Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Pendayagunaan Teknologi Nuklir 2020

Serpong, 18-19 November 2020

KOMPARASI TREATMENT PLANNING BERKAS FOTON TEKNIK


3 DIMENSIONAL – CONFORMAL RADIATION THERAPY DAN INTENSITY MODULATED
RADIATION THERAPY UNTUK KANKER PAYUDARA KIRI

Irna Jelita Estri Satiti


PT. Curie Medika Indonesia, Jl. Tanah Abang II No. 67, Gambir, Jakarta Pusat 10150
Email: irnajelitaes@gmail.com

ABSTRAK
KOMPARASI TREATMENT PLANNING BERKAS FOTON TEKNIK 3 DIMENSIONAL –
CONFORMAL RADIATION THERAPY DAN INTENSITY MODULATED RADIATION
THERAPY KANKER PAYUDARA KIRI. Kualitas suatu radioterapi dapat dinilai dari
keberhasilannya dalam memaksimalkan distribusi dosis pada target tumor dengan
meminimalkan distribusi dosis pada OAR serta jaringan normal di sekitarnya. Treatment
planning dalam radioterapi sangat diperlukan dalam menentukan akurasi distribusi dosis.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbandingan hasil treatment planning teknik 3D –
CRT dan IMRT untuk 3 kasus kanker payudara kiri post mastectomy. Pembuatan treatment
planning berkas foton energi 6 MV dilakukan menggunakan software TPS XiO. Hasil treatment
planning dievaluasi menggunakan kurva isodosis dan DVH. Parameter fisis seperti V95%, HI,
dan CI yang diperoleh dari DVH digunakan untuk mengevaluasi distribusi dosis pada PTV.
Sementara distribusi dosis pada OAR dievaluasi menggunakan nilai V20 untuk paru – paru,
V30 untuk jantung, dan Dmax 50 Gy untuk spinal cord. Kurva isodosis menyajikan informasi
terkait luas area jaringan normal yang terpapar radiasi sebesar 20% dari dosis preskripsi.
Selain mengevaluasi distribusi dosis, waktu yang dibutuhkan untuk membuat treatment
planning dan total MU dalam satu kali fraksinasi juga akan dinilai untuk mengetahui tingkat
efisiensi. Berdasarkan data yang diperoleh, teknik 3D – CRT menghasilkan nilai distribusi
dosis yang lebih baik untuk kasus dengan kompleksitas rendah. Sementara kasus dengan
tingkat kompleksitas yang lebih tinggi, teknik IMRT memberikan hasil yang lebih baik. Semakin
banyak jumlah lapangan penyinaran yang digunakan, luas area jaringan normal yang terpapar
dosis rendah cenderung semakin meningkat.

Kata kunci: treatment planning, 3D-CRT, IMRT, DVH, kurva isodosis.

ABSTRACT
COMPARISON OF PHOTON BEAM 3 DIMENSIONAL – CONFORMAL RADIATION
THERAPY AND INTENSITY MODULATED RADIATION THERAPY TREATMENT
PLANNING TECHNIQUES FOR LEFT BREAST CANCER. The quality of radiation therapy
depends on the ability to maximize the dose delivered to the target volume while minimizing
the dose given to its surrounding OAR and normal tissue. Treatment planning is very
necessary for determining the accuracy of the dose delivered. This study aims to compare the
dosimetric outcomes between 3D – CRT and IMRT techniques for 3 cases of left breast cancer
post-mastectomy. These treatment plans used 6 MV photon beams in XiO treatment planning
software. The plans were evaluated using the isodose curve and DVH. The physical
parameters such as V95%, HI, and CI obtained from DVH are used to evaluate the dose
distribution in PTV. Meanwhile, the dose distribution in OAR is evaluated using V20 for lungs,
V30 for heart, and Dmax of 50 Gy for the spinal cord. From the isodose curve, we obtain the
area of normal tissue irradiated by 20% of the prescribed dose. Besides evaluating the dose
distribution, the time needed for making treatment planning and total MU for one fraction is
also evaluated to determine the efficiency. Based on the data, the 3D – CRT technique gives
a better result on dose distribution for a less complicated case. However, the more complicated
the case, the better the IMRT technique to be applied. The area of normal tissue irradiated by
low dose increased along with the increase in the number of the used beam.

