Anda di halaman 1dari 106

ETIKA BISNIS ISLAM TERKAIT JUAL BELI

PENGEMBALIAN SISA HARGA


DALAM BENTUK BARANG
(Studi Kasus Pasar Laccibunge Kec.Libureng Bone)

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
Guna memperoleh gelar serjana ekonomi syariah (S.E)

Oleh:
FITRASARI
NIM.150103040

Pembimbing :
1. Firdaus,M.Ag
2. Ansar S.Pd.I.,M.E.Sy

PRODRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (EKOS)


FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
MUHAMMADIYAH SINJAI
TAHUN 2019

i
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini.


Nama : Fitrasari
Nim : 150103040
Program Studi : Ekonomi Syariah (Ekos)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1. Skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri, bukan plagiasi atau duplikasi dari
tulisan/karya orang lain yang saya akui sebagai hasil
atau tulisan atau pemikiran saya sendiri
2. Seluruh bagian dari hasil skripsi ini adalah karya
saya sendiri selain kutipan yang ditunjukkan
sumbernya. Segala kekeliruan yang ada didalamnya
adalah tanggung jawab saya
Demikian pernyataan ini dibuat sebagaimana mestinya. Bila
mana dikemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Sinjai , 2019
Yang Membuat Pernyataan

FITRASARI
NIM : 150103040

ii
iii
ABSTRAK

FITRASARI : Etika bisnis Islam Terkait Jual-Beli Dalam


Penegembalian Sisa Harga Dalam Bentuk Barang di Pasar
Laccibunge Kec. Libureng Bone Skripsi, Sinjai : Program
Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi Dan Hukum
Islam, Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai
2019
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana etika bisnis islam terkait jual-beli dalam
pengembalian sisa harga dalam bentuk barang,
sertamengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi
penyebab terjadinya pengembalian sisa harga dalam bentuk
barang
Jenis penelitian ini adalah penelitian fenomenologi,
pendekatan kualitatif. Sumber data yaitu data primer dan
data sekunder. Untuk memperoleh data penulis melakukan
wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun metode
pengumpulan data yang dilakukan adalah library research,
field research yang meliputi wawancara, observasi dan
dokumentasi. Teknik pengolahan dan analisis data
dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu: reduksi data,

iv
penyajian data dan verifikasi data dan uji keabsahan data
yang digunakan yaitu uji kredibilitas dan uji transferability.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
berdasarkan etika bisnis Islam boleh saja dilakukan asal
tidak ada pihak yang merasa terdzolimi atau dirugikan
dalam transaksi jual beli tersebut, karena sebelum praktik
tersebut dilakukan pihak penjual terlebih dahulu
menanyakan kepada pihak pembeli dimana faktor-faktor
yang melatar belakangi terjadinya transaksi jual beli dalam
pengembalian sisa harga dalam bentuk barang yaitu :
Ketersediaan uang receh pada penjual, Keinginan pembeli
sendiri yang ingin diberi barang sebagai kembalian dari sisa
harga pada barang yang telah dibeli, Agar lebih menghemat
waktu transaksi, yaitu apabila sedang tidak uang receh
lantas terlebih dahulu penjual ingin menukarkan di tempat
lain maka itu akan menyita lumayan waktu.

v
ABSTRACT

FITRASARI : Islamic business ethics related to buying and


selling in restoring prices in the form of goods in
Laccibunge Market Thesis Guidance, Sinjai: Syariah
Economic Studies Program, Faculty of Economics and
Islamic Law, Institute of Islamic Studies
Muhammadiyah Sinjai 2019
This study aims to determine how Islamic business
ethics are related to buying and selling by restoring the
balance of goods in the form of goods, as well as
identifying factors that influence the return on price of
goods in the form of goods.
This type of research is phenomenological research,
qualitative approach. Data sources are primary and
secondary data. To obtain author data for interviews,
observations and documentation. The data collection
methods used are library research, field research which
includes interviews, observations and documentation. The
data processing and analysis techniques are carried out in
three stages, namely: data reduction, data presentation and
data validation and data validation test used, namely
credibility test and transferability test.

vi
The results of this study show that according to
Islamic business ethics, it can be done as long as neither
party feels guilty or disadvantaged in the sale transaction,
because prior to the practice, the seller first asks the buyer
where the factors underlying the sale transaction occur as
repayment of residual price in the form of goods, that is:
Availability of change to seller, buyer's own desire to
provide goods in return of price of remaining goods
purchased, To save time in transaction, that is, if there is no
change, then seller wants to switch somewhere else will
take a long time.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi


allah S.W.T yang telah memberikan rahmat , hidayah,
petunjuk kekuatan dan kesabaran sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Etika Bisnis Islam
Terkait Jual Beli Dalam Pengembalian Sisa Harga Dalam
Bentuk Barang ( Studi Kasus Pasar Laccibunge
Kec.Libureng Bone )”. Shalawat dan salam penulis
haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad S.A.W
yang telah membawa manusia dari masa jahilia kemasa
modern yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak
mendapatkan bantuan, baik berupa bimbingan, dorongan
moral maupun bantuan materi dari berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih yang tidak ternilai kepada :
1. Orang tuaku yang tercinta ayahanda dan ibunda serta ,
yang telah membesarkan, mendidik penulis dengan
penuh kesabaran dan pengorbanan yang begitu besar dan
mulia, mendoakan penulis untuk terus belajar dan
belajar;
viii
2. Dr.Firdaus, M.Ag selaku Rektor Institut Agama Islam
(IAI) Muhammadiyah Sinjai;
3. Dr. Amir Hamzah, M, Ag. dan Dr. Ismail, M.Pd selaku
wakil Rektor I dan wakil Rektor II Institut Agama Islam
(IAI) Muhammadiyah Sinjai;
4. Dr.Muh.Anis, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Hukum Islam;
5. Muhammad Ikbal, S.Pd.,M.Pd selaku ketua Prodi
Ekonomi Syariah;
6. Dr.Firdaus, M.A selaku pembimbing I dan Ansar
S.Pd.I.,M.E.Sy selaku pembimbing II;
7. Seluruh Dosen yang telah membimbing dan mengajar
selama studi di Institute Agama Islam Muhammadiyah
Sinjai;
8. Seluruh pegawai dan jajaran Institut Agama Islam
muhammadiyah Sinjai yang telah membantu kelancaran
Akademik;
9. Kepala dan staff perpustakaan Institut Agama Islam
Muhammadiyah Sinjai;
10. Sahabat-sahabatku dan teman seangkatan lainnya, terima
kasih atas dukunganya terhadap penulis dalam
menyelesaikan studi. Serta semua pihak yang telah
banyak membantu yang tidak tersebut namanya satu-
persatu.
ix
Akhirnya penulis berharap dan memohon semoga
bantuan semua pihak mendapat Ridho skripsi ini dapat
memberikan manfaat untuk menambah wawasan keilmuan
kita semua dan mendapat ridho dari Allah SWT. Aamiin

Sinjai, 18, ,2019

Fitrasari
NIM. 150103040

x
DAFTAR ISI

SAMPUL HALAMAN .................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL .................. iii
ABSTRAK ..................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................ viii
DAFTAR ISI .................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................1
A.Latar Belakang Masalah ...................................1
B.Batasan Masalah ...............................................7
C.Rumusan Masalah ............................................7
D.Tujuan Masalah ................................................8
E.Manfaat Penelitian ............................................8
BAB II KAJIAN TEORI..................................................9
A.KAJIAN TEORI...............................................9
B.Hasil Penelitian Yang Relevan .......................48
BAB III METODE PENELITIAN ................................51
A.Jenis Dan Pendekatan Penelitian ....................51
B.Devinisi Operasional ......................................52
C.Subjek Dan Objek Penelitian .........................52
D.Teknik Pengumpulan Data .............................53

xi
E.Instrumen penelitian .......................................55
F.Keabsahan Data ..............................................56
G.Teknik Analisis Data ......................................59
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..............61
B.Jual Beli Dalam Pengembalian Sisa Harga
Dalam Bentuk Barang Di Pasar
Lancibungge ...................................................64
C.Faktor Yang Melatar Belakangi Terjadinya
Pengembalian Sisa Harga Dalam Bentuk
Barang ............................................................70
BAB V PENUTUP.........................................................82
A.Kesimpulan .....................................................82
B.Saran ...............................................................84
DAFTAR PUSTAKA ....................................................85

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bisnis berlangsung karena adanya kebergantun
gan antara individu, adanya peluang internasional,
usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan
standar hidup, dan lain sebagainya (Nurasia, 2019).
Bisnisdilakukandengan tujuan untuk mendapatkan keun
tungan (profit), mempertahankan kelangsungan
hidup perusahaan, pertumbuhan social dan tanggung
jawab sosial. Dari sekian banyak tujuan yang ada
dalam bisnis, profit memegang peranan yang sangat
berarti dan banyak di jadikan alasan tunggal di dalam
memulai bisnis (Fauzia, 2017). serangkaian usaha yang
dilakukan satu orang atau kelompok dengan
menawarkan barang dan jasa (Adhaniar, 2019).
Semakin banyak ragam kebutuhan manusia, maka akan
sebanyak itu pula jenis usaha bisnis , hal ini disebabkan
pada hakikatnya bisnis adalah usaha memenuhi
kebutuhan manusia, organisasi, atau masyarakat luas
dalam berbagai variansinya, yang dalam kenyataannya
kemudian di permudah oleh medium penukaran

1
2

(Marhari, 2012). Apabila seseorang ingin memulai


bisnis, terlebih dahulu ia harus mengetahui dengan baik
hukum agama yang mengatur perdagangan agar ia tidak
melakukan aktivitas yang haram dan merugikan
masyarakat (Kadir, 2010).
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang
mengatur segala sesuatu bentuk kegitan umat tak
terkeculi dalam kegiatan muamalah, dimana untuk
mencapai kemaslahatan bersama tentu Islam juga
mengatur bagaimana etika bisnis yang baik dan benar.
Islam memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya
untuk melaksanakan semua tingkah laku baik hubungan
dengan Allah maupun dengan sesama manusia
(Rahman, 2019).
Etika bisnis itu sendiri merupakan seperangkat
nilai tentang baik, buruk, benar dan salah dalam dunia
bisnis berdasarkan pada prinsip-prisip moralitas. Dalam
arti lain etika bisnis berarti seperangkat prinsip norma
dimana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam
bentuk bertransaksi, berprilaku, dan berelasi guna
mencapai ‘daratan’ atau tujuan tujuan bisnisnya dengan
selamat (Faisal Badroen et.al., 2006). Islam adalah
agama penuh etika.Pada setiap aspek kehidupan baik
muamalah dan budidaya syarat dengan muatan nilai
3

moral (etika). Etika memiliki sinonim dengan akhlak


atau adab (Asnawi & Fanani, 2017).
Seiring berkembangnya zaman dan banyaknya
perubahan sosial, cara pandang dan perilaku pelaku
bisnis khususnya penjual yang mengakibatkan adanya
persoalan baru dalam transaksi jual beli yaitu adanya
perilaku penjual melakukan praktik pengembalian sisa
harga dalam bentuk barang, hal ini dapat di temui
diberbagai transaksi kegiatan jual belimasyarakat
dimana penjual memberikan kembalian sisaharga
dengan suatu barang. Kegiatan jual beli ini tidak
terlepas dari pasar, dimana pasar adalah wadah
berkumpulnya penjual dan pembeli dalam melakuakan
kegiatan pemenuhan kebutuhan. Praktik pengembalian
sisa harga menggunakan barang sering terjadi di dalam
suatu pasar.
Untuk kasus pengembalian sisa harga dalam
bentuk barang, penulis melakukan interaksi kepada
penjual dan pembeli yang ada di pasar laccibunge. Tina
sebagai salah satu penjual mengemukakan bahwa alas
an dirinya memberikan kembalian sisa harga
menggunakan barang yang biasanya barang itu
berbentuk permen dikarenakan bahwa sulitnya pecahan
uang kecil sehingga permen menjadi alternative untuk
4

mengembalikan sisa harga kepada pembeli (Tina,


personal communication, December 24, 2018).
Hasnawati sebagai salah satu pembeli berpendapat
bahwa dirinya sering mendapat kembalian sisa harga
dalam bentuk barang baik itu berupa permen, sampo,
atau barang lainnya dan menurut hasna hal ini sudah
biasa terjadi dalam hal transaksi jual beli jika sisa harga
kembalian bernominal kecil (Hasnawati, personal
communication, December 24, 2018). Timang sebagai
salah satu pembeli berpendapat pengembalian sisa
harga dalam bentuk barang juga sering di dapat olehnya
namun dia berpendapat bahwa hal ini tidak efektif
karena kembalian yang nominal kecil itu bisa
bermanfaat jika dikembalikan dalam bentuk uang saja
karena bias diapakai untuk keperluan lain misalnya
memberikan uang kembalian tersebut kepada cucunya
untuk jajan (Timang, personal communication,
December 24, 2018).
Dari pernyataan penjual dan pembeli di pasar
laccibunge, pengembalian sisa harga dalam bentuk
barang terjadi dikarenakan sulitnya uang pecahan kecil,
dan sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian pelaku
transaksi jual beli apabila sisa harga bernominal kecil
5

dan tidak semua hal tersebut bias diterima oleh


pembeli.
Pengembalian sisa harga dalam bentuk barang
dapat menimbulkan kerugian jika pembeli merasa tidak
ridha dan hal ini bias menimbulkan penyimpangan dari
etika bisnis Islam itu sendiri karena muncul ketida
kridhaan dari salah satu pihak.
Jual beli dalam Islam tidak dianggap sah
hukumnya, jika salah satu pihak dalam transaksi jual-
beli merasa tidak ridha atau salah satu merasa dirugikan
hal ini berdasarkan Firman Allah SWT dalam surah
An-Nisa/4: 29 sebagai berikut :
ِ َْ‫َي أايُّها الَّ ِذين آمنُوا اَل اَتْ ُكلُوا أاموالا ُكم ب ي نا ُكم ِ ل‬
ْ‫اِ ِِ ََِّل أا ْْ َا ُكو ا‬‫ْ ا ْ اْ ْ ا‬ ‫ا ا‬ ‫ا ا‬
‫يما‬ ِ ِ َّ َّْ ِ ‫اض ِمْن ُك ْم اواَل َا ْقتُ لُوا أانْ ُف اس ُك ْم‬
ٍ ‫ِِتا اارًة اع ْن َا ار‬
ً ‫اَّللا اكا اْ ب ُك ْم ارح‬

