ABSTRAK
KOMPARASI TREATMENT PLANNING BERKAS FOTON TEKNIK 3 DIMENSIONAL –
CONFORMAL RADIATION THERAPY DAN INTENSITY MODULATED RADIATION
THERAPY KANKER PAYUDARA KIRI. Kualitas suatu radioterapi dapat dinilai dari
keberhasilannya dalam memaksimalkan distribusi dosis pada target tumor dengan
meminimalkan distribusi dosis pada OAR serta jaringan normal di sekitarnya. Treatment
planning dalam radioterapi sangat diperlukan dalam menentukan akurasi distribusi dosis.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbandingan hasil treatment planning teknik 3D –
CRT dan IMRT untuk 3 kasus kanker payudara kiri post mastectomy. Pembuatan treatment
planning berkas foton energi 6 MV dilakukan menggunakan software TPS XiO. Hasil treatment
planning dievaluasi menggunakan kurva isodosis dan DVH. Parameter fisis seperti V95%, HI,
dan CI yang diperoleh dari DVH digunakan untuk mengevaluasi distribusi dosis pada PTV.
Sementara distribusi dosis pada OAR dievaluasi menggunakan nilai V20 untuk paru – paru,
V30 untuk jantung, dan Dmax 50 Gy untuk spinal cord. Kurva isodosis menyajikan informasi
terkait luas area jaringan normal yang terpapar radiasi sebesar 20% dari dosis preskripsi.
Selain mengevaluasi distribusi dosis, waktu yang dibutuhkan untuk membuat treatment
planning dan total MU dalam satu kali fraksinasi juga akan dinilai untuk mengetahui tingkat
efisiensi. Berdasarkan data yang diperoleh, teknik 3D – CRT menghasilkan nilai distribusi
dosis yang lebih baik untuk kasus dengan kompleksitas rendah. Sementara kasus dengan
tingkat kompleksitas yang lebih tinggi, teknik IMRT memberikan hasil yang lebih baik. Semakin
banyak jumlah lapangan penyinaran yang digunakan, luas area jaringan normal yang terpapar
dosis rendah cenderung semakin meningkat.
ABSTRACT
COMPARISON OF PHOTON BEAM 3 DIMENSIONAL – CONFORMAL RADIATION
THERAPY AND INTENSITY MODULATED RADIATION THERAPY TREATMENT
PLANNING TECHNIQUES FOR LEFT BREAST CANCER. The quality of radiation therapy
depends on the ability to maximize the dose delivered to the target volume while minimizing
the dose given to its surrounding OAR and normal tissue. Treatment planning is very
necessary for determining the accuracy of the dose delivered. This study aims to compare the
dosimetric outcomes between 3D – CRT and IMRT techniques for 3 cases of left breast cancer
post-mastectomy. These treatment plans used 6 MV photon beams in XiO treatment planning
software. The plans were evaluated using the isodose curve and DVH. The physical
parameters such as V95%, HI, and CI obtained from DVH are used to evaluate the dose
distribution in PTV. Meanwhile, the dose distribution in OAR is evaluated using V20 for lungs,
V30 for heart, and Dmax of 50 Gy for the spinal cord. From the isodose curve, we obtain the
area of normal tissue irradiated by 20% of the prescribed dose. Besides evaluating the dose
distribution, the time needed for making treatment planning and total MU for one fraction is
also evaluated to determine the efficiency. Based on the data, the 3D – CRT technique gives
a better result on dose distribution for a less complicated case. However, the more complicated
the case, the better the IMRT technique to be applied. The area of normal tissue irradiated by
low dose increased along with the increase in the number of the used beam.
PENDAHULUAN
Radioterapi merupakan salah satu metoda penyembuhan kanker dengan
memanfaatkan radiasi pengion seperti foton, elektron, proton, neutron, maupun ion berat
143
Komparasi Treatment Planning Berkas Foton Teknik … ISBN 978-623-7425-16-8
Irna Jelita Estri Satiti
untuk membunuh sel-sel tumor atau kanker. Penggunaan radiasi untuk terapi kanker secara
fisis merupakan proses transfer energi akibat adanya interaksi radiasi dengan materi yang
terkuantifikasi menjadi dosis serap [1]. Tujuan utama dari radioterapi adalah memberikan
dosis semaksimal mungkin pada tumor dan meminimalkan kerusakan pada jaringan normal
disekitarnya terutama pada organ at risks (OARs) [2]. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
setiap instalasi radioterapi memiliki treatment planning system (TPS) yang berfungsi untuk
merencanakan mekanisme pemberian dosis radiasi konformal pada pasien. Beberapa teknik
yang dapat digunakan untuk teknik konformal antara lain adalah 3D-Conformal Radiation
Therapy (3D-CRT) dan Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil komparasi treatment planning 3D–CRT
dan IMRT untuk kasus kanker payudara bagian kiri post Mastectomy menggunakan TPS XiO.