Keywords: treatment planning, 3D-CRT, IMRT, DVH, isodose curve.

PENDAHULUAN
Radioterapi merupakan salah satu metoda penyembuhan kanker dengan
memanfaatkan radiasi pengion seperti foton, elektron, proton, neutron, maupun ion berat

143
Komparasi Treatment Planning Berkas Foton Teknik … ISBN 978-623-7425-16-8
Irna Jelita Estri Satiti

untuk membunuh sel-sel tumor atau kanker. Penggunaan radiasi untuk terapi kanker secara
fisis merupakan proses transfer energi akibat adanya interaksi radiasi dengan materi yang
terkuantifikasi menjadi dosis serap [1]. Tujuan utama dari radioterapi adalah memberikan
dosis semaksimal mungkin pada tumor dan meminimalkan kerusakan pada jaringan normal
disekitarnya terutama pada organ at risks (OARs) [2]. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
setiap instalasi radioterapi memiliki treatment planning system (TPS) yang berfungsi untuk
merencanakan mekanisme pemberian dosis radiasi konformal pada pasien. Beberapa teknik
yang dapat digunakan untuk teknik konformal antara lain adalah 3D-Conformal Radiation
Therapy (3D-CRT) dan Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil komparasi treatment planning 3D–CRT
dan IMRT untuk kasus kanker payudara bagian kiri post Mastectomy menggunakan TPS XiO.
Dalam penelitian ini, komparasi teknik penyinaran diterapkan pada 3 kasus kanker dengan
tingkat kompleksitas yang berbeda. Dengan mengetahui teknik yang lebih optimal untuk
masing – masing kasus akan mempermudah fisikawan medis dalam menentukan treatment
planning untuk pasien dengan kompleksitas kasus yang bervariasi.
Teknik 3D-CRT merupakan teknik penyinaran yang dapat menghasilkan cakupan sinar
sesuai dengan proyeksi volume target tumor dengan menggunakan multileaf collimator (MLC).
Sementara IMRT merupakan teknik radioterapi 3D-CRT tahap lanjut yang memberikan radiasi
dengan intensitas yang inhomogen. Keuntungan dari teknik IMRT adalah dapat menghasilkan
distribusi dosis dengan konformalitas yang lebih tinggi pada target. Selain itu teknik ini dapat
menghasilkan gradien dosis yang turun cepat (rapid fall off) sehingga paparan dosis pada
jaringan normal lebih rendah. Kelemahan dari IMRT adalah waktu terapi yang lebih lama serta
jumlah monitor unit (MU) yang lebih banyak [3]. Perbandingan hasil treatment planning
menggunakan teknik 3D–CRT dan IMRT untuk kanker payudara kiri dilakukan untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan masing - masing teknik sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam memilih teknik yang optimal untuk penanganan kasus
kanker payudara kiri.

TEORI
Tahapan Pembuatan Treatment Planning
Dalam radioterapi terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu pencitraan
tubuh pasien, penentuan volume target, pembuatan treatment planning, perhitungan dosis,
serta evaluasi hasil treatment planning. Pencitraan tubuh pasien dilakukan menggunakan CT
simulator dengan tujuan untuk mengetahui informasi anatomi bagian tubuh pasien yang ingin
diperlukan. Informasi ini membantu dokter dalam menentukan target tumor serta OAR yang
berada di sekitarnya. Data ini kemudian ditransfer ke software TPS untuk selanjutnya
dilakukan pembuatan kontur dan penentuan volume target. Perbedaan mendasar pada
pembuatan treatment planning teknik 3D – CRT dan IMRT adalah pada teknik 3D – CRT
dilakukan secara forward planning di mana optimasi dilakukan secara manual dan bersifat trial
and error. Sementara teknik IMRT dapat dilakukan secara inverse planning dimana fisikawan
medis hanya perlu memasukkan target dosis yang ingin dicapai, selanjutnya software TPS
melakukan optimasi secara otomatis. Teknik IMRT dapat mengatasi keterbatasan utama 3D
– CRT yang tidak dapat memperhitungkan bentuk anatomi target tumor yang letaknya
bersinggungan dengan OAR seperti pada Gambar 1. Dengan penggunaan intensitas yang
inhomogen IMRT mampu memberikan distribusi dosis yang tepat pada target tumor yang
bentuknya kompleks [4].

