Anda di halaman 1dari 5

Pembahasan pewarnaan spora

Spora bakteri umumnya disebut endospora, karena spora dibentuk di dalam sel. Ada
dua tipe sel spora yang terbentuk, yang pertama terbentuk di dalam sel disebut dengan
endospora dan spora yang terbentuk di luar sel disebut eksospora. Spora bakteri tidak
berfungsi untuk perkembangbiakan. Bentuk spora bermacam-macam, bulat atau bulat
memanjang, bergantung pada spesiesnya. Ukuran endospora lebih kecil atau lebih besar
daripada diameter sel induknya. Kebanyakan bakteri pembentuk spora adalah penghuni
tanah, tetapi spora bakteri dapat tersebar dimana saja (Waluyo, 2007).
Menurut Fachmiasari dan Sembiring (2004) selain media, kondisi fisik untuk
pertumbuhan seperti temperatur, pH, dan ketersediaan oksigen memegang peranan penting
dalam pertumbuhan dan sporulasi. Sebagai contoh, temperatur pertumbuhan Bacillus
thuringiensis berkisar antara 15° C-45° C dengan temperatur optimum antara 26° C-30° C,
tidak terlalu sensitif terhadap pH dan dapat tumbuh pada pH 5,5-8,5 dengan pH optimum 6,5-
7,5. Ketersediaan oksigen yang cukup selama proses pertumbuhan memegang peranan
penting dalam pertumbuhan bakteri dan dalam produksi spora hidup.
Pemanasan akan mengembangkan lapisan luar spora sehingga zat warna utama dapat
masuk ke dalam spora sehingga berwarna hijau. Melalui pendinginan warna utama akan
terperangkap di dalam spora,dengan pencucian zat warna utama yang ada pada sel vegetatif
akan terlepas sehingga pada saat pewarnaan kedua (safranin), sel vegetatif akan berwarna
merah (Pelczar,1986). Spora bakteri dapat berbentuk bulat, lonjong atau silindris.
Berdasarkan letaknya spora di dalam sel bakteri, dikenal letak sentral,subterminal dan
terminal. Ada spora yang garis tengahnya lebih besar dari garis tengah sel bakteri, sehingga
menyebabkan pembengkakan sel bakteri (Dwijoseputro, 1979).

Gambar 1.1. Letak endospora pada bakteri (Manisha, 2017)

Praktikum pewarnaan spora menunjukkan 2 hasil yang berbeda. Pada koloni bakteri
1, yaitu bakteri Streptococcus tidak terdapat spora. Pada koloni bakteri 2, yaitu bakteri
Staphylococcus terdapat spora berbentuk coccus dan terletak sentralis (ditengah sel). Sel
spora berwarna hijau dan sel vegetatif berwarna merah.
Spora bakteri (mis., Endospora) secara independen ditemukan oleh Cohn (Cohn
1876), Koch (Koch 1876), dan Tyndall (Tyndall 1877), dan diidentifikasi sebagai struktur
dorman dari beberapa bakteri di filum Firmicutes (Onyenwoke et al. 2004). Dalam persiapan
untuk saat-saat tekanan lingkungan atau kekurangan nutrisi, sel-sel vegetatif bakteri memulai
proses sporulasi untuk menghasilkan endospora. Bakteri tidak aktif dan menunjukkan tingkat
metabolisme endogen yang hampir tidak terdeteksi (Desser dan Broda 1965). Pada beberapa
penelitian, terbukti tidak ada metabolisme yang terdeteksi dari endospora. Ketika kondisi
menjadi lebih menguntungkan, populasi endospora yang masih hidup dapat berkecambah
untuk menghasilkan sel-sel vegetatif (Setlow 2003). Resistensi luar biasa endospora terhadap
lingkungan ekstrem disebabkan oleh lapisan pelindung yang mengelilingi inti spora, dan
perlindungan DNA oleh penurunan kadar air di inti spora, sintesis protein khusus pengikat
DNA, dan proses perbaikan DNA yang diaktifkan selama perkecambahan. Spora pertama
kali diselimuti oleh lapisan peptidoglikan yang membentuk korteks yang diperlukan untuk
menahan panas (Henriques et al. 2004), dan kemudian beberapa lapisan protein melapisi dan
melindungi korteks dari kimia dan lisis enzimatik.

Bakteri pembentuk spora berbentuk batang adalah yang pertama diklasifikasikan


menjadi Bacillus aerob dan Clostridum anaerobik. Prokariota penghasil endospora lainnya
yaitu Desulfotomaculum, Sporolactobacillus, dan Sporosarcina (Fritze, 2004). Secara umum,
bakteri pembentuk endospora paling sering ditemukan di tanah. Namun, endospora itu sendiri
ada hampir di mana-mana — di permukaan dan bawah permukaan yang dalam, atau di lautan
(Nicholson, 2004), dan di atmosfer, di mana endospora diangkut dengan partikel debu untuk
mengisi seluruh lima benua. Sementara struktur dan komposisi endospora di berbagai
kelompok filogenetik sangat mirip, jelas dari percobaan hibridisasi DNA, morfologi, dan
karakteristik bakteri bahwa spora yang sama dibentuk oleh kelas organisme yang sangat
berbeda, menunjukkan kemungkinan berbeda dari evolusi konvergen (Keynan dan Sandler
1983) atau transfer gen horizontal. Sebagai contoh, telah banyak dicatat dalam literatur
bahwa spora formers hanya ditemukan dalam filum Firmicutes (Onyenwoke et al. 2004).
Namun, ketika spora yang sebelumnya dari Filum Proteobacteria (Serratia marcescens
subspesies sakuensis) diisolasi dan dideskripsikan, gen pembentuk spora diperoleh dengan
transfer gen horizontal karena diisolasi dari pabrik pengolahan air limbah dengan konsentrasi
Bacillus yang tinggi.

