Disusun oleh:
Mella Aprilia
J3H118015
PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
I PENDAHULUAN
4. Daphnia sp.
Disiapakan alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum, bersihkan 3
galon sebagai wadah budidaya Daphnia sp. dengan 3 perlakuan (kontrol,
ragi, dan pakan udang) , selanjutnya isi masing-masing galon dengan air
tandon 15 liter kemudian siapkan aerasi pada galon tersebut setelah 5 hari
tambahkan pakan udang dan ragi 10 ppm, masukan perlakuan pada
masing-masing galon, kemudian masukan daphnia sp. Amati pertumbuhan
daphnia sp. Selama 14 hari. Disiapkan alat pengamatan, ambil air dalam
masing-masing galon sebanyak 2 ml dan hitung daphnia sp dalam air
tersebut.
5. Infusoria
Disiapkan alat dan bahan. Lalu, memasukkan air ke dalam wadah.
Kemudian, bahan-bahan yang akan digunakan dipotong terlebih dahulu.
Bahan yang sudah dipotong lalu direbus. Setelah bahan direbus setengah
matang dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi air. Lalu, diberi
aerasi di dalam wadah dan bagian atas ditutup. Kemudian, diinokulasi
selama 3 hari. Setelah itu, diamati tumbuh atau tidaknya infusoria. Setelah
7 hari infusoria dapat dipanen. Disiapkan alat pengamatan, ambil air pada
botol budidaya, kemudian masukan pada haemocytometerdan tutup
dengan cover glas, kemudian lakukan pengamatan pada mikroskop.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
1. Berikut merupakan hasil data dari perlakuan indor.
Ind/Ml
No Nama NIM
H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6
1 Khofifah Nadia J3H218140 12,62 x 106 127 x 104 717 x 10
4
933 x 10
4
497 x 10
4
308 x 10
4
685 x 10
4
2683,3 x
2 Syita Raudhah R J3H218148 12,62 x 106 433,3 x 104 690 x 104 358,3 x 10
4
4 1095 x 10
4
685 x 10
4
10
1298,3 x 1328,3 x 3186,6 x
3 Annisa Fitriani H J3H218137 12,62 x 106 690,0 x 104 163 x 104 1293 x 10
4
4 4 4
10 10 10
331,67 x
4 Savira Azzahra S J3H218143 12,62 x 106 136,7 x 104 4 690 x 10
4
1300 x 10
4
5300 x 10
4
3550 x 10
4
10
5 Riana Adining Tyas J3H118021 12,62 x 106 1595 x 104 432 x 105 9185 x 10
4
4895 x 10
4
20590 x 10 9872 x 10
4 4
6 Zohani Aji J3H118062 12,62 x 106 468 x 104 482x 104 503 x 10
4
761 x 10
4
525 x 10
4
133 x 10
4
7 Vivi Rahmadhani J3H118011 12,62 x 106 172,5 x 104 247,6 x 104 300,2 x 10
4
298,2 x 10
4
301,8 x 10
4
281,3 x 10
4
8 Annisa Chika I J3H218152 12,62 x 106 279 x 104 284 x 104 296,3 x 10
4
417,3 x 10
4
428,3 x 10
4
626,3 x 10
4
116,525 x
9 Wina Rafiandhani J3H218153 12,62 x 106 26,99 x 106 6 6,03 x 10
6
33,2 x 10
6
24,8 x 10
6
21,4 x 10
6
10
336,33 x 376,33 x
10 Eka Haris N J3H218127 12,62 x 106 302 x 104 329 x 10
4
4 404 x 10
4
469 x 10
4
4
10 10
11 Tulus Romora S J3H218131 12,62 x 106 32 x 104 16 x 10
4
18 x 10
4
24 x 10
4
34 x 10
4
42 x 10
4
225,66 x
14 Taufan Maulana J3H118057 12,62 x 106 4
10
15 Wahyu Januar