Gambar 1. Perbedaan distribusi dosis (a) intensitas homogen (b) intensitas inhomogen
(Cho, 2018).

144
Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Pendayagunaan Teknologi Nuklir 2020
Serpong, 18-19 November 2020

Perhitungan Dosis
Perhitungan dosis pada TPS XiO menggunakan algoritma konvolusi superposisi. Pada
algoritma ini perhitungan dosis dilakukan dengan cara mengkonvolusikan nilai TERMA
(Transfer Energy per Unit Mass) dengan kernel seperti pada Persamaan (1). TERMA
merupakan energi yang dideposisikan oleh foton sebelum adanya transport elektron,
sementara kernel merupakan energi yang terdeposisi akibat adanya transport elektron.
Konvolusi nilai TERMA dan kernel dapat disamakan dengan penjumlahan kernel pada setiap
voxel. Sehingga algoritma ini juga sering disebut sebagai algoritma superposisi [5].

D(r ) =  T p (r ')  ker nel (r − r ' ) d 3 r ' (1)

Dosis serap pada kedalaman yang berbeda akan menunjukkan nilai yang berbeda. Nilai
dosis serap ini dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah ; energi berkas radiasi,
kedalaman, ukuran lapangan, jarak dari sumber serta kolimasi berkas [6].

Kurva Isodosis dan DVH


Kurva isodosis merupakan garis yang melewati sejumlah titik pada jarak tertentu dari
sumber radioaktif yang memiliki laju dosis sama. Kurva isodosis secara sederhana merupakan
gabungan dari kurva profil radiasi dan kurva percentage depth dose (PDD). Dalam evaluasi
treatment planning, kurva isodosis dapat digunakan untuk mengetahui nilai dosis yang
terdistribusi pada target tumor serta OAR yang berada di sekitarnya. Penyajian distribusi dosis
menggunakan kurva isodosis tidak hanya menunjukkan daerah dengan distribusi dosis yang
seragam, dosis tinggi, atau dosis rendah, akan tetapi juga menunjukkan posisi anatominya
[6].
Dalam treatment planning yang dilakukan secara 3 dimensi terdapat informasi
mengenai distribusi dosis yang tersebar pada anatomi tubuh pasien yang direpresentasikan
oleh DVH. DVH biasanya ditampilkan dalam bentuk persentase volume yang merupakan
fungsi dari dosis pada volume tersebut. Data-data yang berkaitan dengan distribusi dosis pada
PTV (Planning Target Volume) diantaranya meliputi dosis maksimum, dosis minimum, dosis
rata - rata, DY% yang merupakan dosis minimal yang diterima oleh Y% volume PTV, VX%
yang merupakan volume yang dikenai dosis radiasi sebesar minimal X% dari dosis preskripsi,
conformity index (CI), serta homogeneity index (HI). HI merupakan parameter kuantitatif yang
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keseragaman distribusi dosis dalam PTV. Nilai HI
diperoleh dengan membagi selisih nilai dosis maksimal dan dosis minimal dengan dosis
minimal yang terdistribusi pada 50% volume target seperti pada persamaan (2). HI yang ideal
bernilai 0 yang artinya seluruh dosis pada PTV seragam [7].

D 2% − D98%
HI = (2)
D50%

Conformity index (CI) merupakan kesesuaian distribusi dosis yang melingkupi volume target.
CI yang ideal bernilai 1 yang artinya nilai dosis preskripsi tepat melingkupi volume target yang
diinginkan. Nilai CI diperoleh dengan membagi volume yang memperoleh nilai dosis sesuai
dengan yang diinginkan dengan volume total target seperti pada persamaan berikut [7].