Terjemahanya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesame dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesunggunya allah adalah maha
penyayang kepadamu (Departemen agama RI, 2009).
6

Dari surah tersebut dapat ditarik kesimpulan


bahwa yang menjadikan sah atau tidak adalah
terdapatnya unsure suka sama suka di dalamnya, jadi
jika dalam suatu transaksi ada unsure tidak suka sama
suka atau tidak ridha maka itu tidak sah dan sama hal
nya memakan harta sesame dengan jalan yang batil.
Pengembalian menggunakan barang
menimbulkan penyimpangan dari hukum Islam yang
telah di tetapkan, karena hal ini bias merugikan
seorang pembeli jika tidak ikhlas, dan menyebabkan
penyimpangan etika bisnis Islam,
Dan hal ini memunculkan permasalahan
tersendiri dari praktek jual beli. Untuk memahami
lebih mendalam mengenai etika bisnis Islam dalam
transaksi jual beli tentang praktik pengembalian sisa
harga dengan barang maka perlu dikemukakan hukum-
hukum yang berlaku dalam etika bisnis Islam itu
sendiri.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dari itu
penyusun tertarik melakukan penelitian dengan
pembahasan yang berjudul “ Etika Bisnis Islam Terkait
Pengembalian Sisa Harga Dalam Bentuk Barang (Studi
Kasus Pasar Laccibungnge Kec.Libureng Bone) ”
penyusun merasa bahwa persoalan ini perlu dikaji
7

secara mendalam, agar pada kehidupan sehari-hari


dapat di praktikan dengan berpegang pada aturan aturan
hukum dan etika Islam.

B. Batasan Masalah
Berdasarkan kalimat judul dan uraian latar
belakang maka pada penelitian ini dapat di batasi
rumusan masalah tentang bagaimana praktik
pengembalian sisa harga dengan barang, berdasarkan
etika bisnis dalam Islam.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan maka rumusan masalah yang dapat diangkat
adalah
1. Bagaimana etika bisnis islam mengenei jual beli
dalam pengembalian sisa harga dalam bentuk barang
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab
terjadinya pengembalian sisa harga dalam bentuk
barang di Pasar Laccibungge Desa Wanua Waru
Kec.Libureng, Bone ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian adalah sebagai
berikut :
8

1. Untuk mendeskripsikan etika bisnis islam mengenei


jual beli dalam pengembalian sisa harga dalam
bentuk barang.
2. Untuk mendeskripsikan Faktor-faktor apa saja yang
menjadi penyebab terjadinya pengembalian sisa
harga dalam bentuk barang di Pasar Laccibungge
Desa Wanua Waru Kec.Libureng, Bone.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritas
Penelitian diharapkan dapat memberi, menambah
serta mengembangkan khasanah pengetahuan
dibidang Ekonomi Syariah khususnya tentang Etika
Bisnis Islam Terkait Pengembalian Sisa Harga
Dalam Bentuk Barang di Pasar Laccibunge Desa
Wanua Waru Kec.Libureng Bone
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi bagi mayarakat tentang
Etika Bisnis Islam mengenai transaksi jual-beli
yang sesuai dengan ketentuan Islam.
b. Menjadi masukan bagi masyarakat dalam
memperluas pengetahuan mengenai Etika Bisnis
Islam dalam transaksi jual beli.
BAB II
KAJIAN TEORITAS

A. Etika Bisnis Islam Terkait Jual Beli Dalam


Pengembalian Sisa Harga Dalam Bentuk Barang
1 . Pengertian Etika
Menelusuri asal usul etika tak terlepas dari
asli kata ethos dalam bahasa yunani yang berarti
kebiasaan (custom) atau karakter (character)
(Haedar, 2019). Etika ialah teori tentang perilaku
perbuatan manusia, dipandang dari nilai baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Etika
adalah sebuah peraturan sosial yang tidak
tertulis,namun secara tidak langsung disepakati dan
dilaksnakan oleh seluruh masyarakat dalam konteks
sosial (Marhari, 2012).
Untuk menilai apakah sesuatu perbuatan itu
baik atau buruk, juga harus diperhatikan kriteria
(bagaimana cara melakukan perbuatan itu).
Penggunaan kriteria (cara melakukan perbuatan) itu
dapat dirujuk kepada ketentuan Al-Qur’an (Lubis,
2009).

9
10

Sebagaimana firman Allah SWT dalam


Surat Al-Baqarah /2 : 263, sebagai berikut :

َّ ‫ص ادقاٍة ياْت َا عُ اها أا ًذى ۗ او‬ ِ ِ ٌ ‫قاوٌل معر‬


ُ‫اَّلل‬ ‫وف اوام ْغفارةٌ اخْي ٌر م ْن ا‬ ُْ ‫ْ ا‬
‫ِن احلِ ٌيم‬
ٌّ ِ ‫اغ‬
Terjemahanya :

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik


dari sedekah yang diiringi sesuatu yang menyakitkan
(perasaan si penerima), Allah maha kaya lagi maha
penyantun” (Departemen agama RI, 2009).

untuk mengukur apakah sesuatu itu


dikategorikan kepada perbuatan baik atau perbuatan
buruk disasarkan kepada:
1. Niat, yaitu sesuatu yang melatar belakangi
(mendorong) lahirnya sesuatu perbuatan yang
sering juga diistilahkan dengan kehendak.
2. Dalam hal merealisasikan kehendak tersebut harus
dilaksanakan dengan cara yang baik (Lubis, 2009)
Sebagai variabel yang penting dalam
memberi warna berbagai aspek dalam kehidupan
manusia secara umum dan kehidupan organisasi
atau lembaga secara khusus, sudah tentu terdapat
beberapa prinsip dalam etika, antara lain
11

1. Mengandung aturan terhadap perilaku.


2. Mengandung dialektika antara kebebasan dan
tanggung jawab.
3. Mengandung dialektika antara tujuan dan cara
mencapai tujuan.
4. Mengandung penilaian atas perilaku benar dan
tidak benar, baik dan tidakbaik, pantas dan tidak
pantas, berguna dan tidak berguna, harus
dilakukandan tidak harus dilakukan.
5. Mengandung kewajiban terhadap individu, sosial,
dan Allah SWT.
2 . Pengertian Bisnis
Secara etimologi bisnis berarti keadaan
seseorang atau sekelompok orang sibuk dalam
melakukan pekerjaan yang menghasilkan
keuntungan, Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga
penggunaan bergantung cakupanya, Penggunaan
kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu
kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomi yang
bertujuan mencari laba atau keuntungan. Bisnis
dalam arti luas adalah istilah umum yang
menggambarkan semua aktivitas dan institusi yang
memproduksi barang dan jasa dalam kehidupan
sehari-hari (Marhari, 2012).
12

Bisnis dalam Al- Quran dijelaskan melalui


tijarah, yang mencangkup dua makna, yaitu :
pertama, perniagaan secara umum yang mencangkup
yang mencangkup perniagaan antara manusia
dengan Allah, ketika seseorang memilih petunjuk
dari Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, berjuang
di jalan-Nya dengan harta dan jiwa, membaca kitab
Allah, mendirikan shalat,menafkahkan sebagai
rezekinya, maka itu adalah sebaik-baik perniagaan
antara manusia dengan Allah. Dalam salah satu ayat
Al-Qur’an dijelaskan bahwa ketika seseorang
membeli pentunjuk Allah dengan kesesatan, maka ia
termaksud seseorang tidak beruntung. Adapun
makna kata tijarah yang kedua adalah perniagaan
secara khusus, yang berarti perdagangan ataupun
jual beli antar manusia.
Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas
bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi
jumlah kepemilikannya (barang/jasa) termasuk
profitnya, namun dibatasi dalam cara
memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena
aturan halal dan haram (Rivai & Buchari, 2009).
Definisi etika bisnis sebagai seperangkat
nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam
13

dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip


moralitas, dalam arti lain etika bisnis berarti
seperangkat prinsip dan noma di mana para pelaku
bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi,
berprilaku,dan berelasi guna mencapai ‘daratan’ atau
tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat (Faisal
Badroen et.al., 2006).
Etika bisnis memegang peranan penting
dalam membentuk pola dan sistem transaksi yang di
jalankan seseorang. Sisi yang cukup menonjol dalam
meletakkan etika nabi Muhammad Saw, adalah
spiritual, humanisme, kejujuran, keseimbangan, dan
ssemangat untuk memuaskan mitra nya (Marhari,
2012).
3 .Etika Bisnis Islam
Etika bisnis Islam adalah seperangkat nilai
tentang baik, buruk, benar, salah, dan halal, haram
dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip
moralitas yang sesuai dengan syariah. Etika bisnis
Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi SAW. Saat
menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi SAW
sebagai pedagang adalah Selain dedikasi dan
keuletannya juga memiliki sifat shiddiq, fathanah,
14

amanah, dan tabligh. Ciri-ciri itu masih ditambah


Istiqamah, yaitu (Kadir, 2010):
1. Shiddiq, berarti mempunyai kejujuran dan selalu
melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan
atas dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam.
Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-
nilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan
tantangan.
2. Fathanah, berarti mengerti, memahami, dan
menghayati secara mendalam segala yang
menjadi tugas dan kewajibannya.
3. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan
setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan
dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang
optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal.
4 . Sumber Hukum Bisnis Islam
Adapun sumber hukum bisnis syariah ada 4
diantaranya yaitu (Lukman Hakim, 2012):
a. Al Quran
Sumber hukum dalam manajemen Islam
yang pertama adalah Al Quran. Al Quran secara
etimologis adalah bentuk mashdar dari kata qa-
ra-a yang artinya “bacaan”. Al Quraan adalah
wahyu kalam Allah SWT yang diturunkan
15

melalui Rasulullah SAW yang di sampaikan


kepada umat manusia (muslim) dalam rangka
menuntun kehidupan di dunia.
Sesuai dengan kedudukan Al Quran sebagai
sumber utama atau pokok hukum Islam, berarti
Al Quran itu menjadi sumber dari segala sumber
hukum. Oleh karena itu, jika akan menggunakan
sumber hukum lain di luar Al Quran, maka harus
sesuai dengan petunjuk Al Quran dan tidak boleh
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al
Quran. Hal ini berarti bahwa sumber- sumber
hukum selain Al Quran tidak boleh menyalahi
apapun yang telah di tetapkan Al Quran. Kekutan
hujja Al Quran sebagai sumber dan dalil hukum
syariah termaksud di dalamnya syariah
perekonomian terkandung dalam ayat Al Quran
yang memerintahkan umat manusia mematuhi
Allah SWT.
b. As Sunnah
As Sunnah secara hanafia berarti cara,
adat istiadat, kebiasaan hidup yang mengacu
kepada perilaku Nabi SAW yang di jadikan
teladan. Sunnah dalam istilah ulama ushul adalah
: “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi
16

Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan,


perbuatan, maupun pengakuan dan sifat Nabi”
Dasar hukumhadist atau sunnah sebagai rujukan
setiap persoalan termaksud bidang manajemen
setelah Al Qurgan adalah surat Al hasyr ayat 7 : “
Apa Yang Diberikan Rasul Kepadamu , Maka
Terimalah. Dan Apa Yang Dilarangnya Maka
Tinggalkan”.
Abdul mannan (1993) menegaskan bahwa kini
tiba saatnya untuk menafsirkan dan
menginterprestasikan hidist tidak semata-mata
dalalm bentuk harfiah, tetapi juga dalam jiwanya.
Penafsiran hadist dan sunnah harus
memperhatikan perspektif sejarah, oleh karena itu
dalam suatu masyarakat yang berkembang secara
cepat, penafsiran kitab suci Al Quran dan As
Sunnah harus menjadi tuntunan bagi pemahaman
dan tidak untuk formalitas semata.
c. Ijma’
Ijma’ adalah suatu prinsip penetapan
hukum, yang muncul sebagai akibat dari
penalaran yang dilakukan yang berkembang atas
suatu peristiwa hukum yang berkembang dengan
cepat akibat perubahan fenomena masyarakat.
17

Sehingga, suatu masyarakat Islam yang tetap


ingin mengikuti perkembangan dunia modern
harus memberikan bentuk atau landasan hukum
kepada ijma’. Namun demikian kedudukan dan
keujjahan ijma’menurut pendapat para ulama,
bahwa ijma’ tersebut terletak dibawah deretan Al
Quran dan AS Sunnah.
d. Qiiyas
Pengertian qiyas menurut bahasa berarti
mengukur dan menyamakan sesuatu haldengan
hal lain yang sudah ada. Sedangkan secara istilah,
Qiyas artinya menyamakan hukum Sesuatu hal
yang tidak terdapat ketentuanya dalam Al Quran
dan Hadist dengan hal lain yang sudah ada
ketentuan hukumnya dalam Al Quran dan Hadist
karena adanya persamaan penyebab.

5. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam

a. Prinsip Kesatuan
Prinsip kesatuan merupakan landasan
yang sangat filosofis yang dijadikan sebagai
pondasi utama setiap langkah seorang Muslim
yang beriman dalam menjalankan fungsi
kehidupannya. Landasan tauhid atau ilahiyah ini
18

bertitik tolak pada keridhoan Allah, tata cara yang


dilakukan sesuai dengan syariah-Nya. Kegiatan
bisnis dan distribusi diikatkan pada prinsip dan
tujuan ilahiyah.
b. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap
orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
acuan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang
rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang
dirugikan hak dan kepentingannya.
c. Prinsip Kehendak Bebas
Kebebasan berarti bahwa manusia
sebagai individu mempunyai kebebasan penuh
untuk melakukan aktivitas bisnis.
d. Prinsip Tanggungjawab
Dalamdunia bisnis, pertanggungjawaban
dilakukan kepada dua sisi yakni sisi vertikal
(kepada Allah) dan sisi horizontalnya kepada
masyarakat atau konsumen. Tanggungjawab
dalam bisnis harus ditampilkan secara transparan
(keterbukaan), kejujuran, pelayanan yang optimal
dan berbuat yang terbaik dalam segala urusan
19

e. Prinsip Kebenaran
Dalam konteks bisnis kebenaran
dimaksudkan sebagai niat, sikap dan prilaku
benar yang meliputi proses mencari atau
memperoleh komoditas pengembangan maupun
dalam proses upaya meraih atau menetapkan
keuntungan. Dalam prinsip ini terkandung dua
unsur penting yaitu kebajikan dan kejujuran.
Kebajikan dalam bisnis ditunjukkan
dengan sikap kerelaan dan keramahan
dalam bermuamalah, sedangkan kejujuran
ditunjukkan dengan sikap jujur dalam
semua proses bisnis yang dilakukan tanpa
adanya penipuan sedikitpun. Dengan
prinsip kebenaran ini maka etika bisnis
Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya
kerugian salah satu pihak yang melakukan
transaksi, kerja sama atau perjanjian
dalam bisnis (Ikbar 2019).
20

6. Fungsi Etika Bisnis Islam


Pada dasarnya terdapat fungsi khusus yang
diemban oleh etika bisnis Islam diantaranya adalah:
a. Etika bisnis berupaya mencari cara untuk
menyelaraskan dan menyerasikan berbagai
kepentingan dalam dunia bisnis.
b. Etika bisnis juga mempunyai peran untuk
senantiasa melakukan perubahan kesadaran bagi
masyarakat tentang bisnis, terutama bisnis Islami.
Dan caranya biasanya dengan memberikan suatu
pemahaman serta cara pandang baru tentang
pentingnya bisnis dengan menggunakan landasan
nilai-nilai moralitas dan spiritualitas, yang
kemudian terangkum dalam suatu bentuk yang
bernama etika bisnis. Etika bisnis terutama etika
bisnis Islami juga bisa berperan memberikan satu
solusi terhadap berbagai persoalan bisnis modern
ini yang kian jauh dari nilai-nilai etika. Dalam arti
bahwa bisnis yang beretika harus benar-benar
merujuk pada sumber utamanya yaitu Al-Qur’an
dan sunnah (Arifin, 2009).
21

7. jual beli
Secara terminologi fiqh jual beli disebut al-
ba’i yang berarti menjual,mengganti, dan menukar
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i
dalam terminology fiqh terkadang dipakai untuk
pengertian lawanya, yaitu lafal al-syira yang berarti
membeli. Dengan demikian, al-ba’i mengandung
arti menjual sekaligus membeli atau jual beli.
Menurut ia pengertian jual beli (al-ba’i) secara
defenitif yaitu tukar menukar harta benda atau
sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang
sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.
Adapun menurut Malikiyah, Syafi’iah dan
Hanabalia, bahwa jual beli (al-ba’i),yaitu tukar
menukar harta dengan harta pula dalam bentuk
pemindahan milik dan kepemilikan. Dan menurut
pasal 20 ayat 2 komplikasi hukum ekonomi syariah,
ba’i adalah jual beli antara benda dan benda, atau
pertukaran antara benda dengan uang (Al-Indunisi,
2008) (Mardani, 2016).
Berdasarkan defenisi jual beli yang telah di
jelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa jual beli
adalah proses tukar menukar barang atas dasar suka
22

sama suka yang tidak bertentangan dengan syariat


Islam
a. Dasar hukum jual beli
Jual beli merupakan akad yang
dibolehkan berdasarkan al-Qur‟an, as-Sunnah,
dan ijma‟. Dalam kitab al-Umm, Imam Syafi‟i
menjelaskan hukum dasar setiap transaksi jual
beli adalah mubah (diperbolehkan), apabila
terjadi kesepakatan antara pembeli dan penjual.
Transaksi apapun tetap diperbolehkan, kecuali
transaksi yang dilarang oleh Rasulullah Saw (Al-
Indunisi, 2008)
Adapun dasar hukum Al-Qur‟an,
Sunnah Rasulullah, serta pendapat para ulama
antara lain:

1) Landasan Al-Qur‟an
Al-Qur‟an sebagai sumber utama hukum
Islam, memberikan dasar dasar diperbolehkan
nya jual beli guna memenuhi hidup orang
Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah
SWT yaitu:
23

a) Q.S. Al-Baqarah / 2 : 275:


ِ‫اَّللُ الَْا ْي اع او احَّرام ه‬
ِ‫الرا‬ ‫اح َِّ ه‬
‫اوأ ا‬
Terjemahanya :
Padahal allah telah menghalalkan jaul beli dan
mengharamkan riba Q.S. Al-Baqarah / 2 : 275
Dari potongan ayat tersebut dijelaskan bahwa
Allah menghalalkan jual beli namun
mengharamkan adanya transaksi riba
b) Q.S An-Nisaa /4 : 29
ِ َْ‫َي أايُّها الَّ ِذين آمنُوا اَل اَتْ ُكلُوا أاموالا ُكم ب ي نا ُكم ِ ل‬
‫اِ ِِ ََِّل‬ ‫ْ ا ْ اْ ْ ا‬ ‫ا ا‬ ‫ا ا‬
َّْ ِ ‫اض ِمْن ُك ْم اواَل َا ْقتُلُوا أانْ ُف اس ُك ْم‬
ٍ ‫أا ْْ َا ُكو اْ ِِتا اارةً اع ْن َا ار‬
‫يما‬ ِ ِ
ً ‫اَّللا اكا اْ ب ُك ْم ارح‬َّ
Terjemahannya :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah


kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayanng kepadamu”
(Departemen agama RI, 2009).
Ayat diatas menjelaskan, bahwa
dalam melakukan suatu transaksi jual beli
haruslah atas dasar suka sama suk atau
24

sukarela. Tidak sah suatu transaksi jual beli


jika ada unsur tidak suka atau tidak ridho

2) Landasan Al-Sunnah
Hadits Rasulullah Saw. yang
diriwayatkan oleh Rifa‟ah bin Rafi‟ al-Bazar
dan Hakim :
Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi
SAW, ditanya tentang mata pencarian yang
paling baik.Beliau menjawab, ’Seseorang
bekerja dengan tangannya dan setiap
jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar,
Hakim yang menyahihkannya dari
Rifa’ah Ibn Rafi’). Maksud mabrur dalam
hadist adalah jual beli yang terhindar dari
usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain
(Al Asqalani, 1995).
3) Landasan Ijma’
Ijma‟ adalah kesepakatan mayoritas
mujtahidin diantara umat Islam tentang hukum
syara‟ peristiwa yang terjadi pada suatu masa
setelah wafatnya Rasulullah Saw mengenai suatu
kejadian atau kasus.Ulama juga sepakat bahwa
jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
25

manusia tidak akan mampu mencukupi


kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain.

b. Rukun jual beli


Ada beberapa rukun dalam transaksi jual beli
diantaranya yaitu (Lukman Hakim, 2012)
1) penjual dan pembeli, baik penjual dan pembeli
mempunyai syarat-syarat. Diantaranya yaitu :
a) Berakal, agar tidak tertipu, rang yang gila
termaksud tidak sah jual belinya
b) Dengan kehendak sendiri, bukan dipaksa
(suka sama suka)
c) Tidak mubazir
d) Baligh
2) Uang dan benda yang di beli, syaratnya yaitu :
a) Suci, barang najis tidak sah dijual dan tidak
boleh dijadikan untuk dibelikan, seperti
kulit hewan atau bangkai yang belum
dimasak.
b) Ada manfaatnya,tidak boleh menjual
Sesuatu yang tidak ada manfaatnya
c) Barang itu dapat diserahkan, tidak sah
menjual suatu barang yang tidak dapat
diserahkan kepada yang membeli, misalkan
ikan didalam laut.
d) Barang tersebut merupakan kepunyaan si
penjual, kepunyaan yang diwakilinya, atau
yang diusahakan.
3) Lafaz ijab qabul, ijab adalah perkataan
penjual,misalnya, “saya jual barang ini sekian”
26

sedangkan qobul adalah ucapan pembeli,


misalnya “saya terima (saya beli) dengan
harga sekian”
c. Macam Macam Jual Beli
Jenis jual beli di sini dilihat dari bentuk
pembayaran dan waktu penyerahan barang, yang
dibagi menjadi tiga
1) Ba’i al Murabahah
Jual beli murabahah adalah jual beli barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati.
2) Ba’i as-Salam
Ba’i salam adalah akad pesanan barang yang
disebutkan sifat-sifatnya,yang dalam majelis
itu pemesanan barang menyerahkan uang
seharga barang pesanan tersebut.
3) Ba’i al Istishna
Al Istishna secara bahasa artinya meminta
dibuatkan, sedangkan menurut terminology
ilmu fiqih artinya : perjanjian terhadap barang
jualan yang berada dalam kepemilikan
penjual dengan syarat dibuatkan oleh penjul,
atau meminta dibuatkan dengan cara khusus
sementara bahan bakunya dari penjual.

d. Syarat Sahnya Jual Beli


Suatu jual beli tidak sah bila tidak terpenuhi
dalam suatu akad tujuh syarat yaitu :
27

1) Saling rela antara kedua bela pihak. Kerelaan


antara kedua belah pihak untuk melakukan
transaksi syarat mutlak keabsahannya,
berdasarkan firman Allah dalam Qs.an-
nisaa’(4) : 29, dan hadis nabi Riwayat Ibnu
Majah : “ jual beli haruslah atas dasar
kerelaan (suka sama suka)”
2) Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan
melakukan akad, yaitu orang yang telah balig,
berakal, dan mengerti. Maka, akad yng
dilakukan oleh anak di bawah umur, orang
gila, atau idiot, tidak sah kecuali dengan
seizing walinya.
3) Harta yang menjadi objek transaksi telah
dimiliki sebelumnya oleh kedua pihak. Maka
tidak sah jual beli barang yang belum dimiliki
tanpa seizing pemiliknya. Hal ini berdasrkan
Hadis Nabi SAW Riwayat Abu Daud Dan
Tirmizi, sebagai berikut : “ janganlah engkau
jual barang yang bukan milikmu”
4) Objek transaksi adalah barang yang
dibolehkan oleh agama. Maka tidak boleh
menjual barang haram seperti khamar
(minuman keras) dan lain-lain. Hal ini
28

berdasarkan Hadis Nabi SAW Riwayat Ahmad


: “sesungguhnya Allah bila mengharamkan
suatu barang juga mengharamkan suatu
barang juga mengharamkan nilai jual barang
tersebut”
5) Objek transaksi adalah barang yang biasa
diserahterimakan, maka tidak sah jual beli
mobil hilang,burung di angkasa karena tidak
dapat diserah terimakan. Hal ini berdasarkan
Hadis Nabi Riwayat Muslim : “dari Abu
Huraira r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW
melarang jual beli gharar (penipuan)”
6) Objek jual beli diketahui oleh kedua belah
pihak saat akad. Maka tidak sah menjual tidak
barang yang tidak jelas. Misalnya, pembeli
harus melihat terlebih dahulu barang tersebut
dan /atau spesifikasi barang tersebut.
7) Harga jual jelas saat transaksi. Maka tidak sah
jual beli di mana penjual mengatakan “ aku
jual mobil ini kepadamu dengan harga yang
akan kita sepakati nantinya” .
29

