Anda di halaman 1dari 99

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

MIKOLOGI

OLEH :

DIRA MAHARANI

NIM.PO.71.4.203.19.1.013

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
PRODI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM MIKOLOGI

Disusun Oleh : Dira Maharani

NIM : PO714203191013

Program Studi : D.IV TLM

Semester/Tingkat : V/3

SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KELULUSAN PADA PRAKTIKUM

MATA KULIAH MIKOLOGI

Makassar, November 2021

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Widarti, S.Si.Apt., M.M.Kes Siti Hadijah, S.Si., M.Kes

Dosen Pembimbing III

Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT., atas segala


kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayah yang diberikan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan “Laporan Lengkap Praktikum Mikologi”
sesuai dengan waktu yang telah direncanakan sebelumnya. Tak lupa
salawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
beserta keluarga dan sahabat, semoga selalu dapat menuntun penulis
pada ruang dan waktu yang lain.

Dalam penyusunan Laporan ini, penulis mengalami berbagai


kesulitan. Akan tetapi, berkat dukungan, bimbingan, dan masukan dari
berbagai pihak maka kesulitan-kesulitan tersebut dapat teratasi. Maka dari
itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimah kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu. Terutama kepada Dosen
pembimbing praktikum mikologi, yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan sehingga terselesainya laporan ini.

Penulis menyadari Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.


Maka dari, itu, kritik dan saran yang bersifat membangun selalu penulis
harapkan dari berbagai pihak agar dapat menyempurnakan makalah ini.

Makassar, November 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

iii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN...........................................................i
LAPORAN MIKOLOGI....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................iiiError! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
LAPORAN PRAKTIKUM I..............................................................................................1
LAPORAN PRAKTIKUM 3...........................................................................................12
LAPORAN PRAKTIKUM 4...........................................................................................18
LAPORAN PRAKTIKUM 5...........................................................................................25
LAPORAN PRAKTIKUM 6...........................................................................................31
LAPORAN PRAKTIKUM 7...........................................................................................39
LAPORAN PRAKTIKUM 8...........................................................................................46
LAPORAN PRAKTIKUM 9...........................................................................................54
LAPORAN PRAKTIKUM 10.........................................................................................60
LAPORAN PRAKTIKUM 11.........................................................................................67
LAPORAN PRAKTIKUM 12.........................................................................................75
LAPORAN PRAKTIKUM 13.........................................................................................82
LAPORAN PRAKTIKUM 14.........................................................................................89

iv
LAPORAN PRAKTIKUM I

Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroskopis Jamur Pada Sampel


Makanan ( Roti )

Hari / Tanggal : Senin/13 September 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengamati dan menganalisis morfologi jamur yang pada
sampel roti

B. Prinsip
Sampel roti yang telah ditumbuhi jamur diambil koloninya kemudian
dibuat sediaan pada objek glass yang telah berisi larutan Lactophenol
blue. Sediaan selanjutnya diamati pada perbesaran objektif 10x untuk
mencari lapang pandang dan perbesaran objektif 40x untuk
memperjelas objek.

C. Dasar Teori

D. Alat dan Bahan


- Alat
1) Objek glas
2) Deck gals
3) Pipet tetes
4) Pinset
5) Mikroskop

1
6) Petridish
- Bahan
1) Sampel Roti
2) Lactophenol Cotton Blue
3) HCl
4) Tusuk gigi
5) Aquadest
6) Tissue

E. Prosedur kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Membersihkan object glass dengan menggunakan sabun hingga
bersih dan bebas lemak, kemudian dikeringkan dengan tissue.
3. Pembuatan preparat:
a) Mengambil bagian sampel roti yang telah ditumbuhi jamur
menggunakan pinset/tusuk gigi lalu diletakkan pada objek
glass
b) Meneteskan larutan Lactophenol cotton blue di atas
sampel, kemudian ditutup dengan cover glass yang telah
dicelupkan ke dalam petridish yang berisi larutan HCl lalu
didiamkan selama 10-15 menit
4. Selanjutnya melakukan pemeriksaan dibawah mikroskop dengan
kondensor rendah, mula – mula dengan pembesaran objektif
10X untuk mencari lapang pandang sampel yang akan diperiksa,
kemudian pembesaran objektif 40X untuk memperjelas adanya
Hifa dan Spora.

F. Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan

2
Perbesaran Objektif 40x
Sampel : Roti
Hasil : positif
Ditemukan jamur jenis Aspergillus
niger yang memiliki hifa hialin (tak
berwarna) yang memanjangdan
tidak bercabang, ujung spora
tampak besar, terbungkus rapat,
berbentuk bulat hitam atau coklat
kehitaman.

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan mikroskopis jamur
yang berasal dari sampel makanan yang telah ditumbuhi jamur yaitu
roti. Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengamati
morfologi jamur yakni adanya spora hifa dan struktur tertentu dari
jamur.
Pengamatan morfologi jamur dilakukan dengan membuat
preparat sediaan langsung terlebih dahulu. Sampel makanan yang
telah ditumbuhi jamur dalam hal ini roti yang memiliki koloni berwarna
kehitaman diambil dengan menggunakan pinset dan tusuk gigi lalu
diletakkan pada objek glass. Dalam pembuatan preparat langsung
digunakan larutan Lactophenol cotton blue yang diteteskan setelah
sampel diletakkan pada objek glass. Penggunaan larutan Lactophenol
cotton blue yang diteteskan pada objek glass bertujuan untuk
mewarnai dan memperjelas ciri morfologi fungi saat diamati di bawah
mikroskop. Selanjutnya sampel ditutup dengan cover glass dan
didiamkan 10-15 menit. Setelah preparat dibuat maka selanjutnya
diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10X untuk
mencari lapang pandang, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan

3
dengan pembesaran objektif 40X untuk memperjelas objek yang
diamati.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh
hasil yaitu ditemukan adanya jamur Aspergillus niger pada roti.
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus niger

Karakteristik
- Memiliki bagian-bagian meliputi konidia, sterigmata,
konidiofor, vesikel, dan sel kaki (hifa)
- Vesikel berbentuk bulat. pada permukaan vesikelnya terdapat
sterigmata kemudian fialid, dimana konidianya terdapat.
- Konidiofora panjang dan berbentuk silinder serta tidak
berwarna (hialin). tegak lurus dengan sel kaki atau hifa
vegetatif
- Ujung spora tampak besar, terbungkus rapat, berbentuk bulat
hitam atau coklat kehitaman.

H. Kesimpulan
Setelah melakukan preaktimun dapat disimpulkan bahwa pada
sampel roti ditemukan jenis jamur yaitu Aspergillus niger berdasarkan
ciri-ciri yang ditemukan.

4
I. Daftar Pustaka
Lestari, dkk. 2019. Identifikasi Jamur pada Roti yang dijual di Kota
Langsa Berdasarkan Lama Penyimpanan. Jurnal Jeumpa. 6(2):
245-256.
Mizana, et.al. (2016). Identifikasi Pertumbuhan Jamur Aspergillus sp
Pada Roti Tawar Yang Dijual Di Kota Padang Berdasarkan Suhu
Dan Lama Penyimpanan. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(2): 355 –
360.
Smith, Alwi dkk. 2015. Isolasi Dan Identifikasi Jenis Jamur Pada Ubi
Kayu (Manihot Esculenta Crants) Dalam Proses Pembuatan Ubi
Kayu Hitam Secara Trdisional Oleh Masyarakat Banda. Staf
Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi
Suarnadwipa, N. dan W. Hendra. 2008. Pengeringan Jamur Dengan
Dehumidifier. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakram Vol. 2 (1) : 30-
33.

5
LAPORAN PRAKTIKUM 2

Judul Praktikum : Pemeriksaan Jamur Pada Sampel Tempe Dengan


Cara Langsung

Hari / Tanggal : Senin / 13 September 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengamati dan mengetahui
bentuk atau morfologi suatu Jamur yang terdapat pada sampel tempe
yang telah ditumbuhi jamur.

B. Prinsip
Tempe yang telah ditumbuhi jamur diambil koloninya kemudian
dibuat sediaan pada objek glass yang telah berisi larutan Lactophenol
blue. Sediaan selanjutnya diamati pada perbesaran objektif 10x untuk
mencari lapang pandang dan perbesaran objektif 40x untuk
memperjelas objek.

C. Dasar Teori

D. Alat dan Bahan


- Alat
1) Object glass
2) Mikroskop
3) Pinset
4) Deck glass

6
5) Pipet tetes
6) Petridish
- Bahan
1) Tempe Jamuran
2) Lactophenol Cotton Blue
3) HCl
4) Tusuk gigi
5) Aquadest
6) Tissue

E. Prosedur kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Membersihkan object glass dengan menggunakan sabun
hingga bersih dan bebas lemak, kemudian dikeringkan dengan
tissue.
3. Pembuatan preparat:
a) Mengambil bagian sampel tempe yang telah ditumbuhi
jamur menggunakan pinset/tusuk gigi lalu diletakkan
pada objek glass
b) Meneteskan larutan Lactophenol cotton blue di atas
sampel tempe, kemudian ditutup dengan cover glass
yang telah dicelupkan ke dalam petridish yang berisi
larutan HCl lalu didiamkan selama 10-15 menit

4. Selanjutnya melakukan pemeriksaan dibawah mikroskop


dengan kondensor rendah, mula – mula dengan pembesaran
objektif 10X untuk mencari lapang pandang sampel yang akan
diperiksa, kemudian pembesaran objektif 40X untuk
memperjelas adanya Hifa dan Spora.

F. Interpretasi hasil

Gambar Keterangan

7
Perbesaran Objektif 40x
Sampel : Tempe
Hasil : positif
Ditemukan jamur jenis Rhizopus
oryzae yang memiliki ciri hifa tidak
bersekat, memiliki sporangium,
sporangiofor, dan rhizoid sebagai
ciri khas.

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan mikroskopis jamur
yang berasal dari sampel makanan yang telah ditumbuhi jamur yaitu
tempe. Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengamati
morfologi jamur yakni adanya spora hifa dan struktur tertentu dari
jamur.
Pengamatan morfologi jamur dilakukan dengan membuat
preparat sediaan langsung terlebih dahulu. Sampel makanan yang
telah ditumbuhi jamur dalam hal ini tempe yang memiliki koloni
berwarna putih kehitaman diambil dengan menggunakan pinset dan
tusuk gigi lalu diletakkan pada objek glass. Dalam pembuatan preparat
langsung digunakan larutan Lactophenol cotton blue yang diteteskan
setelah sampel diletakkan pada objek glass. Penggunaan larutan
Lactophenol cotton blue yang diteteskan pada objek glass bertujuan
untuk mewarnai dan memperjelas ciri morfologi fungi saat diamati di
bawah mikroskop. Selanjutnya sampel ditutup dengan cover glass dan
didiamkan 10-15 menit. Setelah preparat dibuat maka selanjutnya
diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10X untuk
mencari lapang pandang, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan

8
dengan pembesaran objektif 40X untuk memperjelas objek yang
diamati.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh
hasil yaitu ditemukan adanya jamur Rhizopus oryzae pada tempe
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisi : Zygomycota
Kelas : Zygomecetes
Ordo : Mucorales
Famili : Mucoraceae
Genus : Rhizopus
Spesies : Rhizopus oryzae

Karakteristik
- Terdiri benang hifa bercabang membentuk miselium
- Memiliki bagian-bagian meliputi sporangium (kotak
spora), sporangiospora, sporangiofor (tangkai spora),
hifa/stolon, dan rhizoid (akar semu).
- hifa tidak bersekat (bersifat senositik)
- sporangiofor bisa satu atau berkelompok kadang-
kadang menyerupai garpu
- stolonnya berdinding halus atau agak kasar dan hampir
tidak berwarna
- sporangiospora berbentuk bulat atau tidak
- rhizoid berwarna coklat dan bercabang

H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara makroskopis ditemukan
jamur pada sampel tempe dengan ciri koloni berwarna hitam.
Sedangkan, hasil pemeriksaan secara mikroskopis pada sampel

9
tempe ditemukan jamur Rhizopus oryzae dengan ciri utama yaitu
misellium yang tidak bersekat.

I. Daftar pustaka
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara:
Bandung.
Smith, Alwi dkk. 2015. Isolasi Dan Identifikasi Jenis Jamur Pada Ubi
Kayu (Manihot Esculenta Crants) Dalam Proses Pembuatan Ubi
Kayu Hitam Secara Trdisional Oleh Masyarakat Banda. Staf
Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi.
Sukardi, Wigniiyanto, Isti Purwaningsih. 2008. Uji Coba Penggunaan
Inokulum Tempe Dari Kapang Rhizopus oryzae Dengan Subtrat
Tepung Beras dan Ubi kayu pada Unit Produksi Tempe Sanan
Kodya Malang. Jurnal Teknologi Pertanian. 9)(8): 207-215.

10
LAPORAN PRAKTIKUM 3

Judul Praktikum : Pemeriksaan Jamur Pada Sampel Kue Bolu Dengan


Cara Langsung

Hari / Tanggal : Senin / 13 September 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengamati dan menganalisis morfologi kue bolu dengan
cara langsung di mikroskop

B. Prinsip
Kue bolu yang telah ditumbuhi jamur diambil koloninya kemudian
dibuat sediaan pada objek glass yang telah berisi larutan Lactophenol
blue. Sediaan selanjutnya diamati pada perbesaran objektif 10x untuk
mencari lapang pandang dan perbesaran objektif 40x untuk
memperjelas objek.

C. Dasar Teori
Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak
mempunyai zat hijau, untuk hidup jamur berperan sebagaiparasite
saprofit.Jamur hidup pada lingkungan yang beragam namun sebagian
besar jamur hidup ditempat yang lembab. Habitat jamur berada didarat
(terestrial) dan di tempat lembab dengan suhu optimal berkisar antara

11
220C sampai 350C, suhu maksimumnya berkisar antara 27 0Csampai
290C, dan suhu minimum kurang lebih 5 0C. Meskipun demikian
banyak pula jamur yang hidup pada organisme atau sisa-sisa
organisme di laut atau di air tawar.Jamur juga dapat hidup di
lingkungan yang asam (Smith dkk, 2015).
Pertumbuhan jamur sangat sulit untuk dicegah. Pertumbuhan
jamur dapat mengakibatkan perubahan fisik maupun kimiawi yang
tidak kita inginkan, seperti halnya perubahn warna sebagian atau
keseluruhan, perubahan testur, aroma dan rasa sehingga tidak layak
konsumsi. Hal yang di khawatirkan yaitu jamur yang tumbuh pada roti
berpotensi dalam menghasilkan mitoksin pada kondisi tertentu atau
selama penyimpanan. Mitoksin merupakan hasil metabolik sekunder
pada jamur yang dapat mengkontamunasi makanan dan dapat
menyebabkan keracunan pada manusia (Lestari dkk., 2019).

D. Alat dan Bahan


- Alat
1) Mikroskop
2) Objek glass
3) Deck glass
4) Pipet tetes
5) Pinset
- Bahan
1) Kue bolu
2) aquadest/Lactophenol blue

E. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil bagian kue bolu yang telah berjamur dengan
menggunakan ose lurus dari bawah keatas dengan hati-hati
agar spora jamur tidak rusak.

12
3. Jamur yang telah diambil dapat diletkkan pada preparat kering
dan bersih.
4. Memberi sedikit lactophenol blue lalu tutup dengan deck glass
5. Mengamati di bawah mikroskop.

F. Interpretasi hasil

Gambar Keterangan

Perbesaran Objektif 40x


Sampel : Kue bolu
Hasil : positif
Ditemukan jamur jenis Aspergillus
niger yang memiliki hifa hialin (tak
berwarna) yang memanjang dan
tidak bercabang, ujung spora
tampak besar, terbungkus rapat,
berbentuk bulat hitam atau coklat
kehitaman.