2 Ristie Azhari Kamila J3H218135 12,62 x 106 40,33 x 104 29,7 x 104 146,7 x 104 68 x 104 107,7 x 104 27,3 x 104
3 Nawang Utari J3H118020 12,62 x 106 23,8 x 104 37 x 104 98,1 x 104 167,7 x 104 106,8 x 104 813,7 x 104
4 Devi Amalia Lubis J3H119018 12,62 x 106 26,6 x 104 34,7 x 104 123,7 x 104 234 x 104 328 x 104 367 x 104
5 V Chelsea El Jericco J3H118074 12,62 x 106 31,2 x 104 40 x 104 58,8 x 104 152,5 x 104 142,7 x 104 94,3 x 104
6 Rayhan Rahardina T J3H218144 12,62 x 106 7,3 x 104 45,3 x 104 55,3 x 104 135,3 x 104 154,3 x 104 56,3 x 104
7 Ananda Febriyanti J3H218136 12,62 x 106 30,6 x 104 47 x 104 95,3 x 104 66 x 104 121 x 104 106,3 x 104
8 Nabila Tri M J3H118036 12,62 x 106 42 x 104 91 x 104 120 x 104 157 x 104 199 x 104 212 x 104
9 Nur Mustika J3H218147 12,62 x 106 26,1 x 104 43,1 x 104 68 x 104 80 x 104 148 x 104 185 x 104
10 Najunda Sari J3H418168 12,62 x 106 25,7 x 104 46 x 104 52,4 x 104 68,7 x 104 104,2 x 104 37,3 x 104
11 Mareta Damayanti P J3H218138 12,62 x 106 73,67 x 104 102,33 x 104 140 x 104 188,67 x 104 368,33 x 104 364,67 x 104
12 M Fikri Irvan A J3H218151 12,62 x 106 50,3 x 104 74 x 104 118 x 104 118 x 104 121 x 104 133 x 104
13 Mella Aprilia J3H118015 12,62 x 106 30 x 104 20,6 x 104 33,6 x 104 47,3 x 104 47,3 x 104 44,6 x 104
14 Mugi Pangestu P H J3H118073 12,62 x 106 33,4 x 104 46 x 104 52 x 104 293 x 104 230 x 104 201 x 104
15 Dias Wandanu J3H218145 12,62 x 106 34,3 x 104 53 x 104 17,4 x 104 99,67 x 104 58 x 104 18,52 x 104
3.1 Pembahasan
Seiring dengan meningkatnya budidaya perikanan maka semakin tinggi
permintaan pakan alami dikalangan pembudidaya. Pakan alami adalah bahan
pakan yang diambil dari organisme hidup dalam bentuk dan kondisinya seperti
sifat-sifat keadaan dialam. Organisme pakan alami yaitu organisme hidup yang
dipelihara dan di manfaatkan sebagai pakan didalam proses budidaya perairan.
Untuk memenuhi kebutuhan gizi dari sumber protein hewani ikan diperlukan
pengembangan budidaya perikanan dan untuk mendukung produksi sesuai dengan
kuantitas, kualitas dan kontinuitas diperlukan pengetahuan tentang teknik dasar
budidaya pakan alami yang baik agar kontunitas produksi ikan hasil budidaya
dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan salah satunya yaitu Clorella sp.
Chlorella sp. tumbuh baik pada suhu 20º C, tetapi tumbuh lambat pada suhu
32º C. Kisaran suhu untuk partumbuhan Chlorella sp. yaitu pada suhu antara 25-
30º C. (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995). Sesuai dengan pernyataan tersebut,
suhu kultur pada perlakuan indor yaitu kisaran 20°C-27ºC, ini termasuk dalam
kisaran suhu optimum sehingga pada perlakuan indor clorella sp. tumbuh dengan
baik. Sedangkan pada perlakuan outdor terpapar sinar matahari dengan kisaran
suhu 24°-33ºc, fluktuatif tidak menentu tergantung dengan keadaan cuaca
sehingga pertumbuhan clorella sp. tumbuh dengan lambat bahkan banyak yang
kontaminan dengan lingkungan.