VRI
CI = (3)
VT

METODOLOGI
Pemilihan Kasus Kanker Payudara
Kasus kanker payudara yang dipilih adalah kasus kanker payudara kiri stadium
menengah yang telah menjalani operasi bedah mastectomy. Citra payudara dari 3 orang
pasien diambil menggunakan CT Scan Simulator Neusoft. Jumlah citra yang digunakan
sebanyak 88 slice dengan jarak tiap slice-nya sebesar 0,3 cm. PTV kasus pertama, kedua,
dan ketiga memiliki volume sebesar 760,46 cc, 488,92 cc, 412,98 cc. Kasus 3 merupakan
kasus yang paling kompleks karena sebagian dari tumor terletak pada paru – paru kiri. Kasus
pertama merupakan kasus dengan tingkat kompleksitas kedua karena ukuran tumornya yang
hampir dua kali lipat lebih besar, sementara kasus kedua merupakan kasus dengan
kompleksitas yang paling rendah dibanding kedua kasus lainnya.

145
Komparasi Treatment Planning Berkas Foton Teknik … ISBN 978-623-7425-16-8
Irna Jelita Estri Satiti

Parameter Treatment Planning


Pembuatan treatment planning pada penelitian ini dilakukan menggunakan radiasi foton
berenergi 6 MV dengan teknik SAD (Source to Axis Distance) 100 cm. Titik isocenter
diposisikan pada titik tengah PTV. Dosis preskripsi untuk masing – masing PTV bernilai
5000 cGy diberikan dalam 25 fraksinasi penyinaran. Target distribusi dosis pada 95% area
PTV berada pada rentang 95% - 107% dosis preskripsi [7]. Variasi jumlah berkas radiasi yang
dilakukan sebanyak 2, 3, dan 5 lapangan penyinaran untuk masing – masing kasus. Hasil
treatment planning teknik 3D – CRT dengan 2 lapangan penyinaran dibandingkan dengan
hasil treatment planning teknik IMRT dengan 2 lapangan penyinaran. Perlakuan yang sama
diberikan untuk hasil treatment planning teknik 3D – CRT dan IMRT dengan 3 dan 5 lapangan
penyinaran. Pemberian berkas radiasi sebanyak 2 lapangan penyinaran dilakukan dari arah
tangensial yang saling berlawanan sementara jumlah berkas radiasi sebanyak 3 lapangan
penyinaran diberikan dengan menambahkan 1 berkas radiasi yang memiliki arah tegak lurus
pada berkas dari arah tangensial. Pemberian berkas radiasi sebanyak 5 lapangan penyinaran
dilakukan sesuai dengan metode butterfly configuration. Arah berkas penyinaran yang optimal
diindikasikan oleh cakupan berkas yang melingkupi sebagian besar area PTV dengan
paparan radiasi seminimal mungkin pada area OAR.

Evaluasi Hasil
Analisis untuk setiap hasil treatment planning dilakukan dengan menggunakan DVH
dan kurva isodosis. Dari DVH dapat diperoleh parameter kuantitatif untuk mengevaluasi hasil
treatment planning yaitu distribusi dosis pada PTV dan OAR. Kualitas distribusi dosis pada
PTV dapat dilihat dari nilai dosis rata – rata dan nilai V95%. Rentang persentase distribusi
dosis rata – rata pada volume PTV yang dapat diterima secara klinis berkisar antara 95% -
107% dosis preskripsi. V95% merupakan persentase volume PTV yang menerima dosis
minimal sebesar 95% dari dosis preskripsi. Nilai V95% yang harus dipenuhi untuk
pengaplikasian klinis minimal sebesar 95% volume PTV. Parameter kuantitatif lain yang juga
dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diantaranya adalah HI (Homogeneity Index), dan CI
(Conformity Index). HI yang ideal bernilai 0 yang artinya seluruh dosis pada PTV seragam.
Sementara CI yang ideal bernilai 1 yang artinya nilai dosis preskripsi tepat melingkupi volume
target yang diinginkan. Selain menggunakan DVH, kurva isodosis juga digunakan untuk
mengevaluasi distribusi dosis rendah pada jaringan normal. Dosis rendah didefinisikan
sebagai dosis yang memiliki nilai minimal 20% dari dosis preskripsi atau 1000 cGy. Luas area
yang dilingkupi kurva isodosis yang dimaksud dihitung menggunakan pemrograman python.
Semakin luas paparan dosis rendah pada jaringan normal maka probabilitas munculnya
secondary malignancies semakin tinggi [8].