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan mikroskopis jamur
yang berasal dari sampel makanan yang telah ditumbuhi jamur yaitu
roti. Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengamati
morfologi jamur yakni adanya spora hifa dan struktur tertentu dari
jamur.
Pengamatan morfologi jamur dilakukan dengan membuat
preparat sediaan langsung terlebih dahulu. Sampel makanan yang
telah ditumbuhi jamur dalam hal ini roti yang memiliki koloni berwarna
kehitaman diambil dengan menggunakan pinset dan tusuk gigi lalu
diletakkan pada objek glass. Dalam pembuatan preparat langsung

13
digunakan larutan Lactophenol cotton blue yang diteteskan setelah
sampel diletakkan pada objek glass. Penggunaan larutan Lactophenol
cotton blue yang diteteskan pada objek glass bertujuan untuk
mewarnai dan memperjelas ciri morfologi fungi saat diamati di bawah
mikroskop. Selanjutnya sampel ditutup dengan cover glass dan
didiamkan 10-15 menit. Setelah preparat dibuat maka selanjutnya
diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10X untuk
mencari lapang pandang, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan
dengan pembesaran objektif 40X untuk memperjelas objek yang
diamati.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh
hasil yaitu ditemukan adanya jamur Aspergillus niger pada roti.
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus niger

Karakteristik
- Memiliki bagian-bagian meliputi konidia, sterigmata,
konidiofor, vesikel, dan sel kaki (hifa)
- Vesikel berbentuk bulat. pada permukaan vesikelnya terdapat
sterigmata kemudian fialid, dimana konidianya terdapat.
- Konidiofora panjang dan berbentuk silinder serta tidak
berwarna (hialin). tegak lurus dengan sel kaki atau hifa
vegetatif

14
- Ujung spora tampak besar, terbungkus rapat, berbentuk bulat
hitam atau coklat kehitaman.

H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis jamur pada sampel
kue bolu ditemukan jamur Aspergillus niger.

I. Daftar pustaka
Dina, K. 2016. Identifikasi Pertumbuhan Aspergillus Sp pada Roti
Tawar yang Dijual di Kota Padang Berdasarkan Suhu dan Lama
Penyimpanan. Jurnal Kesehatan Andalas. Padang
Indrawati, Wellyzar, Sjamsuridzal dan Arianti Oetari, 2006. Mikologi
Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
Lestari, dkk. 2019. Identifikasi Jamur pada Roti yang dijual di Kota
Langsa Berdasarkan Lama Penyimpanan. Jurnal Jeumpa. 6(2):
245-256.
Smith, Alwi dkk. 2015. Isolasi Dan Identifikasi Jenis Jamur Pada Ubi
Kayu (Manihot Esculenta Crants) Dalam Proses Pembuatan Ubi
Kayu Hitam Secara Trdisional Oleh Masyarakat Banda. Staf
Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi

LAPORAN PRAKTIKUM 4

Judul Praktukum : Pemeriksaan Jamur Pada Sampel Kue Pia Dengan


Cara Langsung

Hari / Tanggal : Senin / 13 September 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

15
2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengamati dan mengetahui
bentuk atau morfologi suatu Jamur yang terdapat pada sampel
makanan yang telah ditumbuhi jamur.

B. Prinsip Pemeriksaan
Jamur pada kue pia diambil sedikit pada bagian yang ditumbuhi
jamur menggunakan ose lalu letakkan pada objek glass yang sudah
berisi KOH 10% dan ditutup dengan cover glass untuk diamati dengan
mikroskop pada perbesaran lensa objektif 10x dan 40x.

C. Dasar Teori
Pertumbuhan jamur yang sangat cepat pada roti tawar
disebabkan oleh bahan dasar dari pembuatan roti tersebut.salah satu
bahan dasarnya bahan adalah tepung terigu,yang mengandung pati
dalam jumlah yang relatif tinggi.pati ini dapat dihidrolisis menjadi gula
sederhana merupakan sumber nutrisi utama bagi mikroorganisme
tersebut. Jamur merupakan mikroorganisme utama yang berperan
dalam proses pembuatan dan pembusukan roti adalah Rhizopus
stolonifer,penicillium sp,mucor sp, dan Geotrichum sp serta juga bisa
terdapat aspergillus sp dan lain-lainya (Kusuma, 2008).
Roti adalah proses tepung terigu yang difermentasikan dengan
ragi roti (Saccaharomyces cerevisiae), air dan atau tanpa penambahan
makanan yang lain yang dipanggang kedalam adonan, Kemudian
ditambahkan gula, garam, susu atau susu bubuk, lemak, pengelmuzi
dan bahan-bahan pelezat seperti cokelat, keju, kismis, dan lain-lain.
Roti termasuk bahan pangan yang mudah rusak, terutama karena
adanya kapang yang mampu tumbuh pada suhu rendah untuk itu agar

16
umur simpan roti dapat bertahan lebih lana. Umur simpan roti rata-rata
adalah berkisar antara 2-3 hari (tanpa pengawet) dan kondisi
penyimpanan benar. Pengemasan yang benar akan membuat daya
simpan roti lebih lama. Roti dikemas pada saat kondisi masih panas
akan menimbulkan titik-titik air pada bahan pengemas sehingga
mempengaruhi kelembaban yang secara otomatis umur simpan pun
berkurang. Tetapi terlalu di luar maka akan menyebabkan roti mudah
terserang jamur ataupun kapang (Jennie dan Rahayu, 1993).
Secara morfologi jamur dapat ditentukan dengan mekihat
strukturnya menggunakan mikroskop, dengan demikian identifikasi dan
klasifikasi dapat ditentukan, secara visual jamur dilihat seperti kapas
atau benang berwarna/ tidak berwarna yang disebabkan karena
adanya miselia dan spora. Miselia terbentuk dengan adanya hifa, baik
yang bersepta atau tidak bersepta . Jamur terbagi menjadi beberapa
familia antara lain Moniliaceae(aspergillus, penicillium, trichothecium,
geotrichum, monilia, sporatrichum, botrytis, dan lain-lain), dematiaceae
(cladosporium,helminthosporium dll) dan tuberculariaceae (fisarium).
(Kusnadi, 2003).
Pewarnaan dengan media LCB (Lactofenol Cotton Blue)
dilakukan saat membuat sediaan dari kultur jamur. LBC merupakan
metode yang paling banyak digunakan pewarnaan dan mengamati
jamur karena kesederhanaan penggunaannya. LBC memiliki tiga
komponen yaitu fenol, yang akan membunuh setiap organisme hidup,
asam laktat yang mempertahankan struktur jamur, dan cotton blue
yang akan mewarnai kitin dalam dinding sel jamur ( Leck, Astrid. 1999)

D. Alat dan Bahan


 Alat :
1. Objek glass
2. Deck glass
3. Pipet tetes

17
4. Mikroskop
5. Cawn petri
6. Spidol
7. Ose
8. Kapas
9. Lampu Spiritus
 Bahan :
1. Kapas alcohol
2. Alcohol 70%
3. KOH 10%
4. Aquades
5. Plat agar sabouraud
6. Kertas merang
7. Larutan Lactophenol cotton blue

E. Prosedur Kerja
a. Teknik mengambil sampel jamur di kue pia
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
membuka plastik wadah kue pia.
2. Mengambil bagian kue pia yang telah berjamur dengan
menggunakan ose lurus dari bawah keatas dengan hati-hati
agar spora jamur tidak rusak.
3. Jamur yang telah diambil dapat diletkkan pada preparat
kering dan bersih.

b. Teknik membuat sediaan langsung jamur kue pia


1. Meneteskan larutan lactophenol blue pada objek glass.
2. Ujung ose dibasahi dengan larutan lactophenol blue ,
kemudian ditempelkan pada ujung ose.
3. Sampel jamur roti pia diletakkan pada tetesan larutan
lactophenol blue, kemudian ditutup dengan deck glass.

18
4. Tunggulah 10 menit atau lewatkan sediaan tersebut
beberapa kali di atas nyala api.
5. Periksalah dibawah mikroskop dengan kondensor rendah,
mula-mula dengan perbesaran lensa objektif 10x dan 40x.
Disini dapat dicari adanya hifa dan spora.

F. Interpretasi Hasil
N
Gambar Keterangan
o.

19
Bagian-bagian Aspergillus niger:
1. Konidiospora
2. Sterigmata
3. Vesikel
4. Konidiofor
5. Hifa
Ciri-ciri :
1.
-Spora atas berwarna hitam
kecoklatan.
-Pada kepala jamur akan berbentuk
globusa.
-Konidioforanya yang halus dan tidak
berwarna dengan bentuk atas yang
tegak berwarna coklat kuning.
Bagian-bagian Rhizopus oligusporus
:
Ciri-ciri :
1. Sporangium
2. Sporangiopsora
3. Sporangiofor
4. Hifa
5. Rizoid
2. -Spora atas berwarna abu abu
kecoklatan.
- Sporangiofor tunggal/kelompok
dengan dinding halus atau agak
sedikit kasar.
- hifa nonseptat, memiliki stolon dan
rizooid yang warnanya gelap jika
sudah tua.

G. Pembahasan

20
Praktikum pemeriksaan jamur pada sampel kue pia ini bertujuan
untuk melakukan pemeriksaan dan mengidentifikasi ada atau tidaknya
jamur pada sampel. Identifikasi jamur pada sampel roti pia diawali
dengan pengambilan sampel dibagian roti yang ditumbuhi jamur
menggunakan ose lalu diletakkan diatas objek glass, namun perlu
diperhatikan cara pengambilan perlu berhati-hati dan pastikan tidak
terhirup secara langsung atau sampel yang akan diambil tidak di udara
terbuka agar sporanya tidak menyebar karena dapat menimbulkan
penyakit.
Sediaan diatas objek glass terlebih dahulu diteteskan 2-3 tetes
larutan lactophenol blue dengan tujuan untuk membunuh setiap
organisme hidup, asam laktat yang mempertahankan struktur jamur,
dan cotton blue yang akan mewarnai kitin dalam dinding sel jamur
dibawah mikroskop. Setelah itu preparat diamati dibawah mikroskop
dengan perbesaran objektif 10x dan 40x.
Roti yang berjamur juga dapat menyebabkan iritasi pada mulut,
hidung, dan tenggorokan. Ada beberapa jenis jamur yang bisa
menyebabkan keracunan makanan dan penyakit berbahaya lainnya,
seperti salmonella. Selain itu, hanya menghirup roti yang sudah
berjamur pun dapat menimbulkan masalah bagi saluran pernapasan
Anda. Ketika Anda menghirup udara sekitar roti tersebut, kemungkinan
besar hidung juga menarik spora dari jamur. Akibatnya, spora tersebut
dapat menyebabkan masalah pernapasan, seperti asma, terutama
bagi Anda yang alergi terhadap jamur. Bahkan, jenis jamur seperti
Stachybotrys chartarum pun bisa mengakibatkan perdarahan, nekrosis
kulit, dan kematian.
Adapun identifikasi klasifikasi jamur yang didapatkan yaitu :
 Aspergillus niger
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes

21
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus niger

 Rhizopus oligosporus
Kingdom : Fungi
Divisi : Mucormycota
Kelas : Mucoromycetes
Ordo : Mucorales
Famili : Mucoraceae
Genus : Rhizopus
Spesies : Rhizopus oligosporus

H. Kesimpulan
Dari praktikum pemeriksaan jamur sampel kue pia dapat
disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan didapatkan jamur Aspergillus
niger dan Rhizopus oligosporus yang dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit jika jamur tersebut masuk kedalam tubuh kita.

I. Daftar pustaka
Kusuma, B. 2008. ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Konsumsi Masyarakat Di Indonesia (Tahun 1988-2005)”.
Yogyakarta : FE Universitas Islam Indonesia.
Kusnadi. 2003. Mikrobiologi. Bandung: JCA-IMSTEP.
Leck, Astrid. 1999. Jenis jenis mikosis superfisialis Dermatofotosis.
Bandung: Mega
Jennie dan Rahayu. 1993. Penangan Limbah Industri Pangan.
Yogyakarta: Kanisius.

22
LAPORAN PRAKTIKUM 5

Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroskopis Jamur Pada Sampel


Kerokan Kuku dengan Cara Langsung

Hari / Tanggal : Senin / 25 Oktober 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengamati dan menganalisis morfologi jamur pada sampel
kerokan kuku.

B. Prinsip
 Larutan KOH 10% akan melisiskan keratin kulit dan kuku
sehingga bila mengandung jamur dibawah mikroskop akan
terlihat hifa dan atau spora.
 Pengamatan preparat dilakukan pada perbesaran objektif 10x
untuk mencari lapang pandang dan perbesaran objektif 40x
untuk memperjelas objek.

C. Dasar Teori
Jamur adalah jenis tumbuhan tingkat rendah yang tidak memilki
klorofil, sehingga jamur tidak mampu membentuk makanannya sendiri.
Untuk kelangsungan hidupnya jamur tergantung pada mikroorganisme
lain, oleh karena itu bersifat heterotrofik. Sifat ketergantungan ini maka
jamur dapat berperan sebagai saprofit bila tidak merugikan hospesnya
dan berperan sebagai parasit bila merugikan hospesnya (Widarti,
2008).

23
Kondisi Indonesia yang merupakan daerah yang memiliki dua
musim dimana suhu tropis dalam kelembapan yang tinggi
memudahkan tumbuhnya jamur, sehingga jamur sering dijumpai
menginfeksi kulit seseorang. Penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur pada tahun 1996-1998 merupakan penyakit kulit yang
menempati urutan kedua terbanyak dari insiden penyakit kulit. Pada
tahun 2002 penyakit dermatofitosis, merupakan penyakit kuit yang
menduduki urutan pertama dibandingkan dengan penyakit kulit yang
lain.
Jamur atau fungi adalah organisme heterotrofik yang
memerlukan senyawa organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup
dari benda organik mati yang terlarut, mereka disebut saprofit.
Saprofit mengancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang
kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih
sederhana yang kemudian dikembalikan kedalam tanah dan
selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Pada umumnya jamur
bersel banyak, tetapi ada pula yang bersel satu. Berdasarkan sifat ini
pula, maka ukuran jamur sangat bervariasi dari sangat kecil /
mikroskopik sampai berukuran cukup besar / makroskopik.
Sel jamur terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk hifa (pseudo
hypha) merupakan banyak bentuk negatif dan bentuk spora yang
merupakan bagian jamur untuk bertahan hidup dimana kondisi di
sekitarnya sangat buruk untuk berkembang biak. Hifa ada yang
bersepta da nada yang tidak bersepta bergantung dengan spesies
daripada jamur. Kumpulan daripada hifa disebut miselium.
Jamur pada manusia hidup pada lapisan tanduk. Jamur
kemudian melepaskan toksin yang bisa menimbulkan peradangan
dan intasi merah dan gatal. Infeksisnya bisa berupa bercak-bercak
berwarna putih, merah dan hitam dikulit dengan bentuk simetris. Ada
pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit.
Tergantung pada jenis jamur yang menyerang

24
D. Alat dan Bahan
- Alat
 Mikroskop
 Objek glass
 Deck glass
 Surgical blade
 Pipet tetes
 Pinset
 Petridish
- Bahan
 Sampel Kerokan kuku
 Larutan KOH 20%
 Alkohol 70%
 Tissue
 HCl

E. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Pengambilan sampel:
a. Melakukan desinfeksi terlebih dahulu dengan alkohol 70%
pada daerah yang akan diambil sampelnya
b. Mengambil kerokan kuku menggunakan surgical blade
secara hati-hati. Dipilih bagian kuku yang terindikasi jamur
dengan ciri memiliki perubahan warna coklat-hitam dan tidak
rata.
c. Meletakkan pada wadah/tempat sampel
3. Pembuatan preparat:
a. Meletakkan kerokan kuku pada objek glass
b. Meneteskan larutan KOH 10% diatas kerokan kuku,
kemudian ditutup dengan cover glass yang telah dicelupkan

25
ke dalam petridish yang berisi larutan HCl lalu didiamkan 10-
15 menit.
4. Selanjutnya melakukan pemeriksaan dibawah mikroskop dengan
kondensor rendah, mula – mula dengan pembesaran objektif
10X untuk mencari lapang pandang bagian kulit yang akan
diperiksa, kemudian pembesaran objektif 40X untuk
memperjelas adanya Hifa dan Spora.

