروا‬ ُُ ُ َ ْ َ ‫ا لْ َم َرافِ ِق‬
ِِ ِ ِ ‫َوإِ ْن ُك نْ تُ ْم مَ ْرضَ َٰى أ َْو عَ لَ َٰى َس َف رم‬
ُ‫أَح ٌد م نْ ُك ْم م َن ا لْغَائ ط أ َْو ََل مَ ْس تُم‬ َ َ‫أ َْو َج اء‬
‫وه كُ ْم َوأَيْدِ ي ُك ْم‬
ِ ‫يد ا طَيِب ا فَام س ح وا بِوج‬
ُ ُ ُ َ ْ ‫صَ ع ا ٰ ا‬
ِ ‫س اءَ فَ لَ ْم ََتِ ُد وا مَ اءا فَ تَ يَ َّم ُم وا‬ ِ
َ ٰ‫الن‬
ِ ِِ ِ ُ ِ‫ِم ن ح ر مج ولََٰ كِ ن ي ر‬ ‫اَّللُ لِيَ ْج عَ لَ عَ لَيْ ُك ْم‬ ُ ِ‫ِم نْ هُ ۚ مَ ا يُر‬
ُ‫يد ل يُطَ ٰهِ َرُك ْم َول يُت مَّ ن عْ َم تَه‬ ُ ْ َ ََ ْ َّ ‫يد‬
‫عَ لَيْ ُك ْم لَعَ لَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن ۝‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,
dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (al-Maidah : 6)

c) Membimbing pasien ketika tiba waktu sholat


Sholat merupakan tiang agama yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim. Oleh
karenanya, seorang perawat hendaknya juga mengingatkan pasiennya untuk
melaksanakan ibadah sholat. Apabila pasien tidak mempu melaksanakan sholat dengan
berdiri, maka bisa dengan posisi duduk. Apabila pasien tidak bisa dengan posisi duduk,
maka sholat dapat dilaksanakan dengan berbaring sambil menghadap ke arah kiblat.
Namun, apabila keadaan pasien sangat lemah dan tidak memungkinkan untuk
melakukan gerakan apapun, maka diperbolehkan mendirikan sholatnya dalam hati.
Sesungguhnya Allah Swt Maha Mengetahui dan Maha Pengampun. Wa Allahu A’lam.

‫ْي ۝‬ ِِ ِ ِ َ ‫الصلوةِ الْ ُو ْس‬


َ ْ ‫ط َوقُ ْوُم ْوا ََّّلل قَنت‬ َّ ‫َحافِظُْوا َعلَى‬
ِ َ‫الصل‬
َّ ‫وت َو‬
“Jagalah (peliharah) segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah [2]: 238).

d) Membimbing pasien untuk membaca al-Qur’an dan selalu mengingat Allah Swt
Membimbing pasien untuk membaca al-Qur’an terutama ayat-ayat yang berkaitan
dengan orang sakit, rahmat dan karunia Allah Swt bertujuan agar pasien termotivasi
untuk sembuh. Selain itu, membaca al-Qur’an dapat mengalihkan keluh kesah pasien
akan sakit yang sedang dideritanya.

َّ ‫الص َالةَ تَ ْن َه َٰى َع ِن الْ َف ْح َش ِاء َوالْ ُمْن َك ِر َولَ ِذ ْك ُر‬


ِ‫اَّلل‬ َّ ‫اب َوأَقِِم‬
َّ ‫الص َالةَ إِ َّن‬ ِ َ‫ك ِمن الْ ِكت‬ ِ ِ
َ َ ‫اتْ ُل َماأُوح َي إلَْي‬
‫أَ ْكبَ ُر ۝‬
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (al-Qur’an) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji
dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.“ (Al-Ankabut : 45)

Seorang pasien muslim juga dapat mengingat Allah Swt dengan cara senantiasa
berdzikir, di samping mendirikan sholat dan membaca al-Qur’an. Hal ini dapat
memberikan rasa tenang pada hati dan fikiran pasien.

‫وب ۝‬ ِ َِّ ‫اَّللِ أََل بِ ِذ ْك ِر‬


َّ ‫ين َآمنُوا َوتَطْ َمئِ ُّن قُلُوبُ ُه ْم بِ ِذ ْك ِر‬ ِ َّ
ُ ُ‫اَّلل تَطْ َمئ ُّن الْ ُقل‬ َ ‫الذ‬
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir
(mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”
(Qs. ar-Ra’du: 28).

e) Mengingatkan untuk selalu berdoa kepada Allah Swt


Setelah berusaha, seseorang juga hendaknya selalu berdo’a memohon pertolongan
Allah Swt karena sesungguhnya segala sesuatu dapat terjadi hanya atas izin Allah Swt.
Apabila Allah Swt telah menghendaki sesuatu terjadi, maka tidak ada yang tidak
mungkin termasuk nikmat sehat dan sakit.

