Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI

PEWARNAAN SPORA METODE KLEIN

Kamis, 25 Maret 2021

Nama : Devi Permatasari


NIM : PO714203191.040
Kelompok : B1

LABORATORIUM BAKTERIOLOGI
ANALIS KESEHATAN POLKESMAS
PRODI SARJANA TERAPAN (D.IV) TLM
2021

Nilai TTD
PEWARNAAN SPORA METODE KLEIN

I. TUJUAN
Untuk mengidentifikasi spora bakteri dan letak spora pada
bakteri dengan menggunakan pewarnaan spora metode Klein.

II. PRINSIP
Spora bakteri tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa,
diperlukan teknik pewarnaan khusus. Untuk pewarnaan spora,
perlu dilakukan pemanasan supaya zat pewarna karbol fuksin
melewati bias masuk kedalam spora. Pengecatan spora digunakan
untuk mengetahui spora dengan sel vegatatifnya.

III. TEORI DASAR


Bakteri hidup sulit untuk dilihat dengan mikroskop cahaya
terang biasa karena bakteri itu tampak tidak berwarna jika diamati
secara sendiri, walaupun biakannya secara keseluruhan mungkin
berwarna. Bakteri sering diamati dalam keadaan olesan terwarnai
daripada dalam keadaan hidup. Yang dimaksud dengan bakteri
terwarnai adalah oganisme yang telah diwarnai dengan zat
pewarna kimia agar mudah dilihat dan dipelajari (Volk dan Whleer,
1998).
Pada umumnya, olesan bakteri terwarnai mengungkapkan
ukuran, bentuk, susunan dan adanya struktur internal seperti spora
dan butiran zat pewarna khusus diperlukan untuk melihat bentuk
kapsul atau pun flagella, dan hal-hal terperinci tertentu di dalam sel.
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion
negatif, yang salah satu diantaranya berwarna (Widjoseputro, D.,
1989).
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam
usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora
bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab
bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista
merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah
bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan (Dwidjoseputro, 2001)
Endospora hanya terdapat pada bakteri. Merupakan tubuh
berdinding tebal, sangat refraktif, dan sangat resisten, dihasilkan
oleh semua spesies Bacillus, Clostridium dan Sporosarcina. Bakteri
yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan
bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel vegetatif. Namun
pada beberapa tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis
protoplasma baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang
dimaksudkan untuk menjadi spora. (Pelczar,1986)
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang,
hal ini bergantung pada spesies. Endospora ada yang lebih kecil
dan ada pula yang lebih besar daripada diameter sel induk.
(Waluyo,lud. 2010).
Letak endospora di dalam sel serta ukurannya selama
pembentukannya tidaklah sama bagi semua spesies. Sebagai
contoh, beberapa spora adalah sentral yaitu dibentuk di tengah-
tengah sel, yang lain terminal yaitu dibentuk di ujung; dan yang lain
lagi subterminal yaitu di dekat ujung. (Pelczar,1986)
Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi, jika keadaan
medium memburuk, zat-zat yang timbul sebagai pertukaran zat
bertimbun-timbun dan faktor-faktor luar lainnya merugikan. Tetapi
pada beberapa spesies mampu membentuk spora meskipun tidak
terganggu oleh faktor luar. Sporulasi dapat dicegah, jika selalu
diadakan pemindahan piaraan ke medium yang baru. Beberapa
spesies bakteri dapat kehilangan kemampuannya untuk
membentuk spora. Spora dapat tumbuh lagi menjadi bakteri biasa
apabila keaadaan di luar menguntungkan. Mula-mula air meresap
ke dalam spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora
menjadi retak karenanya. Keretakan ini dapat terjadi pada salah
satu ujung, tetapi juga dapat terjadi pada tengah-tengah atau dekat
tengah-tengah spora. Hal ini merupakan ciri khas bagi beberapa
spesies Bacillus. Jika kulit spora pecah di tengah-tengah, maka
masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada kedua
ujung bakteri. (Dwidjoseputro, 2001).
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat
hidup bertahun - tahun bahkan berabad - abad jika berada dalam
kondisi lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan
mati pada suhu 60-70°C, namun spora tetap hidup, spora bakteri ini
dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih.
Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap
menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap
menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang
baru dan berkembang biak secara normal (Volk & Wheeler, 1988)