8. Macam Macam Akad


Para ulama fiqh mengemukakan bahwa
akad itu dapat di bagi dan dilihat dari beberapa segi.
Jika di lihat dari keabsahannya menurut syara‟, akad
di bagi menjadi dua yaitu sebagai berikut (al-
Mushlih & ash-Shawi, 2004):
a. Dilihat dari sifat akad secara syariat
1) Aqad Shahih adalah akad yang telah
memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat.
Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya
seluruh akibat hukum yang di timbulkan akad
itu dan mengikat pada pihak-pihak yang
berakad.
2) Aqad ghairu shahih
3) Aqad ghairu shahih adalah akad yang terdapat

kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya,

sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak

berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang

berakad.

b. Dilihat dari bernama atau tidaknya suatu akad


1) Aqad Musammah yaitu akad yang ditentukan
nama-namanya oleh syara‟ serta dijelaskan
30

hukum-hukumnya. Seperti jual beli, sewa-


menyewa, perkawinan dan sebagainya.
2) Aqad Ghair Musammah yaitu akad yan tidak
ditetapkan nama-namanya oleh syari, dan tidak
pula dijelaskan hukum-hukunya, akad ini
muncul karena kebutuhan manusia dan
perkembangan kehidupan masyarakat, seperti
aqad istishna bai al-wafa.

c. Dilihat dari sifat benda

1) Aqad ainiyah yaitu akad yang untuk


kesempurnaannya dengan menyerahkan
barang yang diakadkan, seperti hibah, ariyah,
wadi‟ah, rahn, dan qiradh.
2) Aqad ghair „ainiyah yaitu akad yamg hasilnya
semata-mata akad. Akad ini disempurnakan
dengan tetapnya shighat akad. Menimbulkan
pengaruh akad tanpa butuh serah terima
barang
d. Dilihat dari sah dan batalnya akad
1) Akad Shahihah, yaitu akad-akad yang
mencukupi persyaratannya, baik syarat yang
khusus maupun syarat yang umum.
31

2) Akad Fasihah, yaitu akad-akad yang cacat atau


cedera karena kurang salah satu syarat-
syaratnya baik syarat umum maupun syarat
khusus. Seperti nikah tanpa wali.

e. Dilihat dari berlaku dan tidaknya akad


1) Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau
terlepas dari penghalang-penghalang akad.
2) Akad mauqufah, yaitu akad-akad yang
bertalian dengan persetujuan-persetujuan,
seperti akad fudhuli (akad yang berlaku setelah
disetujui oleh pemilik harta).

9. Berakhirnya Akad

Akad berakhir di sebabkan oleh beberapa


hal, di antaranya sebagai berikut (Mardani, 2016):
a. Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila
akad tersebut tidak mempunyai masa tenggang
waktu.
b. Di batalkan oleh pihak-pihak yang berakad,
apabila akad tersebut sifatnya tidak mengikat.
c. Dalam akad sifatnya mengikat, suatu akad dapat
dianggap berakhir jika
32

1) Jual beli yang dilakukan fasad, seperti terdapat


unsur-unsur tipuan salah satu rukun atau
syaratnya tidak terpenuhi.
2) Berlakunya khiyar syarat, aib, atau rukyat.

3) Akad tersebut tidak dilakukan oleh salah satu


pihak secara sempurna.

4) Salah satu pihak yang melakukan akad


meninggal dunia.
10. Hukum Jual Beli
Jual-beli adalah perkara muamalat yang
hukumnya bisa berbeda-beda, tergantung dari sejauh
mana terjadinya pelanggaran syariah (Sarwat, 2018).
a. Jual Beli Halal
Secara asalnya, jual-beli itu merupakan hal yang
hukumnya mubah atau dibolehkan.
Al-Imam Asy-Syafi'i menegaskan bahwa
dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah
mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari
kedua-belah pihak.
Namun kehalalan ini akan berubah menjadi
haram bila terjadi hal-hal tertentu, misalnya
apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah
33

SAW atau yang maknanya termasuk yang


dilarang beliau SAW.
b. Jual Beli Haram
Di luar jual-beli yang hukumnya halal, maka ada
juga jual-beli yang hukumnya haram atau
terlarang. Para ulama mengelompokkan
keharaman jual-beli dengan cara mengurutkan
sebab sebab keharamannya. Di antara penyebab
haramnya suatu akad jual-beli antara lain
1) Haram Terkait Dengan Akad
Keharaman jual-beli yang terkait dengan akad
yang haram terbagi dua lagi, yaitu :
a) Akad Melanggar Syariah
Contohnya jual-beli yang mengandung
unsur riba dan gharar dengan segala macam
jenisnya.
Jual-beli yang diharamkan karena ada unsur
riba antara lain bai'ul 'inah, al-muzabanah,
al-muhaqalah, al-araya, al-'urbun, baiul akli'
bil kali', dan seterusnya.
Sedangkan jual-beli yang diharamkan
karena unsur gharar antara jual-beli janin
hewan yang masih di perut induknya, jual-
beli buah yang belum masak, bai'us-sinin,
jual-beli ikan di dalam air, jual-beli budak
34

yang kabur dari tuannya, jual-beli susu


yang masih dalam tetek hewan, jual-beli
wol yang masih melekat pada kambing,
jual-beli minyak pada susu, dan baiuts-
tsuyya.
b) Barang Melanggar Syariah
keharamannya karena terkait barang yang
dijadikan objek akad tidak memenuhi
syarat dan ketentuan dalam akad, seperti
benda najis, atau barang tidak pernah ada,
atau barang itu merusak dan tidak memberi
manfaat, atau bisa juga barang itu tidak
mungkin diserahkan.
2) Haram Terkait Dengan Hal-hal di Luar Akad
Jual-beli yang diharamkan karena terkait
dengan hal-hal di luar akad ada dua macam,
yaitu :
a) Dharah Mutlak
Misalnya jual-beli budak yang memisahkan
antara ibu dan anaknya, jual-beli perasan
buah yang akan dibikin menjadi khamar,
jual-beli atas apa yang ditawar atau dibeli
oleh saudaranya, jual-beli an-najsy, talaqqi
35

ar-rukban, bai'u hadhirun li badiyyin dan


lainnya.
b) Melanggar Larangan Agama
Diantara contoh jual-beli haram karena
melanggar agama misalanya jual-beli yang
dilakukan pada saat terdengar azan untuk
shalat Jumat, dan jual-beli mushaf kepada
orang kafir.

11. Pengembalian Sisa Harga dalam Betuk Barang


Pengembalian sisa harga di ganti dengan
barang adalah jual beli baru atau akad jual beli
tambahan. Dengan menerima uang sisa
pengembalian dalam bentuk barang berarti secara
tidak langsung kita telah membeli barang tersebut.
Jauh lebih dalam pembahasan dari akad jual beli
tambahan yang di maksud adalah bai’ mu’athah.
Bai’ mu’athah merupakan jual beli yang dilakukan
oleh dua orang yang berakad dengan cara serah
terima uang dan barang tanpa mengucapkan ijab dan
kabul.
Dalam penetapan sah atau tidak sahnya jual
beli yang dilakukan dengan cara ini timbul
perbedaan pendapat dikalangan ulama. Sayid Sabiq
36

berpendapat, jual beli dapat diakadkan dengan ijab


dan kabul, kecuali benda-benda murah (enteng) yang
tidak harus memakai ijab dan kabul tapi cukup
dengan serah terima benda itu saja. Pelaksanaannya
diserahkan pada kebiasaan manusia.
Syafi’iyah berpendapat, akad diisyaratkan
dilakukan dengan lafaz ijab dan kabul yang sharih
(jelas) atau kinayah (sindiran). Karena itu, mereka
berpendapat jual beli mu’athah tidak sah, baik
dilakukan terhadap barang yang murah maupun
mahal. Dalam hal ini, syafi’iyah beralasan dengan
menggunakan hadis Nabi Saw. Yang diriwayatkan
ibn Hubban dan Ibn Majah: Dari Ibn Shalih al-
Madani yang diterima dari bapaknya ia berkata: saya
mendenganr Abu Said al-Khudri mengatakan
Rasulullah saw. Berkata “sesungguhnya jual beli
dilakukan atas dasar kerelaan”.
Masalah ‘an-taradhin, menurut ulama ini
merupakan urusan yang tersembunyi (batin),
kerelaan dapat dinilai secara hukum hanya melalui
lafaz ijab dan kabul. Namun an-Nawawi, al-
Mutawally, dan al-Baghawi ulama dari kalangan
Syafi’iyah mutaakhirin berbeda pendapat dengan
pendahulunya. Mereka berpendapat bahwa bai’
37

mu’athah sah dilakukan karena hal ini sudah


menjadi kebiasaan di tengah masyarakat.
Malikiyah, Hanbali, dan Hanafiyah
berpendapat, jual beli mu’athah sah dilakukan
karena hal itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat
diberbagai tempat yang menunjukkan kerelaan dan
dianggap sempurna dengan kehendak masing-
masing pihak yang berakad.
Menyaratkan lafaz ijab dan kabul secara
mutlak pada setiap akad jual beli pada masa
sekarang dirasakan tidak efektif, bahkan kadang kala
memperlambat terlaksananya transaksi. Di zaman
sekarang, di pasar modern manusia melakukan
transaksi jual beli tidak menggunakan lafaz ijab dan
kabul, tetapi cukup dengan memilih barang dan
menyerahkan uang pada petugas kasir atau cara lain,
seperti memasukkan sejumlah uang logam pada
mesi-mesin tertentu sesuai dengan harga barang
yang tertera pada mesin tersebut, atau dengan
menggunakan kartu kredit. Bentuk jual beli seperti
ini dirasakan sangat efektif dan efisien sehingga
kerelaan tidak dinilai dengan ucapan ijab dan kabul.
38

12. Teori Harga


a. Pengertian harga
Harga adalah nilai suatu barang atau
jasa yang diukur dengan jumlah uang yang
dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan
sejumlah kombinasi dan barang atau jasa berikut
pelayanannya (Tim Reality, 2008). Menurut
William J. Stanton harga adalah jumlah uang
(kemungkinan ditambah beberapa barang) yang
dibutuhkan untuk memperoleh beberapa
kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang
menyertainya. Harga menurut Jerome Mc Cartgy
harga adalah apa yang dibebabankan untuk
sesuatu (Angipora, 2001).
Harga menjadi ukuran bagi konsumen
dimana ia mengalami kesulitan dalam menilai
mutu produk yang kompleks yang ditawarkan
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
apabila barang yang diinginkan konsumen adalah
barang dengan kualitas atau mutu yang baik maka
tentunya harga tersebut mahal sebaliknya bila
yang diinginkan kosumen adalah dengan kualitas
biasa-biasa saja atau tidak terlalu baik maka
harganya tidak terlalu mahal.
39

Kesalahan dalam menentukan harga


dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan
dampak, tindakan penentuan harga yang
melanggar etika dapat menyebabkan pelaku
usaha tidak disukai pembeli. Bahkan para
pembeli dapat melakukan suatu reaksi yang dapat
menjatuhkan nama baik penjual, apabila
kewenangan harga tidak berada pada pelaku
usaha melainkan berada pada kewajiban
pemerintah, maka penetapan harga yang tidak
diinginkan oleh pembeli (dalam hal ini sebagian
masyarakat) bisa mengakibatkan suatu reaksi
penolakan oleh banyak orang atau sebagian
kalangan, reaksi penolakan itu bias diekspresikan
dalam berbagai tindakan yang kadang-kadang
mengarah pada tindakan narkis atau kekerasan
yang melanggar norma hukum (Kolter &
Amstrong, 2001).
13. Harga Dalam Pandangan Islam
Konsep harga menurut Ibnu Taimiyah,
harga yang adil pada hakikatnya telah ada
digunakan sejak awal kehadiran agama Islam Al-
Quran sendiri sangat menekan keadilan dalam
setiap aspek kehidupan umat manusia. Oleh karena
40

itu adalah hal wajar jika keahlian juga diwujudkan


dalam aktivitas pasar khususnya harga, dengan ini
Rasulullah menggolongkan riba sebagai penjualan
yang terlalu mahal yang melebihi kepercayaan
konsumen.
Istilah harga yang adil telah disebutkan
dalam beberapa hadist Nabi dalam konteks
kompensasi seorang majikan membebaskan
budaknya dalam hal ini budak tersebut menjadi
manusia merdeka dan pemiliknya memperoleh
kompensasi yang adil (qimqh al-adl) istilah yang
sama juga telah pernah digunakan sahabat Nabi
yakni Umar Ibn Khatab. Ketika menetapkan nilai
baru untuk diyat, setelah daya beli dirham
mengalami penurunan mengakibatkan kenaikan
harga-harga.
Para Fuqaha telah menyusun berbagai
aturan transaksi bisnis juga menggunakan konsep
harga didalam kasus penjualan barang-barang
cacat. Para Fuqaha berfikir bahwa harga yang adil
adalah harga yang dibayar untuk objek serupa, oleh
karena itu mereka mengenalnya dengan harga
setara. Ibnu Taimiyah merupakan orang pertama
kali menaruh perhatian terhadap permasalahan
41

harga adil. Ia sering mengggunakan dua istilah ini


yaitu kompensasi yang setara dari harga yang
setara.
Ibnu Taimiyah juga membedakan dua
jenis harga yakni harga yang tidakada dan dilarang
dan harga ada dan disukai. Ibnu Taimiyah
menganggap hargayang setara adalah harga yang
adil,ia juga menjelaskan bahwa harga yang
setaraadalah harga yang dibentuk oleh kekuatan
pasar yang berjalan secara bebas yakni pertemuan
antar permintaan dan penawaran ia
menggambarkan harga pasar sebagai berikut
(Karim, 2003).
Harga dalam pandangan Islam pertama
kali terlihat dalam hadist yang menceritakan bahwa
ada sahabat yang mengusulkan kepada Nabi untuk
menetapkan harga dipasar Rasulullah menolak
tawaran itu dan mengatakan bahwa harga dipasar
tidak boleh ditetapkan karena Allah-lah yang
menentukannya, sungguh menakjubkan teori Nabi
tentang harga dan pasar. Kekaguman ini karena
ucapan Nabi saw itu mengandung pengertian
bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak
Allah Swt.
42