‫ين يَ ْستَكِْْبُو َن َع ْن ِعبَ َادِِت َسيَ ْد ُخلُو َن َج َهن ََّم‬ ِ َّ ِ ِ ‫وقَ َال ربُّ ُكم ادع ِوِن أ‬
َ ‫ب لَ ُك ْم إ َّن الذ‬
ْ ‫َستَج‬
ْ ُْ ُ َ َ
ِ
‫ين۝‬ َ ‫َداخ ِر‬
“Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang bersikap sombong dari menyembah-Ku akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. Ghafir: 60)

Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang di
hadapi seorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah Swt, sebagaimana
dalam firman-Nya:

‫ب۝‬ ِ ُ ‫ َويَ ْرُزقْهُ ِم ْن َحْي‬.‫اَّللَ ََْي َع ْل لَهُ ُمََْرج ا‬


َّ ‫َوَم ْن يَت َِّق‬
ُ ‫ث َل ََْيتَس‬
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya
jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezeki dari
arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. ath-Thalaaq: 2-3).

f) Membimbing pasien menghadapi sakaratul maut


Imam al-Ghazali pernah berkata, “sesungguhnya diketahui dari jalan-jalan yang
menjadi pedoman dan al-quranul karim menyatakannya pula bahwa maut tidak lebih
perubahan keadaan manusia semata. Setelah berpisahnya jasad, wujudnya tetap,
hanya masalahnya dia tersiksa atau didalam nikmat Allah Swt”. Arti perpisahan
dengan jasad adalah berakhirnya kekuasaan atas jasad bersamaan dengan keluarnya
roh dari jasad tersebut atas kehendak masa yang telah ditetapkan baginya. Anggota
badan merupakan alat bagi manusia, seperti tangan dipergunakan untuk memukul dan
perbuatan-perbuatan lainnya, telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, dan yang
sebenarnya untuk memahami segala sesuatu adalah hati. Hati disini diibaratkan
sebagai roh karena itu disebut hati rohani bukan hati jasmani, dan roh dengan
sendirinya dapat mengetahui segala sesuatu tanpa bantuan alat atau indera.

Seseorang yang menghadapi sakaratul maut biasanya memiliki tanda-tanda berupa:


1) Kakinya terasa lebih dingin
2) Jari kaki dan tangan nampak hijau kebiru-biruan
3) Mata membalik
4) Denyut nadi mulai tidak teraba
5) Telinganya tampak lemas (pipih)
6) Sekali-kali merasa panas, minta dikipasi
7) Tampak kesehatannya lebih baik, kadang minta makan atau minum

Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitabnya Al-Fiqhul Manhajî menyebutkan ada 4 (empat)
hal yang semestinya dilakukan seseorang terhadap anggota keluarga yang sedang
mengalami naza’ atau sakaratul maut. Keempat hal itu adalah:
Pertama, menidurmiringkan orang tersebut ke sisi badan sebelah kanan untuk
menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Bila hal ini dirasa susah maka
menelentangkannya dengan posisi kepala sedikit diangkat sehingga wajahnya
menghadap ke kiblat. Demikian pula kedua ujung kakinya juga disunahkan untuk
dihadapkan ke arah kiblat.
Kedua, disunahkan mengajari (men-talqin) orang yang sedang sekarat kalimat
syahadat yakni lâ ilâha illallâh dengan cara yang halus dan tidak memaksanya untuk
ikut menirukan ucapan syahadat tersebut. Cukuplah mentalqin dengan mengulang-
ulang memperdengarkan kalimat lâ ilâha illallâh di telinganya tanpa menyuruh untuk
mengucapkannya. Rosulullah Saw bersabda:
ِ ِ ِ
ُ‫لَٰقنُوا َم ْو ََت ُك ْم ََل إلَهَ إََّل هللا‬
“Ajarilah orang yang mau meninggal di antara kalian dengan kalimat lâ ilâha
illallâh.” (HR. Muslim)
Ketiga, disunahkan membacakan surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat.
Dari Ibnu Hiban, Rasulullah Saw bersabda:
‫اقرؤوا َعلَى َم ْو ََت ُك ْم يس‬
“Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat di antara kalian.”