Optimum pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
kehidupan organisme air termasuk Chlorella sp.. Nilai pH berkaitan dengan
ketersediaan unsur hara bagi Chlorella sp.. Hasil pengukuran nilai pH kultur
Chlorella sp. Skala intermediet menunjukkan nilai rata-rata 8,20, nilai ini
merupakan pH optimum untuk pertumbuhan Chlorella sp. Yaitu antara 7 sampai 9
(Effendi, 2003). Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen dalam milligram
yang terdapat dalam 1 L air atau ppt. DO berasal dari difusi udara melalui
permukaan air dan proses fotosintesis mikroalga Chlorella sp. itu sendiri.
Konsentrasi oksigen terlarut adalah parameter penting dalam menentukan kualitas
perairan. DO diukur menggunakan DO meter, dan pengukuran dilakukan
seminggu sekali karena keterbatasan alat ukur di Laboratorium Pakan Alami.
Nilai DO pada kultur Chlorella sp. di kultur skala intermediet adalah 6,19 mg/l.
Fase kematian terjadin pada hari ke-6 sampai hari ke-7 yang ditandai dengan
laju kematian Chlorellasp. lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhannya,
sehingga terjadi penurunan jumlah kepadatan sel (Putra et al., 2014).Kendala yang
terdapat dalam teknik kultur Chlorella sp.Kondisi lingkungan yang tidak baik
seperti kualitas air yang tidak sesuai dengan habitat Chlorella sp. dan kondisi
cuaca yang fluktuatif akibat musim pancaroba yang mempengaruhi intensitas
cahaya pada kultur Chlorella sp.
3.2 Hasil
Berikut merupakan grafik hasil dari kultur intermediate.
Ind/Ml (x 10⁴)
Formula
H1 H2 H3 H4 H5 H6
1 10,3 12,3 14,5 16,7 19,3 15,4
2 38,6 54,3 62,5 74,3 142,5 27,7
3 22,5 0 0 55 92 0
4 5,3 7,4 12,6 13,5 25,6 4,6
Keterangan :
Formula 1 Formula 3
Urea : 600ppm Urea : 1000ppm
TSP : 15ppm TSP : 15ppm
KCl : 40ppm KCl : 40ppm
Formula 2 Formula 4
Urea : 800ppm
TSP : 15ppm Walne : 1ml
KCl : 40ppm
Interpretasi :
3.2 Pembahasan
Fase kematian terjadin pada hari ke-5 sampai hari ke-6 yang ditandai dengan
laju kematian Chlorella sp. lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhannya,
sehingga terjadi penurunan jumlah kepadatan sel (Putra et al., 2014). menurut
Mukhlis et al., (2017) fase eksponensial ditandai ketika terjadi peningkatan
kepadatan populasi sel sebesar satu kali lipat atau lebih dari kepadatan awal.
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menjelaskan bahwa setelah melewati
fase pertumbuhan optimum maka pertumbuhan mulai mengalami penurunan.
Pada fase ini laju reproduksi lebih rendah dari fase kematian, dengan demikian
jumlah sel menurun secara geometrik.
massal
6
5
nilai kepadatan x105
0
sabtu minggu senin selasa rabu
hari
Interpretasi :
Berdasarkan data diatas kultur chlorella sp. Mengalami peningkatan setiap hari.