Dalam penelitian ini, komparasi teknik penyinaran diterapkan pada 3 kasus kanker dengan
tingkat kompleksitas yang berbeda. Dengan mengetahui teknik yang lebih optimal untuk
masing – masing kasus akan mempermudah fisikawan medis dalam menentukan treatment
planning untuk pasien dengan kompleksitas kasus yang bervariasi.
Teknik 3D-CRT merupakan teknik penyinaran yang dapat menghasilkan cakupan sinar
sesuai dengan proyeksi volume target tumor dengan menggunakan multileaf collimator (MLC).
Sementara IMRT merupakan teknik radioterapi 3D-CRT tahap lanjut yang memberikan radiasi
dengan intensitas yang inhomogen. Keuntungan dari teknik IMRT adalah dapat menghasilkan
distribusi dosis dengan konformalitas yang lebih tinggi pada target. Selain itu teknik ini dapat
menghasilkan gradien dosis yang turun cepat (rapid fall off) sehingga paparan dosis pada
jaringan normal lebih rendah. Kelemahan dari IMRT adalah waktu terapi yang lebih lama serta
jumlah monitor unit (MU) yang lebih banyak [3]. Perbandingan hasil treatment planning
menggunakan teknik 3D–CRT dan IMRT untuk kanker payudara kiri dilakukan untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan masing - masing teknik sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam memilih teknik yang optimal untuk penanganan kasus
kanker payudara kiri.
TEORI
Tahapan Pembuatan Treatment Planning
Dalam radioterapi terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu pencitraan
tubuh pasien, penentuan volume target, pembuatan treatment planning, perhitungan dosis,
serta evaluasi hasil treatment planning. Pencitraan tubuh pasien dilakukan menggunakan CT
simulator dengan tujuan untuk mengetahui informasi anatomi bagian tubuh pasien yang ingin
diperlukan. Informasi ini membantu dokter dalam menentukan target tumor serta OAR yang
berada di sekitarnya. Data ini kemudian ditransfer ke software TPS untuk selanjutnya
dilakukan pembuatan kontur dan penentuan volume target. Perbedaan mendasar pada
pembuatan treatment planning teknik 3D – CRT dan IMRT adalah pada teknik 3D – CRT
dilakukan secara forward planning di mana optimasi dilakukan secara manual dan bersifat trial
and error. Sementara teknik IMRT dapat dilakukan secara inverse planning dimana fisikawan
medis hanya perlu memasukkan target dosis yang ingin dicapai, selanjutnya software TPS
melakukan optimasi secara otomatis. Teknik IMRT dapat mengatasi keterbatasan utama 3D
– CRT yang tidak dapat memperhitungkan bentuk anatomi target tumor yang letaknya
bersinggungan dengan OAR seperti pada Gambar 1. Dengan penggunaan intensitas yang
inhomogen IMRT mampu memberikan distribusi dosis yang tepat pada target tumor yang
bentuknya kompleks [4].
Gambar 1. Perbedaan distribusi dosis (a) intensitas homogen (b) intensitas inhomogen
(Cho, 2018).
144
Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Pendayagunaan Teknologi Nuklir 2020
Serpong, 18-19 November 2020
Perhitungan Dosis
Perhitungan dosis pada TPS XiO menggunakan algoritma konvolusi superposisi. Pada
algoritma ini perhitungan dosis dilakukan dengan cara mengkonvolusikan nilai TERMA
(Transfer Energy per Unit Mass) dengan kernel seperti pada Persamaan (1). TERMA
merupakan energi yang dideposisikan oleh foton sebelum adanya transport elektron,
sementara kernel merupakan energi yang terdeposisi akibat adanya transport elektron.