Pada masa Khulafah Rasyidin para


Khalifah pernah melakukan investasi pasar baik
pada sisi penawaran maupun permintaan.
Intervensi ini dilakukan para Khalifah dari sisi
permintaan adalah mengatur jumlah barang yang
ditawarkan seperti yang dilakukan oleh Khalifah
Umar Ibn al-Khatab ketika mengimpor gandum
dari Mesir untuk mengendalikan harga gandum di
Madinah. Sedangkan intervensi disisi permintaan
dilakukan dengan menanam sikap sederhana dan
menjauhkan dari sifat konsumarisme. Investasi
pasar juga dilakukan dengan pengawasan pasar
(hisbah). Dalam pengawasan pasar Rasulullah
menunjuk Said Ibn Zaid Ibn Al-Ash sebagai kepala
pusat pasar di Mekah (Sudarsono, 2004)
Akmad Mujahidin mengatakan bahwa
pada masa kepemimpinan Rasul dimana Rasul
tidak mau menetapkan harga. Hal demikian
menunjukan bahwa ketentuan harga itu diserahkan
kepada mekanisme pasar yang alamiah hal ini
dilakukan ketika pasar dalam keadaan normal akan
tetapi apabila tidak dalam keadaan sehat yakni
terjadi kedzaliman seperti adanya kasus
penimbunan, riba dan penipuan, maka pemerintah
43

hendaknya dapat bertindak untuk menentukan


harga pada tingkat yang adil sehingga dari
penetapan harga tersebut tidak adanya pihak yang
dirugikan. Dengan demikian pemerintah hanya
memiliki wewenang untuk menentukan harga
apabila terjadi praktek kedzaliman pada pasar,
namun dalam kondisi normal harga diserahkan
pada kesepakatan antara pembeli dan penjual
(Mujahidin, 2019). Menurut Ibnu Taimiyah yang
dikutip oleh Yusuf Qardhawi: “penetapan harga
mempunyai dua bentuk: ada yang boleh dan ada
yang haram, yang haram adalah Tas’ir, sedangkan
yang boleh adalah yang adil” (Al-Qardawi, 1997).
Sedangkan menurut Al-Ghazali mengenai harga
menunjukan kepada kurva penawaran yang positif
ketika menyatakan jika petani tidak mendapatkan
pembeli bagi harga-harga produknya ia akan
menjual pada harga yang rendah, ketika harga
makanan yang tinggi harga tersebut harus didorong
ke bawah dengan menurunkan permintaan yang
berarti menggeser kurva permintaan ke kiri (Al-
Tusi, 1992).
44

14. Landasan Hukum Tentang Harga

Berdagang adalah aktivitas yang paling


umum dilakukan di pasar. Untuk itu teks-teks Al
Qur’an selain memberikan stimulasi imperative
untuk berdagang, dilain pihak juga mencerahkan
aktivitas tersebut dengan sejumlah rambu atau
aturan main yang bisa diterapkan di pasar dalam
upaya menegakkan kepentingan semua pihak, baik
individu maupun kelompok.

Dalam Islam, Transaksi terjadi secara


sukarela (antaradim minkum) termasuk dalam hal
penetapan harga. Sebagaimana Allah berfirman
dalam QS Al Furqaan/25: 7.

‫اسوا ِق لا ْوَل‬ ِ َّ ‫و قالُوا ما ِِل اذا‬


ْ ‫عام او َياْشي ِِف ْاْل‬
‫الر ُسول اَيْ ُك ُِ الطَّ ا‬ ‫ا‬
ٌ ‫أُنْ ِزال ِلاْي ِه املا‬
ً‫ك فايا ُكو اْ ام اعهُ ناذيرا‬

Terjemahanya :
Dan mereka berkata, “Mengapa rasul ini memakan
makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa
tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar
malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama
dengan dia (Departemen agama RI, 2009).
45

15. Konsep Harga

Buchari Alma mengakatan bahwa dalam teori


ekonomi, pengertian harga, nilai dan utility
merupakan konsep yang paling berhubungan
dengan penetapanharga. Yang dimaksud dengan
utility dan value sebagai berikut (Bukhari Alma,
2005):
a. Utility adalah suatu atribut yang melekat pada
suatu barang, yang memungkinkan barang
tersebut memenuhi kebutuhan (needs),
keinginan,dan memuaskan konsumen.
b. Value adalah nilai suatu produk untuk ditukar
dengan produk lain, nilai inidapat dilihat dalam
situasi barter yaitu ditukar dengan produk lain.
Nilai ini dapat dilihat dalam situasi barter yaitu
pertukaran barang denganbarang.Sekarang ini
kegiatan perekonomian tidak melakukan barter
lagitetapi telahmenggunakan uang sebagai
ukuran yang disebut harga (price)adalah nilai
suatu barang yang dinyatakan dengan uang.

Definisi diatas memberikan arti bahwa harga


merupakan sejumlah uangyang digunakan untuk
46

menilai untuk mendapatkan produk maupun jasa


yang dibutuhkan konsumen

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Skripsi ditulis oleh Wulan Widiya Astuti


Berjudul “Pandangan Hukum Islam Terhadap
Pengembalian Sisa Pembelian Dengan barang”
(Studi Kasus Pada Kantin Syariah UIN Raden Intan
Lampung). Dikeluarkan oleh Univesitas Islam
Negeri Raden Intan. Tahun 2018 skripsi ini
menggunakan pendekatan berfikir induktif. Skripsi
ini membahas bagaimana praktik pengembalian sisa
pembelian dengan barang yang dilakukan pedagang
Kantin Syariah UIN Raden Intan Lampung, dan
bagaimana pandangan hukum Islam terhadap
pengembalian sisa pembelian dengan barang
tersebut. Dalam pembahasanya bahwa Seharusnya
tidak semestinya juga pihak pedagang mengabaikan
hak pembeli yaitu mahasiswa yang ingin agar uang
kembalian berbentuk uang tunai bukan dalam bentuk
barang yaitu permen.
Relevansi judul tersebut dengan judul
penulis yaitu membahas tentang pengembalian sisa
harga menggunakan barang. Sedangkan perbedaan
47

judul diatas dengan judul penulis yaitu judul diatas


membahas hukum Islam mengenai pengembalian
sisa harga sedangkan judul penulis membahas
mengenai etika bisnis Islam mengenai pengembalian
sisa harga menggunakan barang, dan perbedaan
yang lain yaitu mengenai perbedaan tempat
penelitian
2. Skripsi ditulis oleh Riski Nurlita Berjudul
“Pandangan Hukum Islam Terhadap Pengembalian
Sisa Harga Dengan Barang (Studi Kasus Di
Kopontren Al Munawwir Krapyak Bantul
Yogyakarta)”. Dikeluarkan oleh Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, Tahun 2009. Dalam skripsi
ini Pendekatan penelitian dilakukan dengan
pendekatan normatif yaitu berlandaskan al-Qur'an
dan al-Hadits. Skripsi ini menunjukkan bahwa
praktek pengembalian sisa harga dengan barang
yang dilakukan oleh Kopontren Al-Munawwir
Krapyak Bantul Yogyakarta memang benar
dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah
proses transaksi jual beli.
Relevansi judul tersebut dengan judul
penulis yaitu membahas tentang pengembalian sisa
harga dalam bentuk barang. Sedangkan perbedaan
48

judul penulis dengan judul tersebut yaitu judul


penulis membahas tentang etika bisnis Islam
mengenai pengembalian sisa harga menggunakan
barang sedangkan judul tersebut membahas tentang
hukum Islam mengenai penembalian sisa harga
menggunakan barang dan perbedaan yang lain
diantaranya yaitu perbedaan mengenai tempat
penelitin.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian


1. Jenis Penelitian
Jenis peneltian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu fenomenologi. Fenomenologi
diartikan sebagai : Pengalaman subjektif atau
pengalaman fenomenologigikal, Suatu studi tentang
kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang.
Istilah ‘fenomenologi’ sering digunakan sebagai
anggapan umum untuk menunjukkan pada
pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe
subjek yang ditemui. Dalam arti yang lebih khusus,
istilah ini mengacu pada penelitian terdisiplin
tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang
(Moleong, 2007).
2. Pendekatan penelitian

Penelitian kualitatif adalah salah satu


metode penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui
proses berfikir induktif (WAHID, 2018). Melalui
penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek,

51
52

merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan


sehari-hari.
B. Devinisi Operasinal
Adapun judul penelitian yaitu “Etika Bisnis
Islam Terkait Jual Beli Dalam Pengembalian Sisa
Harga Dalam Bentuk Barang (Studi Kasus Pasar
Laccibunge Kec. Libureng Bone)”. Terkait dengan
judul tersebut sangat berpeluang terjadinya kesalahan
dalam menafsirkan maksud dari judul yang diangkat,
maka berikut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
penyusun mengenai etika bisnis Islam mengenai
pengembalian sisa harga dalam bentuk barang adalah
pandangan baik dan buruknya atau Etika menurut Islam
mengenai jual beli terhadap penjual yang memberikan
barang sebagai sisa harga pembelian yang dilakukan di
pasar laccibunge.

C. Subjek Dan Objek Penelitian


1. Subjek Penelitian

Dalam melakukan penelitian terdapat


subjek yang merupakan sesuatu yang sangat
diperlukan sebagai sumber data yang diamati oleh
peneliti. Adapun yang menjadi subjek dalam
penelitian ini adalah sumber data dimana peneliti
53

dapat memperoleh data yang diperlukan dalam


rangka penelitian. Yang menjadi subjek penelitian
ini adalah pedagang dan pembeli di pasar laccibunge
Kec. Libureng Bone.
2. Objek Penelitian
Objek merupakan suatu hal yang akan
diteliti dan dikaji oleh peneliti dalam melakukan
penelitian. Yang menjadi objek dalam penelitian ini
adalah etika bisnis Islam mengenai pengembalian
sisa harga dalam bentuk barang dipasar Laccibunge
Kec. Libureng Bone.
D. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara untuk
memperoleh data-data yang diperlukan untuk
penelitian. Penelitian menggunakan metode-metode
sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan
sebuah teknik pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung yang mengharuskan peneliti turun
ke lapangan untuk mengamati hal-hal yang berkaitan
dengan ruang, waktu, tempat, pelaku, kegiatan,
benda-benda, dan keadaan tertentu (Sugiyono, &
Gunawan, 2006). Dalam penelitian ini penulis
54

melakukan observasi dengan cara mengamati


praktek jual beli di Pasar Laccibunge Kec. Libureng
Bone, mengamati praktek pengembalian sisa harga
Pasar Laccibunge Kec. Libureng Bone.
2. Wawancara
Tekhnik pengumpulan data yang digunakan
penulis selanjutnya adalah wawancara yang
merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan
data dan informasi (Ghony & Almanshur, 2016).
Dengan tujuan untuk mendapat informasi dari suatu
sumber saja sehingga hubungan asimetris pada
penemuan perasaan, presepsi dan pemikiran. Dalam
hal ini penulis melakukan tanya jawab langsung
terhadap penjual dan pembeli yang melakukan
praktek pengembalian sisa harga menggunakan
barang untuk mendapatkan data.
3. Dokumentasi
Hasil penelitian akan lebih dipercaya jika
didukung oleh dokumen. Dokumen merupakan
sumber data yang digunakan untuk melengkapi
penelitian, dengan catatan peristiwa baik berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental, yang
semuanya itu memberikan informasi bagi proses
penelitian. Dalam penelitian ini penulis akan
55

menggunakan foto dan catatan dari hasil wawancara


sebagai dokumen penelitian.
E. Instrumen penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi
instrumen penelitian adalah penelitian itu sendiri
(Sugiyono, 2017). Dengan demikian instrumen sebagai
alat bantu untuk dipakai melaksanakan penelitian dan
disesuaikan dengan metode yang di gunakan agar
mempermudah bagi peneliti mendapatkan data seakurat
mungkin. Instumen peneliti adalah alat bantu yang
digunakan oleh peneliti dalam kegitanya
mengumpulkan data agar kegitan tersebut menjadi
sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumenyang
digunakan peneliti berupa benda yaitu pedoman
wawancara, pedoman observasi, alat tulis, handphone
sebagai alat perekam.

F. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif
meliputi uji, credibility (validitas internal),
transferability (validitas ekstenal), dependability
(reabillitas), dan confirmability (obyektivitas)
(Sugiyono, 2017). dan keabsahandata yang akan
dilakukan yaitu
56

1. Kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data


hasil penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan
cara perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, diskusi dengan teman
sejawat, analisis kasus negative, dan membercheck.
A. Perpanjangan pengamatan
Ini berarti dengan perpanjangan
pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, melakukan wawancara
dengan sumber data, baik yang pernah ditemui
maupun yang baru ditemui. Dengan perpanjangan
pengamatan ini, hubungan peneliti dengan
narasumber akan semakin terbentuk dan semakin
akrab, semakin terbuka, saling mempercayai
sehinggan tidak ada informasi yang
disembunyikan.
B. Meningkatkan Ketekunan
Berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara
tersebut, kepastian data dan urutan peristiwa akan
data direkam secara pasti dan sistematis.
Meningkatkan ketekunan ibarat mengecek soal-
soal atau makalah yang dikerjakan, ada yang
salah atau tidak.
57

C. Analisi Kasus Negatif


Kasus negative adalah kasus yang tidak
sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian
sehingga pada saat tertentu. Peneliti berusaha
mencari data yang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
Bila tidak ada data lagi yang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan data temuan, berarti data
yang ditemukan sudah dapat dipercaya. Tetapi
bila peneliti masih mendapatkan data-data yang
bertentangan dengan data yang ditemukan maka
peneliti mungkin akan merubah temuannya. Hal
ini bergantung seberapa besar kasus negative
yang muncul.
D. Menggunakan bahan referensi
Bahan referensi adalah adanya pendukun
g untuk membuktikan data yang telah ditemukan
peneliti. Alat-alat bantu perekam data dalam
penelitian kualitatif sangat diperlukan untuk
mendukung kredibilitas data yang telah ditemuka
n oleh peneliti. Dalam laporan penelitian,
sebaiknya data-data yang dikemukakan perlu
dilengkapi dengan foto-foto, rekaman, dan
dokumen autentik.
58

E. Mengadakan member check


Membercheck adalah proses pengecekan
data yang berasal dari pemberi data. Bertujuan
untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh
pemberi data. Apabila data yang ditemukan
disepakati oleh pemberi data, berarti data tersebut
valid sehingga semakin kredibel. Namun, jika
data yang diperoleh peneliti tidak disepakati oleh
pemberi data, peneliti perlu melakukan diskusi
dengan pemberi data dan apabila terdapat
perbedaan tajam setelah dilakukan diskusi,
peneliti harus mengubah temuannya dan
menyesuaikannya dengan data yang diberikan
oleh pemberi data. Jadi, tujuan membercheck
adalah agar informasi yang diperoleh dan akan
digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan
apa yang dimaksud sumber data atau informan.
Pelaksanaan membercheck dapat dilakukan
setelah satu periode pengumpulan data selesai
atau setelah mendapatkan suatu temuan atau
kesimpulan.
59

G. Teknik Analisis Data


Adapun analisis data dalam penelitian
menggunakan metode siklus analisis data, yaitu sifat
interaktif koleksi data atau pengumpulan data dengan
analisis data (mengumpulkan data, reduksi data,
penyajian data, penarikan kesimpulan) (Salam &
Warnisanti, 2019). Teknik pengelolaan data merupakan
proses pengaturan data, pengorganisasian yang
mengarah kepada satu pola, kategori dan satu uraian
dasar. Langkah-langkah dalam teknik pengelolaan data
yaitu (Usman, 2015) :
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan jumlah
sangat banyak, sehingga perlu untuk ditelaah secara
terperinci. Maka diperlukanlah reduksi data yaitu
merangkum (menfokuskan hal yang pokok) hal yang
penting dijadikan polanya. Dengan demikian data
yang diperoleh dari reduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan memudahkan peneliti
untuk menentukan data atau mencari data
selanjutnya.
2. Penyajian Data
Penyajian data pada penelitian kualitatif
bisa disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
60

hubungan antar kategori, dan yang paling sering


digunakan adalah teks bersifat naratif.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif ini dapat
berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan interaktif dan
hipotesisi atau kategori.
Ketiga teknik pengolahan data tersebut
memperkuat penelitian kualitatif yang dilakukan
oleh peneliti karena sifat data yang dikumpulkan
dalam bentuk laporan, uraian dan proses untuk
mencari makna sehingga mudah dipahami
keadaannya baik peneliti sendiri maupun orang lain.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Sejarah Singkat Pasar Laccibunge

Pasar laccibunge merupakan tempat


perdagangan berbagai macam jualan yang
dibutuhkan oleh masyarakat, di antaranya jenis
dagangan berupa textil, sarung, pakaian jadi,
sandal/sepatu, serta beberapa sembako (ikan, sayur –
sayuran, buah – buahan, beras, minyak, gula, telur,
tepung) dan barang campuran lainnya. Pasar
Petepamus Makassar beroperasi dua kali seminggu
yaitu hari kamis dan senin dari pukul 06.00 sampai
dengan pukul 13.00 WITA. Pasar laccibunge
Makassar berdiri sejak tahun 1982 di resmikan oleh
pemerintah kabupaten bone tahun 1984 dengan luas
1 hektar status tanah pasar laccibunge adalah tanah
wakaf dari bapak H. Nurdin Deng Malanre. Pasar
laccibunge terbentuk berdasarkan inisiatif bapak
H.Nurdin Deng Malanre sebagai kepala Dusun
Laccibunge Desa Wanuawaru pada saat itu, karena

61
62

alasan demi kepentingan masyarakat, pendirian


pasar laccibunge dibantu oleh pihak perusahaan dari
pabrik gula camming dalam pembenahan lokasi
dengan bantuan alat berat (H.Nurdin Deng Malanre,
personal communication, July 3, 2019).

2. Visi dan Misi Pasar lacccibunge


a. Visi Pasar Laccibunge
mewujudkan pasar nyaman dan aman dalam
bertransaksi.
b. Misi Pasar laccibunge
1) Meningkatkan pelayanan terhadap pelaku
pasar
2) Meningkatkan kesejahteraan dan
pendapatan para pedagang.
3) Melakukan pembinaan dan penataan
perdagangan
4) Peningkatan kebersihan, ketertiban dan
keamanan pasar
5) Peningkatan pendapatan alih daerah
khususnya sektor retribusi pasar
63

3. Struktur organisasi pasar laccibunge

Kepala Unit Pasar

H.Nurdin

Retribusi/penagihan

Andi sainal

haryadi

Gambar 4.1 struktur oganisasi


pasar

Berdasarkan dari data yang diperoleh oleh peneliti


jumlah pedagang dipasar laccibunge antara lain
yaitu

a. Kios/lods : 40
b. Hamparan : 35
c. Pkl : 50
Dari jumlah 125 pedagang jenis usaha yang
dijualkan beraneka ragam diantaranya yaitu
buah,pecah belah,tempe/sayur, pakaian telur,
warung makan, aksesoris, penjual ikan, hasil bumi.
64

Peneliti mengambil responden para penjual


yang hanya biasa melakukan transaksi pengembalian
sisa harga dalam bentuk barang berdasarkan dari
tinjuan peneliti sendiri,yang terdiri dari penjual
sayuran, campuran.
B. jual beli dalam pengembalian sisa harga dalam
bentuk barang dipasar Laccibunge
1. Data pihak yang bertransaksi
No Nama Umur Pihak

1 Ibu ila 35 penjual

2 Pak 50 penjual
mahriadi

3 Ibu kasma 50 penjual

5 Pak hasan 40 Penjual

6 Ibu mina 33 Penjual

7 Pak ahmad 40 Penjual

8 Ibu hj. heri 55 Penjual

9 Ibu bahera 55 Penjual

10 Ibu sate 35 Penjual

11 Pak taking 45 penjual

12 Ibu isma 30 Pembeli


65

13 Ibu sri 40 Pembeli

14 Ibu yuli 35 Pembeli

15 Ibu wanni 27 Pembeli

16 Ibu muli 33 Pembeli

17 Ibu uni 25 pembeli

18 Ibu timang 46 Pembeli

19 Ibu hasna 35 Pembeli

20 Ibu rosmiati 28 pembeli

Pasar laccibunge merupakan pasar yang


beroperasi dengan prinsip jual beli pada umumnya,
barang dan produk-produk yang dijual semuanya
halal dan layak konsumsi. Proses jual beli di pasar
laccibunge berjalan dengan aman dan
mengedepankan kepuasan pembeli. ada 1 praktik
yang cukup menyita perhatian konsumen yaitu
praktik pengembalian sisa harga diganti dengan
barang. Praktik ini lumayan banyak ditemukan di
beberapa penjual swalayan-swalayan maupun
minimarket atau supermarket serta terkadang praktik
ini terjadi di warung-warung kelontong pinggir
66

jalan. Dimana praktik pengembalian sisa harga yang


dibayarkan para penjual diganti dengan barang
biasanya berupa permen, wafer atau barang lain.

Seperti yang dikatakan ibu hasna selaku


pembeli di pasar laccibunge dalam wawancara.

“iya, pernah dengan jenis barang seperti


permen dan masako seharga sisa kembalian
saya.” (Hasna, personal communication, July
3, 2019)

Hal ini juga dikatakan oleh ibu rosmiati selaku


pembeli di pasar lacccibunge.

“iya, sering jenis barangnya itu kadang


permen, shampo, cemilan-cemilan seharga
Rp.500,00 sampai seharga Rp.1.000,00”
(Rosmiati, personal communication, July 3,
2019).
Pernyataan juga datang dari ibu timang, selaku
pembeli dipasar laccibunge

“iya, pernah dan seingat saya dua kali, jenis


barangnya itu seingat saya sampo dan
masako” (Timang, personal communication,
July 3, 2019)

ibu wanni juga pernah mengalami hal serupa,


berikut pernyataan ibu wanni.
67

“iya, pernah dan saya tidak ingat berapa kali.


Kalau jenis barangnya itu kadang permen,
kadang molto, shampo dan beberapa cemilan.
Bergantian, tidak selalu permen dan tidak
selalu cemilan juga”(Warni, personal
communication, July 8, 2019).
Dari hasil wawancara para pembeli di atas
menujukkan bahwa sebagian besar para pembeli
pasar laccibunge pernah mengalami pengembalian
sisa harga dalam bentuk barang. Jenis barang yang
biasanya digunakan dalam pengembalian sisa harga
yaitu berupa permen sampo masako dan barang lain
yang seharga Rp.1000 sampai Rp.500.
Dalam pandangan islam, etika merupakan
pedoman yang digunakan umat islam duntuk
berprilaku dalam segala aspek kehidupan. Dimana
etika yaitu sesuatu yang berada dalam diri manusia
yang diyakini benar. Etika dalam kehidupan sehari-
harinya merupakan sebuah peraturan yang mengikat
namun tidak sekuat hukum karena tidak memiliki
sanksi tegas.
Etika bisnis islam adalah merupakan
kumpulan aturan-aturan ajaran dan nilai-nilai yang
dapat menghantarkan manusia dalam kehidupanya
menuju tujuan kebahagiaan hidup baik didunia
68

maupun akhirat. Etika bisnis islam tidak jauh beda


dengan pengejawantahan hukum dalam fiqih
muamalah. Dengan kondisi demikian maka
pengembangan etika bisnis islam yang
mengedepankan etika sebagai landasan filosofinya
merupakan agenda yang signifikan untuk
dikembangkan (Faisal Badroen et.al., 2006).
Dengan kata lain etika bisnis islam adalah
etika bisnis dari seperti yang di contohkan oleh
Rasulullah SAW. Rasulullah telah memberikan
contoh sempurna bagaimana seharusnya orang
berbisnis lebih khususnya bagaimana seharusnya
orang itu berdagang atau jual beli.
Adapun etika bisnis yang telah dibuat untuk
para penjual dan pembeli di pasar laccibunge agar
diharapkan menerapkan kebenaran, kejujuran dan
keadilan dalam melakukan suatu transaksi jual-beli
sesuai ajaran islam yang berdasarkan Al-quran dan
hadist.
Jual beli adalah perjanjian tukar menukar
barang atau benda secara sukarela antara kedua
belah pihak yang sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah dibenarkan shara’. Setiap
perdagangan atau jual beli tentunya harus diikuti
69

dengan kesepakatan yang jelas di awal transaksinya,


baik berkaitan dengan objek jual belinya atau harga
barangnya. Ulama fiqh telah sepakat bahwa unsur
utama jual beli adalah kerelaan antara kedua belah
pihak saat melakukan akad, yaitu dengan
mengucapkan ijab dan qabul. Ijab dan qabul dalam
transaksi harus diungkapkan secara jelas karena
bersifat mengikat kedua belah pihak yang berakad.
Setelah shighat akad atau ijab dan qabul diucapkan,
maka pemilikan barang dan uang telah berpindah
tangan.
Akan tetapi para ulama Mazhab berpendapat
lain mengenai jeda waktu antara ijab dan qabul.
Menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki
pengucapan
ijab dan qabul diperbolehkan adanya jeda waktu.
Sedangkan Ulama Mazhab Shafi’i dan Mazhab
Hambali berpendapat bahwa jarak antara ijab dan
qabul jangan terlalu lama, karena dapat
menimbulkan dugaan bahwa obyek pembicaraan
jual beli telah berubah.
Namun pada zaman sekarang ini, ijab dan
qabul tidak lagi diucapkan namun dilakukan dengan
tindakan, yaitu penujal menyerahkan barang dan
70

pembeli menyerahkan sejumlah uang sesuai dengan


harga barang yang telah diserahkan oleh penjual.
Seperti yang berlaku di pasar Laccibunge atau toko-
toko pada umumnya. Dalam istilah fiqh jual beli
seperti ini disebut jual beli mu’athah.
Proses jual beli di pasar laccibunge juga tidak
dilakukan ijab dan qabul ataupun dengan lisan tetapi
dilakukan dengan tindakan. Di mana pembeli
membeli beberapa keperluan selanjutnya pembeli
akan membayar total belajaan sesuai dengan yang
telah dibeli. Dengan demikian akad jual beli di pasar
laccibunge termasuk kategori jual beli mu’athah
yang diperbolehkan dalam hukum Islam.
C. Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi
Terjadinya Pengembalian Sisa Harga Dalam
Bentuk Barang Di Pasar Laccibunge Desa
Wanua Waru Kec.Libureng

Praktik pengembalian sisa harga diganti


dengan barang merupakan transaksi yang sudah
sering dijumpai di pasar-pasar. Praktik ini dilakukan
bukan tanpa sebab melainkan adanya beberapa
faktor yang melatar belakangi hal tersebut.