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada pembahasan ini digunakan notasi LXKY untuk menyatakan kasus Y yang
diberikan radiasi dengan jumlah lapangan penyinaran sebanyak X. Dari DVH dapat diperoleh
nilai distribusi dosis untuk masing – masing treatment planning. Tabel 1 menyajikan hasil
distribusi dosis yang diperoleh dari treatment planning teknik 3D – CRT dan IMRT untuk
kasus 1. Nilai HI dan CI yang dihasilkan dari teknik IMRT selalu lebih kecil dibandingkan nilai
HI dan CI dari teknik 3D – CRT. Hal ini menandakan bahwa homogenitas dan konformitas
distribusi dosis pada teknik IMRT lebih baik. Penerapan teknik 3D – CRT pada L2K1
menghasilkan distribusi dosis rata – rata pada PTV diluar rentang 95% - 107% dosis preskripsi.
Distribusi dosis pada OAR dan jaringan normal untuk L2K1 disajikan pada Tabel 2.
Distribusi dosis pada OAR yang dihasilkan dari teknik 3D – CRT variasi 2 dan 3
lapangan penyinaran menunjukkan nilai yang sesuai dengan standar klinis. Sementara untuk
teknik 3D – CRT dengan 5 lapangan penyinaran, nilai distribusi dosis pada paru – paru
melebihi batas ambang maksimal yang diperbolehkan. Treatment planning teknik IMRT untuk
setiap variasi jumlah lapangan penyinaran semuanya menghasilkan nilai distribusi dosis pada
OAR yang sesuai dengan standar klinis. Distribusi dosis pada jaringan normal cenderung
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah lapangan penyinaran baik
menggunakan teknik 3D – CRT maupun teknik IMRT.
Kurva DVH pada Gambar 2 menunjukkan distribusi dosis treatment planning teknik
IMRT 3 lapangan penyinaran untuk kasus 2. Hasil distribusi dosis yang diperoleh dari
treatment planning teknik 3D – CRT dan IMRT untuk kasus 2 secara lengkap tersaji dalam
Tabel 3. Pada kasus ini, nilai HI yang dihasilkan dari teknik IMRT selalu lebih kecil
dibandingkan nilai HI dari teknik 3D – CRT. Nilai CI pada teknik 3D – CRT L3K2 dan L5K2
lebih besar dibandingkan dengan CI pada teknik IMRT. Akan tetapi nilai CI pada teknik 3D –

146
Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Pendayagunaan Teknologi Nuklir 2020
Serpong, 18-19 November 2020

CRT L2K2 lebih kecil dibandingkan dengan CI pada teknik IMRT. Semakin nilai CI mendekati
1 maka konformitas atau kesesuaian distribusi dosis pada PTV semakin baik. Nilai V95%
untuk kasus 2 semuanya berada diatas angka 95% kecuali V95% yang dihasilkan oleh
treatment planning IMRT L2K2 yaitu 94.78%. Sementara nilai distribusi dosis rata – rata pada
PTV yang berada diluar rentang 95% - 107% dosis preskripsi dihasilkan dari treatment
planning teknik 3D – CRT L5K2.

Tabel 1. Distribusi dosis pada PTV kasus 1


L2K1 L3K1 L5K1
Teknik Parameter 3D-CRT IMRT 3D-CRT IMRT 3D-CRT IMRT
±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001
HI 0.296 0.156 0.245 0.197 0.221 0.166
CI 0.820 0.860 0.809 0.815 0.686 0.804
V95% (%) 96.35 97.22 95.14 95.22 89.76 96.00
D rata - rata (cGy) 5511 5086 5248 5127 5089 5137

Tabel 2. Distribusi dosis pada OAR dan jaringan normal kasus 1

L2K1 L3K1 L5K1


Nama organ Goal 3DCRT IMRT 3DCRT IMRT 3DCRT IMRT
±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001
Spinal cord (cGy) 5000 91 634 2038 2857 2599 2339
Jantung (%) 46 17.39 10.08 18.12 20.02 79.59 31.33
Paru - paru kiri (%) 30 22.35 23.33 29.86 28.03 96.56 25.55
Paru -paru kanan (%) 30 0 0 12.5 2.96 42.26 13.72
Luas 20% dosis (cm2) - 17.21 17.87 165.11 99.14 198.88 154.99