Konvolusi nilai TERMA dan kernel dapat disamakan dengan penjumlahan kernel pada setiap
voxel. Sehingga algoritma ini juga sering disebut sebagai algoritma superposisi [5].
Dosis serap pada kedalaman yang berbeda akan menunjukkan nilai yang berbeda. Nilai
dosis serap ini dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah ; energi berkas radiasi,
kedalaman, ukuran lapangan, jarak dari sumber serta kolimasi berkas [6].
D 2% − D98%
HI = (2)
D50%
Conformity index (CI) merupakan kesesuaian distribusi dosis yang melingkupi volume target.
CI yang ideal bernilai 1 yang artinya nilai dosis preskripsi tepat melingkupi volume target yang
diinginkan. Nilai CI diperoleh dengan membagi volume yang memperoleh nilai dosis sesuai
dengan yang diinginkan dengan volume total target seperti pada persamaan berikut [7].
VRI
CI = (3)
VT
METODOLOGI
Pemilihan Kasus Kanker Payudara
Kasus kanker payudara yang dipilih adalah kasus kanker payudara kiri stadium
menengah yang telah menjalani operasi bedah mastectomy. Citra payudara dari 3 orang
pasien diambil menggunakan CT Scan Simulator Neusoft. Jumlah citra yang digunakan
sebanyak 88 slice dengan jarak tiap slice-nya sebesar 0,3 cm. PTV kasus pertama, kedua,
dan ketiga memiliki volume sebesar 760,46 cc, 488,92 cc, 412,98 cc. Kasus 3 merupakan
kasus yang paling kompleks karena sebagian dari tumor terletak pada paru – paru kiri. Kasus
pertama merupakan kasus dengan tingkat kompleksitas kedua karena ukuran tumornya yang
hampir dua kali lipat lebih besar, sementara kasus kedua merupakan kasus dengan
kompleksitas yang paling rendah dibanding kedua kasus lainnya.
145
Komparasi Treatment Planning Berkas Foton Teknik … ISBN 978-623-7425-16-8
Irna Jelita Estri Satiti
Evaluasi Hasil
Analisis untuk setiap hasil treatment planning dilakukan dengan menggunakan DVH
dan kurva isodosis. Dari DVH dapat diperoleh parameter kuantitatif untuk mengevaluasi hasil
treatment planning yaitu distribusi dosis pada PTV dan OAR. Kualitas distribusi dosis pada
PTV dapat dilihat dari nilai dosis rata – rata dan nilai V95%. Rentang persentase distribusi
dosis rata – rata pada volume PTV yang dapat diterima secara klinis berkisar antara 95% -
107% dosis preskripsi. V95% merupakan persentase volume PTV yang menerima dosis
minimal sebesar 95% dari dosis preskripsi. Nilai V95% yang harus dipenuhi untuk
pengaplikasian klinis minimal sebesar 95% volume PTV. Parameter kuantitatif lain yang juga
dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diantaranya adalah HI (Homogeneity Index), dan CI
(Conformity Index). HI yang ideal bernilai 0 yang artinya seluruh dosis pada PTV seragam.
Sementara CI yang ideal bernilai 1 yang artinya nilai dosis preskripsi tepat melingkupi volume
target yang diinginkan. Selain menggunakan DVH, kurva isodosis juga digunakan untuk
mengevaluasi distribusi dosis rendah pada jaringan normal. Dosis rendah didefinisikan
sebagai dosis yang memiliki nilai minimal 20% dari dosis preskripsi atau 1000 cGy. Luas area
yang dilingkupi kurva isodosis yang dimaksud dihitung menggunakan pemrograman python.
Semakin luas paparan dosis rendah pada jaringan normal maka probabilitas munculnya
secondary malignancies semakin tinggi [8].
146
Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Pendayagunaan Teknologi Nuklir 2020
Serpong, 18-19 November 2020
CRT L2K2 lebih kecil dibandingkan dengan CI pada teknik IMRT. Semakin nilai CI mendekati
1 maka konformitas atau kesesuaian distribusi dosis pada PTV semakin baik. Nilai V95%
untuk kasus 2 semuanya berada diatas angka 95% kecuali V95% yang dihasilkan oleh
treatment planning IMRT L2K2 yaitu 94.78%. Sementara nilai distribusi dosis rata – rata pada
PTV yang berada diluar rentang 95% - 107% dosis preskripsi dihasilkan dari treatment
planning teknik 3D – CRT L5K2.