Adapun penjelasan dari ibu mina Selaku penjual di


pasar laccibunge.
71

“pada saat transaksi, terkadang ada hari di


mana uang receh yang sudah habis di
sehingga terpaksa mengembalikan uang
kembalian konsumen dengan barang berupa
permen atau barang lainya yang seharga
dengan sisa uang pembeli. Dan ada juga saat
dimana uang receh ada namun pembeli
sendiri yang meminta untuk dikembalikan
dengan barang” (Pedagang, personal
communication, July 8, 2019)
Penjelasan yang sama juga diungkapkan oleh
pemilik toko campuran Bapak ahmad.

“saya selalu mengembalikan uang sisa


kembalian konsumen kalaupun pada saat
uang receh tidak ada, maka saya
mengembalikannya dengan barang berupa
permen atau barang lainya namun ada juga
saat ketika konsumen sendiri yang
memintanya meskipun saat itu persediaan
uang receh ada” (Pedagang, personal
communication, July 8, 2019)

Diakui oleh beberapa penjual di pasar


laccibunge bahwa keadaan ini tidak berangsur-
angsur dilakukan dan jumlah sisa harga yang
biasanya kesulitan untuk dikembalikan yaitu
potongan Rp.1.000,00 kebawah semisal Rp.500,00
Rp.200,00 atau Rp.150,00 dan praktik pengembalian
72

sisa harga dengan barang inipun dilakukan untuk


mengefisienkan waktu maka pihak penjual pun
memberikan pengembalian sisa harga dengan barang
dan kadang kala pembeli yang menawarkan karena
tidak ingin menunggu lama apabila pihak penjual
ingin terlebih dahulu menukar atau mencari uang
kembalian dengan pecahan kecil.
Sesuai dengan pernyataan dari ibu sate
selaku penjual selaku penjual di pasar laccibunge.
“Kami memberikan mengembalian sisa
harga dengan barang itu pada saat
tidak ada uang receh saja saja, tidak disetiap
transaksi yang kami lakukan” (Pedagang,
personal communication, July 8, 2019).

Pernyataan yang hampir sama juga


diutarakan beberapa penjual dipasar laccibunge.
Hal serupa juga dikatakan oleh beberapa
konsumen yang setuju dengan hal praktik tersebut,
namun ada juga konsumen yang kurang setuju.
Seperti yang dikatakan oleh ibu muli yang
merupakan salah satu dari pembeli di pasar
laccibunge
“saya tidak keberatan dengan hal tersebut,
selama saya dengan pihak penjual sama-sama
ikhlas dan saya juga pernah menawarkan
73

sendiri untuk uang sisa kembalian saya


diganti dengan barang bahkan saya juga
pernah mengikhlaskan uang sisa kembalian
saya.”(Pedagang, personal communication, July
8, 2019)
Pendapat yang sama dikatakan oleh saudari
Uni, selaku pembeli di pasar laccibunge

“saya sebagai konsumen setuju, karena


barang yang diberikan harganya sesuai
dengan sisa uang kembalian saya. Dan saya
juga ridha dengan hal tersebut” (Pedagang,
personal communication, July 8, 2019)

Tidak jauh beda dengan ibu isma yang juga


setuju dengan hal tersebut, berikut pemaparannya.

“menurut saya sah-sah saja dan saya setuju


dengan hal tersebut, karena menurut saya
pasti pada saat pengembalian sisa uang
dengan barang itu penjual tidak memiliki
uang kecil/uang receh kecuali jika
pengembaliannya nominal Rp. 2.000,00 itu
baru tidak saya terima.” (Pedagang, personal
communication, July 8, 2019)

Berbeda dengan ibu sri yang kurang setuju


dengan hal tersebut, menyatakan bahwa:

“kalau saya pribadi kurang suka, karena uang


sisa kembalian itu bisa dipakai untuk
membeli barang lain. Tapi saya tau kalau hal
tersebut dilakukan oleh penjual karena tidak
74

ada uang receh untuk kembalian dan pada


saat transaksi itu terjadi saya menerima dan
ikhlas karena uang kembalian saya tetap
dikembalikan meskipun dengan barang
bukan dengan uang dari pada tidak
dikembalikan.”(Pedagang, personal
communication, July 8, 2019).
Hal serupa juga dikatakan oleh Yuli selaku
pembeli, yang kurang setuju dengan hal tersebut,

“mungkin ada sebagian orang yang


menganggapnya hal biasa dan tak mengapa
tapi, saya pribadi sebagai ibu rumah tangga
beranggapan bahwa uang kembalian dengan
nominal Rp. 500,00 sampai dengan Rp.
1.000,00 itu sangat berarti karena saya
pribadi jugakan sering menyisihkan atau
memberikannya kepada anak-anaksaya.
(Pedagang, personal communication, July 8,
2019)”

Adapun pernyataan dari ibu ila selaku


pedagang sayur mengemukakan bahwa

“Biasanya saya memberikan masako seharga


Rp. 500., apabila kembalian seharga
limaratus namun jika dibawah kembalian
lima ratus, maka saya memberi Lombok
beberapa biji kepada pembeli”(Pedagang,
personal communication, July 8, 2019).

Pernyataan juga diberikan oleh bapak hasan sebagai


penjual sembako dan bahan campuran lainya.
75

“saya memberikan permen namun kadang-


kadang saya memberikan berupa pitsin atau
masako seharga Rp. 500., apabila kembalian
seharga limaratus juga atau diatas lima ratus (
Pedagang, personal communication, July 8,
2019)

Ibu hase juga menyatakan pendapatnya


sebagai penjual sayuran

“saya bisanya memberi kembalian kepada


pembeli dengan beberapa daun
bawang,masako,atau terasi kemasan atau
beberapa cabe jika ada kembalian sisa harga
Rp.1000 sampai Rp. 500”.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak


penjual pasar laccibunge, bahwa praktik
pengembalian sisa harga diganti dengan barang
dilakukan dilakukan oleh penjual dengan keadaan
diantaranya saat persediaan uang receh sedang tidak
ada, dan pada saat pembeli yang memintanya uantuk
dikembalikan dengan barang saja. Sampai saat ini
tidak ada protes yang berlebihan dari pembeli
namun jika ada yang protes hanya sekedar bertanya
saja.
7 dari 20 pembeli yang menjadi informan
yang diwakili oleh beberapa responden diatas setuju
76

dengan pengembalian sisa harga dengan barang,


tentunya dengan kisaran nominal pengembalian Rp.
500,00 sampai dengan Rp. 1.000,00. Para pembeli
juga tidak merasa diberatkan dan sebelum
pengembalian sisa harga dengan barang itu
dilakukan pihak penjual terlebih dahulu
menanyakannya kepada pembeli.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya
praktik pengembalian sisa harga diganti dengan
barang, antara lain:

1. Ketersediaan uang receh pada penjual.


2. Keinginan pembeli sendiri yang ingin diberi
barang sebagai kembalian dari sisa harga pada
barang yang telah dibeli.
3. Agar lebih menghemat waktu transaksi, yaitu
apabila sedang tidak uang receh lantas terlebih
dahulu penjual ingin menukarkan di tempat lain
maka itu akan menyita lumayan waktu.

Berdasarkan data dari informan yang


diperoleh menunjukkan bahwa fenomena praktik
77

pengembalian sisa harga diganti dengan barang di


pasar laccibunge dilakukan pada saat tidak adanya
stok uang receh atau pada saat konsumen sendiri
yang memintanya.
Namun transaksi jual beli di pasar laccibunge
diikuti dengan pengalihan sisa harga diganti dengan
barang tetapi proses ini tidak terjadi secara terus
menurus melainkan pada waktu-waktu tertentu saja
antara lain, pertama pada saat persediaan uang receh
seperti lima ratus, dua ratus atau seratus
sedang kosong, Kedua pada saat konsumen
menginginkannya sendiri, yaitu pada saat konsumen
tidak bersedia mengambil kembalian dengan uang
pecahan kecil seperti lima ratus rupiah.

Peristiwa tersebut merupakan hal baru dalam


transaksi jual beli, sebab pada zaman Rasulullah ataupun
sahabat tidak ada praktik jual beli seperti itu. Akan tetapi
hukum Islam bukanlah hukum yang kaku atau statis, sebab
dalam menetapkan hukum para ulama atau mujtahid telah
memilik beberapa metode penetepan hukum dengan
pertimbangan atau tolak ukur maslahah. Menurut Ibn
Mandhur maslahah adalah sesuatu yang mengandung
manfaat baik dengan cara menarik sesuatu yang
78

menguntungkan dan menolak sesuatu yang merugikan atau


menyakitkan.
Para ulama Usul Fiqh membuat kriteria-kriteria dalam
mengaplikasikan
maslahah, antara lain:
a. Maslahah harus dalam bidang mu’amalah sehingga
kepentingan yang ada di dalamnya dapat
dipertimbangkan secara rasional dan sama sekali
tidak ada kaitannya dengan ibadah.
b. Maslahah harus sejalan dengan jiwa syariah dan
tidak bertentangan dengan salah satu sumber-sumber
hukum.
c. Maslahah itu harus dalam kepentingan daruriyah dan
hajiyah, bukan tahsiniyah.

Dengan demikian, pengembalian sisa harga


diganti dengan barang di pasar Laccibunge baik
secara lisan maupun tindakan dilihat dari sisi
maslahah diperbolehkan dalam etika bisnis Islam.
Karena kebijakan ini bagian dari kegiatan
mu’amalah yang dilakukan untuk menghilangkan
kesulitan pihak penjual dalam menyedikan uang
receh dengan nominal kurang dari Rp. 1.000,00.,
demi mendapatkan kemaslahatan daruriyah. Apabila
79

kemaslahatan tersebut tidak diambil maka hak


pembeli akan dimiliki oleh penjual atau sebaliknya
dan hal tersebut dikategorikan riba.

Pada dasarnya praktik pegembalian sisa


harga diganti dengan barang boleh-boleh saja
dilakukan karena tidak ada sama sekali yang
memberatkan dalam melakukan transaksi tersebut,
karena tujuannya adalah maslahah yang riil dalam
bertransaksi. Kata lain yang tidak memberatkan
dalam melakukan transaksi tersebut adalah rela sama
rela atau ridho sama ridho tidak ada yang merasa
terbebani atau dirugikan dalam transaksi
pengembalian sisa harga diganti dengan barang
kecuali jika seseorang menuntut model transaksi
seperti ini barulah dikatakan ada beban antara salah
satu pihak, tetapi transaksi pengembalian sisa harga
diganti dengan barang sudah lumrah dilakukan
dalam transaksi jual beli di luar sana, sehingga
banyak yang menganggap transaksi yang modelnya
seperti ini sudah biasa dalam masyarakat umum.