F. Interpretasi hasil

Gambar Keterangan
Trichophyton mentagrophyte
Keterangan:
1. Mempunyai hifa
2. Bergerombol seperti
anggur

Candida albicans
Ciri – ciri:
berbentuk bulat, lonjong atau
bulat lonjong. Koloninya pada
medium padat sedikit menimbul
dari permukaan medium,
dengan permukaan halus, licin
atau berlipat – lipat, berwarna
putih kekuningan.

G. Pembahasan

26
Fungi (jamur) adalah organisme eukariotik yang bersel tunggal
atau banyak dengan tidak memiliki klorofil. Jamur dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar.
Penyakit-penyakit tersebut dapat diketahui jenisnya dengan cara
melakukan diagnosis laboratorium. Cara untuk menegakkan diagnosis
dari infeksi jamur dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
adalah dengan pembuatan sediaan langsung. Pembuatan sediaan
langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sampel kulit, kuku,
dan rambut.
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan sediaan langsung
dengan penambahan KOH 10% pada kerokan kuku. Tujuan dari
pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya hifa atau spora pada
kerokan kuku pasien. Bagian kuku yang akan dijadikan sampel harus
dipastikan telah mengalami tanda-tanda terinfeksi oleh jamur.
Bagian kuku yang akan dijadikan sampel harus dipastikan telah
mengalami tanda-tanda terinfeksi oleh jamur seperti kuku menebal,
muncul bintik-bintik putih pada kuku, kuku berubah menjadi putih,
kuning kecoklatan atau kehitaman, kuku menjadi kasar dan rapuh.
Dalam pengambilan sampel, hal pertama yang harus dilakukan
yaitu bagian kuku yang akan dikerok harus didesinfeksi terlebih dahulu
menggunakan kapas alkohol 70%. Tujuannya adalah untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada bagian kulit/kuku
tersebut sehingga mempermudah dalam pengamatan hifa maupun
spora jamur di bawah mikroskop.
Dalam pembuatan preparat langsung, digunakan larutan KOH
10% yang diteteskan pada objek glass kemudian diambil sampel dan
diletakkan pada tetesan larutan KOH 10% tersebut. Larutan KOH 10%
ini berfungsi untuk melisiskan bagian keratin kulit yang ada dalam
sampel dan yang tersisa adalah hifa atau spora jamur (fungi) saja
sehingga memudahkan dalam proses pengamatan di bawah

27
mikroskop. Selanjutnya sampel ditutup dengan cover glass dan
didiamkan 10-15 menit.
Setelah preparat dibuat maka selanjutnya diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran objektif 10X untuk mencari lapang
pandang, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan dengan
pembesaran objektif 40X untuk memperjelas objek yang diamati. Pada
pembesaran 40x objektif ditemukan jamur Tricophyton
mentagrophytes dan Candida albicans.
Onikomikosis adalah suatu kelainan pada kuku yang disebabkan
oleh infeksi jamur dermatofita, ragi (yeast) dan kapang (moulds).
Kelainan ini dapat mengenai sebagian atau seluruh kuku, menjadikan
kuku rusak serta rapuh dan kuku tumbuh menjadi tidak normal. Faktor
pekerjaan, kebiasaan hidup dan lingkungan dapat menjadi penyebab
timbulnya infeksi onikomikosis.
Kelainan ini dapat timbul karena kebersihan yang kurang baik
didaerah kuku, terutama di ujung kuku. Candida mudah tertimbun
diujung kuku sebagai akibat garukan dari kulit yang terinfeksi jamur
tersebut atau tercemar sewaktu membersihkan diri setelah defekasi.
Oleh karena itu pentingnya hygiene dan kebersihan lingkungan. Factor
tersebut menjadi pemicu yang memungkinkan penularan jamur dari
satu lingkungan ke lingkungan lain yang kukunya terinfeksi
onikomikosis dengan jenis jamur Candida.

H. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa pemeriksaan jamur pada sampel kerokan kuku telah
diidentifikasi berdasarkan pengamatan mikroskopis ditemukan jamur
Trichophyton mentagrophytes dan Candida albicans.

I. Daftar pustaka

28
Kuswadji, 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ketiga.Jakarta.FK Ul:103-6..
Unandar. 2001.Pengobatan Terbaru Penyakit Kulit. www.pdprersi.co.id
Widarti, 2008. Penuntun Praktikum Mikologi Medik. Makassar

LAPORAN PRAKTIKUM 6

Judul Praktikum : Pemeriksaan Jamur Pada Sampel Kerokan Kulit


(Panu) Dengan Cara Langsung

Hari / Tanggal : Senin / 11 Oktober 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. TUJUAN
Untuk mengidentifikasi morfologi jamur pada sampel kerokan kulit
(panu) secara langsung dengan menggunakan larutan KOH 10% dan
Lachtophenol Cotton Blue.

B. PRINSIP
 Larutan KOH 10% dan 40% akan melisiskan, kulit, kuku, sehingga
bila mengandung jamur dibawah mikroskop akan terlihat hifa dan
atau spora jamur
 Pengecatan jamur dengan menggunakan teknik pengecatan LCB
(Lachtophenol Cotton Blue) menyebabkan jamur yang diamati akan
tampak berwarna hijau kebiru-biruan. Komposisi media LCB
meliputi methylen blue yang berfungsi untuk membunuh sel
organisme, asam laktat berfungsi untuk mempertahankan struktur
jamur dan gliserin berfungsi untuk menjaga fisiologis sel dan

29
menjaga sel dari keadaan yang kering. Sediaan apus kemudian
diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x.

C. DASAR TEORI
Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil
sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi makanan
sendiri atau dengan kata lain jamur tidak bisa memanfaatkan
karbondioksida sebagai sumber karbonnya. Oleh karena jamur
memerlukan senyawa organic baik dari bahan organic mati maupun
dari organisme hidup sehingga jamur dikatakan juga organisme
heterotrofik. Jamur ini ada yang hidup dan memperoleh makanan dari
bahan organik mati seperti sisa-sisa hewan dan tumbuhan, dan ada
pula yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup.
Jamur yang hidup dan memperoleh makanan dari bahan organic mati
dinamakan saprofit, sedangkan yang hidup dan memperoleh makanan
dari organism hidup dinamakan parasit (Darnetty, 2006).
Penyakit panu dapat disebabkan oleh 7 spesies Malassezia yaitu
Malassezia furfur, Malassezia globosa (serovar. B. M. furfur),
Malassezia obtuse, Malassezia slooffiae, Malassezia sympodialis,
Malassezia pachydermatis dan Malassezia restricta (serovar. C. M.
furfur) (Sutanto, 2013).
Keadaan yang lembab, kurang menjaga kebersihan tubuh, dan
keadaan basah atau berkeringat banyak juga dapat menimbulkan
infeksi penyakit panu (Dinar, 2008). Biasanya akan terjadi
depigmentasi lama pada wilayah kulit yang terinfeksi (Entjang, 2003).
Infeksi jamur dapat menyebabkan timbulnya lesi dimulai dengan
bercak kecil tipis yang kemudian menjadi banyak dan menyebar
disertai sisik di kulit, terjadinya kolonisasi jamur di kulit akibat
pertumbuhan jamur meningkat (Sutanto, 2013).
Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia (kosmopolit), terutama di
daerah iklim panas. Termasuk Indonesia yang tergolong tinggi untuk

30
frekuensi penyakit kulit ini. Beberapa kondisi seperti higienitas pribadi
dan faktor lingkungan yang berperan dalam penyebab penyakit panu
(Tinea versicolor) seperti suhu dan kelembaban tinggi, produksi
kelenjar keringat dan keadaan malnutrisi (Violita, 2013).
Pada proses penyembuhan diperlukan adanya pengobatan
terhadap suatu penyakit infeksi jamur baik berasal dari kimiawi atau
herbal. Biasanya menggunakan obat kimiawi antijamur mahal
harganya dan memiliki efek samping yang cukup besar jika digunakan
dalam jangka panjang (Silvina, 2006).

D. ALAT DAN BAHAN


 Alat
1) Pinset
2) Ose lurus
3) Korek api
4) Lampu spritus
5) Objek glass
6) Deck glass
7) Mikroskop
8) Surgical blade
 Bahan
1) Sampel kerokan kulit (panu)
2) KOH 10%
3) Kapas alkohol 70%

E. PROSEDUR KERJA
 Cara Pengambilan Sampel
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Sebelum mengambil sampel, bersihkan bagian kulit yang akan di
kerok dengan kapas alkohol 70%, biarkan mengering

31
3. Lalu mengkerok bagian kulit yang telah disterilkan dengan
menggunakan skalpel steril secara perlahan
4. Menampung sampel yang telah diambil kedalam wadah steril baik
itu pot sampel maupun kertas
 Cara Pemeriksaan Langsung
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Mengambil sampel panu dengan bantuan pinset steril
3. Lalu meletakkan sedikit sampel panu diatas objek glass 1 dan
objek glass 2 yang steril
4. Kemudian meneteskan sebanyak satu tetes larutan KOH 10 %
pada objek glass 1 dan satu tetes reagen Lachtophenol Cotton
Blue pada objek glass 2
5. Menutup masing-masing objek glass dengan deck glass steril
6. Kemudian masing-masing preparat di periksa dibawah mikroskop
dengan perbesaran lensa objektif 10x untuk mencari lapang
pandang
7. Setelah lapang pandang didapatkan arahkan lensa objektif pada
perbesaran 40x untuk melihat morfologi jamur
8. Mencatat hasil yang didapatkan

F. HASIL PENGAMATAN

Gambar Preparat 1

Keterangan

32
Jenis jamur : Malassezia furfur
Sampel : Kerokan kulit (panu)
Larutan : KOH 10%
Ciri-ciri :
Jamur tampak sebagai kelompok sel ragi/spora ukuran 3-8 mm
bentuk lonjong uniseluler atau bulat bertunas (buds form) dengan
atau tanpa hifa pendek, berseptum dan kadang bercabang. Bentuk
ini dikenal sebagai spagethii dan meat ball (Sutanto, 2008).

Gambar Preparat 2

Keterangan
Jenis jamur : Malassezia furfur
Sampel : Kerokan kulit (panu)
Reagen : Lachtophenol Cotton Blue
Ciri-ciri :
Jamur tampak sebagai kelompok sel ragi/spora ukuran 3-8 mm
bentuk lonjong uniseluler atau bulat bertunas (buds form) dengan
atau tanpa hifa pendek, berseptum dan kadang bercabang dan
jamur akan tampak berwarna hijau kebiru-biruan. Bentuk ini dikenal
sebagai spagethii dan meat ball (Sutanto, 2008).

G. PEMBAHASAN

33
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel kerokan kulit (jamur)
pada perbesaran lensa objektif 40x didapatkan hasil jamur dengan
spesies Malassezia furfur. Dimana pada preparat satu sampel kerokan
kulit (panu) ditetesi dengan larutan KOH 10%, larutan ini berfungsi
untuk melisiskan kulit sehingga bila mengandung jamur dibawah
mikroskop akan terlihat hifa dan atau spora jamur. Sedangkan pada
preparat dua sampel kerokan kulit (panu) ditetesi dengan reagen
Lachtophenol Cotton Blue. Komposisi media LCB meliputi methylen
blue yang berfungsi untuk membunuh sel organisme, asam laktat
berfungsi untuk mempertahankan struktur jamur dan gliserin berfungsi
untuk menjaga fisiologis sel dan menjaga sel dari keadaan yang
kering, sehingga pada saat preparat diperiksa di bawah mikroskop
jamur akan tambar berwarna hijau kebiru-biruan.

Adapun klasifikasi dari jamur Malassezia furfur yaitu;

Kingdom : Fungi
Filum : Basidiomycota
Class : Exobasidiomycetes
Ordo : Malasseziales
Famili : Malasseziaceae
Genus : Malassezia
Spesies : Malassezia furfur

Malassezia furfur merupakan jamur lopofilik yang normalnya


hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas
dan di luar masa itu. Jamur ini merupakan bagian dari flora normal
pada kulit manusia dan hanya menimbulkan gangguan pada keadaan-
keadaan tertentu misalnya pada saat banyak keringat. Bagian tubuh
yang sering terkena adalah punggung, lengan atas, lengan bawah,
dada, dan leher. Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah beriklim
panas.

34
Jamur tampak sebagai kelompok kecil pada kulit penderita, sel
ragi berbentuk lonjong uniselular atau bentuk bulat bertunas (4-8 µm)
dan hifa pendek, berseptum dan kadang bercabang (diameter 2,5-4
µm & panjangnya bervariasi). Bentuk ini dikenal sebagai spaghetti dan
meat ball, pada biakan, Malassezia furfur membentuk khamir,kering
dan berwarna putih sampai krem. Pada kulit penderita jamur tampak
sebagai spora bulat dan hifa pendek (Sutanto, 2008).
Makrokonidianya berbentuk garis yang memiliki indeks bias lain
dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat
atau butir-butir seperti kalung, hifa tampak pendek, lurus atau bengkok
disertai banyak butiran kecil yang bergerombol.
Pada pengobatannya, Panu (Tinea versicolor) akan berespon
baik dengan terapi antimikotik oral maupun topikal. Antijamur topikal
membasmi panu secara temporer, meskipun diulangi secara rutin dan
teratur untuk mencegah kambuh lagi, terapi oral untuk panu nyaman
dan efektif, namun tidak mencegah kekambuhan. Alternative yang
sangat popular adalah pemberian fluconazole sekali sebulan dilakukan
selama 6 bulan dosis oral. Obat-obatan yang dapat dipakai misalnya
suspense selenium sulphide (selsun) dapat dipakai sebagai sampo 2-3
kali seminggu, salisil spiritus 10 %, mikonazol, isokonazol, ekonazol,
sulphur presipitatum dalam bedak kocok 4-20 %, tolsiklat, tolnaftat,
haloprogin (Suparyanto, 2014).

H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada sampel
kerokan kulit (panu) secara langsung dengan menggunakan larutan
KOH 10% dan reagen Lachtophenol Cotton Blue didapatkan jamur
dengan spesies Malassezia furfur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada kulit pasien terdapat jamur Malassezia furfur yang dapat
menyebabkan kelainan infeksi kulit (panu).

35
I. DAFTAR PUSTAKA
Darnetty, 2006. Pengantar Mikologi. Padang : Andalas Universitas
Press.
Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitology. Badung : PT.
Citra Aditya Bakti
Silvina. 2006. Uji Banding Efektifitas Ekstrak Rimpang Lengkuas
(Alpinia Galangal) 10% dengan Ketokonazol 2% Secara In
Vitro Terhadap Pertumbuhan Candida albicans pada
Kandidiasis Vaginalis, FK Universitas Diponegoro, Semarang
(diakses pada tanggal 16 Maret 2018).
Sutanto, Inge, et al. 2013. Parasitologi Kedokteran. Edisi ke empat.
Jakarta : FKUI
Suparyanto. 2014. Epidemiologi Tenia versicolor (Panu). Diakses
pada tanggal 05 April 2018.
Violita, Yessika., et al. 2013. Perbandingan Uji Efektivitas Air Perasan
Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) dengan Air
Perasan Lengkuas Putih(Alpinia galnga L.)

36
LAPORAN PRAKTIKUM 7

Judul Praktikum : Pemeriksaan Kultur Jamur pada Sampel Kerokan


Kulit (Panu) Secara Makroskopis
Hari / Tanggal : Senin/11 Oktober 2021
Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes
2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes
3. Alvin Resya Virgiawan, S.ST.,M.Kes

A. TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui adanya jamur
penyebab panu Malassezia furfur pada sampel kerokan kulit secara
makroskopis

B. PRINSIP
Identifikasi jamur Malassezia furfur dilakukan dengan
pembiakan pada media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar). Dari
media SDA dilakukan pemeriksaan makroskopis koloni yang
tumbuh. Pemeriksaan makroskopis meliputi jenis jamur yang
tumbuh, bentuk, warna, pigmen, tepi dan permukaan. Positif apabila
terdapat koloni jenis jamur Khamir dan berwarna krem atau coklat

37
C. TEORI DASAR
Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi
pada orang-orang dari segala usia. Gangguan pada kulit sering
terjadi karena ada faktor penyebabnya, antara lain yaitu iklim,
lingkungan, tempat tinggal, kebiasaan hidup kurang sehat, alergi dan
lain-lain. Peristiwa tersebut banyak dijumpai terutama di daerah
tropis. Menjadi hal yang tak asing lagi, karena iklim di negara kita
yang tropis ini sehingga memiliki suhu dan kelembaban tinggi,
termasuk suasana yang baik bagi tumbuh kembangnya jamur,
sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Hampir
semua penyakit kulit di masyarakat daerah tropis adalah panu,
sedangkan di daerah sub tropis adalah 15% dan di daerah dingin
kurang dari 1% (Hayati dkk, 2013).
Salah satu contoh penyakit kulit adalah Pityriasis versicolor
dengan sebutan panu. Panu merupakan penyakit kulit yang sering
terjadi, baik pada perempuan maupun laki-laki terutama higienitas
dan sanitasi yang buruk atau jelek. Panu adalah salah satu penyakit
kulit yang dikarenakan oleh jamur, penyakit panu ditandai dengan
bercak yang ada pada kulit dibarengi rasa gatal pada waktu
berkeringat. Bercak-bercak ini dapat berwarna putih, coklat atau
merah bergantung warna kulit si penderita.Panu sangat banyak
didapati pada remaja usia belasan. Walau demikian Panu juga dapat
ditemukan pada penderita berusia tua. Panu disebabkan oleh jamur
superfisialis Malassezia furfur (Siregar, 2005).
Malassezia furfur merupakan jenis jamur yang dapat
menimbulkan penyakit Pityriasis versicolor (Panu). Jamur ini
menginfeksi stratum korneum dari bagian epidermis kulit yang sering
diderita oleh orang yang sering berkeringat. Jamur Malassezia furfur
sangat mudah menginfeksi kulit orang yang sering berada ditempat
lembab dengan kadar air yang lebih tinggi dalam waktu yang lama
(Hayati,dkk, 2013).

38
Malassezia furfur merupakan mikro flora normal berada pada
fase hifa mempunyai sifat invasif, dan patogen. Tubuh yang sering
terinfeksi penyakit kulit ini adalah pada bagian ketiak, punggung,
lipatan paha, lengan, tungkai atas, leher (Putra,dkk, 2015).

D. ALAT DAN BAHAN


Alat
1) Petridish
2) Erlenmeyer
3) Pipet tetes
4) Surgical Blade/Scalpel
5) Lampu Spirtus
6) Kaki tiga

Bahan
1) Kerokan kulit
2) Kapas alcohol 70%
3) Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
4) Aquadest
5) Korek api
6) Kapas kering (penutup media)
7) Tissue

E. PROSEDUR KERJA
1. Pengambilan Sampel
a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Melakukan desinfeksi terlebih dahulu dengan alkohol 70%
pada daerah yang akan diambil sampelnya
c) Memilih bagian kulit yang terdapat lesi dan dicurigai panu, lalu
dikerok menggunakan skalpel steril dengan kemiringan 45
derajat dan hasil kerokan kulit ditampung dalam petridish.

39
2. Pembuatan Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
a) Menimbang media SDA sesuai dengan kebutuhan (34,45
gram) kemudian dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 1000
mL
b) Mengencerkan dengan menggunakan aquadest (530 mL)
c) Memanaskan diatas lampu spritus dengan bantuan kaki tiga
d) Mengaduk sampai merata setelah itu ditunggu hingga
mendidih
e) Setelah mendidih, media dalam Erlenmeyer diangkat
kemudian dibiarkan dingin. Agar lebih cepat media dapat dialiri
permukaannya dengan menggunakan air mengalir.
f) Setelah suhu media telah mencapai kira-kira 45°C
menambahkan antibiotic cloramfenicol untuk mencegah
adanya kontaminasi.

3. Penanaman Sampel pada Media SDA


a) Mengambil sampel kerokan kulit secukupnya yang dilakukan
secara aseptis yaitu dengan bantuan lampu spiritus.
b) Melakukan metode cawan agar tuang yaitu dengan
meletakkan sampel ke dalam cawan petri terlebih dahulu
kemudian menambahkan media Sabouraud Dextrose Agar.
c) Menutup kembali cawan petri kemudian membungkusnya
dengan kertas
d) Media yang telah ditanami sampel diinkubasi pada suhu ruang
(35°C) selama ± 7 hari.

4. Prosedur Pemeriksaan
a) Melakukan pengamatan pada media SDA setelah diinkubasi
pada suhu ruang (35°C) selama ± 7 hari.
b) Melihat adanya koloni yang tumbuh pada media

40
c) Melakukan pemeriksaan makroskopis koloni yang tumbuh
meliputi jenis jamur yang tumbuh yaitu khamir berwarna krem
atau coklat.
d) Apabila ditemui koloni yang diduga Malassezia furfur
pemeriksaan dilanjutkan dengan cara mikroskopis untuk
mengamati karakteristik jamur yang terdapat pada koloni.

F. HASIL PENGAMATAN

Gambar Keterangan

Warna permukaan : putih


Sampel : Kerokan kulit (Panu)
Tekstur : velvety (kapas)

Ciri-ciri: Koloni warna putih


hingga kekuningan, koloni
tumbuh lambat.

G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan makroskopis
jamur yang berasal dari sampel kerokan kulit yang dicurigai terinfeksi
panu. Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengidentifikasi
adanya jamur Malassezia furfur yang merupakan jamur penyebab
infeksi pada kulit yaitu panu.
Malassezia furfur merupakan salah satu spesies tunggal yang
menyebabkan penyakit Pityriasis versikolor (panu). Jamur ini
menyerang stratum korneum dari epidermis kulit, biasanya diderita

41
oleh seseorang yang banyak beraktifitas dan mengeluarkan keringat.
Jamur Malassezia furfur sangat mudah menginfeksi kulit orang yang
selalu terkontaminasi dengan air dalam waktu yang lama dan disertai
dengan kurangnya kesadaran akan kebersihan diri dan lingkungan
disekitar (Supriyanto & Purwaningsih, 2017). Nama lain dari
Pityrosporum ovale adalah Malassezia furfur.
Praktikum ini dimulai dengan sterilisasi alat dalam hal ini
petridish yang bertujuan untuk menghindari adanya kontaminasi dari
jamur lain kemudian dilakukan pengambilan sampel. Bagian kulit
yang akan dijadikan sampel harus dipastikan telah mengalami tanda-
tanda terinfeksi oleh jamur. Dalam pengambilan sampel, hal pertama
yang harus dilakukan yaitu bagian kulit yang akan dikerok harus
didesinfeksi terlebih dahulu menggunakan kapas alkohol 70%.
Tujuannya adalah untuk membersihkan kotoran-kotoran yang
menempel pada bagian kulit tersebut sehingga mempermudah
dalam pengamatan hifa maupun spora jamur di bawah mikroskop.
Kemudian, kerokan kulit yang didapatkan dari pasien diletakkan
pada cawan petri dan dapat segera diperiksa.
Setelah dilakukan pengambilan sampel selanjutnya dilakukan
pembuatan media SDA (Saboroud Dextrose Agar) sebagai media
pertumbuhan jamur Malassezia furfur. Dalam pembuatan media
dilakukan penambahan antibiotic yang bertujuan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dalam media yang dibuat.
Selanjutnya, dilakukan penanaman sampel pada media SDA
(Saboroud Dextrose Agar) dengan metode cawan tuang, dimana
sampel kerokan kulit terlebih dahulu dimasukkan ke dalam cawan
petri steril setelah itu ditambahkan media SDA sebanyak lebih
kurang 10 cc. Media yang telah ditanami jamur kemudian diinkubasi
pada suhu ruang selama ± 7 hari.
Setelah ± 7 hari inkubasi, dilakukan pengamatan secara
makroskopis. Pengamatan makroskopis disini meliputi warna koloni

42
dan jenis jamur yang tumbuh. Hasil pengamatan secara makroskopis
dari jamur Malassezia furfur menghasilkan koloni jenis khamir yang
berwarna coklat pada media Saboroud Dextrose Agar (SDA) dengan
tekstur seperti kapas.

H. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa pada pemeriksaan makroskopis jamur pada
sampel kerokan kulit (panu) pada media Sabauroud Dextrose Agar
diperoleh koloni jamur yang tumbuh berwarna putih, teksturnya
seperti kapas namun pertumbuhannya lambat.

I. DAFTAR PUSTAKA
Hayati. Inayah., 2014. Identifikasi Jamur Malassezia furfur Pada
Nelayan Penderita Penyakit Kulit di RT 09 Kelurahan
Malabro Kota Bengkulu. Bengkulu : Akademi Analis
Kesehatan Harapan Bangsa Bengkulu, Indonesia.
Putra, Satrya dkk., 2015. Hubungan Antara Kebiasaan Mandi,
Penggunaan Handuk dan Mengganti Pakaian dengan
Kejadian Penyakit Panu pada Masyarakat yang Berusia 15-
44 Tahun Di Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten
Mempawah. Skirpsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan
Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku Universitas
Muhammadiyah Pontianak.
Siregar, R.S. 2005. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta : Buku
Kedokteran.

43
LAPORAN PRAKTIKUM 8

Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroskopis Jamur Pada Sampel


Kerokan Kulit (Panu)

Hari / Tanggal : Senin / 11 Oktober 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengidentifikasi, mengetahui, serta melihat morfologi jamur
yang ada pada sampel kerokan kulit (panu) secara mikroskopik.

B. Dasar Teori
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang masuk
kedalam golongan eukariotik yang tidak termasuk golongan tumbuhan,
yang berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai dinding
sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan sebagian
kecilnya terdiri dari selulosa atau kitosan. Ciri khas tersebut yang

44
menjadi pembeda antara jamur dengan sel hewan dan tumbuhan. Sel
hewan tidak mempunyai dinding sel, sedangkan tumbuhan sebagian
besar adalah selulosa. Jamur mempunyai protoplasma yang memiliki
inti sel satu atau lebih, jamur tidak mempunyai klorofil dan berkembang
biak secara aseksual, seksual, atau keduanya (Sutanto, 2008).
Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit
terutama di negara-negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur
merupakan penyakit kulit yang sering muncul di tengah masyarakat
Indonesia. Iklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi di
Indonesia sangat mendukung pertumbuhan jamur. Banyaknya infeksi
jamur juga didukung oleh masih banyaknya masyarakat Indonesia
yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga masalah kebersihan
lingkungan, sanitasi dan pola hidup sehat kurang menjadi perhatian
dalam kehidupan seharihari masyarakat Indonesia (Hare, 1993).
Menurut Pasaribu (2002), jamur dapat tumbuh diantara jasad
hidup (biotik) atau mati (abiotik), dengan sifat hidup heterotrof
(organisme yang hidupnya tergantung dari organisme lain) dan saprofit
(organisme yang hidup pada zat organik yang tidak diperlukan lagi
atau sampah).
Media adalah kumpulan zat-zat organik maupun anorganik yang
digunakan untuk menumbuhkan jamur dengan syarat-syarat tertentu.
Oleh karena itu media pembiakan harus mengandung cukup nutrien
untuk pertumbuhan jamur, selain suhu dan pH yang harus sesuai.
Media pembiakan dapat berupa padat maupun cair (Tambayong,
2000).
Beberapa jenis jamur dapat terjangkit oleh kulit manusia. Ada
sebagian jamur dapat menyerang jaringan yang terdapat kandungan
zat tanduk misalnya kulit, kuku dan rambut. Namun ada juga infeksi
jamur yang sering disebut dengan panu, pada umumnya kulit yang
berlembab mudah terserang jamur. Area kulit yang sering terjangkiti
jamur adalah area lipatan-lipatan tubuh yang mudah lembab, orang

45
gemuk, lipatan-lipatan perut atau payudara. Berikut beberapa faktor
seseorang rentan terinfeki jamur adalah kulit lembab, daya tahan tubuh
turun, konsumsi obat tertentu, diabetes mellitus atau kencing manis
berlebihan tidak terkontrol dan lanlain (dr. Regina, 2019).

C. Alat dan Bahan


*Alat : *Bahan :
- Objeck glass - Sampel kerokan kulit (Panu)
- Deck glass - Lactophenol cotton blue
- Pinset - Media Sabauraud Dextrose Agar
- Tusuk gigi - Antibiotik choramphenicol
- Ose lurus - Tissue
- Lampu spiritus
- Pipet tetes
- Erlenmeyer 500ml
- Cawan petri
- Batang pengaduk
- Kaki tiga
- Korek api
- Mikroskop

D. Prosedur kerja
*Pembuatan media Sabauraud Dextrose Agar

- Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


- Menimbang sebanyak 32,5 gr media SDA (Sabauraud
Dextrose Agar) dengan menggunakan neraca analitik
- Memindahkan media yang telah ditimbang, lalu larutkan
dengan menambahkan aquades didalam labu erlenmeyer
500mL

46
- Menutup ujung erlenmeyer dengan kapas atau aluminium
foil
- Panaskan diatas api spritud dengan bantuan kaki tiga, lalu
sesekali dihomogenkan hingga tidak ada kristal yang terisa
- Setelah larut, tambahkan antibiotik choramphenicol (1
kapsul) kedalam media SDA (Sabauraud Dextrose Agar) lalu
dihomogenkan tanpa pemanasan

*Penanaman sampel pada media Sabauraud Dextrose Agar

- Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


- Mensterilkan terlebih dahulu cawan petri yang telah
terbungkus dengan kertas.
- Masukkan cawan petri kedalam oven dan sterilisasi selama
3 jam.
- Setelah disterilisasi, keluarkan dari oven dan diamkan pada
suhu ruang.
- Mengambil sampel kerokan kulit (Panu) dengan pinset lalu di
masukkan ke dalam cawan petri
- Menambahkan agar sabouraud ± 25 ml ke dalam cawan
petri yang telah berisi sampel kerokan kulit (Panu).
- Homogenkan dan diamkan beberapa menit sebelum di
inkubasi.
- Inkubasi pada suhu kamar (25-30ºC) , kemudian dalam 1
minggu lihat dan nilai apakah ada perubahan atau
pertumbuhan jamur pada media.