Keempat, orang yang sedang mengalami sakit dan merasakan sudah adanya tanda-
tanda kematian ia dianjurkan untuk berbaik sangka (husnudzan) kepada Allah Saw.
Dalam keadaan seperti ini hendaknya ia membuang jauh-jauh bayangan dosa dan
kemaksiatan yang telah ia perbuat. Sebaliknya, ia dianjurkan untuk membayangkan
bahwa Allah akan menerimanya dan mengampuni semua dosa-dosanya.
Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
Allah berfirman:
‫أَ ََّن ِعْن َد ظَ ِٰن َعْب ِدي ِب‬
“Aku bersama prasangka hamba-Ku kepadaku.”

Para ulama mengajarkan ketika seseorang dalam keadaan sehat maka rasa takutnya
terhadap siksa Allah (khauf) dan harapannya terhadap rahmat Allah (rajâ) mesti
seimbang ada di dalam dirinya. Ada yang mengatakan rasa takutnya harus lebih
banyak dari pada harapannya. Namun ketika seseorang dalam keadaan sakit dan telah
dekat kematiannya maka harapan pada rahmat Allah mesti harus lebih besar dari rasa
takutnya atau bahkan hanya ada harapan saja di dalam dirinya kepada rahmat Allah.
Ia mesti yakin bahwa Allah akan mengampuninya dan melimpahkan kasih sayang
kepadanya. Wa Allâhu a’lam.

5. Adab Orang Sakit


Setiap orang pasti pernah mengalami sakit yang bisa jadi hal itu adalah bentuk kasih
sayang ataupun ujian yang datang dari Allah Swt agar manusia lebih dekat kepada-Nya.
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin telah mengatur berbagai hal dalam
kehidupan ini, termasuk adab ketika sakit. Berikut adalah beberapa adab bagi orang yang
sakit:
Pertama, sabar dan ikhlas. Orang yang sakit hendaknya yakin bahwa semua yang
dialaminya adalah atas izin dan kuasa Allah Swt. Jika seseorang berhasil melalui sakit dan
ujiannya dengan sabar dan ikhlas, maka sakit itu akan menjadi sarana untuk semakin dekat
dengan Allah Swt dan menjadi penggugur dosa baginya sehingga ia tidak akan marah dan
ridla dalam menerima sakit yang datang kepadanya.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Mulk ayat 2:

ِ ْ ‫ٱلَّ ِذى خلَق ٱلْموت و‬


ُ ‫َح َس ُن َع َم اال ۚ َوُه َو ٱلْ َع ِز ُيز ٱلْغَ ُف‬
‫ور ۝‬ ْ ‫ٱْلَيَ َٰوَة ليَ ْب لَُوُك ْم أَيُّ ُك ْم أ‬ َ َ َْ َ َ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.

Dalam tafsir al-muyassar disebutkan bahwah ayat di atas menjelaskan hikmah dari
adanya kehidupan dan kematian yang semuanya merupakan ujian untuk mengetahui kadar
amal manusia sebagai hamba-Nya. Oleh karena itu, dalam kondisi apapun baik sehat
maupun sakit, senang maupun susah, hendaknya kita selalu mengingat Allah Swt,
senantiasa taat pada perintah-Nya dan memperbanyak amal kebaikan.

Kedua, Berobat kepada ahlinya. Hendaknya orang yang sakit menyegerakan diri
untuk datang kepada orang yang ahli seperti dokter, ahli akupuntur, ahli bekam, terapis, dll
yang mengetahui tentang penyakit tersebut beserta obatnya yang tidak bertentangan
dengan syar’i.
Dalam sebuah Hadits Rasulullah bersabda, “Tidaklah Allah menurunkan satu
penyakit pun melainkan Allah turunkan pula obat baginya. Telah mengetahui orang-orang
yang tahu, dan orang yang tidak tahu tidak akan mengetahuinya.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Adapun berobat kepada dukun atau tukang sihir adalah cara yang diharamkan
karena mengandung unsur syirik. Islam juga melarang seseorang untuk mengharapkan
kematian meskipun penyakitnya bertambah parah dan tidak kunjung sembuh.
Dari Anas dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah salah seorang kalian
mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Apabila memang harus
melakukannya, maka hendaknya dia berdoa:

ِ َ‫اْلياةُ خي را ِِل وتَوفَِِّن إِ َذا َكان‬


‫ت الْ َوفَاةُ َخ ْيا ِِل‬ ِ ِ ْ ‫اللَّ ُه َّم أ‬
َ َ ‫َحي ِِن َما َكانَت ََْ َ ْ ا‬
“Ya Allah, hidupkanlah aku bila kehidupan itu adalah kebaikan bagiku dan
wafatkanlah aku jika itu kebaikan bagiku”(HR.Muttafaqun ‘alaih)