Dalam penelitian ini tepatnya di pasar


laccibunge, praktik pengembalian sisa harga diganti
dengan barang sudah biasa dijalankan dan tidak ada
80

keluhan atau protes yang berarti dari pihak pembeli


karena praktik pengembalian sisa harga dengan
barang, itu artinya antara pihak satu dan pihak
lainnya sma-sama dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan masing-masing meskipun praktik
pengembalian sisa harga diganti dengan barang
tersebut tetap dijalankan. Para penjual di pasar
Laccibunge mendapat keuntungan dan pembeli juga
mendapat keuntungan karena memuaskan kebutuhan
yang diinginkannya. Tetapi hal ini juga jarang
diberlakukan hanya pada waktu-waktu tertentu saja
misalnya ketika penjual tidak memiliki uang receh
untuk kembalian sedang tidak ada maka pembeli
sendiri akan meminta kembalian berupa barang. Jadi
pada kesimpulannya, ketika transaksi pengembalian
sisa harga diganti dengan barang menurut etika
bisnis Islam boleh saja dilakukan asal tidak ada
pihak yang merasa terdzolimi atau dirugikan dalam
transaksi jual beli tersebut.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari pembahasan
yang telang dipaparkan, maka penulis
menyimpulkan bahwa
1. Akad jual beli yang terjadi di pasar laccibunge
yaitu dengan pengembalian sisa harga diganti
dengan barang baik diucapkan dengan lisan
ataupun tidak serta baik dituliskan maupun tidak
ketika dilihat dari etika bisnis islam maka
diperbolehkan sesuai dengan prinsip maslahah.
Karena kebijakan ini dibuat untuk kenyamanan
transaksi pada saat pihak penjual kesulitan
dalam mendapatkan, menyediakan atau bahkan
kehabisan uang receh maka dapat mengambil
alternatif transaksi tersebut dan di samping itu
dapat menghindari perbuatan riba karena pihak
penual tidak mengambil sisa kembalia dari
pembeli.ketika transaksi pengembalian sisa
harga diganti dengan barang menurut etika
bisnis Islam boleh saja dilakukan asal tidak ada
pihak yang merasa terdzolimi atau dirugikan
82
83

dalam transaksi jual beli tersebut, karena


sebelum praktik tersebut dilakukan pihak
penjual terlebih dahulu menanyakan kepada
pihak pembeli
2. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya
praktik pengembalian sisa harga dalam bentuk
barang Di Pasar Laccibunge, antara lain:
a. Ketersediaan uang receh pada penjual.
b. Keinginan pembeli sendiri yang ingin diberi
barang sebagai kembalian dari sisa harga
pada barang yang telah dibeli.
c. Agar lebih menghemat waktu transaksi, yaitu
apabila sedang tidak uang receh lantas
terlebih dahulu penjual ingin menukarkan di
tempat lain maka itu akan menyita lumayan
waktu.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan
dengan Etika Bisnis Islam Terkait Jual-Beli Dalam
Pengembalian Sisa Harga Dalam Bentuk Barang (
Studi Kasus Pasar Laccibunge Kec.Libureng Bone)
peneliti dapat memberikan saran melalui tulisan ini
antara lain sebagai berikut:
84

1. Alangkah baiknya pihak Penjual selalu


menyediakan uang receh untuk kembalian sisa
harga.
2. Sebaiknya pihak Penjual selalu mengucapkan
secara lisan jika pengembaliannya di berikan
berupa barang agar konsumen tau dan paham
serta ada keridhaan dari konsumen.
3. Sebaiknya pihak Penjual selalu menjelaskan di
awal kepada konsumen/pembeli jika kemungkina
transaksi ini akan di lakukan.

Akhirnya penulis hanya bisa mengucapkan


banyak terima kasih bagi semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

ADHANIAR, A. (2019). PENGARUH MODEL


PENGEMBANGAN BISNIS BUDIDAYA RUMPUT
LAUT TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT
DI DUSUN PANGASA KEC. SINJAI TIMUR
[Diploma, INSTITUT AGAMA ISLAM
MUHAMMADIYAH SINJAI].
http://repository.iaimsinjai.ac.id/id/eprint/65/
Al Asqalani, A. H. I. H. (1995). Buluqhul Maram Min
Adillatil Ahkam (Cetakan Pertama). Pustaka Amani.
Al-Indunisi, D. A. N. A. S. (2008). Ensiklopedia Imam
Syafi’i. Hikmah.
al-Mushlih & ash-Shawi. (2004). Fikih Ekonomi Keuangan
Islam. Darul Haq.
Al-Qardawi, Y. (1997). Norma dan Etika Dalam Ekonomi
Islam. Gema Insani.
Al-Tusi. (1992). Ihya Umuluddin (Cet. Ke-4 Jilid 3). CV.
Asy-syifa,.
Angipora, P. M. (2001). Dasar-dasar Pemasaran (Cet. 2;).
PT. RajaGrafindo Persada,.
Arifin, J. (2009). Etika Bisnis Islami,. Semarang :
Walisongo Press.
Asnawi & Fanani. (2017). Pemasaran Syariah:
Teori,Filosofi, Dan Isu-Isu Kontemporer (Ed 1,
Cet !). Depok : Rajawali.
https://123dok.com/document/ydeg8wlq-pemasaran-
syariah-teori-filosofi-isu-isu-kontemporer.html
Bukhari Alma. (2005). Manajemen Dan Pemasaran Jasa
(Cet. Ke-4). Bandung: Alfabeta,.
Departemen agama RI. (2009). Al-Quran dan
Terjemahannya,. Syigma.
https://quran.kemenag.go.id/
Faisal Badroen et.al. (2006). Etika bisnis dalam islam
(Ed.1; Cet, 1). Jogyakarta : Kencana.
Fauzia, Y. I. (2017). Etika Bisnis dalam Islam (Ed. I, Cet.
III). Kencana.
http://eprints.perbanas.ac.id/1583/1/ETIKA%20BIS
NIS%20DALAM%20ISLAM.pdf
Ghony & Almanshur. (2016). Metode Penelitian Kualitatif
(Cet. III). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
HAEDAR, H. (2019). PENERAPAN ETIKA BISNIS ISLAM
PADA JUAL BELI KOPRA DI DESA ASKAKEC.
SINJAI SELATAN [Diploma, INSTITUT AGAMA
ISLAM MUHAMMADIYAH SINJAI].
http://repository.iaimsinjai.ac.id/id/eprint/582/
Hasna. (2019, July 3). Pembeli, wawancara, pasar
laccibunge [Personal communication].
Hasnawati. (2018, December 24). Pembeli Di Pasar
Laccibunge, Kecamatan Libureng, [Personal
communication].
H.Nurdin Deng Malanre,. (2019, July 3). Ketua pasar dan
pendiri pasar desa wanuawaru [Personal
communication].
IKBAR, I. (2019). PENERAPAN ETIKA BISNIS ISLAM
DALAM PERAKTEK MAKELAR(Studi Kasus Jual
Beli Motor Bekas Di Kecamatan Bulupoddo)
[Diploma, INSTITUT AGAMA ISLAM
MUHAMMADIYAH SINJAI].
http://repository.iaimsinjai.ac.id/id/eprint/101/
Kadir, A. (2010). Hukum bisnis syariah dalam al-quran
(Ed. 1. Cet. 1.). Amzah.
Karim, A. (2003). Ekonomi Mikro Islam. Penerbit III T
Indonesia.
Kolter & Amstrong. (2001). Prinsip-prinsip Pemasaran
(Cet. Ke-8). Jakarta: Erlangga.
Lubis, K. S. (2009). Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika.
Lukman Hakim. (2012). Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam.
Erlangga.
Mardani. (2016). Fiqih Ekonomi Syariah Fiqih Muamalah
(cet. 4). Jakarta : Kencana,.
Marhari, O. Y. (2012). Manajemen Modern Ala Nabi
Muhammad Saw. Cet.1 Jakarta Timur : Al
magfirah,.
Moleong, J. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif
(Cet, XXII). PT Remaja Rosdakarya.
Mujahidin, A. (2019). Ekonomi Islam. Rajagrafindo
Persada.
https://www.rajagrafindo.co.id/produk/ekonomi-
islam/
NURASIA, N. (2019). PRAKTIK JUAL BELI RAMBUT
PADA BISNIS SALON KECANTIKAN MENURUT
PERSPEKTIF ISLAM (Studi Kasus Salon Memet
Sinjai) [Diploma, INSTITUT AGAMA ISLAM
MUHAMMADIYAH SINJAI].
http://repository.iaimsinjai.ac.id/id/eprint/80/
Pedagang. (2019, July 8). Wawancara pasar laccibunge
[Personal communication].
Rahman, A. (2019). IMPLEMENTASI ETIKA BISNIS
ISLAM PADA USAHA JUAL BELI CABAI
(STUDI KASUS PETANI DI KELURAHAN
ALEHANUAE KECAMATAN SINJAI UTARA).
Jurnal Adz-Dzahab: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
Islam, 4(1), 12–22.
Rivai & Buchari. (2009). Islamic Economics: Ekonomi
Syariah Bukan Opsi,Tetapi Solusi (Ed. 1. Cet. 1.).
Bumi Aksara.
Rosmiati. (2019, July 3). Pembeli, wawancara, pasar
laccibunge [Personal communication].
Salam, & Warnisanti. (2019). SRATEGI
PENGEMBANGAN BISNIS HOME INDUSTRI
KERIPIK PISANG DESA ALENANGKA KEC.
SINJAI SELATAN (STUDI TENTANG PANGSA
PASAR DAN PERSAINGAN BISNIS SYARIAH).
Jurnal Adz-Dzahab: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
Islam, 4(1), 62–70. https://doi.org/10.47435/adz-
dzahab.v2i1.345
Sarwat, A. (2018). Fiqih Jual Beli. Rumah Fiqih Publishing.
Sudarsono, H. (2004). Konsep Ekonomi Islam. Ekonosia.
Sugiyono. (2017). Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R D PDF. Pdfcoffee.Com.
https://pdfcoffee.com/sugiyono-metode-penelitian-
kuantitatif-kualitatif-dan-r-d-pdf-2-pdf-free.html
Sugiyono, & Gunawan. (2006). Metode Penelitian
Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. IV;). Jakarta:
Bumi Aksara,.
Tim Reality. (2008). Kamus Terbaru Indonesia Dilengkapi
Ejaan Yang Benar. Jakarta: PT. Reality Publisher.
Timang. (2018, December 24). Pembeli Di Pasar
Laccibunge, Kecamatan Libureng, [Personal
communication].
Timang. (2019, July 3). Pembeli, wawancara, pasar
laccibunge [Personal communication].
Tina. (2018, December 24). Penjual Di Pasar Laccibunge,
Kecamatan Libureng [Personal communication].
Usman, A. (2015, May 18). Teknik pengumpulan dan
analisis data.
http://www.pengertianpakar.com/2015/05/teknik-
pengumpulan-dan-analisis-data-kualitatif.html
WAHID, S. H. (2018). TINDAK PIDANA YANG
DILAKUKAN PARA REMAJA DI KABUPATEN
BONE (ANALISIS YURIDIS DANN
KRIMINOLOGIS). AL-AHKAM, 1(1).
Warni. (2019, July 8). Pembeli, wawancara, pasar
laccibunge [Personal communication].
LAMPIRAN-LAMPIRAN
INSTRUMENT PENELITIAN
ETIKA BISNIS ISLAM TERKAIT JUAL BELI DALAM
PENGEMBALIAN SISA HARGA DALAM BENTUK BARANG
( Studi Kasus Pasar Laccibunge Kec.Libureng Bone )

A. Pedoman observasi
1. Bagaimana sikap penjual dalam melayani pembeli ?
2. Apa bentuk pengembalian sisa harga yang dilakukan
penjual kepada pembeli di pasar laccibunge ?
3. Bagai mana situasi pasar laccibunge ?
B. Pedoman dokumentasi
kamera
C. Pedoman wawancara
a) Penjual
1. Nama
2. alamat
3. Apakah anda sering menerapkan system
pengembalian sisa harga dalam bentuk
barang ?
4. Pernahkah ada paembeli yang melakukan protes
atas pengembalian sisa harga dalam bentuk
barang yang anda lakukan ?
5. Apakah alasan anda melakukan pengembalian
sisa harga dalam bentuk barang ?
6. Berapakah jumlah nominal harga yang bias anda
tukar dengan barang dan jenis barang apa yang
biasa digunakan ?
7. Bagaimana tindakan anda jika pembeli tidak
terima/protes terhadap pengembalian sisa harga
dalam bentuk barang yang telah dibayarkan ?
b) Pembeli.
1. Nama
2. Alamat
3. Pekerjaan
4. Apa anda pernah saat belanja uang sisa
kembaliannya di ganti dengan barang ?
5. Apakah pernah anda sendiri menawarkan untuk
sisa kembaliannya di ganti dengan barang ?
6. Pernakah anda melakukan protes terhadap
pengembalian sisa harga dalam bentuk barang ?
7. Bagaimana pendapat anda tentang peraktik
tersebut ?
KISI-KISI INSTRUMENT PENELITIAN

Etika bisnsis islam terkait jual beli dalam


pengembalian sisa harga dalam bentuk barang (
studi kasus pasar laccibunge kec. Libureng)

Deskriptif Indikator No
variabel keterangan
variabel indikator item

Etika bisnis
islam terkait
jual beli a.7
Etika
dalam Sikap penjual
bisnis b.6
pengembalian dan pembeli
islam
sisa harga b.7
dalam bentuk
barang wawancara
a.3
Bentuk
Sisa harga a.5
pengembalian
dan
sisa harga a.6
bentuk
dalam bentuk
barang b.4
barang
b.5
DOKUMENASI
BIODATA PENULIS

FITRASARI Panggilan Fitra, Lahir Di


Talabangi Tanggal 30 Januari 1997
Dari Pasangan Suami Istri Fatawari
Dan Ibu Suriati. Peneliti Anak Ke Dua
(2) Dari Empat (4) Bersaudara. Peneliti
Sekarang Bertempat Tinggal Di Desa
Talabangi. Pendidikan Yang Telah
Ditempuh Oleh Peneliti Yaitu MI 52 Talabangi Lulus
Tahun 2008 ,Kemudian Pada Tahun Itu Juga Melanjutkan
Pendidikan Di SMPN 4 libureng Lulus Pada Tahun 2011,
Dan Pada Tahun Yang Sama Melanjutkan Pendidikan Di
SMK 1 Libureng Lulus Pada Tahun 2014 . Kemudian
Tahun 2015 Penulis Melanjutkan Pendidikan Di Institute
Agama Islam Muhammadiyah Sinjai (IAI) Muhammadiyah
Sinjai Pada Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi
Dan Hukum Islam IAI Muhammadiyah Sinjai

Anda mungkin juga menyukai