Tabel 3. Distribusi dosis pada PTV kasus 2


L2K2 L3K2 L5K2
Teknik Parameter 3D-CRT IMRT 3D-CRT IMRT 3D-CRT IMRT
±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001
HI 0.238 0.207 0.194 0.186 0.261 0.1647
CI 0.844 0.887 0.773 0.762 0.906 0.791
V95% (%) 95.78 94.78 95.22 95.44 95.38 95.96
D rata - rata (cGy) 5320 5147 5140 5107 4814 5139

120
DVH
spinal cord
100
PTV
Volume (%)

80
60
paru - paru
40 kanan
20 paru - paru kiri

0
-20 0 2000 4000 6000
Dosis (cGy)
Gambar 2. DVH Teknik IMRT 3 lapangan penyinaran kasus 2

Tabel 4 menunjukkan distribusi dosis pada OAR dan jaringan normal untuk kasus 2.
Distribusi dosis pada OAR yang dihasilkan dari teknik 3D – CRT dan IMRT dengan variasi 2
lapangan penyinaran dan 3 lapangan penyinaran menunjukkan nilai yang sesuai dengan

147
Komparasi Treatment Planning Berkas Foton Teknik … ISBN 978-623-7425-16-8
Irna Jelita Estri Satiti

standar klinis. Nilai distribusi dosis dengan variasi 5 lapangan penyinaran untuk teknik IMRT
juga telah sesuai dengan standar klinis, akan tetapi nilai yang dihasilkan dari treatment
planning teknik 3D – CRT 5 lapangan untuk organ jantung, dan paru - paru masih berada jauh
diatas batas yang ditetapkan. Distribusi dosis pada PTV yang diperoleh dari treatment
planning teknik 3D – CRT dan IMRT untuk kasus 3 dapat dilihat pada Tabel 5. Sama seperti
dua kasus sebelumnya, homogenitas distribusi dosis pada PTV yang dihasilkan dari teknik
IMRT relatif lebih baik dibandingkan dengan hasil dari teknik 3D – CRT. Kesesuaian distribusi
dosis atau konformitas dosis pada PTV hasil IMRT juga relatif lebih baik daripada hasil 3D –
CRT. Nilai V95% untuk teknik IMRT lebih tinggi dibanding teknik 3D – CRT pada L3K3 dan
L5K3, akan tetapi pada L2K3 teknik 3D – CRT menghasilkan nilai yang lebih baik. V95% yang
dihasilkan dari teknik IMRT L2K3 berada di bawah standar klinis yaitu 93.17%. Nilai distribusi
dosis rata – rata pada PTV yang berada diluar rentang 95% - 107% dosis preskripsi ditemukan
pada treatment planning teknik 3D – CRT L5K2. Tabel 6 menyajikan distribusi dosis pada
OAR kasus 3. Dosis pada spinal cord dari semua teknik penyinaran menghasilkan nilai yang
baik. Sementara pada organ jantung dan paru – paru kanan, terdapat hasil yang masih belum
memenuhi standar yaitu dari treatment planning teknik 3D – CRT L5K3. Distribusi dosis pada
organ paru – paru kiri yang sesuai dengan standar klinis hanya dihasilkan oleh treatment
planning teknik IMRT L5K3, sementara dari treatment planning lainnya distribusi dosis pada
paru – paru melebihi batas maksimal.

Tabel 4. Distribusi dosis pada OAR dan jaringan normal kasus 2


L2K2 L3K2 L5K2
Nama organ Goal 3DCRT IMRT 3DCRT IMRT 3DCRT IMRT
±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001
Spinal cord (cGy) 5000 57 95 1634 2137 2073 1627
Jantung (%) 46 10.08 12.14 10.42 12.87 98.73 33.19
Paru-paru kiri (%) 30 23.33 26.36 26.50 29.35 95.18 29.22
Paru-paru kanan (%) 30 0 0 0 6.35 58.27 29.60
Luas 20% dosis (cm2) 9.41 14.47 109.44 123.34 221.39 185.21