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Ose
2. Object glass
3. Pinset
4. Lampu spirtus
5. Oil immercy
6. Mikroskop
7. Bak pewarnaan
8. Pipet tetes
9. Gaget atau penjepit tabung
Bahan:
1. Suspensi bakteri
2. Carbol Fuchsin 1%
3. Metilen Biru 0,3%
4. H2SO4 1%
5. Aquadest/air kran

V. PROSEDUR KERJA
1. Menyiapkan objek glass steril dan bebas lemak
2. Melakukan fiksasi diatas nyala api
3. Diambil satu ose bakteri diletakan ditengah-tengah objek glass
kemudian dibuat sediaan, tunggu sampai sediaan kering.
4. Melakukan fiksasi pada sediaan diatas nyala api
5. Menggenangi dengan Carbol Fuchsin 1% sampai seluruh
sediaan tertutupi
6. Melakukan pemanasan diatas nyala api spirtus sampai keluar
uapnya. Jangan sampai berbuih, didiamkan selama 5 menit
7. Membuang zat warna kemudian dicuci dengan air mengalir.
8. Setelah itu, meneteskan asam sulfat 1% 1 – 2 detik. Lalu cuci
dengan air mengalir.
9. Kemudian, menggenangi dengan Methylene Blue 0,3% selama
2 menit.
10. Cuci dengan air mengalir sampai bersih, keringkan dengan suhu
ruang.
11. Setelah itu, mengamati dibawah mikroskop dengan perbesan
lensa objektif 100X dengan memberikan oil imersi.
VI. HASIL PENGAMATAN

Keterangan:
Ditemukan spora bakteri berwarna merah, dan badan bakteri berwarna
biru.

