Anda di halaman 1dari 9

PEWARNAAN ENDOSPORA BAKTERI

LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi
yang dibina oleh Ibu Dr. Endang Suarsini, M.Si dan Bapak Agung Witjoro, S.Pd,
M.Kes

oleh kelompok 6
1. Arwinda Probowati (120341421929)
2. Eka Budiarti N. (120341421946)
3. Elsa Dewi Nur B. (120341421937)
4. Karunia Dyah M. (120341421945)
5. Koko Setiadi S. (120341421949)
6. Nadian Y. (120341421943)
7. Novita Dwi K. N. (120341421938)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September 2014
A. Topik
Pewarnaan Endospora Bakteri

B. Waktu Pelaksanaan
Selasa, 16 September 2014

C. Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pewarnaan endospora
2. Mengidentifikasi bakteri dan letak endospora pada sel bakteri

D. Dasar teori
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora
dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian
tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel (Rahmy, 2012). Spora
merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik mengalamidormansi,
dihasilkan pada fase lanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti
asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik
maupun kimiawi.
Irianto (2006) menyebutkan bahwa ada dua genus bakteri yang dapat
membentuk spora, yaitu genus Bacillus dan genus Clostridium. Struktur spora
yang terbentuk di dalam tubuh vegetatif bakteri disebut sebagai endospora
(endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalamtubuh. Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami
dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa
lapisan tambahan.
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri
tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim. Menurut Rahmy (2012)
bakteri yang dapat membentuk endospora ini dapat hidup dan mengalami
tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk
melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya. Spora
adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Karena
kandungan air spora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya,
maka spora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah
mikroskop. Spora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, sehingga
harus digunakan pewarna spesifik dan yang biasa digunakan adalah larutan
hijau malakit. Dua jenis bakteri yang dapat membentuk spora misalnya
Clostridium dan Bacillus. Clostridium adalah bakteri yang bersifat anaerob,
sedangkan Bacillus pada umumnya bersifat aerob. Struktur spora mungkin
bervariasi untuk setiap jenis spesies, tapi umumnya hampir sama. Spora
bakteri merupakan struktur yang tahan terhadap keadaan lingkungan yang
ekstrim misalnya kering, pemanasan, dan keadaan asam (Irianto, 2006).
Bakteri pembentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan, sinar,
kekeringan, panas, dan kedinginan. Kebanyakan bakteri pembentuk spora
tinggal di tanah, namun spora bakteri dapat tersebar di mana saja (Irianto,
2006).
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri
diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora.
Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk & Wheeler tersebut
adalah dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas
pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5%
sehingga sel vegetatif ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya
spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga
dapat diidentifikasi. Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora
dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu
spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan
zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Namun menurut Dwijoseputro (2005) beberapa bakteri mampu
membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium
yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri tersebut secara
genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya memang memiliki
satu fase sporulasi.

E. Data pengamatan
Biakan 2
Biakan 1 (perbesaran 10x100)
(perbesaran 10x100)

= sel vegetatif
= Endospora
= sel vegetatif
F. Cara kerja

Membuat sediaan bakteri secara olesan kering udara

Melakukan viksasi panas terhadap sediaan yang sudah kering

Menutup dengan kertas hisap berukuran 1x1 cm, yang digenangi dengan zat warna
Larutan hijau malakit

Meletakkan di atas air mendidih selama 5 menit

Membilas dengan air kran sampai sisa air bilasan bening

Menggenangi dengan pewarna safranin selama 30 detik kemudian bilas lagi dengan
Air kran

Mengeringkan dengan kertas hisap. Mengamati dibawah mikroskop dengan perbesaran


kuat. Endospora akan berwarna hijau terang dan sel vegetatif tampak merah kecoklatan

G. Analisis data
Pewarnaan endospora bakteri dilakukan dengan membuat sediaan
olesan kering udara kemudian difiksasi panas pada sediaan tersebut.
Selanjutnya memberikan warna hijau malakit dengan menutup sediaan dengan
kertas hisap ukuran 1 x 1 cm yang digenangi dengan zat warna hijau malakit
tersebut dan kemudian dipanaskan secukupnya. Setelah melakukan
penwarnaan hijau malakit dilakukan pembilasan dengan air kran hingga sisa
air bilasan bersih. Selanjutnya lakukan pewarnaan dengan safranin selama 30
detik, kemudian dilakukan pembilasan dengan air kran. Setelah dikeringkan
dengan kertas hisap, dilakukan pengamatan pada biakan I menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 dan didapatkan hasil adanya
endospora pada biakan bakteri I yang ditandai dengan adanya warna hijau di
dalam warna merah. Warna hijau menunjukkan endospora, warna merah
menunjukkan sel vegetatif. Pada biakan II dilakukan pengamatan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 didapatkan hasil bakter
pada biakan bakteri II tidak mengandung endospora yang ditandai dengan
tidak adanya warna hijau pada biakan bakteri II dan hanya menunjukkan
warna merah.