120
DVH
spinal cord
100
PTV
Volume (%)
80
60
paru - paru
40 kanan
20 paru - paru kiri
0
-20 0 2000 4000 6000
Dosis (cGy)
Gambar 2. DVH Teknik IMRT 3 lapangan penyinaran kasus 2
Tabel 4 menunjukkan distribusi dosis pada OAR dan jaringan normal untuk kasus 2.
Distribusi dosis pada OAR yang dihasilkan dari teknik 3D – CRT dan IMRT dengan variasi 2
lapangan penyinaran dan 3 lapangan penyinaran menunjukkan nilai yang sesuai dengan
147
Komparasi Treatment Planning Berkas Foton Teknik … ISBN 978-623-7425-16-8
Irna Jelita Estri Satiti
standar klinis. Nilai distribusi dosis dengan variasi 5 lapangan penyinaran untuk teknik IMRT
juga telah sesuai dengan standar klinis, akan tetapi nilai yang dihasilkan dari treatment
planning teknik 3D – CRT 5 lapangan untuk organ jantung, dan paru - paru masih berada jauh
diatas batas yang ditetapkan. Distribusi dosis pada PTV yang diperoleh dari treatment
planning teknik 3D – CRT dan IMRT untuk kasus 3 dapat dilihat pada Tabel 5. Sama seperti
dua kasus sebelumnya, homogenitas distribusi dosis pada PTV yang dihasilkan dari teknik
IMRT relatif lebih baik dibandingkan dengan hasil dari teknik 3D – CRT. Kesesuaian distribusi
dosis atau konformitas dosis pada PTV hasil IMRT juga relatif lebih baik daripada hasil 3D –
CRT. Nilai V95% untuk teknik IMRT lebih tinggi dibanding teknik 3D – CRT pada L3K3 dan
L5K3, akan tetapi pada L2K3 teknik 3D – CRT menghasilkan nilai yang lebih baik. V95% yang
dihasilkan dari teknik IMRT L2K3 berada di bawah standar klinis yaitu 93.17%. Nilai distribusi
dosis rata – rata pada PTV yang berada diluar rentang 95% - 107% dosis preskripsi ditemukan
pada treatment planning teknik 3D – CRT L5K2. Tabel 6 menyajikan distribusi dosis pada
OAR kasus 3. Dosis pada spinal cord dari semua teknik penyinaran menghasilkan nilai yang
baik. Sementara pada organ jantung dan paru – paru kanan, terdapat hasil yang masih belum
memenuhi standar yaitu dari treatment planning teknik 3D – CRT L5K3. Distribusi dosis pada
organ paru – paru kiri yang sesuai dengan standar klinis hanya dihasilkan oleh treatment
planning teknik IMRT L5K3, sementara dari treatment planning lainnya distribusi dosis pada
paru – paru melebihi batas maksimal.
Paru - paru kiri (%) 30 39.92 37.39 42.16 33.36 62.39 29.92
Paru - paru kanan (%) 30 1.18 1.25 7.00 21.2 39.64 24.12
Luas 20% dosis (cm2) 26.88 26.35 121.61 112.08 103.14 112.32
Pada setiap kasus, distribusi dosis pada jaringan normal cenderung semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah lapangan penyinaran baik dari teknik 3D-CRT maupun
IMRT. Gambar 3 menunjukkan kurva isodosis dari treatment planning teknik IMRT kasus 1
untuk setiap variasi lapangan penyinaran. Area yang diberi warna biru muda menunjukkan
148
Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Pendayagunaan Teknologi Nuklir 2020
Serpong, 18-19 November 2020
luasan area yang terpapar dosis rendah. Tabel 7 menunjukkan perbandingan waktu dan
jumlah MU dari teknik 3D-CRT dan IMRT untuk setiap kasus.Efisiensi pembuatan treatment
planning ditinjau dari lamanya waktu pembuatan treatment planning dan jumlah MU yang
dibutuhkan menunjukkan bahwa teknik 3D–CRT lebih baik dibandingkan teknik IMRT untuk
setiap kasusnya. Semakin banyak jumlah lapangan penyinaran yang digunakan, waktu
pembuatan treatment planning dan jumlah MU yang dibutuhkan cenderung semakin
meningkat.