3.3 Pembahasan
Potensi budidaya perikanan laut harus diimbangi dengan ketersediaan larva
yang berkualitas, baik dari segi jumlah, mutu dan keberlangsungannya. Faktor
yang mempengaruhi kegiatan pembenihan diantaranya adalah penyediaan pakan
larva yang cukup dan tersedia pada waktu yang bersamaan. Keberadaan pakan
alami mutlak dibutuhkan dan tidak dapat digantikan oleh pakan buatan (Sururi,
2014). Pakan alami jenis plankton memiliki peranan penting dalam penyediaan
sumber protein dan nutrisi bagi larva. Organisme pakan alami yaitu organisme
hidup yang dipelihara dan di manfaatkan sebagai pakan didalam proses budidaya
perairan. Untuk memenuhi kebutuhan gizi dari sumber protein hewani ikan
diperlukan pengembangan budidaya perikanan dan untuk mendukung produksi
sesuai dengan kuantitas, kualitas dan kontinuitas diperlukan pengetahuan tentang
teknik dasar budidaya pakan alami yang baik agar kontunitas produksi ikan hasil
budidaya dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan salah satunya yaitu
Clorella sp.
Chlorella sp. tumbuh baik pada suhu 20º C, tetapi tumbuh lambat pada suhu
32º C. Kisaran suhu untuk partumbuhan Chlorella sp. yaitu pada suhu antara 25-
30º C. (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995). Sesuai dengan pernyataan tersebut,
suhu kultur pada perlakuan indor yaitu kisaran 20°C-27ºC, ini termasuk dalam
kisaran suhu optimum sehingga pada perlakuan indor clorella sp. tumbuh dengan
baik. Sedangkan pada perlakuan outdor terpapar sinar matahari dengan kisaran
suhu 24°-33ºc, fluktuatif tidak menentu tergantung dengan keadaan cuaca
sehingga pertumbuhan clorella sp. tumbuh dengan lambat bahkan banyak yang
kontaminan dengan lingkungan.
Optimum pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
kehidupan organisme air termasuk Chlorella sp.. Nilai pH berkaitan dengan
ketersediaan unsur hara bagi Chlorella sp.. Hasil pengukuran nilai pH kultur
Chlorella sp. Skala intermediet menunjukkan nilai rata-rata 8,20, nilai ini
merupakan pH optimum untuk pertumbuhan Chlorella sp. Yaitu antara 7 sampai 9
(Effendi, 2003). Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen dalam milligram
yang terdapat dalam 1 L air atau ppt. DO berasal dari difusi udara melalui
permukaan air dan proses fotosintesis mikroalga Chlorella sp. itu sendiri.
Konsentrasi oksigen terlarut adalah parameter penting dalam menentukan kualitas
perairan. DO diukur menggunakan DO meter, dan pengukuran dilakukan
seminggu sekali karena keterbatasan alat ukur di Laboratorium Pakan Alami.
Nilai DO pada kultur Chlorella sp. berdasarkan data diatas pertumbuhan chlorella
sp. Mengalami peningkata setiap harinya hal ini terjadi karena kualita air dan
lingkungan mendukung proses pertumbuhan sehingga dalam proses pertumbuhan
tidak ada halangan atau kendala.
3.4 Hasil
Berikut grafik hasil budidaya Daphnia Sp.
50
45
40
35
30
25 Kontrol
20 Ragi
15 Pakan Udang
10
5
0
8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1
3 86 38 6 387 38 7 387 38 7 387 387 38 7 387 38 7 387 38 8 388
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Interprestasi:
Dari grafik di atas perumbuhan daphnia sp. mengalami titik puncak yaitu
pada hari ke 7-9 namun mulai menurun pada hari ke 9-11. Pertumbuhan daphnia
sp. tertinggi pada perlakuan ragi.
3.2 Pembahasan
Pola pertumbuhan populasi Daphnia sp. pada media yang berbeda akan
terlihat sebagai penambahan jumlah individu Daphnia sp. terhadap waktu
pemeliharaan yang menginterprestasikan tahapan dari siklus pertumbuhannya.
Daphnia sp. yang dibudidayakan pada perlakuan media yang berbeda memiliki
pola pertumbuhan populasi yang sama dan terlihat dari grafik dan terdiri atas fase
lag, fase log (eksponensial), fase stasioner dan fase kematian.
