Anda di halaman 1dari 8

1.

Anatomi tulang:

Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah sebagai akibat tekanan
yang dialaminya. Seperti jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari atas sel-sel, serabut-serabut,
dan matriks. Tulang bersifat keras oleh karena kalsifikasi dari matriks ekstraselulernya da
mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serat-serat organik.

Tulang terdiri dari dua bentuk, tulang kompakta dan tulang spongiosa. Tulang kompakta
tampak sebagai masa yang padat; tulang spongiosa terdiri atas anyaman trabekula. Trabekula
tersusun sedemikian rupa sehingga tahan akan tekanan dan tarikan yang mengenai tulang.

Tenaga medi harus selalu ingat bahwa terdapat perbedaan seksual dan ras, serta struktur
dan fungsi tubuh berubah selaras dengan pertumbuhan dan usia. Wanita dewasa cenderung
lebih pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan otot-otot
yang kurang besar.

Sampai kira-kira usia 10 tahun, anak laki-laki dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang
hampir sama. Sekitar umur 12 tahun, anak laki-laki sering mulai tumbuh lebih cepat
dibandingkan anak wanita, sehingga kebanyakan pria dewasa lebih tinggi dari wanita.
Pubertas dimulai antara umur 10 sampai 14 tahun pada wanita dan antara umur 12 sampai 15
tahun pada anak laki-laki.

1.e

Penyebab tidak langsung

1. Kerawanan pangan rumah tangga / persediaan makanan di rumah

2. Pola asuh ibu tidak memadai

3. Akses pelayanan kesehatan, lingkungan, RT.

Penyebab langsung

1. Asupan makanan kurang

2. Penyakit infeksi

(Kemenkes, 2018).
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) Di Indonesia.
Jakarta: Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

1.g

Tabel. Penambahan Berat Badan Anak laki-laki dan perempuan Usia 0-24 Bulan, Interval 4
Bulan (Permenkes, 2020).

1,j

Pemeriksaan anak dan balita sangat dianjurkan untuk dilakukan secara rutin sekali dalam
sebulan ke posyandu terdekat (Kemenkes, 2019). Berdasarkan riwayat kunjungan posyandu
sudah sesuai.

Kemenkes 2019, Posyandu rutin Setiap Bulan. Dikretorat Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat.

2.d

Pola pemberian makan pada balita harus dilakukan dengan tepat agar gizi balita bisa
dilakukan dengan tepat agar gizi balita bisa tercukupi dengan baik (Purwani, 2013).
1. Usia 0-6 bulan : hanya diberikan ASI eksklusif

2. Usia 6-9 bulan : mulai diperkenalkan dengan MPASI berbentuk lumat halus karena bayi
sudah memiliki refleks mengunyah. Contohnya MPASI berbentuk halus seperti bubur susu,
biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang dilumatkan.

3. Usia 9-12 bulan : mulai diperkenalkan dengan makanan lembek yaitu berupa nasi
tim/bubur saring dengan frekuensi dua kali sehari. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan,
nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau
minyak kelapa/margarin.

4. Usia 12-24 bulan : mulai diperkenalkan makanan padat seperti lontong, nasi dan beragam
lauk pauk namun dengan beberapa syarat seperti tidak boleh mengandung banyak garam dan
gula, penyedap rasa maupun bumbu yang berbau tajam.

(Rostika, 2019).

Purwani, E., Mariyam. 2013. Pola Pemberian Makan dengan Status Gizi Anak Usia 1-5
Tahun di Kabunan Taman Pemalang. Jurnal Keperawatan Anak. 1(1): 30- 36.

Rostika., Nikmawati, E. E., & Yulia, C. 2019. Pola Konsumsi Makanan Pendamping
ASI (MPASI) Pada Bayi Usia 12-24 Bulan. Media Pendidikan, Gizi dan Kuliner. 8(1):
63-73.

2.e

Frekuensi pemberian MPASI yang dianjurkan untuk anak usia 12-24 bulan adalah ditambah 2
kali selingan (Kemenkes RI, 2011).

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Modul Pelatihan Konseling MP-ASI Pedoman


Pelatih. Jakarta: Ditjend Bina Gizi dan KIA

3e.

Apabila ASI tidak diberikan secara eksklusif, proses pematangan sistem imun akan terganggu
dan menyebabkan bayi mudah terserang infeksi. Penanganan infeksi yang terlambat dapat
memicu kematian. Selain itu, kegagalan ASI eksklusif juga dapat mengganggu proses
pematangan organ dan hormon.

Dampak tidak diberikan ASI:


(1) gangguan tumbuh kembang pada awal kehidupan bayi karena kekurangan gizi sejak bayi,
pemberian MPASI yang terlalu dini atau terlalu lambat dan ibunya tidak memberikan ASI
eksklusif

(2) Pertumbuhan tidak normal karena tidak mendapat kolostrum

(3) Berat badan kurang dan sebagian kecil

(4) Dapat mengalami infeksi, bakteri, virus, parasit, dan jamur karena pada ASI mengandung
zat kekebalan yang akan melindungi bayi

(5) Mengalami gangguan mental emosional

(Maryuani, A., 2013).

Maryunani, A. 2013. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas. Jakarta: Tim

4.b

• Riwayat kehamilan pada Ibunya Rama adalah normal. Tidak ada hubungan antara
kehamilan ibunya Doni dengan keluhan yang dialami Doni

• Riwayat persalinan lahir spontan pada kehamilan 37 minggu adalah normal, dengan usia
gestasi aterm (37-42 minggu). Segera setelah lahir langsung menangis dan APGAR 1 menit 9
dan 5 menit 10 artinya Rama tidak memiliki riwayat asfiksia neonatus.

• Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan lahir 49 cm, lingkar kepala lahir 34 cm artinya
tidak ada kelainan riwayat persalinan anak.

Tidak terdapat hubungan antara riwayat kehamilan dengan keluhan pada kasus. Riwayat
kehamilan normal. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab anak mengalami stunting dan gizi
kurang bukan karena faktor maternal. Adapun faktor maternal yang memperngaruhi kejadian
stunting dan gizi kurang adalah sebagai berikut (Beal et al, 2018).

1) Gizi buruk selama pra-konsepsi, kehamilan dan menyusui.

2) Perawakan ibu pendek.

3) Infeksi.

4) Kehamilan pada masa remaja.


5) Kesehatan mental yang buruk.

6) IUGR dan kelahiran premature.

7) Jarak kelahiran pendek.

8) Hipertensi.

Beal, T., Alison, T., Aang, S., Doddy, I., Lynnette, M. N. 2018. A Review of Child
Stunting Determinants in Indonesia. Maternal And Child Nutrition. Vol. 14. No. 4.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/%20pmc/articles/PMC6175423/

Pemeriksaan darah perifer lengkap disertai apusan darah tepi: penting untuk melihat jenis
anemia yang terjadi, mengetahui bila terjadi defisiensi zat besi (ditemukan sel target) atau
defisiensi vitamin B12 dan asam folat.

Pengukuran status protein darah melalui pemeriksaan kadar albumin serum, retinol-binding
protein, transferrin, kreatinin, dan blood urea nitrogen (BUN). Kadar albumin serum dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu indikator gizi buruk, baik pada saat awal kejadian malnutrisi
maupun saat perbaikan mulai terjadi. Meskipun demikian, faktor-faktor bukan gizi yang
dapat mempengaruhi kadar albumin seperti peningkatan cairan ekstra sel, trauma, sepsis,
pembedahan, penyakit hati dan ginjal tetap harus dieksklusi. Pemeriksaan kreatinin dan
ureum darah dapat membantu menilai fungsi ginjal pasien malnutrisi.

jarif Dr, Lestari Ed, Mexitalia M, Nasar Ss. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik Dan
Metabolik. Jakarta: Badan Penerbit Idai. 2011.

10

Stunting dengan gizi kurang tipe marasmus

11
Pelayaanan rawat jalan:

-Setiap balita yang berobat ke tenaga medis atau berkunjung di fasilitas kesehatan diperiksa
dengan pendekatan MTBS, agar balita terlayani secara komprehensif.

-Kebutuhan gizi untuk balita gizi buruk tanpa komplikasi:

-Energi: 150-220 kkal/kgBB/hari.

-Protein: 4-6/kgBB/hari.

-Cairan: 150-200 ml/kgBB/hari.

Pemenuhan kebutuhan gizi ini dapat dilakukan dengan pemberian F-100 atau RUTF

a. Bila menggunakan F-100:


 F-100 dalam bentuk kering (susu, gula, minyak) diberikan untukk keperluan 2 hari,
karena pada suhu ruang hanya dapat bertahan 2 x 24 jam. Mineral mix diberikan
terpisah.
 Pada tahap awal, balita yang beratnya kurang fsri 7 kg hanya diberi F-100.
 Cara membuat F-100:
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan susu skim
sedikit demi sedikit, aduk sampai rata. Kemudian tambahkan larutan mineral mix,
aduk sampai rata dan encerkan dengan air yang telah dimasak sampai mendidih dan
sesudah didinginkan sampai sekitar 70°C, sedikit demi sedikit, aduk sampai
homogen hingga volume menjadi 1000 ml.

-Jika tenaga kesehatan menggunakan F-100 yang dibuat sendiri, maka suplementasi zat gizi
mikro harus diberikan sebagai berikut:

• Suplemen zat gizi mikro diberikan setiap hari paling sedikit selama 2 minggu:
• Asam folat (5 mg pada hari pertama, dan selanjutnya 1 mg/hari).
• Multivitamin (vitamin C dan vitamin B kompleks).
• Zat besi (3 mg/kgBB/hari) setelah berat badan mengalami kenaikan. Dibutuhkan waktu
2-4 minggu untuk koreksi anemia dan 1-3 bulan untuk menyimpan cadangan besi dalam
tubuh.

-Melakukan konseling kepada pengasuh tentang cara pemberian RUTF atau F-100.

Informasikan kepada orangtua/pengasuh cara mencampur bahan F-100 di rumah, cara


penyimpanan dan cara pemberian kepada balita. Orangtua/ pengasuh dan balita diminta
datang ke faskes, atau tenaga kesehatan mengunjungi rumah balita untuk memberikan F-
100 berikutnya, sekaligus melakukan pemantauan. Hasil pemantauan dicatat di Buku KIA.

-Lakukan pencatatan hasil layanan dalam rekam medis dan formulir rawat jalan

-Prosedur yang dilakukan pada saat kunjungan ulang (seminggu sekali):

1. Pada setiap kunjungan dilakukan penilaian kemajuan dengan menimbang berat badan,
periksa edema dan kondisi klinis lainnya. Untuk mengukur kemajuan, digunakan target
kenaikan berat badan minimal 5 g/kgBB/hari atau 50 g/kgBB/minggu. Lakukan penilaian
apakah kondisi balita membaik atau memburuk.

2. Hitung ulang kebutuhan RUTF atau F-100 sesuai dengan berat badan terakhir

-Prosedur yang dilakukan sebulan sekali pada balita yang menjalani rawat jalan:

1. Lakukan seperti pada kunjungan mingguan. Lakukan penilaian dan bila kemajuan balita
lambat, maka dicari penyebabnya.

2. Ukur PB (atau TB) dan lingkar kepala untuk melihat perkembangannya dan isikan pada
grafik yang ada di Buku KIA.

Anda mungkin juga menyukai