JUDUL
: Pewarnaan Spora
Hari / Tanggal
Tujuan
Metode
: 1.) Klein
2.)Schaeffer dan Fulton
Dasar Teori
Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan teknik
pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling banyak digunakan.
Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan endspores, perlu dilakukan
pemanasan supaya cat malachite hijau bisa masuk ke dalam spora , seperti halnya pada
pewarnaan Basil Tahan Asam dimana cat carbol fuschsin harus dipanaskan untuk bisa
menembus lapisan lilin asam mycolic dari Mycobacterium .
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam tubuh
vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun
tepian sel. Pelczar (1986), menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara
metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang
sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif.
Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi.
Santoso (2010) menyebutkan bahwa ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora,
yaitu genus Bacillus dan genus Clostridium.Strukturspora yang terbentuk di dalamtubuh
vegetative bakteri disebut sebagai endospora (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang
terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel
yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa
lapisan tambahan.
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada
kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat
hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora
terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu
yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk
& Wheeler tersebut adalah dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas
pengamatan, sel vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative
ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi
spora di dalam tubuh sel vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus
untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan,
yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebu tsehingga memudahkan zat warna
tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri, tidak lepas dari
sifat kimiawi dinding spora itu sendiri.Semua spora bakteri mengandung asam dupikolinat.Yang
mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa
ini khas dimiliki oleh spora.Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah yang kemudian
dimanfaatkan untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau
malakit. Sedangkan menurut pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora bakteri juga
terdapat kompleks Ca2+dan asam dipikolinan peptidoglikan.
Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses ini mudah terjadi saat
kondisi medium biakan bakteri telah memburuk, hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa, sampel
yang diambil dalam praktikum ini berasal dari biakan bakteri yang dibuat beberapa minggu yang
lalu, sehingga di asumsikan, nutrisi di dalam medium telah hampir habis, sehingga diharapkan
bakteri melakukan proses sporulasi ini. Haapan ini terbukti benanr dengan kenyataan bahwa dari
kedua sampel yaitu koloni 1 dan koloni 2, keduanya sama-sama menghasilkan spora.
Namun menurut Dwijoseputro (1979) beberapa bakteri mampu membentuk spora meskipun
tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena
bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya memang
memiliki satu fase sporulasi. Masih menurut Dwijoseputro (1979) jka medium selalu diadakan
pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis
bakteri dapat kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena
struktur bakteri yang sangat sederhana dan sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga
perlakuan pada lingkungan yang terus menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi
dan kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora.
Proses pembentukan spora di dalam sel vegetatif bakteri, terjadi dalam beberapa tahapan, secara
singkat bagan proses pembentukan spora bakteri di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Terjadi kondensasi DNA pada bakteri yang akan membentuk spora
2. Terjadi pembalikan membran sitoplasma, sehingga, lapisan luar membran kini menjadi lapisan
dalam membran (calon) spora.
3. Pembentukan korteks primordial (calon korteks)
4. Pembentukan korteks
5. Spora terlepas dan menjadi spora yang bebas, pada tahap 5 ini,jika spora mendapatkan
lingkungan yang kondusif, maka ia bisa tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru. (sumber:
FMIPA UPI)
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-tahun bahkan berabadabad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati
pada suhu 60-70oC, namun spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air
mendidih bahkan selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora
akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan
tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal (Volk & Wheeler,
1988).
PENDAHULUAN
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap
pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba,
sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana
kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2001)
Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan basillah yang dapat
membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu berbuat demikian. Beberapa spesies
Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora.
Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro,
2001)
Endospora hanya terdapat pada bakteri. Merupakan tubuh berdinding tebal, sangat refraktif, dan
sangat resisten, dihasilkan oleh semua spesies Bacillus, Clostridium dan Sporosarcina. Bakteri
yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan bereproduksi selama banyak generasi
sebagai sel vegetatif. Namun pada beberapa tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis
protoplasma baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spora.
(Pelczar,1986)
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang, hal ini bergantung pada spesies.
Endospora ada yang lebih kecil dan ada pula yang lebih besar daripada diameter sel induk.
(Dwidjoseputro, 2001)
Letak endospora di dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya tidaklah sama bagi semua
spesies. Sebagai contoh, beberapa spora adalah sentral yaitu dibentuk di tengah-tengah sel, yang
lain terminal yaitu dibentuk di ujung; dan yang lain lagi subterminal yaitu di dekat ujung.