Pada hari ke-5 hingga hari ke-9 pertumbuhan populasi Daphnia sp. berada
pada fase log atau eksponensial. Pada tahap ini, Daphnia sp. telah beradaptasi
dengan media, dan memperbanyak diri secara aseksual atau parthenogenesis yang
akan menghasilkan individu betina secara terus menerus hingga mencapai titik
tertentu yang dikenal dengan fase stasioner. Memasuki fase stasioner, laju
pertumbuhan populasi Daphnia sp. mulai mengalami penurunan akibat
ketersediaan pakan yang terdapat dalam media budidaya tidak mampu mencukupi
kebutuhan sejumlah Daphnia sp. yang terdapat dalam wadah budidaya untuk
dapat tumbuh secara optimal.
Fase stasioner berlangsung dalam waktu singkat dan terjadi pada hari ke-7
hingga hari ke-9 pemeliharaan berdasarkan data di atas perlakuan tebaik budidaya
daphnia sp yaitu pada perlakuan pemberian ragi, hal in disebabkan oleh
tersediahnya pakan kontinu dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan
daphnia sp. . Namun pada hari ke-11 populasi daphnia sp mulai menurun hal in
terjadi karena padatnya pertumbuhan daphnia sp. pada lingkungan yang sempit
sehingga banyak daphnia sp yang mati. Fase stasioner umumnya menggambarkan
puncak pertumbuhan populasi hingga terjadinya penurunan jumlah populasi
secara drastis yang diakibatkan terjadinya kematian massal. Pertumbuhan populasi
Daphnia sp.
Selanjutnya fase terakhir adalah fase kematian yang ditandai dengan
terjadinya penurunan jumlah populasi Daphnia sp. secara drastis dalam waktu
singkat yang menggambarkan adanya kematian masal Daphnia sp. dalam media
budidaya. Kematian ini terjadi sebagai dampak tingginya densitas Daphnia
sp. pada media budidaya yang mengakibatkan terjadinya persaingan untuk terus
bertahan hidup. Pada fase ini, jumlah fitoplankton dan material organik sebagai
pakan yang tersedia pada media terlalu sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan
dari populasi Daphnia sp. yang sangat melimpah sehingga menyebabkan
penurunan laju pertumbuhan dan terjadi kompetisi dalam memperoleh makanan.
Selain itu, kepadatan Daphnia sp. yang melebihi kapasitas media budidaya akan
berdampak pada keterbatasan ruang gerak dan kompetisi dalam mengkonsumsi
oksigen.
Sarida (2007), menerangkan bahwa apabila kepadatan Daphnia sp. terlalu
tinggi maka aktivitas metabolisme akan meningkat, kandungan amoniak juga akan
meningkat, sehingga kebutuhan akan oksigen juga akan meningkat. Menurut
Sitanggang dan Rohmana D. (2009), pada kompetisi tersebut beberapa Daphnia
sp. yang mampu beradaptasi akan tetap bertahan hidup, sedangkan yang lemah
akan mengalami kematian. Menurut Noerdjito (2004), pola pertumbuhan Daphnia
sp. ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi fisik perairan, jenis
pakan,dan konsentrasi pakan. Ketika ketiga faktor tersebut mendukung, maka laju
pertumbuhan Daphnia sp. akan berlangsung lebih cepat dan menghasilkan puncak
populasi yang lebih banyak.
Menurut Purwantini (2009), peningkatan pertumbuhan populasi Daphnia
sp. terjadi karena pada saat sebelum mencapai puncak, konsentrasi pakan yang
terdapat dalam media lebih banyak dari kebutuhan maintenance (jumlah pakan
yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan) dari Daphnia sp. Kelebihan energi
inilah yang kemudian dimanfaat. kan Daphnia sp. untuk tumbuh dan berkembang
biak. Darmanto et. al (2000), menerangkan bahwa Daphnia sp. mulai berkembang
biak pada umur lima hari dan selanjutnya akan bereproduksi setiap selang waktu
satu setengah hari.