*Pemeriksaan sampel pada media Sabauraud Dextrose Agar

- Setelah satu minggu, koloni diamati makroskopiknya


- Mencatat hasil makroskopik yang didapat, kemudian lakukan
pemeriksaan dibawah mikroskop untuk melihat mikroskopik
jamur

47
- Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Mengambil koloni jamur dengan tusuk gigi atau pinset yang
terlebih dahulu di sterilkan di atas nyala api spiritus
- Meletakkan koloni jamur pada objeck glas
- Meneteskan satu tetes lactophenol cotton blue pada objeck
glass, kemudian tutup dengan deck glass
- Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x (mencari
lapang pandang) dan 40x (melihat morfologi).

E. Interpretasi hasil

Gambar Keterangan

Jamur : Malassezia furfur


Sampel : Kerokan kulit (Panu)
Ciri – ciri : Memiliki sel – se yang
bulat, berdinding tebal,
memiliki hifa pendek
dan tidak lurus, spora
berkelompok ukuran 3 –
8 um, konidia sangat
kecil (mikronidia) pada
hifanya, disamping itu
juga menghasilkan
makronidia besar,
multiseptat, berbentuk
gelondong yang lebih

48
besar dari
mikronidianya.

F. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan pemeriksaan jamur terhadap
sampel kerokan kulit (Panu) setelah dilakukan penanaman pada media
Sabauraud Dextrose Agar dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik
dengan menggunakan pewarnaan Lactophenol blue yang
mengandung fenol dan cotton blue. Fenol berfungsi untuk
menginaktivasi proses enzimatik (mounting agent) sedangkan cotton
blue berfungsi dalam mewarnai sel (acid dye) sehingga sel berwarna
biru. Jamur merupakan organisme eukariotik yang dinding selnya
berasal dari kitin dan bersifat asidofilik.Pada kultur yang dilakukan
pertama adalah diambil sampel kerokan
kulit (panu) kemudian dimasukkan kedalam cawan petri , lalu
ditambahkan dengan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA). SDA
adalah jenis media pertumbuhan agar yang mengandung pepton yang
digunakan untuk membudidayakan dermatofita dan jenis jamur
lainnya, dan juga dapat menumbuhkan bakteri berfilamen
seperti Nocardia.
Komposisi SDA yaitu 40 g / L dekstrosa, 10 g / L pepton, 20 g /
L agar, pH 5,6. Kemudian ditempeli dengan lakban pada cawan media
dan diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu ruang, setelah 5-7 hari
dilakukan pengamatan dengan mengamati pertumbuhan jamur pada
media, dengan mengamati bentuk jamur, warna jamur dan bau pada
jamur.
Pada pemeriksaan ini, ditemukan adanya jamur jenis Malassezia
furfur pada sampel kerokan kulit (panu). M. furfur (M. furfur)
merupakan salah satu spesies jamur yang bersifat lipofilik dan bersifat
dimorfik dimana jamur ini dapat memiliki dua bentuk yaitu yeast dan

49
mold. Jamur ini banyak ditemukan pada permukaan kulit manusia
sehingga dapat dikatakan bahwa jamur ini juga bersifat flora normal
pada manusia. Bentuk M. furfur berupa hifa-hifa pendek, lurus atau
bengkok berkelompok, spora bulat berkelompok dan berukuran 3-8
µm. Jamur Malassezia memiliki struktur morfologi yang khas dan dapat
dibedakan dengan jenis fungi yang lain.
Secara mikroskopik, sel Malassezia berupa sel-sel bulat,
bertunas, berdinding tebal, serta hifanya pendek dan tidak lurus serta
memiliki spora bulat berkelompok yang berukuran 3-8 μm. M. furfur
juga menghasilkan konidia yang sangat kecil (mikrokonidia) pada
hifanya. Selain itu pada pemeriksaan mikroskopik juga akan terlihat
adanya kombinasi pertumbuhan fase hifa dan yeast sehingga terlihat
bentuk seperti sphagetti dan bola-bola bakso yang sebenarnya
merupakan untaian spora dan hifa yang saling bergabung satu sama
lainnya.

Taksonomi
Kingdom : Fungi
Divisio : Basidiomycota
Class : Hymenomycetes
Ordo : Tremellales
Family : Filobasidiaceae
Genus : Malassezia
Spesies : Malassezia furfur
(NCBI, 2014)

M. furfur merupakan mikroflora normal, pada fase hifa mempunyai


sifat invasif, dan patogen. Bagian tubuh yang diserang jamur ini
meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat
paha, lengan, 4 tungkai atas, leher dan kulit kepala yang berambut.
Infeksi jamur disebabkan oleh dua tipe mikroorganisme : patogen

50
primer dan patogen oportunistik. Patogen primer secara alami dapat
menyebabkan infeksi pada populasi sehat. Sebaliknya, patogen
oportunistik meliputi organisme komensal pada populasi sehat yang
dapat membentuk kolonisasi infeksius pada tubuh manusia dalam
kondisi tertentu misalnya imunosupresi.
M. furfur merupakan normal flora opportunistik pada tubuh yang
pada keadaan tertentu dapat bersifat patogen dan menyerang imunitas
tubuh sehingga timbul penyakit sistemik maupun non sistemik.
Beberapa penyakit non sistemik yang ditimbulkan M. furfur antara lain
adalah pitiriasis versikolor, dermatitis seboroik, psoriasis dan
malassezia folikulitis, sedangkan oada penyakit sistemik yang
disebabkan M.furfur bisa menyerang pasin neonates, anak maupun
imunokompromais.

G. Kesimpulan
Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pada sampel
kerokan kulit (panu) yang diperiksa secara mikroskopik dengan
pewarnaan lactphenol cotton blue, ditemukan adanya jenis jamur
Malassezia furfur pada sampel kerokan kulit (panu).

H. Daftar pustaka
Dr. Regina, Sp. KK. (2019, Maret 2) Infeksi Jamur pada Kulit Dikutip
dari: http://penyakitkulit.org/infeksi-jamur-pada-kulit/ (diakses: 11
Maret 2019)
Hare, R., 1993, Mikrobiologi dan Imunologi, 1-2, 197, diterjemahkan
oleh Praseno, Penerbit Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.
Pasaribu, Tahir dkk. 2002. Aneka Jamur Unggulan. Jakarta: PT
Grasindo.

51
Sutanto, Inge., 2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai penerbit
FKUI.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta :
EGC

LAPORAN PRAKTIKUM 9

Judul Praktikum : Pemeriksaan koloni Jamur Pada Sampel Swab Mulut


Secara Makroskopis Pada Media Sabauraud Dextrose
Agar (SDA)

Hari / Tanggal : Senin / 18 Oktober 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum

52
Untuk mengamati dan menganalisis koloni jamur secara
makroskopis pada sampel swab mulut pada media Sabauraud
Dextrose Agar (SDA)

B. Prinsip
Adanya pertumbuhan koloni jamur pada media sabauraud
dextrose agar (SDA) dengan kandungan sumber energi berupa
glukosa dan karbon serta nitrogen untuk proses pengembangan
mikroorganisme serta pemberian antibiotic jenis chloramphenicol untuk
menghambat bakteri yang akan tumbuh pada media tersebut

C. Dasar Teori
Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga
tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan
makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat
makanan seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati
dari organisme lain. Di alam, zat-zat nutrisi tersebut biasanya telah
tersedia dari proses pelapukan oleh aktivitas mikroorganisme (Parjimo,
2007 dan Nunung, 2001).
Rongga merupakan tempat berkumpulnya bakteri. Rongga mulut
dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam menimbulkan
bakterimia. Pada keadaan penurunan imunitas, bakteri rongga mulut
yang semula komensal dapat berubah menjadi pathogen sehingga
dapat menyebabkan bakterimia dan infeksi sistemik (Roeslan, 2002).
Isolasi jamur termasuk Candida dari bahab klinik umumnya
dilkukan dengan menanam specimen ditanam pada media Sabouraud
Dextrose Agar. (SDA) yang lazim digunakan untuk isolasi berbagai
jenis jamur. Pada media tersebut semua spesies Candida tumbuh
sebagai koloni ragi atau koloni seperti ragi yang tidak dapat dibedakan
satu sama lain baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Untuk
identifikasi spesies diperlukan uji fermentasi-asimilasi dan morfologi

53
yang dikenal sebagai cara konvensional dan membutuhkan waktu 7-21
hari sehingga diagnosis pasti secara dini sukar ditegakkan
(Wahyuningsih et al., 2012)

D. Alat dan Bahan


Alat
1) Pipet tetes
2) Cotton bud
3) Erlenmeyer 500 ml
4) Timbangan                                                          
5) Petridish steril
6) Lampu spiritus
7) Autoclave
8) Kertas pembungkus
9) Incubator
10)Sendok Steril
11)Beaker glass
12)Gelas ukur
13)Kaki tiga

Bahan
1) Swab mulut
2) Aquadest
3) Bubuk Formula SDA ( Sabouraud Dextrose Agar)

E. Prosedur kerja
 Pembuatan media SDA ( Sabouraud Dextrose Agar)
1. Formula SDA (Sabouraud Dextrose Agar) adalah 32,5 gram /
liter aquades. 

54
2. Jadi untuk membuat 0,5 liter / 500 ml media dibutuhkan
sebanyak 32,5 gram serbuk medium SDA (Sabouraud
Dextrose Agar) yang dilarutkan kedalam 0,5 liter aquades.
3. Menimbang media menggunanakan timbangan analitik agar
lebih presisi.
4. Larutkan 32,5 gram medium kedalam 0,5 liter aquades baru
masukkan pada erlemenyer.
5. Menutup erlemeyer dengan kapas atau aluminium foil.
6. Memanaskan media pada lampu spiritus dengan bantuan kaki
tiga. Pastikan medium larut dengan sempurna dan tidak terjadi
penggumpalan.
7. Menambahkan antibiotik sesuai tujuan uji, yaitu antibiotic
chloramphenicol (1 kapsul) kedalam media SDA (Sabouraud
Dextrose Agar) lalu dihomogenkan tanpa pemanasan.
8. Memasukkan media pada Petridis steril
9. Diamkan selama beberapa saat sampai medianya membeku
10. Bungkus cawan petri dengan kertas pembungkus

 Pengambilan dan Penanaman Sampel Pada Media


1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Memasukkan cotton bud di mulut
3. Memutar cotton bud searah jarum jam sampai cotton bud basah
4. Membuka kertas pembungkus media
5. Mengoles secara zigzag cotton bud secara asepsis pada media
yang telah beku
6. Membungkus kembali media dengan kertas pembungkus
7. Menginkubasi selama ± 7 hari sampai terdapat pertumbuhan
koloni

55
 Pengamatan Pertumbuhan Koloni Pada Media Sabouraud
Dextrose Agar
1. Membuka kertas pembungkus setelah ± 7 hari
2. Mengamati pertumbuhan koloni baik warna, bentuk dan tekstur
koloni
3. Mencatat hasil pengamatan

F. Interpretasi hasil

Gambar Keterangan

Koloni jamur pada sampel


swab mulut

G. Pembahasan
Praktikum kali ini tentang pemeriksaan koloni jamur pada sampel
swab mulut secara makroskopis pada media sabauraud dextrose agar
(SDA).Media sabauraud dextrose agar (SDA) adalah
media yang dalam formulasi aslinya selektif lemah, karena pH asam
5,6 ± 0,2, namun bakteri masih dapat berkembang, terutama dalam
inkubasi berkepanjangan. Media ini mengandung kasein pepton dan
jaringan hewan yang dicerna pankreas, yang menyediakan sumber
karbon dan nitrogen untuk pengembangan mikroorganisme. Ini juga
mengandung konsentrasi glukosa tinggi, yang bertindak sebagai

56
sumber energi, mendukung pertumbuhan jamur daripada bakteri.
Sehingga dalam hal ini digunakan media sabauraud dextrose agar
(SDA) karena pertumbuhan jamur dapat tumbuh dengan baik karena
adanya sumber energi berupa glukosa dan untuk sumber karbon dan
nitrogen untuk proses pengembangan mikroorganisme.
Untuk menghambat proses pertumbuhan bakteri digunakan
antibiotic jenis chloramphenicol. Antibiotic ini dimasukkan satu kapsul
pada erlemenyer yang telah berisi media kemudian di larutkan. Setelah
itu media siap untuk digunakan.
Setelah media siap selanjutnya proses pengambilan sampel dan
penanaman pada media tersebut. Dalam hal ini menggunakan sampel
swab mulut dimana diharapkan jamur seperti Candida albicans bisa
didapatkan pada swab mulut. Untuk cara penanamannya dilakukan
secara zigzag agar pertumbuhan jamur dapat merata pada media yang
sebelumnya telah dibekukan terlebih dahulu.
Adapun hasil yang didapatkan ada beberapa koloni seperti koloni
jamur Aspergillus niger, Candida albicans dan lain-lain. Penyebab
tumbuh koloni jamur selain Candida albicans karena kemungkinan
media dan cawan petrinya tidak asepsis, penanaman sampel pada
media yang tidak benar dan suhu saat inkubasi tidak teratur atau tidak
tetap. Adapun ciri-ciri dari koloni Candida albicans yaitu koloni pada
medium padat sedikit timbul dari permukaan medium, permukaan yang
halus, berwarna putih kekuningan dan berbau ragi.

H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan makroskopis untuk pertumbuhan
koloni pada medium dengan menggunakan sampel swab mulut
terdapat berbagai jamur yang tumbuh seperti Aspergillus niger,
Candida albicans dan lain-lain. Hal tersebut terjadi karena beberapa

57
kesalahan pada proses dari pembuatan media sampai pengamatan
hasil.

I. Daftar Pustaka
Nunung dan Abbas. 2001. Budidaya Jamur Kuping. Yogyakarta:
Kanisius.
Roeslan, B.O.,2002, Imunologi Oral Kelainan di dalam Rongga Mulut,
FKUI, Jakarta.
Wahyuningsih, Retno et al. 2012. Identifikasi Candida spp. dengan
Medium Kromogenik Journal of the Indonesian Medical
Association, vol. 62, No. 3, pp. 84

LAPORAN PRAKTIKUM 10

Judul Praktukum : Pemeriksaan Koloni Jamur Pada Sampel Swab Mulut


Secara Mikroskopis Pada Media Sabouraud Dextrose
Agar (SDA)

Hari / Tanggal : Senin / 25 Oktober 2021

58
Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui karakteristik jenis jamur melalui koloni pada
sampel swab mulut.

B. Prinsip Pemeriksaan
Koloni pada sampel swab mulut akan terwarnai dengan
pewarnaan lactofenol cutton blue sehingga saat diamati dibawah
mikroskop akan terlihat hifa dan atau spora.

C. Dasar teori
Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau
sel tunggal, multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil,
dinding sel tersusun dari khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan.
Jamur bersifat khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari
oksidasi senyawa organik. Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya
(bersifat aerobik) (Darnetty, 2006).
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit
pada manusia. Jamur tumbuh dimana saja dekat dengan kehidupan
manusia, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia
sendiri. Dalam keadaan normal, sedikit sekali spesies jamur yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Secara umum jamur
adalah organisme yang hidup bebas di mana-mana dan apabila terjadi
infeksi oleh jamur pada seseorang yang sehat, biasanya berasal dari
lingkungannya dan masuk ke dalam tubuh lewat pernapasan, tertelan,
ataupun secara langsung kontak dengan kulit (Lay Bibiana W, 1994).