KESIMPULAN
Treatment planning yang menghasilkan nilai distribusi dosis pada PTV dan OAR yang
dapat diterapkan secara klinis untuk kasus 1 adalah treatment planning teknik IMRT dengan
2, 3, dan 5 lapangan penyinaran. Untuk kasus 2 adalah treatment planning teknik 3D – CRT
dengan 2 dan 3 lapangan penyinaran dan teknik IMRT dengan 3 dan 5 lapangan penyinaran.
Sementara treatment planning untuk kasus 3 adalah treatment planning IMRT dengan 5
lapangan penyinaran. Luas daerah pada jaringan normal yang memperoleh sebaran dosis
rendah sebesar 20% dosis preskripsi memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan
nilai seiring dengan bertambahnya jumlah lapangan penyinaran yang digunakan. Lamanya
waktu yang diperlukan untuk membuat treatment planning IMRT lebih besar dibandingkan
waktu yang diperlukan untuk membuat treatment planning 3D – CRT, begitu pula dengan
jumlah MU yang diperlukan. Dalam praktiknya secara klinis, apabila kasus yang ditangani
tidak terlalu kompleks penggunaan teknik 3D-CRT dapat menghasilkan distribusi dosis yang
sesuai. Semakin kompleks kasus yang ditangani, penggunaan teknik IMRT dapat mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh teknik 3D-CRT. Dari masing – masing treatment planning yang
149
Komparasi Treatment Planning Berkas Foton Teknik … ISBN 978-623-7425-16-8
Irna Jelita Estri Satiti
dapat diterapkan secara klinis untuk kasus 1, 2, dan 3 diperoleh treatment planning yang
paling optimal. Treatment planning yang paling optimal untuk kasus 1 adalah teknik IMRT
dengan 2 lapangan penyinaran, treatment planning yang paling optimal untuk kasus 2 adalah
teknik 3D – CRT dengan 2 lapangan penyinaran, sementara untuk kasus 3 treatment planning
yang paling optimal adalah IMRT dengan 5 lapangan penyinaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. PODGORSAK EB. “Radiation Oncology Physics: A Handbook for teachers and Students”,
IAEA. Vienna.
2. BAKIU E, dkk., “Comparison of 3D CRT and IMRT Treatment Plans”, Jurnal Acta
Informatica Medica Volume 21.
3. BOYER A, dkk., “Intensity Modulated Radiotherapy: Current Status and Issues of Interest”,
International Journal of Radiation Oncology Volume 51.
4. CHO B, “Intensity Modulated Radiation Therapy : A Review with A Physics Prespective”,
Jurnal Radiation Oncology.
5. CHEN W, dkk., “Impact of Dose Calculation Algorithm on Radiation Therapy”, World
Journal of Radiology.
6. FAIZ K, dkk., “The Physics of Radiation Therapy 3rd Edition”, Lippincott William & Wilkins
(2003).
7. HACIISLAMOGLU, dkk, “Dosimetric Comparison of Left Sided Whole Breast Irradiation
with 3D CRT, Forward Planned IMRT, Inverse Planned IMRT, Helical Tomotherapy, and
Volumetric Arc Therapy”, Jurnal Physica Medica Volume 31.
8. ICRU Report 50, “Prescribing, Recording and Reporting Photon Beam Therapy”,
Bethesda, MD.
DISKUSI
RENO
Apakah yang dimaksud "memberikan dosis maksimum pada target", yang tadi ibu sampaikan,
adalah dosis yang akurat dan efektif membunuh sel-sel tumor?
IRNA JELITA
Diharapkan dosis yang terkena ke target seminimal mungkin dan optimal.
LEONS RIXSON
Kenapa target yang dipilih payudara kiri? apakah ada hal ilmiah pemilihan payudara kiri?
IRNA JELITA
Pemilihan payudara kiri karena organ etrisnya sangat banyak di sebelah kiri.
M.M. FARID
Apakah data hasil yang didapat berdasarkan kajian atau kasus nyata?
IRNA JELITA
Hasil yang disampaikan berdasarkan kasus nyata, tidak bisa dibuat-buat.
150