H. Pembahasan
Proses pemanasan bertujuan mengembangkan lapisan luar spora
sehingga zat warna utama dapat masuk masuk ke dalam spora sehingga
berwarna hijau.melalui pendinginan warna utama akan terperangkap di dalam
spora,dengan pencucian zat warna utama yang ada pada sel vegetatif akan
terlepas sehingga pada saat pewarnaan kedua (safranin), sel vegetatif akan
berwarna merah.
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora
dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian
tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Pelczar (1986),
menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik
mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel
bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora bersifat tahan
terhadap tekanan fisik maupun kimiawi.
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri
tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim. Menurut Pelczar (1986)
bakteri yang dapat membentuk endospora ini dapat hidup dan mengalami
tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk
melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Dalam dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu
yang dapat menembus dinding tebal spora yaitu dengan penggunaan larutan
hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga
diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetatif ini berwarna
merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan
posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada
juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses
pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan
bersamaan dengan zat warna tersebu tsehingga memudahkan zat warna
tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai
spora bakteri tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri.Semua
spora bakteri mengandung asam dupikolinat.Yang mana subtansi ini tidak
dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini
khas dimiliki oleh spora. Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah yang
kemudian dimanfaatkan untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu.
Sedangkan menurut pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora
bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan peptidoglikan.
Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses
ini mudah terjadi saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk.
Sampel yang diambil dalam praktikum ini berasal dari biakan bakteri yang
dibuat beberapa minggu yang lalu, sehingga di asumsikan, nutrisi di dalam
medium telah hampir habis, sehingga diharapkan bakteri melakukan proses
sporulasi ini. Hal ini terbukti benar pada sampel koloni yang pertama, dimana
hasil pengamatan menunjukkan adanya spora pada hasil amatan. Pada hasil
amatan tersebut nampak spora yang muncul berwarna hijau dengan jenis
central, yaitu posisi spora berada di tengah sel vegetatif. Namun berbeda pada
koloni kedua. Pada koloni kedua, bakteri tidak menunjukkan adanya spora
yang nampak.
Namun menurut Dwijoseputro (1978) beberapa bakteri mampu
membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium
yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri tersebut secara
genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya memang memiliki
satu fase sporulasi. Masih menurut Dwijoseputro (1978) jika medium selalu
diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga
kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan kemampuannya dalam
membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang sangat
sederhana dan sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan
pada lingkungan yang terus menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami
mutasi dan kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora seperti yang
nampak pada hasil pengamatan koloni 2. Dimana bakteri yang muncul tidak
nampak adanya warna hijau, hanya sel vegetatif dengan warna merah saja
yang muncul. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa bakteri pada koloni kedua
tidak menghasilkan spora.
Proses pembentukan spora di dalam sel vegetatif bakteri, terjadi dalam
beberapa tahapan, secara singkat bagan proses pembentukan spora bakteri di
atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Terjadi kondensasi DNA pada bakteri yang akan membentuk spora
2. Terjadi pembalikan membran sitoplasma, sehingga, lapisan luar membran
kini menjadi lapisan dalam membran (calon) spora.
3. Pembentukan korteks primordial (calon korteks)
4. Pembentukan korteks
5. Spora terlepas dan menjadi spora yang bebas, pada tahap 5 ini,jika spora
mendapatkan lingkungan yang kondusif, maka ia bisa tumbuh menjadi
satu sel bakteri yang baru. (Anonim, 1994)
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-
tahun bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang
normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70 oC, namun spora
tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan
selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora
akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap
menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan
berkembangbiak secara normal (Volk & Wheeler, 1988).

I. Diskusi
1. Bilamana spora bakteri dibuat?
Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses ini
mudah terjadi saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk.
Namun menurut Dwijoseputro (2005) beberapa bakteri mampu
membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun
medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri tersebut
secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya
memang memiliki satu fase sporulasi.
2. Apa guna spora bakteri?
Spora bakteri berbeda dengan spora pada jamur, pada bakteri sporanya
tidak mempunyai fungsi sebagai alat reproduksi. Endospora ini tahan
terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti suhu yang tinggi, kekeringan,
senyawa kimia beracun (desinfektan, antibiotic) dan radiasi UV.
Merupakan fase tidur dari bakteri. Endospora mampu bertahan sampai
kondisi lingkungan kembali menguntungkan. Endospora kemudian
membentuk proses germinasi, dan membentuk bakteri sel tunggal (Sidhar,
2010).
3. Apakah semua bakteri bisa membuat spora?
Tidak semua bakteri bisa membuat spora, beberapa spesies bakteri tertentu
dapat membentuk spora. Beberapa spesies bakteri tertentu dapat
menghasilkan spora diluar sel (eksosspora) atau di dalam sel (endospora).
Spora dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di
bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Santoso
(2010) menyebutkan bahwa ada dua genus bakteri yang dapat membentuk
endospora, yaitu genus Bacillus dan genus Clostridium.

4. Kesimpulan
1. Pewarnaan endospora bakteri dilakukan dengan menggunakan larutan
hijau malakit 0,5% dan larutan safranin 0,5%.
2. Koloni pertama endospora terletak pada bagian tengah bakteri, sedangkan
pada koloni kedua tidak terdapat endospora.

5. Daftar Rujukan
Anonimus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa
Aksara.

Chairil, Rahmy Hidayati. 2012. Bakteri dan Alga. Kalimantan: Indonesia


Press.

Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi. Bogor: Penerbit Alumni.

Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.


Irianto. 2006. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya.

Pelczar. J. Michael dan Chan E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi.


Universitas Indonesia : Jakarta.

Volk, W.A. dan M.F. Wheeler, (1989). Mikrobiologi Dasar, Edisi Kelima, Jilid
Dua. Diterjemahkan dari buku Basic Microbiology oleh Markham.
Jakarta: Erlangga.

Volk and Wheeler. 1998. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai