Anda di halaman 1dari 5

TUGAS RESUME PENGANTAR

ARSITEKTUR

CONCEPT, CONTENT, AND CONTEXT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PEMBICARA:
Kristanti Dewi Paramita, S.T,
M.Arch, Ph.D.
Defry Agatha Ardianto, S.T, MT .

MODERATOR:
Resza Riskiyanto, S.T, MT

OLEH:
Kayla Taffania Faridh - 21020120140105

DOSEN:
Masyiana. AA, ST, M.Arch.
A. CONCEPT (Konsep)
Pertama tama, dijelaskan bahwa konsep yang berupa argument dan memiliki diskorsi berbasis
literatur. Terkadang kita kerap suka tidak membaca. Padahal seperti kata Vitruvius, tanpa membaca
kita tidak akan punya posisi, dan tanpa scholarship kita tidak akan memiliki otoritas.

I. Concept Sebagai Simbol


Concept sebagai simbol dimaknai dengan suatu benda dengan benda lain yang bukan dirinya.
Contoh Concept sebagai symbol dijelaskan berdasarkan diskors. Diskors yang dibahas adalah
bagaimana Charles james membaca rancangandan analisis karya Le Corbuzier. Rancang Le
Corbusier yang paling sering dibahas adalah ketika sebuah bangunan mirip objek yang kita sering
lihat, seperti mirip topi, kepala bebek, atau tangan sedang berdoa.

Contoh Concept sebagai Simbol lainnya adalah kritik Michael dimana rancangan urban planning
sebuah kota yang dibuat ternyata berbentuk seperti badak.

Concept sebagai simbol banyak dipakai oleh mahasiswa, namun, banyak juga bentuk konsep yang
lain selain simbol. Seperti yang kedua adalah Concept bagaimana sebuah arsitektur bekerja.

II. Concept Bagaimana Arsitektur Bekerja


Concept bagaimana suatu arsitektur bekerja bisa dilihat dari karya Christoper Alexander yang
berjudul “A City Is Not A Tree”. Karya Christoper yang ini menjadi basis diskusi tentang kota
yang mengedepankan hubungan dari satu poin ke poin yang lainnya. Walaupun banyak
matematikawan yang berdebat bahwa “A City Is A tree”, Christoper Alexander tetap
berpendapat bahwa yang paling penting Tree (pohon) yang dibahas bukan dipahami sebagai
bentuk dahan namun bagaimana ada sebuah struktur yang bekerja (sama seperti pada
arsitektur), baik itu adalah struktur pohon atau yang lainnya.

B. CONTENT (Konten)

I. Content Berdasarkan Elemen


Content berdasarkan elemen bisa dipahami sebagai sesuatu yang arsitektur gunakan untuk
bekerja. Contohnya ada di Pattern Language yang dibuat oleh Christoper Alexander, dimana
ia membuat 143 Pattern yang berbeda beda. Pattern – Pattern yang ada ini digunakan di
bagian - bagian ruangan yang berbeda beda. Jadi pada content elemen, isi arsitektur itu
dilihat dari komponen komponen yang dipakai, kemudian kita bekerja dengan komponen
tersebut.
Contoh lain tentang content adalah apa saja yang dibutuhkan untuk membuat rumah. Seperti
Le Corbuzier yang membahas tentang suatu elemen yang dimiliki oleh rumah yang sehat. Le
Corbusier Berkata bahwa rumah harus memiliki ruang tamu, lalu memiliki garasi yang
terpisah, dan lainnya. Lalu juga dibahas bahwa harus terdapat vacuum cleaner, dan
pembersih. Sejak Le Corbuzier membahas ini, Urban health mulai dibahas secara luas.
Sehingga, masyarakat sekarang mulai mengenal elemen elemen yang dibutuhkan untuk
rumah yang sehat.
Namun yang terpenting, Arsitektur terdiri dari berbagai elemen yang dimana elemen itu
Bersama sama membuat sebuah system.

II. Contenty Berdasarkan Spatial Process


Selain content berdasarkan elemennya, terdapat juga konten yang berdasarkan spatial process
yang ada di arsitektur. Spatial process itu adalah dari body movements (pergerakan tubuh)
yang terjadi disebuah arsitektur.
Contohnya yaitu eksplorasi Ruang Censory Integration Theraphy untuk anak autis. Anak
autis kebutuhannya sangat banyak dan pada setiap anak juga pasti menjalani terapi yang tidak
sama. Dari ruangan ini, bisa terlihat bahwa pada setiap anak membutuhkan terapi yang
berbeda beda.
Contoh lainnya adalah memahami sampah di perkampungan padat. Kita ,emvari tahu bahwa
kenapa warga membuang sampah semabrangan? Apa penyebabnya? Mengapa mereka
melakukan hal itu terlalu sering? Untuk mendapatkan jawaban itu, akan melewati proses
yang kompleks namun berhubungan dengan spatial process.
Dengan memahami spatial process, kita bisa melihat elemen elemen arsitektur baru yang kita
tidak lihat sebelumnya. Dari spatial process pula kita juga dapat melihat proses ruang yang
dimana bisa membentuk ruang arsitektur itu sendiri.

C. CONTEXT

I. Context Yang Bersifat Pre-Define


Pada Context yang ada, salah satunya ada yang bersifat Pre-define. Context pre-define itu
bermaksud dari sesuatu yang udah ada sebelumnya. Salah satu contohnya ada di salah satu
tulisan Vitruvius. Vitruvius menulis tentang cara membuat kota yang ideal. Ia membuat
tahapan yang sangat detail dan terbuka. Juga dari tulisan itu, ia memberi informasi tentang
cara membuat kota yang sehat. Ia mulai melakukan penelitian dan analsis dengan cara
memberi makan sapi dikota itu lalu disembelih. Setelah disembelih, diperiksa kualitas daging
dan hati sapi tersebut agar kita tahu seberapa sehat kota dimana tempat sapi itu diberi makan.

II. Context Sebagai Sesuatu Yang Dibangun (Construct)


Context sebagai sesuatu yang di constructed. Jadi kita tidak menerima apa yang sudah ada,
namun kita juga membangun sesuai dengan pemahaman kita dengan context itu sendiri.
Contoh, Italo Calvino menceritakan tentang 55 kota. Disetiap kota itu diceritakan konsep
yang berbeda beda. Namun ternyata kota yang dibahas adalah kota yang sama yaitu Venice,
kota kelahiran Marcopolo. Jadi, 55 kota itu adalah konsep yang dibuat berbeda beda
berdasarkan pemahaman Italo.
Context itu sebenarnya tidak hanya satu. Dia terkoneksi dari fragmen fragmen ruang yang
berbeda beda, yang kemudian terkoneksi oleh pergerakan orang itu sehari hari atau kegiatan
yang lain.

D. HUBUNGAN CONCEPT, CONTEXT, DAN CONTENT


Concept, Context ,dan Content merupakan satu bagian yang dibutuhkan untuk arsitek.
Konsep disebut dengan organized thought, Konten disebut dengan organized program, dan
Konteks disebut dengan organized setting and condition.
Context itu menjelaskan permasalahannya, sedangkan form adalah solusi untuk
permasalahannya pada design.
Contoh suatu cara untuk mengkoneksikan context, concept, dan content adalah dari
pengalaman Pak Defry. Pak defry Bersama dengan teman temannya mengikuti suatu pameran
di Gramedia dengan memamerkan Design Interior-nya lewat Blog menggunakan QR Code.
Ketika itu, mereka mencoba kreatif menempelkan QR code-nya ditengah tengah post it.
Pengunjung yang datang bisa mencoba scan QR code tersebut dan bisa mengunjungi blog
yang dibuat. Tak disangka, Ketika hari pameran, booth mereka adalah booth yang paling
ramai dikunjungi.
Dari sini kita bisa lihat bahwa kita harus berusaha untuk bisa menjembatani konteks, konsep ,
dan konten. Bila hal ini bisa digabungkan, akan bisa menghasilkan sesuatu yang menarik dari
hal tersebut.
Screenshot:

Anda mungkin juga menyukai