59
Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang – benang yang
disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yaitu
miselium. Miselium dapat dibedakan atau miselium vegetative yang
berfungsi meresap menyerap nutrisi dari lingkungan, dan
miseliumfertile yang berfungsi dalam reproduksi. Fungi tingkat tinggi
maupun tingkat rendah mempunyai ciri khas yaitu berupa benang
tunggal atau bercabang – cabang yang disebut hifa. Fungi dibedakan
menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang merupakan
fungi yang berfilamen atau mempunyai miselium, sedangkan khamir
merupakan fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen (Pelczar, 2005).
Ciri – ciri jamur organisme yang termasuk dalam kelompok jamur,
anggotanya mempunyai ciri – ciri umum yaitu uniseluler atau bersel
satu atau multi seluler (benang – benang halus), tubuhnya tersusun
atas hifa (jalinan benang 117 benang halus), eukariotik (mempunyai
membrane inti), tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotroph,
yaitu secara saprofit, parasite, dan simbiosis, dinding selnya tersusun
atas zat kitin, cadangan makanan tersimpan dalam bentuk glikogen
dan protein, pencernaannya berlangsung secara ekstraseluler, dimana
makanan sebelum diserap disederhanakan terlebih dahulu oleh enzim
ekstraseluler yang dikeluarkan dari hifa jamur, memiliki keturunan yang
bersifat haploid lebih singkat, reproduksi jamur uniseluler dilakukan
secara aseksual dengan membentuk spora. Jamur multiseluler secara
aseksual dengan cara memutuskan benang hifa (fragmentasi),
zoospore, endospore, dan konidia. Sedangkan secara seksual melalui
peleburan inti jantan dan inti betina sehingga dihasilkan spora askus
atau basidium (Marlinda, 2016).

D. Alat dan Bahan


- Alat
1) Mikroskop
2) Objek glass

60
3) Deck glass
4) Pipet tetes
5) Pinset
6) Cawan petri
7) Ose
8) Lampu spritus
9) Hot plate
10)Cawan petri
11)Ose jarum/ose bulat
12)Beaker glass
13)Erlenmeyer
14)Kertas/Koran
15)Batang pengaduk
16)Desikator
17)Autoclave
- Bahan
1) Sampel swab mulut
2) Lactofenol cutton blue
3) Kapas alkohol
4) Tissue
5) Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
6) Aquadest steril

E. Prosedur kerja
 Pembuatan Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
1. Menimbang media SDA sesuai dengan kebutuhan.
2. Mengencerkan dengan menggunakan aquadest.
3. Memanaskan diatas hot plate.
4. Mengaduk sampai rata.
5. Mengukur pH dari media yaitu 5,0⁰C.

61
6. Apabila pH kurang dari 5,0⁰C maka ditambahkan 2-3 tetes
larutan HCl.
7. Jika pH sudah sesuai yaitu 5,0⁰C maka media SDA
ditambahkan sesuai kebutuhan.
8. Kemudian diaduk sampai mendidih.
9. Media dituang didalam cawan petri steril sebanyak 10cc.

 Penanaman sampel pada media SDA (Sabouraoud Dextrose


Agar)
1. Mengambil swab mulut pada sampel yang telah diambil
sebelum praktikum.
2. Mengolesi swab pada media SDA (Sabaouraoud Dextrose
Agar) yang sudah disiapkan.
3. Membungkus petridish dengan kertas.
4. Menyimpan dalam desikator.
5. Menginkubasi selama 2 – 3 hari.

 Pengamatan koloni pada media SDA (Sabouraoud Dextrose


Agar)
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Setelah itu, lactofenol cutton blue diteteskan pada objek glass.
3. Jamur yang tumbuh pada media SDA (sampel swab mulut)
diletakkan pada tetesan lactofenol cutton blue, kemudian
ditutup dengan deck glass.
4. Kemudian dilewatkan beberapa kali diatas nyala lampu
spiritus dan dibiarkan selama 10 menit.
5. Setelah itu diperiksa dibawah mikroskop dengan kondensor
rendah mula-mula objektif pembesaran objektif 10X untuk
mencari lapang pandang bagian kulit yang akan diperiksa,
kemudian pembesaran objektif 40X untuk adanya hifa dan
spora.

62
F. Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan

Candida albicans (koloni


putih) pada sampel swab
mulut.

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan langsung
(direct preparat) dari sampel swab mulut. Tujuan dari pemeriksaan
pembuatan sediaan langsung kali ini adalah untuk mengetahui jenis
jamur. Cara pengambilan sampel swab mulut ini, yaitu pertama-tama
swab mulut menggunakan cutton bud steril dengan memberi NaCl
0,9% terlebih dahulu, lalu swab dibawah lidah.
Dalam pembuatan preparat langsung kali ini, dapat digunakan
pada lactofenol cutton blue. Di teteskan lactofenol cutton blue pada
objek glass kemudian diambil jamur yang tumbuh pada media.
Kemudian sampel di tutup dengan deck glass. Objek glass kemudian
difiksasi di atas nyala lampu spiritus dan kemudian dibiarkan selama
kurang lebih 10 menit.
Pada sampel swab mulut, telah diidentifikasi berdasarkan koloni
yang tumbuh pada media SDA (Sabaouraoud Dextrose Agar). Pada
sampel swab mulut di dapatkan Jamur Candida albicans merupakan
spesies cendawan patogen dari golongan deuteromycota. Spesies
cendawan ini merupakan penyebab infeksi oportunistik yang disebut

63
kandidiasis. Infeksi jamur ini biasa terjadinya di kulit, mulut, dan organ
intim. Candida albicans memiliki ciri – ciri memperlihatkan
pseudohyphae dengan cluster di sekitar blostokonidio bulat bersepta
panjang berukuran 3-7 x 3-14 um. Jamur membentuk hifa
semu/pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkaian blostospora yang
bercabang, juga dapat membentuk hifa sejati.

H. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa pemeriksaan jamur pada sampel swab mulut telah diidentifikasi
berdasarkan koloni pada medianya yaitu koloni putih ditemukan jamur
Candida albicans. Candida albicans memiliki ciri – ciri berbentuk bulat,
lonjong atau bulat lonjong. Koloninya pada medium padat sedikit
menimbul dari permukaan medium, dengan permukaan halus, licin
atau berlipat – lipat, berwarna putih kekuningan dan berbau ragi. Besar
koloni bergantung pada umur

I. Daftar Pustaka
Darnetty. 2006. Pengantar Mikologi. Padang: Andalas Universitas
Press
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 2005 “Dasar-dasar Mikrobiologi I”,
Alih bahasa: Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan
AngkaS.L., UI Press, Jakarta.
Marlinda, Lita & Aprilia, Ety. 2016. Otomikosis Auris Dekstra pada
Perenang. J Medula Unila. Vol. 6 (1) : 67

64
LAPORAN PRAKTIKUM 11

Judul Praktukum : Pemeriksaan Koloni Jamur Pada Sampel Swab


Telinga Secara Makroskopis Pada Media Sabouraud
Dextrose Agar (SDA)

Hari / Tanggal : Senin / 18 Oktober 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

65
3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui karakteristik jenis jamur melalui koloni jamur
secara mikroskopis pada sampel swab telinga.

B. Prinsip Pemeriksaan
Koloni pada swab telinga akan terwarnai dengan pewarnaan
lactofenol cutton blue sehingga saat diamati dibawah mikroskop akan
terlihat hifa dan atau spora.

C. Dasar Teori
Media merupakan material nutrien yang dipersiapkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme di laboratorium. Media pertumbuhan
yang baik adalah media yang mengandung semua nutrien yang
diperlukan oleh organisme yang akan ditumbuhkan. Nutrisi yang
diperlukan untuk pertumbuhan mikroba diklasifikasikan menjadi dua
kategori yaitu fisikal dan kimiawi. Aspek fisik yaitu temperatur, pH,
tekanan osmotik, kondisi udara. Aspek kimia meliputi sumber karbon,
nitrogen, sulfur, fosfor, trace element, oksigen, dan faktor pertumbuhan
organik (Murwani, 2015).
Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang
membentuk dunia jamur atau regnum. Fungsi umumnya multiseluler
(bersel banyak). Ciri – ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya
dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan dan
reproduksinya. Struktur tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Tubuh
jamur tersusun atas komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
merupakan pembentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium yang
menyusun jalinan – jalinan semua menjadi tubuh. Bentuk hifa
menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa.
Dinding ini menyelubungi membrane plasma dan sitoplasma.

66
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa
umumnya mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom,
mitokondria, dan kadang kala inti sel yang mengalir dari sel ke sel.
Akan tetapi adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa sinositik.
Struktur hifa sinositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali – kali
yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma (Aqsha,2013).
Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang – benang yang
disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yaitu
miselium. Miselium dapat dibedakan atau miselium vegetative yang
berfungsi meresap menyerap nutrisi dari lingkungan, dan
miseliumfertile yang berfungsi dalam reproduksi. Fungi tingkat tinggi
maupun tingkat rendah mempunyai ciri khas yaitu berupa benang
tunggal atau bercabang – cabang yang disebut hifa. Fungi dibedakan
menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang merupakan
fungi yang berfilamen atau mempunyai miselium, sedangkan khamir
merupakan fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen (Medly, 2013).
Ciri – ciri jamur organisme yang termasuk dalam kelompok jamur,
anggotanya mempunyai ciri – ciri umum yaitu uniseluler atau bersel
satu atau multi seluler (benang – benang halus), tubuhnya tersusun
atas hifa (jalinan benang 117 benang halus), eukariotik (mempunyai
membrane inti), tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotroph,
yaitu secara saprofit, parasite, dan simbiosis, dinding selnya tersusun
atas zat kitin, cadangan makanan tersimpan dalam bentuk glikogen
dan protein, pencernaannya berlangsung secara ekstraseluler, dimana
makanan sebelum diserap disederhanakan terlebih dahulu oleh enzim
ekstraseluler yang dikeluarkan dari hifa jamur, memiliki keturunan yang
bersifat haploid lebih singkat, reproduksi jamur uniseluler dilakukan
secara aseksual dengan membentuk spora. Jamur multiseluler secara
aseksual dengan cara memutuskan benang hifa (fragmentasi),
zoospore, endospore, dan konidia. Sedangkan secara seksual melalui

67
peleburan inti jantan dan inti betina sehingga dihasilkan spora askus
atau basidium (Ita, 2013).
Infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, disebut juga dengan
otomikosis (Marlinda & Aprilia, 2016). Mikosis ini menyebabkan
adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superficial, adanya
penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai supurasi dan nyeri.
Sebagian besar infeksi jamur ini disebabkan oleh jamur Aspergillus sp.
dan selebihnya Candida sp. Akibat infeksi jamur pada liang telinga
ialah rasa gatal di dalam telinga. Rasa gatal tersebut karena
pertumbuhan jamur yang sangat cepat, sehingga dapat menutup liang
telinga dan pendengaran dapat terganggu (Humaira, 2012).

D. Alat dan Bahan


- Alat
1) Mikroskop
2) Objek glass
3) Deck glass
4) Pipet tetes
5) Pinset
6) Cawan petri
7) Ose
8) Lampu spritus
9) Hot plate
10)Cawan petri
11)Ose jarum/ose bulat
12)Beaker glass
13)Erlenmeyer
14)Kertas/Koran
15)Batang pengaduk
16)Desikator
17)Autoclave

68
- Bahan
1) Sampel swab telinga, mulut dan sampel kutu air
2) Lactofenol cutton blue
3) Kapas alkohol
4) Tissue
5) Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
6) Aquadest steril

E. Prosedur kerja
 Pembuatan Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
1. Menimbang media SDA sesuai dengan kebutuhan
2. Mengencerkan dengan menggunakan aquadest
3. Memanaskan diatas hot plate
4. Mengaduk sampai rata
5. Mengukur pH dari media yaitu 5,0⁰C
6. Jika pH sudah sesuai yaitu 5,0⁰C maka media SDA
ditambahkan sesuai kebutuhan
7. Kemudian diaduk sampai mendidih
8. Media dituang didalam cawan petri steril sebanyak 10cc

 Penanaman sampel pada media SDA (Sabouraoud Dextrose


Agar)
1. Mengambil swab mulut, telinga dan kerokan kulit kutu air pada
sampel yang telah
2. sebelum praktikumMengolesi swab pada media SDA
(Sabaouraoud Dextrose Agar) yang sudah disiapkan
3. Membungkus petridish dengan kertas
4. Menyimpan dalam desikator
5. Menginkubasi selama 2 – 3 hari

69
 Pengamatan koloni pada media SDA (Sabouraoud Dextrose
Agar)
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Setelah itu, lactofenol cutton blue diteteskan pada objek glass.
3. Jamur yang tumbuh pada media SDA diletakkan pada tetesan
lactofenol cutton blue, kemudian ditutup dengan deck glass.
4. Kemudian dilewatkan beberapa kali diatas nyala lampu
spiritus dan dibiarkan selama 10 menit.
5. Setelah itu diperiksa dibawah mikroskop dengan kondensor
rendah mula-mula objektif pembesaran objektif 10X untuk
mencari lapang pandang bagian kulit yang akan diperiksa,
kemudian pembesaran objektif 40X untuk adanya hifa dan
spora.

F. Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan
- Media hampir seluruhnya
ditutupi oleh koloni
- Terlihat beberapa koloni
berbentuk bundar tak
beraturan dengan tepian
hampir menutupi plate

70
- Tekstur koloni kasar dan
halus
- warna koloni hitam dan
putih

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan langsung
(direct preparat) dari sampel swab telinga. Tujuan dari pemeriksaan
pembuatan sediaan langsung kali ini adalah untuk mengetahui jenis
jamur. Cara pengambilan sampel swab telinga yaitu pertama-tama
cutton bud steril dibasahi dengan NaCl 0,9 % terlebih dahulu kemudian
dilakukan swab telinga dengan menggunakan cutton bud tersebut. Hal
ini berfungsi untuk membersihkan kotoran – kotoran pada liang telinga
yang menempel dengan cara di swab agar pada media Sabauoraoud
Dextrose Agar (SDA) ditumbuhi oleh koloni pada sampel tersebut.
Dalam pembuatan preparat langsung kali ini, dapat digunakan
pada lactofenol cutton blue. Di teteskan lactofenol cutton blue pada
objek glass kemudian diambil koloni yang tumbuh pada media.
Kemudian sampel di tutup dengan deck glass. Objek glass kemudian
difiksasi di atas nyala lampu spiritus dan kemudian dibiarkan selama
kurang lebih 10 menit.
Pada sampel swab telinga, telah diidentifikasi berdasarkan koloni
yang tumbuh pada media SDA (Sabaouraoud Dextrose Agar). Sampel
swab telinga didapatkan jamur Aspergillus niger koloni berwarna hitam.
Infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, disebut juga dengan
otomikosis (Marlinda & Aprilia, 2016). Mikosis ini menyebabkan

71
adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superficial, adanya
penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai supurasi dan nyeri.
Sebagian besar infeksi jamur ini disebabkan oleh jamur
Aspergillus sp. Akibat infeksi jamur pada liang telinga ialah rasa gatal
di dalam telinga. Rasa gatal tersebut karena pertumbuhan jamur yang
sangat cepat, sehingga dapat menutup liang telinga dan pendengaran
dapat terganggu (Humaira, 2012). dimana pada gambaran yang
ditemukan jamur tersebut, yaitu terdiri atas kepala konidia,
konidia, fialid, vesikel dan konidiofor. Kepala konodia adalah struktur
yang terletak di bagian terminal konidiofor, berbentuk bulat (globose)
atau semibulat (subglobose) tersusun atas vesikel, metula (jika
ada), fialid dan konidia. Vesikel adalah pembesaran konidiofor
pada bagian apeksnya membentuk suatu struktur berbentuk
globose, hemisferis, elips atau clavate. konidiofor merupakan suatu
struktur tegak lurus yang muncul dari sel kaki dan pada ujungnya
menghasilkan kepala konidia.

H. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa pada sampel swab liang telinga didapatkan jamur Aspergillus
niger koloni berwarna hitam. Infeksi telinga yang disebabkan oleh
jamur, disebut dengan otomikosis. Mikosis ini menyebabkan adanya
pembengkakan, pengelupasan epitel superficial, adanya penumpukan
debris yang berbentuk hifa, disertai supurasi dan nyeri. Sebagian
besar infeksi jamur ini disebabkan oleh jamur Aspergillus sp.

I. Daftar Pustaka
Darnetty. 2006. Pengantar Mikologi. Padang: Andalas Universitas
Press
Humaira, Cut Firza. 2012. Prevalensi otomikosis pada mahasiswa
PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang

72
mempengaruhinya. (http://journals.cambridge.org). Diakses pada
13 Maret 2017
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Marlinda, Lita & Aprilia, Ety. 2016. Otomikosis Auris Dekstra pada
Perenang. J Medula Unila. Vol. 6 (1) : 67
Murwani, S. 2015. Dasar-dasar Mikrobiologi Veteriner. Edisi pertama,
Universitas Brawijaya Press (UB Press) Elektrinik Pertama dan
terbesar di Indonesia. Malang
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 2005 “Dasar-dasar Mikrobiologi I”,
Alih bahasa: Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan
AngkaS.L., UI Press, Jakarta.
Marlinda, Lita & Aprilia, Ety. 2016. Otomikosis Auris Dekstra pada
Perenang. J Medula Unila. Vol. 6 (1) : 67

LAPORAN PRAKTIKUM 12

Judul Praktukum : Pemeriksaan Mikroskopis Jamur Pada Sampel Swab


Telinga

Hari / Tanggal : Senin / Oktober 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

73
.

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui karakteristik jenis jamur melalui koloni jamur
secara mikroskopis pada sampel swab telinga.

B. Prinsip Pemeriksaan
Koloni pada sampel swab telinga akan terwarnai dengan
pewarnaan lactofenol cutton blue sehingga saat diamati dibawah
mikroskop akan terlihat hifa dan atau spora.

C. Dasar teori
Media merupakan matetial nutrien yang di persiapkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme di laboratorium. Media pertumbuhan
yang baik adalah media yang mengandung semua nutrien yang di
perlukan oleh orgamisme yang akan ditumbuhkan. Nutrisi yang di
perlukan untuk pertumbuhan mikroba di klasifikasikan menjadi dua
kategodi yaitu fisikal dan kimiawi. Aspek fisik yaitu terperatur, pH,
tekanan osmotik, kondisi udara. Aspek kimia meliputi sumber karbon,
nitrogen, sulfur, fosfor, trace element, oksigen, dan faktor pertumbuhan
organik. (Murwani, 2015).
Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang
membentuk dunia jamur atau regnum. Fungsi umumnya multiseluler
(bersel banyak). Ciri – ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya
dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan dan
reproduksinya. Struktur tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Tubuh
jamur tersusun atas komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
merupakan pembentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium yang
menyusun jalinan – jalinan semua menjadi tubuh. Bentuk hifa
menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa.
Dinding ini menyelubungi membrane plasma dan sitoplasma.

74
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa
umumnya mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom,
mitokondria, dan kadang kala inti sel yang mengalir dari sel ke sel.
Akan tetapi adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa sinositik.
Struktur hifa sinositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali – kali
yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma (Aqsha, 2013).
Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang – benang yang
disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yaitu
miselium. Miselium dapat dibedakan atau miselium vegetative yang
berfungsi meresap menyerap nutrisi dari lingkungan, dan
miseliumfertile yang berfungsi dalam reproduksi. Fungi tingkat tinggi
maupun tingkat rendah mempunyai ciri khas yaitu berupa benang
tunggal atau bercabang – cabang yang disebut hifa. Fungi dibedakan
menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang merupakan
fungi yang berfilamen atau mempunyai miselium, sedangkan khamir
merupakan fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen (Medly, 2013).
Ciri – ciri jamur organisme yang termasuk dalam kelompok jamur,
anggotanya mempunyai ciri – ciri umum yaitu uniseluler atau bersel
satu atau multi seluler (benang – benang halus), tubuhnya tersusun
atas hifa (jalinan benang 117 benang halus), eukariotik (mempunyai
membrane inti), tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotroph,
yaitu secara saprofit, parasite, dan simbiosis, dinding selnya tersusun
atas zat kitin, cadangan makanan tersimpan dalam bentuk glikogen
dan protein, pencernaannya berlangsung secara ekstraseluler, dimana
makanan sebelum diserap disederhanakan terlebih dahulu oleh enzim
ekstraseluler yang dikeluarkan dari hifa jamur, memiliki keturunan yang
bersifat haploid lebih singkat, reproduksi jamur uniseluler dilakukan
secara aseksual dengan membentuk spora. Jamur multiseluler secara
aseksual dengan cara memutuskan benang hifa (fragmentasi),
zoospore, endospore, dan konidia. Sedangkan secara seksual melalui

75
peleburan inti jantan dan inti betina sehingga dihasilkan spora askus
atau basidium (Ita, 2013).

D. Alat dan Bahan


Alat
 Mikroskop
 Objek glass
 Deck glass
 Pipet tetes
 Pinset
 Cawan petri
 Ose
 Lampu spritus
 Hot plate
 Cawan petri
 Ose jarum/ose bulat
 Beaker glass
 Erlenmeyer
 Batang pengaduk
 Desikator
 Autoclave

Bahan

 Sampel swab telinga


 Lactofenol cutton blue
 Kapas alkohol
 Tissue
 Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
 Aquadest steril

76
 Kertas/Koran

E. Prosedur kerja
 Pembuatan Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
1. Menimbang media SDA sesuai dengan kebutuhan
2. Mengencerkan dengan menggunakan aquadest
3. Memanaskan diatas hot plate
4. Mengaduk sampai rata
5. Mengukur pH dari media yaitu 5,0⁰C
6. Apabila pH kurang dari 5,0⁰C maka ditambahkan 2-3 tetes larutan
HCl
7. Jika pH sudah sesuai yaitu 5,0⁰C maka media SDA ditambahkan
sesuai kebutuhan
8. Kemudian diaduk sampai mendidih
9. Media dituang didalam cawan petri steril sebanyak 10cc

 Penanaman sampel pada media SDA (Sabouraoud Dextrose


Agar)
1. Mengambil swab telinga pada sampel yang telah diambil sebelum
praktikum
2. Mengolesi swab pada media SDA (Sabaouraoud Dextrose Agar)
yang sudah disiapkan
3. Membungkus petridish dengan kertas
4. Menyimpan dalam desikator
5. Menginkubasi selama 2 – 3 hari

 Pengamatan koloni pada media SDA (Sabouraoud Dextrose


Agar)
1 Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan
2 Setelah itu, lactofenol cutton blue diteteskan pada objek glass.

77
3 Jamur yang tumbuh pada media SDA diletakkan pada tetesan
lactofenol cutton blue, kemudian ditutup dengan deck glass.
4 Kemudian dilewatkan beberapa kali diatas nyala lampu spiritus dan
dibiarkan selama 10 menit.
5 Setelah itu diperiksa dibawah mikroskop dengan kondensor rendah
mula-mula objektif pembesaran objektif 10X untuk mencari lapang
pandang bagian yang akan diperiksa, kemudian pembesaran
objektif 40X untuk adanya hifa dan spora.

F. Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan

Sampel swab telinga di


dapatkan jamur Aspergillus
niger

Sampel swab telinga di


dapatkan jamur Aspergillus
fumigatus

G. Pembahasan
Pada praktiium kali ini dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada
sampel swab telinga. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk mengetahui
karakteristik jenis jamur melalui koloni jamur pada sampel swab

78
telinga. Cara pengambilan sampel swab telinga menggunakan cutton
buds steril dengan memberi Nacl 0,9% terlebih dahulu lalu swab
dibagian liang telinga.
Dalam pembuatan preparat langsung kali ini, dapat digunakan
pada lactofenol cutton blue. Di teteskan lactofenol cutton blue pada
objek glass kemudian diambil jamur yang tumbuh pada media.
Kemudian sampel di tutup dengan deck glass. Objek glass kemudian
difiksasi di atas nyala almpu spiritus dan kemudian dibiarkan selama
kurang lebih 10 menit.
Pada sampel swab liang telinga di dapatkan jamur Aspergillus
niger dan Aspergillus fumigatus. Infeksi telinga yang disebabkan
oleh jamur, disebut juga dengan otomikosis (Marlinda & Aprilia,
2016). Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan,
pengelupasan epitel superficial, adanya penumpukan debris yang
berbentuk hifa, disertai supurasi dan nyeri. Sebagian besar infeksi
jamur ini disebabkan oleh jamur Aspergillus sp. Akibat infeksi jamur
pada liang telinga ialah rasa gatal di dalam telinga. Rasa gatal
tersebut karena pertumbuhan jamur yang sangat cepat, sehingga
dapat menutup liang telinga dan pendengaran dapat terganggu
(Humaira, 2012). dimana pada gambaran yang ditemukan jamur
tersebut, yaitu terdiri atas kepala konidia, konidia, fialid, vesikel
dan konidiofor. Kepala konodia adalah struktur yang terletak di bagian
terminal konidiofor, berbentuk bulat (globose) atau semibulat
(subglobose) tersusun atas vesikel, metula (jika ada), fialid dan
konidia. Vesikel adalah pembesaran konidiofor pada bagian
apeksnya membentuk suatu struktur berbentuk globose,
hemisferis, elips atau clavate. konidiofor merupakan suatu struktur
tegak lurus yang muncul dari sel kaki dan pada ujungnya
menghasilkan kepala konidia.

H. Kesimpulan

79
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa pemeriksaan jamur pada sampel swab liang telinga di
dapatkan jamur Aspergillus niger dan Aspergillus fumigatus.

I. Daftar Pustaka
Humaira, Cut Firza, 2012. Prevalensi otomikosis pasa mahasiswa
PSPO FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang
mempengaruhinya. (http://journalis.cambridge.org).
Marlinda, Lita & Aprilia, Ety.2016. Otomikosis Auris Dekstra pada
Perenang. J medula unila.Vol.6(1):67
Murwank, S. 2015. Dasar-Dasar Mikrobiologi Veteriner, Edisi pertama.
Universitas Brawijaya Press (UB Press) Elektronik Pertama dan
terbesar di Indonesia Malang

LAPORAN PRAKTIKUM 13

Judul Praktukum : Pemeriksaan koloni jamur kutu air pada media


Sabourad Dextrose Agar (SDA)

Hari / Tanggal : Senin / 18 Oktober 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

80
A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui karakteristik jenis jamur kutu air secara
mikroskopis pada sampel kulit kutu air.

B. Prinsip Pemeriksaan
Koloni pada sampel kulit kutu air akan terwarnai dengan
pewarnaan lactofenol cutton blue sehingga saat diamati dibawah
mikroskop akan terlihat hifa atau spora.

C. Dasar teori
Menurut Subandi, 2010 (dikutip dalam Khairyah, Kusdarwati &
Kismiyati) Jamur merupakan organisme eukariot, heterotrof, tidak
dapat melakukan fotosintesis yang berkembang biak dengan spora.
Beberapa jamur merupakan organisme uniseluler, tetapi kebanyakan
jamur membentuk filamen yang merupakan sel vegetatif.
Tinea pedis adalah infeksi kulit dan jamur superficial pada kaki.
Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama
mengenai sela jari dan telapak kaki. Tinea Pedis merupakan golongan
dermatofitosis pada kaki. Kejadian Tinea Pedis di sela jari banyak
ditemukan pada pria dibandingkan wanita.Angka kejadian Tinea Pedis
meningkat seiring bertambahnya usia , karena bertambahnya usia
cenderung mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap suatu
penyakit ,yaitu semakin bertambahnya usia seseorang akan menurun
juga daya tahan tubuhnya (Kurniawati Dian Ratna, 2006).
Data Biro Pusat Statistik tahun 2000 memperlihatkan bahwa
65,03% penduduk Indonesia merupakan usia kerja yaitu antara 25-54
tahun, dan sebagian besar (68%) bekerja di bidang informal. Sampai
saat ini belum didapat data mengenai penyakit akibat kerja secara
nasional ,walaupun telah terdapat data penyakit akibat kerja dari
beberapa penelitian secara sporadic di beberapa wilayah di Indonesia
(M.Athuf Thaha, 2008).

81
Infeksi jamur pada kulit atau mikosis banyak di derita penduduk
khususnya yang tinggal di daerah tropis. Iklim panas dan lembab
merupakan salah satu penyebab tingginya insiden tersebut. Selain itu
mikosis pada kulit dipredesposisi oleh higieni yang kurang
sehat ,adanya sumber penularan, pemakaian antibiotika, dan penyakit
kronis. Mikosis kulit atau disebut juga dengan ”ring worm” atau dalam
istilah klinis disebut dengan Tinea disebabkan oleh 3 genus jamur yaitu
Microsporum ,Trichopyhton dan Epidermophyton, jamur-jamur ini
menyerang permukaan tubuh yang terketanisasi seperti kulit pada
tubuh, kulit yang berambut seperti kepala ,dan kuku. Namun jamur ini
tidak menginfeksi ke jaringan kulit yang lebih dalam. Tergantung pada
bagian tubuh yang diserang, dikenal Tinea pada kulit kepala Tinea
Kapitis, permukaan badan Tinea Korporis, lipat paha Tinea Kruris,
dagu dan leher Tinea Barbae, jari-jari tangan Tinea Manus, kaki Tinea
Pedis, dan pada kuku Tinea Unguium (Kiki Nurtjahja, 2006).

D. Alat dan Bahan


- Alat
o Mikroskop
o Objek glass
o Deck glass
o Pipet tetes
o Pinset
o Cawan petri
o Ose
o Lampu spritus
o Hot plate
o Cawan petri
o Ose jarum/ose bulat
o Beaker glass

82
o Timbangan Analitik
o Erlenmeyer
o Kertas/Koran
o Batang pengaduk
o Desikator
o Autoclave
- Bahan
o Sampel kulit kutu air
o Kapas alkohol
o Tissue
o Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
o Aquadest steril

E. Prosedur Kerja
 Pembuatan Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
1. Menimbang media SDA sesuai dengan kebutuhan
2. Mengencerkan dengan menggunakan aquadest
3. Memanaskan diatas hot plate
4. Mengaduk sampai rata
5. Mengukur pH dari media yaitu 5,0⁰C
6. Jika pH sudah sesuai yaitu 5,0⁰C maka media SDA
ditambahkan sesuai kebutuhan
7. Kemudian diaduk sampai mendidih
8. Media dituang didalam cawan petri steril sebanyak 10cc

 Penanaman sampel pada media SDA (Sabouraoud Dextrose


Agar)
1. Mengambil sampel kerokan kulit kutu air pada sampel yang
telah diambil sebelum praktikum
2. Menuang sampel kerokan kulit kutu air ke dalam petridish.

83
3. Menuangkan media Sabaouraoud Dextrose Agar) yang sudah
disiapkan sebelumnya hingga menutupi seluruh permukaan
dasar petridish kurang lebih 10 cc.
4. Setelah media padat, membungkus petridish dengan kertas
5. Menyimpan dalam desikator
6. Menginkubasi selama kurang lebih 7 hari

 Pengamatan koloni pada media SDA (Sabouraoud Dextrose


Agar
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Setelah itu, lactofenol cutton blue diteteskan pada objek glass.
3. Jamur yang tumbuh pada media SDA diletakkan pada tetesan
lactofenol cutton blue, kemudian ditutup dengan deck glass.
4. Kemudian dilewatkan beberapa kali diatas nyala lampu spiritus
dan dibiarkan selama 10 menit.
5. Setelah itu diperiksa dibawah mikroskop dengan kondensor
rendah mula-mula objektif pembesaran objektif 10X untuk
mencari lapang pandang bagian kulit yang akan diperiksa,
kemudian pembesaran objektif 40X untuk adanya hifa dan
spora.