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pewarnaan bakteri berupa
pewarnaan spora. Spora pada bakteri berbeda dengan spora pada
jamur, pada bakteri sporanya tidak mempunyai fungsi sebagai alat
reproduksi tetapi sebagai perlindungan dari kondisi yang tidak
menguntungkan bagi bakteri tersebut. Endospora bakteri tahan
terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti suhu yang tinggi,
kekeringan, senyawa kimia beracun (desinfektan , antibiotik), dan
radiasi sinar UV. Biasanya bakteri yang membentuk endospora
merupakan fase tidur dari bakteri. Endospora ini mampu bertahan
sampai kondisi lingkungan kembali menguntungkan bagi bakteri.
Tetapi setelah keadaan lingkungan menguntungkan bagi bakteri
maka bungkus spora akan pecah dan tumbuh bakteri.
Pewarnaan spora merupakan pewarnaan yang tidak dapat di
warnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan tekhnik pewarnaan
khusus. Endospora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna
pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit
hilang. Pewarnaan yang dilakukan dalam praktikum ini dengan
menggunakan pewarnaan Klein. Pewarnaan Klein merupakan
pewarnaan spora yang paling banyak digunakan dengan
menggunakan pewarna malachite green sebagai pewarna utama
dan karbol fuchsin sebagai pewarna sekundernya
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati endospora
bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan spora
(pewarnaan Klein). Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi
kimia yang terjadi daam prosedur tersebut. Dimana zat pewarna
yang digunakan yaitu karbol fukhsin dan pewarna tandingannya
yaitu metilen blue. Penyiapan suspensi bakteri dibuat dengan
mencampurkan campuran biakan bakteri Bacillus subtilis dan NaCl
fisiologis dengan pewarna karbol fukhsin dalam tabung reaksi
dengan perbandingan 1:1. Perbandingan ini agar seluruh bakteri
dapat menyerap zat warna dengan baik. Setelah itu campuran
tersebut dipanaskan dengan suhu 80°C. Bakteri Bacillus subtilis
merupakan bakteri gram positif sehingga untuk mengidentifikasinya
diperlukan pewarnaan diferensial. Tetapi pewarnaan biasa saja
tidak cukup untuk mengidentifikasi B.subtilis yang memiliki
endospora sehingga diperlukan pemanasan. Pemanasan ini
ditujukan untuk meningkatkan daya penetrasi bakteri terhadap zat
warna dengan cara membuka pori-pori bakteri karena bakteri
berspora mempunyai dinding yang tebal dan relatif sukar ditembus
sehingga tidak mudah diwarnai dengan teknik pewarnaan pada
umumnya.
Teknik pewarnaan spora ini disebut juga sebagai pewarnaan
khusus. Selanjutnya dibuat olesan bakteri. Untuk membuat olesan
bakteri, disiapkan kaca obyek yang sebelumnya telah direndam
dengan larutan etanol agar bebas dari lemak. Kaca obyek
kemudian dikeringkan dan bagian bawahnya ditandai dengan
spidol untuk membuat daerah pengolesan. Selanjutnya, digunakan
ose untuk memindahkan bakteri dari tabung reaksi ke atas kaca
obyek. Sebelum ose dicelupkan pada suspense bakteri, terlebih
dahulu ose disterilkan dengan cara memanaskan kawat ose
dengan nyala api. Tujuannya adalah agar tidak ada bakteri
kontaminan yang berasal dari alat-alat yang digunakan. Metode
sterilisasi ini merupakan bagian dari teknik aseptis, yaitu proses
tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba
kontaminan. Teknik ini diterapkan untuk seluruh alat dan bahan
yang digunakan dalam pembuatan preparasi. Setelah ose
disterilkan, ose dibiarkan mendingin dengan bantuan udara. Tujuan
pendinginan ini adalah agar bakteri yang nanti diambil dengan ose
tidak mati karena suhu kawat yang terlalu panas.Setelah ose dan
kaca obyek siap digunakan, dibuat olesan suspensi bakteri dengan
mencelupkan ose pada sampel suspensi bakteri dan
mengoleskannya pada kaca obyek yang sebelumnya telah ditandai.
Proses pembuatan olesan selalu dilakukan di dekat api. Hal ini
bertujuan untuk mencegah adanya bakteri kontaminan selama
proses tersebut. Olesan dibuat tidak terlalu tebal agar bakteri tidak
menumpuk dan agar lebih mudah mengeringkannya. Setelah itu,
kaca obyek difiksasi dengan cara melewatkannya di atas nyala api
sekitar tiga kali. Kaca obyek hanya dilewatkan agar bakteri pada
olesan yang telah dibuat tidak mati karena suhu yang terlalu panas.
Tujuan dari fiksasi ini adalah pelekatan bakteri supaya pada saat
pembilasan, bakteri tersebut tidak ikut hilang terbawa air. Selain itu
fiksasi juga berfungsi untuk menonaktifkan enzim lytic sehingga
bakteri tidak mengalami lisis dan berubah bentuk pada saat
diamati. Fiksasi dilakukan setelah olesan pada kaca preparat sudah
kering. Jika olesan belum kering akan menyebabkan sel-sel
mikroorganisme yang bersangkutan menjadi tidak beraturan
bentuknya. Setelah preparat difiksasi, preparat tersebut digenangi
larutan H2SO4 1 % selama 2 detik. H2SO4 berperan untuk
mengecilkan kembali pori-pori bakteri agar saat pencucian pewarna
fukhsin tetap terjerap dan tidak luntur. Dalam penambahan H2SO4
ini tidak boleh terlalu lama atau terlalu banyak karena akan
mempengaruhi hasil pengamatan pada mikroskop.
Selanjutnya preparat digenangi pewarna metilen blue
selama 5 menit. Metilen blue berperan sebagai pewarna tandingan
yang akan mewarnai badan vegetative dari bakteri. Badan
vegetatif ini tidak dapat menahan pewarna utama karenaikatannya
tidak kuat sehingga ketika diwarnai dengan pewarna yang
berbedabadan vegetatif tersebut akan menyerap pewarna
tandingan. Setelah 5 menit, pewarna yang berlebih dibuang dan
dibilas dengan air suling secara perlahan kemudian dikeringkang
menggunakan kertas saring. Preparat yang sudah siap
kemudian diamati dibawah mikroskop dan dicari fokusnya
secara perlahan. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran
paling kecil yaitu 10X dan dicoba hingga perbesaran 100x. Dalam
percobaan ini, ditemukan spora bakteri yang berwarna merah dan
badan bakteri berwarna biru.

VIII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan di dapatkan hasil
bakteri bewarna biru, spora merah, letak spora terminal.
DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta

Pelezar,chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press: Jakarta

Waluyo,lud. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum. UMM.


Malang
Widjoseputro, D., 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan
Volk and Whleer, 1998. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Erlangga.

Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima. Jakarta :

Erlangga

Anda mungkin juga menyukai