3.4 Hasil
Berikut ini merupakan hasil daripengamatan kultur Infusoria yang telah
dilakukan dengan perlakuan sayur kangkung.
3.2 Pembahasan
Pakan alami adalah bahan pakan yang diambil dari organisme hidup dalam
bentuk dan kondisinya seperti sifat-sifat keadaan dialam. Seiring dengan
meningkatnya budidaya perikanan maka semakin tinggi permintaan pakan alami
dikalangan pembudidaya. Infusoria adalah sekumpulan jasad renik sejenis
zooplankton dan umumnya berukuran sangat kecil antara 40-100 mikron.
Infusoria sebagai pakan alami dapat digunakan sebagai makanan pertama (first
feeding) bagi larva ikan yang mempunyai bukaan mulut kecil. Secara visual warna
infusoria adalah putih dan hidup menggerombol sehingga akan tampak seperti
lapisan putih tipis seperti awan(Wibowo, 2007).
Infusoria adalah salah satu kelas dari philum Protozoa. Berdasarkan alat
geraknya, infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan
flagellata. Ciliata (latin,cilia = rambut kecil) atau Ciliophora/Infosoria bergerak
dengan cilia (rambut getar) atau infusoria yang bergerak menggunakan rambut
getar (cilia) (Winarsih, et al, 2011). Budidaya Infusoria dapat menggunakan bahan
dengan berbagai sayur-sayuran. Seperti, sawi hijau, bayam, kangkung, sawi putih,
jerami, secin, kecambah tauge, kol, brokoli dan air beras yang sudah busuk. Tetapi
jika sayur-sayuran tersebut belum busuk dapat juga dilakukan dengan cara
mencincang sayuran tersebut kemudian sayur-sayuran direbus. Berdasarkan
praktikum yang telah kami lakukan pada perlakuan denan bahan tauge dan selada
tidak dapat menumbuhkan infusoria. Hal ini diduga disebabkan karena kurang
lama dalam perebusan atau kurang lama masa pemeliharaannya.( Effendi H.
2003)
Berdasarkan kurva pertumbuhan ada 4 fase partumbuhan, fase lag,
ekponensial, stationer dan kematian (Waluyo, 2007). Pada kurva infusoria
menggunakan media kangkung dapat tetap hidup karena dipengaruhi adanya sel
hidup atau pertambahan sel, tersedia sumber energy dan nutrisi yang cukup untuk
pertumbuhan serta tidak adanya toksi atau kondisi yang mengancam lingkungan
tersebut. Komposisi yang terbanyak terdapat pada Paramaecium sp kemudian
diikuti oleh Euglena sp hal ini karena kecepatan pembelahan protozoa di
pengaruhi oleh waktu generasi. Waktu regenerasi Paramaecium lebih cepat
dibanding jenis infusoria yang lain yaitu 10.5 jam sedangkan yang lainnya seperti
Stentor sp membutuhkan waktu 32 jam begitu juga dengan jenis lainnya
(Winarsih, et al, 2011). Dari segi kelas protozoa terdapat dua kelas yaitu kelas
flagellate (Euglena sp ) sedangkan Kelas Ciliata ( Paramaecium, Oxytrycha,
Colpoda, Stentor, Euplotes). Kondisi lingkungan media yang tepat akan
menunjang pertumbuhan infusoria yang dipelihara secara optimal.
Budidaya infusoria termasuk budidaya pakan alami yang mudah
dilakukan karena bahan yang digunakan berasal dari bahan-bahan sayuran, yang
mudah didapatkan. Kultur ini dilakukan dengan menggunakan air laut atau air
tambak. Air dan juga sayuran yang digunakan dapat mempengaruhi jenis pakan
alami yang akan tumbuh. Biasanya apabila air yang berasal dari air laut jenis
pakan alami yang tumbuh adalah jenis rotifera. Berbeda dengan menggunakan air
tawar, jenis pakan yang akan tumbuh adalah jenis Daphnia dan juga Moina.