Ketiga, orang yang sakit hendaknya selalu berdoa dengan meletakkan tangannya
pada bagian yang sakit, kemudian membaca:
3X .ِ‫بِ ْس ِم هللا‬
“Dengan menyebut Nama Allah.” (dibaca tiga kali)
Setelah itu, mengucapkan:
7X .‫ُح ِاذ ُر‬ ِ ِ ِِ ِ
َ ‫أَعُ ْوذُ ًِبهلل َوقُ ْد َرته م ْن َشِٰر َما أَج ُد َوأ‬
“Aku berlindung kepada Allah dan kepada kekuasaan-Nya dari keburukan apa yang
aku temui dan aku hindari.” [HR. Muslim no. 2022 (67)] (dibaca sebanyak tujuh kali)

Keempat, berusaha untuk segera menunaikan amanah, tanggungjawab, meminta


maf dan meminta kehalalan atas barang-barang atau hal lain yang menjadi tanggungannya.
Apabila tempat yang dituju sangatlah jauh atau orang yang sakit belum memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan amanah atau tanggungjawabnya termasuk dalam urusan
hutang piutang, hendaknya ia meminta bantuan orang lain untuk menyelesaikannya atau
menuliskan wasiat dengan menjelaskan apa-apa yang merupakan miliknya, hak-hak
manusia yang harus dipenuhinya, juga wajib baginya untuk mewasiatkan harta-harta yang
bukan merupakan bagian dari warisannya, tanpa merugikan hak-hak warisnya.
Allah berfirman, “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya.” (QS.Al-Mu`minuun [23]: 8).
Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa berbuat kezaliman terhadap
saudaranya, baik pada harga dirinya atau sesuatu yang lain, hendaknya dia minta agar
saudaranya itu menghalalkannya (memaafkannya) pada hari ini, sebelum (datangnya
hari) yang tidak ada dinar maupun dirham. Apabila dia memiliki amal salih, akan diambil
darinya sesuai kadar kezalimannya (lalu diberikan kepada yang dizaliminya). Apabila dia
tidak memiliki kebaikan-kebaikan, akan diambil dari kejelekan orang yang dizalimi lalu
dipikulkan kepadanya.” (H.R. Bukhari)
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan islami? Jelaskan!
2. Jelaskan tata cara shalat dan berwudhu bagi orang yang sakit!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sakaratul maut dan bagaimana adab serta doa-
doa dalam mendampingi orang yang sekarat!
4. Sebutkan akhlak yang harus dimiliki oleh seorang perawat muslim dan berikan
contoh pada setiap poinnya! (minimal 3)
5. Apa yang dimaksud dengan paradigma keperawatan islam dan apa saja
komponennya? Jelaskan!

Untuk Non-Muslim
1. Bagaimanakah pandangan agama Anda tentang asuhan keperawatan? Jelaskan!
2. Jelaskan tata cara ibadah bagi orang yang sakit sesuai dengan ajaran agama Anda!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sakaratul maut dan bagaimana adab
mendampingi orang yang sekarat sesuai dengan ajaran agama Anda!
4. Sebutkan sikap yang harus dimiliki oleh seorang perawat yang relevan dengan
nilai-nilai ajaran agama Anda dan berikan contoh pada setiap poinnya! (minimal 3)
5. Apa yang dimaksud dengan paradigma keperawatan dan apa saja komponennya?
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT Syamil Media Cipta,
2005.
Huda, Abu Sa’ad Muhammad Nur, Menghadirkan dan Mengikhlaskan Niat dalam Amal
Ibadah dimuat dalam Majalah Fatawa, www.muslim.or.id, diakses pada 7 Oktober
2020.
Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. ke-1
Th. 1415 H./1995 M.
Kisyik, Abdul Hamid. Mati Menebus Dosa, Jakarta: Gema Insani Press, 1991.
Muttaqin, Yazid, Lakukan Empat Hal Ini saat Menghadapi Orang Sakatul Maut,
https://islam.nu.or.id/, diakses pada 9 Oktober 2020.
Potter dan Perry. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2002.
Shihab, M. Quraish.. Wawasan Al-Quran – Tafsir Maudhu’I atas Barbagai Persoalan
Umat, Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
Sudjana Nana, Tuntunan Penyusuna Karya Ilmiah, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1986
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin, KSA: Dar Al-
Wathan, Riyadh, Cet. ke-1 Th. 1415 H./1995 M.
https://rsi.co.id/

Anda mungkin juga menyukai