Endospora juga menunjukkan umur panjang yang luar biasa, dengan laporan mulai
dari ribuan (Sneath 1962) hingga setengah miliar tahun (Dombrowski 1963). Jika umur
endospora benar-benar sepanjang ratusan juta tahun, hal ini merupakan contoh kehidupan
yang dapat disimpan dalam skala waktu geologis. Namun hal ini tetap menjadi masalah
perdebatan dan ketidakpastian yang signifikan, sebagian besar karena kontaminasi oleh
mikroba modern tidak dapat dikesampingkan. Batas bawah umur panjang endospora adalah
dalam ribuan tahun berdasarkan banyak organisme pembentuk endapan yang diisolasi dari
sampel kuno (Gould 2005).
Gambar 1.2. Struktur endospora bakteri (Ponce et al., 2008)

Endospora juga sangat tahan terhadap proses sterilisasi kimia, fisik, dan radiasi
(Nicholson et al. 2004). Faktanya, spora Bacillus subtilis telah bertahan selama enam tahun
dalam ruang sementara terpapar pada kondisi vakum tinggi, suhu ekstrem, dan radiasi
matahari dan galaktasi yang intens yang telah memberikan dukungan pada hipotesis bahwa
endospora paling mungkin bertahan dari perjalanan lithopanspermic antarplanet (Nicholson
et al. 2004).

Gambar 1.3. Diagram resistensi bakteri (Ponce et al., 2008)


Menurut Dwijoseputro (1978) beberapa bakteri mampu membentuk spora meskipun
tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan
karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya
memang memiliki satu fase sporulasi. Jika medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi
lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan
kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang
sangat sederhana dan sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada
lingkungan yang terus menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan
kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora.

Daftar pustaka :
Waluyo, L,. 2007. Mikrobiologi Umum. UPT Penerbita UMM. Malang.
Fachmiasari A & Sembiring T. 2004. Kombinasi Ekstrak Kedelai dengan Tepung Jagung dan
Tapioka Sebagai media Produksi Kristal Spora Bacillus Thuringiensis. Jurnal Tekonologi
Indonesia LIPI Press 27:33-49.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan, 1986, Penterjemah , Ratna Siri Hadioetomo dkk. Dasar-Dasar
Mikrobiologi 1, Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Dwijoseputro. 1978. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni Bandung. LIU. B. 1964.
Mushroom and Their Cultivation (In Chinese). Science Publisher. Peking
Koch R (1876) Untersuchungen uber Bakterien V. Die Atiologie der Milzbrandkrankheit,
begrundet auf die Entwick-lungsgeschichte des Bacillus anthracis. Beitr. Biol. Pflanz. 2:277–
310
Tyndall J (1877) Further researches on the department and vital persitence of putrefactive and
infective organisms from a physical point of view. Phil. Trans. Roual Soc. 167:149–206
Cohn F (1876) Untersuchungen uber Bacterien. IV. Beitrage zur Biologie der Bacillen. Beitr.
Biol. Pflanz. 2:249–276

Desser H and Broda E (1965) Radiochemical Determination of the Endogenous and


Exogenous Respiration of BacterialSpores. Nature 206(4990):1270–1271

Onyenwoke RU, Brill JA, Farahi K et al. (2004) Sporulation genes in members of the low
G+C Gram-type-positivephylogenetic branch (Firmicutes). Archives Of Microbiology 182(2-
3):182–192
Setlow P (2003) Spore germination. Current Opinion in Microbiology 6(6):550–556
Henriques AO and Moran CP (2000) Structure and assembly of the bacterial endospore coat.
Methods: A Companionto Methods in Enzymology 20:95–110

Fritze D (2004) Taxonomy and Systematics of the Aerobic Endospore Forming Bacteria:
Bacillus and Related Genera.In Ricca E, Henriques AO, Cutting SM (eds) Bacterial Spore
Formers - Probiotics and Emerging Applications. Horizon Bioscience: Norfolk: Horizon
Bioscience, pp. 17–34
Nicholson WL (2004) Ubiquity, Longevity, and Ecological Roles of Bacillus Spores. In
Ricca E, Henriques AO,Cutting SM (eds) Bacterial Spore Formers - Probiotics and Emerging
Applications. Horizon Bioscience, Norfolk, pp 1–16
Sneath PHA (1962) Longevity of micro-organisms. Nature 195(4842):643
Dombrowski H (1963) Bacteria from Paleozoic Salt Deposits. Annals of the New York
Academy of Sciences 108(2):453–460
Gould GW (2005) History of science - spores: Lewis B Perry Memorial Lecture 2005.
Journal of Applied Microbiology 101(3):507–513

Ponce, A., Connon, S.A., and Yung, P.T. 2008. Detection and Viability Assessment of
Endospore-Forming Pathogens, (o n l i n e), (w w w . r e s e a r c h g a t e . n e t), diakses 25
Februari 2019
Manisha. 2017. Sporulation of Bacteria, (o n l i n e), (www.biologydiscussion.com), diakses
25 Februari 2019

Anda mungkin juga menyukai