Dalam melakukan kultur pakan alami, kelengkapan nutrisi dan
pergantian air media merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pada
kultur infusoria, air media dan nutiren yang diberikan merupakan hal yang
mempengaruhi jenis dari pakan alami yang tumbuh, misalnya untuk air tambak
akan banyak di tumbuhi protozoa dan skeletonema Sp, sedangkan untuk air tawar
akan banyak ditumbuhi oleh daphnia Sp, Chaetoceros. Dalam melakukan kultur
pakan alami, kesterilan alat harus dijaga karena sangat rawan terhadap
kontaminasi. Hasil yang didapatkan seharusnya tidak langsung dibuang, tetapi
dilakukan kultur lebih lanjut yaitu dengan pargantian air media dan penambahan
pupuk (nutrient). Sehingga hasil kultur tidak terbuang sia-sia.
IV KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil praktikum Chlorella sp.
individu ini menunjukan bahwa perlakuan indor lebih maksimal dibandingkan
autor karena cahaya yang konstan di ruangan sedangakan di autor cahayanya tidak
konstan. Pada Chlorella sp intermediet formulasi yang maksimal yaitu formulasi
3. Untuk Chlorella sp masal mengalami peningkatan hasil yang maksimal setiap
harinya. Dari praktikum infusoria bahwa sayuran hijau bias dijadikan bahan
pembuatan infusoria contonya sayur kangkung. Pada kultur Daphnia sp.
Mengalami titik puncak pada hari 9-15 dan mengalami penurunan pada hari ke
16-19.
V DAFTAR PUSTAKA
Chilmawati, D. dan Suminto. 2008. Penggunaan Media Kultur yang Berbeda
terhadap Pertumbuhan Chlorella sp.. Fakultas Perikanan dan kelautan.
Universitas Diponegoro. Jurnal Saintek Perikanan. 4 (1) : 42 – 49.
Chilmawati, D. dan Suminto. 2008. Penggunaan Media Kultur yang Berbeda
terhadap Pertumbuhan Chlorella sp.. Fakultas Perikanan dan kelautan.
Universitas Diponegoro. Jurnal Saintek Perikanan. 4 (1) : 42 – 49.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan, Yogyakarta.
Irawan, Henky. 2013. “BIOLOGI ANEMON DI PERAIRAN LITORAL
DAERAH BATU HITAM RANAI KEBUPATEN NATUNA.” Dinamika
Maritim 3(1):1–10.
Isnansetyo A. dan Kurniastuty. 1995, Teknik Kultur Phytoplankton Zooplankton.
Pakan Alam untuk pembenihan organism laut. Kanisius, Yokyakarta.
Mawaddah, A., Roto. A., & Suratman. 2016. Pengaruh Penambahan Urea
Terhadap Peningkatan Pencemaran Nitrit dan Nitrat Dalam Tanah. Jurnal
Manusia dan Lingkungan, 3(3), 360 – 364.
Mukhlis, A., Abidin, Z., & Rahman, I. (2017). Pengaruh Konsentrasi Pupuk
Amonium Sulfat Terhadap Pertumbuhan Populasi Sel Nannochloropsis sp.
Jurnal Biowallacea, 3(3),149-155.
Noerdjito DR. 2004. Optimasi suhu, ph, serta jumlah dan jenis pakan pada kultur
Daphnia sp. http://digilib.sith.itb.ac.id/
office.php?m=bookmark&id= jbptitbbi-gdl-s1- 2004-diahradini-420
(diunduh 25 Maret 2009).
Purwantini S. 2009. Pertumbuhan dan sintasan benih ikan bawal air tawar
(Colossoma macropomum) pada tingkat pemberian pakan (feeding rate)
yang berbeda, 68. Skripsi. Fakultas Pertanian – Universitas Lampung,
Bandar Lampung.