F. Hasil Pengamatan
Gambar Keterangan

84
 Media hamper seluruhnya
tertutupi oleh koloni jamur
 Terlihat beberapa koloni
jamur yang berbeda
 Permukaan koloni jamur
nampak beragam ada yang
nampak powdery, velvety
dan cottony
 Warna koloni ada yang
Koloni Sampel Kerokan Kulit Kutu berwarna hitam, coklat,
Air putih dan hijau

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan penanaman sampel kerokan
kulit kutu air pada media Sabauroud Dextrose Agar (SDA). tujuan
dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengidentifikasi adanya jamur
Tinea pides yang merupakan jamur penyebab infeksi kutu air. Cara
pengambilan sampel kerokan kulit kutu air dengan cara aseptik yaitu
dengan melakukan kerokan pada kulit yang terinfeksi jamur kutu air
dengan menggunakan pisau bedah (scalpel) yang steril.
Tinea pedis adalah infeksi dermatofita yang menular, terjadi pada
telapak kaki dan area interdigitalis yang tumbuh dengan baik dalam
kondisi lembab dan lebih banyak terjadi pada pria. Infeksi Tinea pedis
merupakan infeksi jamur yang mudah menular melalui kontak
langsung pada kulit terinfeksi maupun kontak tidak langsung pada
permukaan yang sudah terkontaminasi dengan jamur penyebab.
Setelah dilakukan pengambilan sampel, selanjutnya dilakukan
penanaman sampel tersebut dengan cara menuangkan sampel ke

85
dalam petridish steril kemudian dituang media Sabauroud Dextrose
Agar (SDA) yang telah dicairkan. Setelah itu media di bungkus di
inkubasi selama 2-3 hari untuk menumbuhkan jamur. Tujuan
dilakukannya pembungkusan pada media yang diinkubasi ialah untuk
menghindari kontaminasi dari lingkungan luar.
Pada sampel kerokan kulit kutu air, telah diidentifikasi
berdasarkan koloni yang tumbuh pada media SDA (Sabaouroud
Dextrose Agar) dan diinkubasi selama kurang lebih 7 hari ternyata
tumbuh beberapa koloni jamur. Setelah diidentifikasi dengan
melakukan pengamatan mikroskopik pada setiap koloni yang tumbuh
ternyata jamur dari spesies Penicillium sp. dan Aspergillus niger.
Kelainan jamur yang tumbuh dapat terjadi karena terjadi kontaminasi
dari spora jamur lain yang tumbuh di media. Terjadinya kontaminasi
dapat terjadi melalui udara maupun kurang efektifnya proses sterilisasi
alat dalam hal ini petridish.

H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan makroskopik pada media
Sabauroud Dextrose Agar (SDA) terhadap sampel kerokan kulit kutu
air diidentifikasi banyak koloni yang terbentuk namun tidak terdapat
jamur Tinea pedis yang merupakan penyebab kutu air.

I. Daftar Pustaka
Dani, Ira Wulan, Kiki Nurtjahja & Cut Fatimah Zuhra. 2015.
Penghambatan Aspergillus Flavus dan Fusarium Moniliforme oleh
Ekstrak Salam (Eugenia polyantha) dan Kunyit (Curcuma
domestica). Padang: Kampus USU.
Kurniawati, RD. 2006. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Tinea Pedis pada Pemulung di TPA Jatibarang
Semarang. [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.

86
Subandi. 2010. Mikrobiologi Perkembangan, Kajian dan Pengamatan
Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Thaha, Athuf M., 2009, Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis
Epidermal Toksis di RSUP MH Palembang periode 2006-2008
dalam, Jurnal Media Medika Indonesiana, volume 4, no.5,
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

87
LAPORAN PRAKTIKUM 14

Judul Praktukum : Pemeriksaan koloni jamur pada sampel kulit

(kutu air) secara mikroskopis

Hari / Tanggal : Senin / 18 Oktober 2021

Nama Dosen : 1. Widarti, S.Si.Apt.,M.M.Kes

2. Siti Hadijah, S.Si.,M.Kes

3. Alfin Resya Virgiawan, S.ST., M.Si

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengidentifikasi, mengetahui, serta melihat morfologi jamur
yang ada pada sampel kutu air secara mikroskopik

B. Prinsip Pemeriksaan
Larutan KOH 10% akan melisiskan kulit sehingga bila
mengandung jamur, dibawah mikroskop akan terlihat hypa dan atau
spora. Pemeriksaan KOH (kalium hidreksida) merupakan pemeriksaan
yang dianjurkan untuk menegakkan diagnosis pada setiap kasus
kelainan kulit pada infeksi jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara mlakukan pengerokkan kulit pada bagian kulit yang mengalami
infeksi jamur. Hasil yang diterapkan pada pemeriksaan ini
ditemukannya elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospara (hifa
bercabang) yang berarti bahwa penyebab kelainan kulit pada pasien
disebabkan oleh jamur nakal (dermatofita)

88
C. Dasar Teori
Jamur merupakan salah satu pernyebab infeksi pada penyakit
terutama di Negara-¬negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur
merupakan penyakit kulit yang sering muncul di tengah masyarakat
Indonesia. Iklim tropic dengan kelembaban udara yang tinggi di
Indonesia sangat mendukung pertumbuhan jamur. Banyakrnya infeksi
jamur juga didukung oleh masih banyaknya masyarakat Indonesia
yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga masalah kebersihan
ligkungan, sanitasi dan palsafah hidup sehat kurang menjadi perhatian
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia (Hare, 1993).
Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang
membentuk dunia jamur atau regnum. Fungsi umumnya multiseluler
(bersel banyak). Ciri – ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya
dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan dan
reproduksinya. Struktur tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Tubuh
jamur tersusun atas komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
merupakan pembentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium yang
menyusun jalinan – jalinan semua menjadi tubuh. Bentuk hifa
menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa.
Dinding ini menyelubungi membrane plasma dan sitoplasma.
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa
umumnya mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom,
mitokondria, dan kadang kala inti sel yang mengalir dari sel ke sel.
Akan tetapi adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa sinositik.
Struktur hifa sinositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali – kali
yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma (Aqsha,2013).
Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang – benang yang
disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yaitu
miselium. Miselium dapat dibedakan atau miselium vegetative yang
berfungsi meresap menyerap nutrisi dari lingkungan, dan
miseliumfertile yang berfungsi dalam reproduksi. Fungi tingkat tinggi

89
maupun tingkat rendah mempunyai ciri khas yaitu berupa benang
tunggal atau bercabang – cabang yang disebut hifa. Fungi dibedakan
menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang merupakan
fungi yang berfilamen atau mempunyai miselium, sedangkan khamir
merupakan fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen (Medly, 2013).
Ciri – ciri jamur organisme yang termasuk dalam kelompok jamur,
anggotanya mempunyai ciri – ciri umum yaitu uniseluler atau bersel
satu atau multi seluler (benang – benang halus), tubuhnya tersusun
atas hifa (jalinan benang 117 benang halus), eukariotik (mempunyai
membrane inti), tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotroph,
yaitu secara saprofit, parasite, dan simbiosis, dinding selnya tersusun
atas zat kitin, cadangan makanan tersimpan dalam bentuk glikogen
dan protein, pencernaannya berlangsung secara ekstraseluler, dimana
makanan sebelum diserap disederhanakan terlebih dahulu oleh enzim
ekstraseluler yang dikeluarkan dari hifa jamur, memiliki keturunan yang
bersifat haploid lebih singkat, reproduksi jamur uniseluler dilakukan
secara aseksual dengan membentuk spora. Jamur multiseluler secara
aseksual dengan cara memutuskan benang hifa (fragmentasi),
zoospore, endospore, dan konidia. Sedangkan secara seksual melalui
peleburan inti jantan dan inti betina sehingga dihasilkan spora askus
atau basidium (Ita, 2013).

D. Alat dan Bahan


- Alat
1) Mikroskop
2) Objek glass
3) Deck glass
4) Pipet tetes
5) Pinset
6) Cawan petri
7) Ose

90
8) Lampu spritus
9) Hot plate
10)Cawan petri
11)Ose jarum/ose bulat
12)Beaker glass
13)Erlenmeyer
14)Kertas/Koran
15)Batang pengaduk
16)Desikator
17)Autoclave

- Bahan
1) Sampel kutu air
2) Lactofenol cutton blue
3) Kapas alkohol
4) Tissue
5) Media SDA (Sabouraoud Dextrose Agar)
6) Aquadest steril
7) Antibiotik choramphenicol

E. Prosedur kerja
 Pembuatan media Sabauraud Dextrose Agar
- Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Menimbang sebanyak 32,5 gr media SDA (Sabauraud
Dextrose Agar) dengan menggunakan neraca analitik
- Memindahkan media yang telah ditimbang, lalu larutkan
dengan menambahkan aquades didalam labu erlenmeyer
500mL
- Menutup ujung erlenmeyer dengan kapas atau aluminium
foil

91
- Panaskan diatas api spritud dengan bantuan kaki tiga, lalu
sesekali dihomogenkan hingga tidak ada kristal yang terisa
- Setelah larut, tambahkan antibiotik choramphenicol (1
kapsul) kedalam media SDA (Sabauraud Dextrose Agar) lalu
dihomogenkan tanpa pemanasan

 Penanaman sampel pada media Sabauraud Dextrose Agar


- Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Mensterilkan terlebih dahulu cawan petri yang telah
terbungkus dengan kertas.
- Masukkan cawan petri kedalam oven dan sterilisasi selama
3 jam.
- Setelah disterilisasi, keluarkan dari oven dan diamkan pada
suhu ruang.
- Mengambil sampel kutu dengan pinset lalu di masukkan ke
dalam cawan petri
- Menambahkan agar sabouraud ± 25 ml ke dalam cawan
petri yang telah berisi sampel kerokan kulit (Panu).
- Homogenkan dan diamkan beberapa menit sebelum di
inkubasi.
- Inkubasi pada suhu kamar (25-30ºC) , kemudian dalam 1
minggu lihat dan nilai apakah ada perubahan atau
pertumbuhan jamur pada media.

 Pemeriksaan sampel pada media Sabauraud Dextrose Agar


- Setelah satu minggu, koloni diamati makroskopiknya
- Mencatat hasil makroskopik yang didapat, kemudian lakukan
pemeriksaan dibawah mikroskop untuk melihat mikroskopik
jamur
- Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

92
- Mengambil koloni jamur dengan tusuk gigi atau pinset yang
terlebih dahulu di sterilkan di atas nyala api spiritus
- Meletakkan koloni jamur pada object glass
- Meneteskan satu tetes lactophenol cotton blue pada objeck
glass, kemudian tutup dengan deck glass
- Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x (mencari
lapang pandang) dan 40x (melihat morfologi).

F. Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan
Identitas Sampel
Jenis sampel : Kerokan Kutu air
Kaki
Nama : ny. Clara
Jamur : Trichophyton rubrum
Pada sampel kutu air kaki
didapatkan hasil positif dimana
terlihat dengan ciri-ciri hifa yang
bertekstur halus, Mikrokonidia yang
kecil, memiliki dinding sel yang tipis
dan berbentuk lonjong.

Positif : bila ditemukan adanya hypa dan mikrokonidia


Negatif : bila tidak ditemukan adanya hypa dan mikrokonidia

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan pemeriksaan jamur terhadap
sampel kutu air setelah dilakukan penanaman pada media Sabauraud
Dextrose Agar dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan
menggunakan pewarnaan Lactophenol blue yang mengandung fenol

93
dan cotton blue. Fenol berfungsi untuk mengaktivasi proses enzimatik
(mounting agent) sedangkan cotton blue berfungsi dalam mewarnai
sel (acid dye) sehingga sel berwarna biru. Jamur merupakan
organisme eukariotik yang dinding selnya berasal dari kitin dan bersifat
asidofilik.
Pada kultur yang dilakukan pertama adalah diambil sampel kutu
air kemudian dimasukkan kedalam cawan petri, lalu ditambahkan
dengan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA). SDA adalah jenis
media pertumbuhan agar yang mengandung pepton yang digunakan
untuk membudidayakan dermatofita dan jenis jamur lainnya, dan juga
dapat menumbuhkan bakteri berfilamen seperti Nocardia. Adapun
komposisi SDA yaitu 40 g / L dekstrosa, 10 g / L pepton, 20 g / L agar,
pH 5,6. Kemudian ditempeli dengan lakban pada cawan media dan
diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu ruang, setelah 5-7 hari dilakukan
pengamatan dengan mengamati pertumbuhan jamur pada media,
dengan mengamati bentuk jamur, warna jamur dan bau pada jamur.
Pada sampel kerokan kulit ny. Clara, telah diindentifikasi
berdasarkan koloni yang tumbuh pada media SDA (Sabaour Dextrose
Agar). Pada sampel kerokan kulit didapatkan jamur Trychopiton
rubrum dengan warna koloni putih. Trichophyton rubrum adalah jamur
yang paling umum yang menyebabkan infeksi jamur kronis pada kulit
dan kuku manusia. Pada jamur ini, mikrokonidia adalah bentuk spora
yang paling banyak. Mikrokonidia berdinding halus, berbentuk tetesan
air mata sepanjang sisi-sisi hifa, pada beberapa strain terdapat banyak
mikrokonidia bentuk ini. Koloni sering menghasilkan warna merah
pada sisi sebaliknya. Beberapa strain dari Trichophyton rubrum
dibedakan yaitu : Trichophyton rubrum berbulu halus dan
Trichophytom rubrum tipe granuler. Trichophytom rubrum berbulu
halus mempunyai ciri karakteristik yaitu produksi mikrokonidia yang
jumlahnya sedikit, halus, tipis, kecil, dan tidak mempunyai
makrokonidia. Sedangkan Trichophyton rubrum tipe granuler yaitu

94
produksi mikrokonidia dan makrokoniadia yang jumlahnya sangat
banyak. Mikrokonidia berbentuk clavate dan pyriform, makrokonidia
berdinding tipid, dan berbentuk sepertti cerutu. Trychophyton rubrum
berbulu halus adalah strain jamur yang paling banyak menginfeksi
manusia. Strain ini dapat menyebabkan infeksi kronis pada kulit.
Sedangkan Trichophyton rubrum tipe granuler menyebabkan penyakit
Tinea corporis. (Ardhy, 2013).

H. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa pada sampel kerokan kulit kaki didapatkan jamur Trichophyton
rubrum merupakan jamur yang paling umum menjadi menyebabkan
infeksi jamur kronis pada kulit dan kuku manusia. Pertumbuhan
koloninya dari lambat hingga bisa menjadi cepat. Teksturnya yang
lunak, dari depan warnanya putih kekuning-kuningan atau bisa juga
merah violet.

I. Daftar Pustaka
Dr. Regina, Sp. KK. (2019, Maret 2) Infeksi Jamur pada Kulit
Dikutip dari: http://penyakitkulit.org/infeksi-jamur-pada-kulit/
(diakses: 11 Maret 2019)
Hare, R., 1993. Mikrobiologi dan Imunologi, Yogyakarta:
EssentiaMedica.
Pasaribu, dkk. 2002. Aneka Jamur Unggulan Yang Menembus
Pasar. Jakarta: Grasindo
Sutanto I, dkk, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, edisi ke 4, FKUI,
Jakarta, hal 6. 2008.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta :
EGC

95

Anda mungkin juga menyukai