(Pelczar,1986)
Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi, jika keadaan medium memburuk, zat-zat yang timbul
sebagai pertukaran zat bertimbun-timbun dan faktor-faktor luar lainnya merugikan. Tetapi pada
beberapa spesies mampu membentuk spora meskipun tidak terganggu oleh faktor luar. Sporulasi
dapat dicegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium yang baru. Beberapa spesies
bakteri dapat kehilangan kemampuannya untuk membentuk spora. Spora dapat tumbuh lagi
menjadi bakteri biasa apabila keaadaan di luar menguntungkan. Mula-mula air meresap ke dalam
spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora menjadi retak karenanya. Keretakan ini
dapat terjadi pada salah satu ujung, tetapi juga dapat terjadi pada tengah-tengah atau dekat
tengah-tengah spora. Hal ini merupakan ciri khas bagi beberapa spesies Bacillus. Jika kulit spora
pecah di tengah-tengah, maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada kedua
Core: sitoplasma dari spora yang didalamnya terkandung semua unsure untuk kehidupan bakteri
seperti kromosom yang komplit, komponen- komponen untuk sintesis protein dan sebagainya.
Cortex: lapisan yang paling tebal dari spora envelope, terdiri dari lapisan peptidoglikan tapi
dalam bentuk yang istimewa.
Dinding spora: lapisan paling dalam dari spora, terdiri dari peptidoglikan dan akan menjadi
dinding sel bila spora kembali dalam bentuk vegetative.
Eksosporium: lipoprotein membrane yang terdapat dari luar.
Coat: terdiri dari zat semacam keratin, dan keratin inilah yang menyebabkan spora relatif tahan
terhadap pengaruh luar.
Pada hasil pengamatan praktikum Pewarnaan Spora kali ini, digunakan suspensi dari
bakteri Salmonella typhii dan Bacillus subtilis. Suspensi bakteri ini telah disiapkan sebelumnya.
Pada saat pembuatan preparat sama halnya dengan pewarnaan Gram waktu yang ditentukan
untuk penetesan zat warna dan H2SO4 sebaiknya tidak lebih ataupun kurang dari waktu yang
telah ditentukan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil preparat saat dilihat dbawah
mikroskop.
Perbedaan Pewarnaan tahan asam dan Pewarnaan spora ialah pada pewarnaan tahan asam
bertujuan untuk melunturkan pewarnaan bakteri yang tahan asam. Sedangkan pewarnaan spora
bertjuan untuk mewarnai spora pada bakteri yang dapat membentuk spora.
Berdasarkan pengamatan, yang terlihat ialah bakteri Bacillus subtilisdengan spora
yang terminal, yaitu letak spora ada diujung sel. Sebenarnya jenis letak spora ada 3 buah: sentral,
yaitu letak spora berada di tengah-tengah sel; terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; sub
terminal, yaitu letak spora diantara ujung dan di tengah-tengah sel. Akan tetapi pada pengamatan
ini hanya ada spora terminalis.Warna sporanya merah sedangkan dan warna badan vegetatif
adalah ungu. Pada hasil pengamatan juga tidak terlihat adanya spora pada bakteri Salmonella
typhii , hal itu dikarenakan bakteri Salmonella typhii tidak memiliki spora dan bakteri ini
tergolong bakteri non-spora atau bakteri yang tidak dapat menghasilkan spora. Lain halnya
dengan bakteri Bacillus subtilis yang merupakan dari famili Bacillaceae. Bakteri yang dapat
menghasilkan spora diantaranya ialah bakteri berasal dari famili Bacillaceae, genus Bacillus,
Clostridium, dan Sporosarcina.
Klasifikasi bakteri Bacillus subtilis adalah:
Kingdom: Eubacteria
Phylum: Firmicutes
Class: Bacilli
Order: Bacillales
Family: Bacillaceae
Genus: Bacillus
Species: Bacillus subtilis
(Ehrenberg, 1835)
Cohn, 1872
Sedangkan klasifikasi bakteri Salmonella typhii adalah:
Kingdom: Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Class: Gamma Proteobacteria
Order: Enterobacteriales
Family: Enterobacteriaceae
Genus: Salmonella
Species: Salmonella typhii
Alat & Bahan
suspensi kuman
Object Glass
Ose
Pinset
lampu spirtus
oil immercy
mikroskop
suspensi kuman
ose
Object glass
pinset
lampu spirtus
oil immercy
mikroskop
Larutan Malachiet hijau 5% dalam aquadest. (sesudah dibuat biarkan dahulu jam, kemudian
disaring, baru dapat dipakai).
Larutan Safranin 0,5% dalam aquadest.
CARA KERJA
1.) metode Klein
KESIMPULAN
http://citraredprincess.blogspot.com/2013/03/pewarnaan-spora.html