Anda di halaman 1dari 2

Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora.

Spora dihasilkan di dalam tubuh vegetatif


bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Pelczar
(1986), menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik mengalami dormansi,
dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif.
Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi. Santoso (2010) menyebutkan bahwa ada
dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan genus
Clostridium.Strukturspora yang terbentuk di dalamtubuh vegetative bakteri disebut sebagai ‘endospora’
(endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat
dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang mengalami
penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan. Dengan adanya kemampuan untuk membentuk
spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar (1986) bakteri
yang dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan
sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma
sel vegetatifnya.

Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usalaha mengamankan diri terhadap pengaruh
buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam
bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu pose dimana kedua mikroorganisme itu
berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap factor luar yang tidak menguntungkan. Sepanjang
pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan basillah yang dapat membentuk spora, akan
tetapi tidak semua basil mampu berbuat demikian. Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa
spesies. Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebutendospora,
dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001).

Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang
dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk & Wheeler
tersebut adalah dengan penggunaan larutan hijau malacit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel
vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini berwarna merah.
Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel
vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di
dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan
dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding
pelindung spora bakteri.

Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri, tidak lepas dari sifat
kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri mengandung asam dupikolinat.Yang mana
subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas
dimiliki oleh spora.Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk di
warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau malakit. Sedangkan menurut pelczar
(1986), selain subtansi di atas, dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan
peptidoglikan. Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-tahun bahkan
berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati
pada suhu 60-70oC, namun spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih
bahkan selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap menjadi
spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri
yang baru dan berkembangbiak secara normal (Volk & Wheeler, 1988).

Anda mungkin juga menyukai