Tabel 5. Distribusi dosis pada PTV kasus 3


L2K3 L3K3 L5K3
Teknik Parameter 3D-CRT IMRT 3D-CRT IMRT 3D-CRT IMRT
±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001
HI 0.231 0.208 0.204 0.204 0.269 0.191
CI 0.827 0.834 0.815 0.904 0.880 0.895
V95% (%) 95.08 93.17 95.30 95.89 95.74 97.15
D rata - rata (cGy) 5299 5152 5167 5254 5438 5295

Tabel 6. Distribusi dosis pada OAR dan jaringan normal kasus 3

L2K3 L3K3 L5K3


Nama organ Goal 3DCRT IMRT 3DCRT IMRT 3DCRT IMRT
±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001 ±0.001
Spinal cord (cGy) 5000 85 120 1880 2217 1283 1577

Jantung (%) 46 31.43 34.01 33.62 32.24 88.08 24.87

Paru - paru kiri (%) 30 39.92 37.39 42.16 33.36 62.39 29.92

Paru - paru kanan (%) 30 1.18 1.25 7.00 21.2 39.64 24.12
Luas 20% dosis (cm2) 26.88 26.35 121.61 112.08 103.14 112.32

Pada setiap kasus, distribusi dosis pada jaringan normal cenderung semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah lapangan penyinaran baik dari teknik 3D-CRT maupun
IMRT. Gambar 3 menunjukkan kurva isodosis dari treatment planning teknik IMRT kasus 1
untuk setiap variasi lapangan penyinaran. Area yang diberi warna biru muda menunjukkan

148
Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Pendayagunaan Teknologi Nuklir 2020
Serpong, 18-19 November 2020

luasan area yang terpapar dosis rendah. Tabel 7 menunjukkan perbandingan waktu dan
jumlah MU dari teknik 3D-CRT dan IMRT untuk setiap kasus.Efisiensi pembuatan treatment
planning ditinjau dari lamanya waktu pembuatan treatment planning dan jumlah MU yang
dibutuhkan menunjukkan bahwa teknik 3D–CRT lebih baik dibandingkan teknik IMRT untuk
setiap kasusnya. Semakin banyak jumlah lapangan penyinaran yang digunakan, waktu
pembuatan treatment planning dan jumlah MU yang dibutuhkan cenderung semakin
meningkat.

Tabel 7. Waktu dan jumlah MU setiap treatment planning

Kasus Jumlah lapangan Teknik Waktu Jumlah MU


3D-CRT 12' 26" ± 1” 249 ± 1
2
IMRT 26' 8" ± 1” 489 ± 1
3D-CRT 9' 32" ± 1” 252 ± 1
1 3
IMRT 34' 14" ± 1” 531 ± 1
3D-CRT 21' 44" ± 1” 247 ± 1
5
IMRT 42' 51" ± 1” 1063 ± 1
3D-CRT 12' 42'' ± 1” 246 ± 1
2
IMRT 24' 37'' ± 1” 397 ± 1
3D-CRT 12' 38'' ± 1” 245 ± 1
2 3
IMRT 28' 54'' ± 1” 448 ± 1
3D-CRT 18' 09'' ± 1” 230 ± 1
5
IMRT 38' 51'' ± 1” 893 ± 1
3D-CRT 11' 10'' ± 1” 240 ± 1
2
IMRT 22' 46'' ± 1” 418 ± 1
3D-CRT 12' 15'' ± 1” 243 ± 1
3 3
IMRT 26' 34'' ± 1” 663 ± 1
3D-CRT 17' 52'' ± 1” 266 ± 1
5
IMRT 39' 49'' ± 1” 943 ± 1

Gambar 3. Kurva isodosis kasus 1 teknik IMRT

KESIMPULAN
Treatment planning yang menghasilkan nilai distribusi dosis pada PTV dan OAR yang
dapat diterapkan secara klinis untuk kasus 1 adalah treatment planning teknik IMRT dengan
2, 3, dan 5 lapangan penyinaran. Untuk kasus 2 adalah treatment planning teknik 3D – CRT
dengan 2 dan 3 lapangan penyinaran dan teknik IMRT dengan 3 dan 5 lapangan penyinaran.
Sementara treatment planning untuk kasus 3 adalah treatment planning IMRT dengan 5
lapangan penyinaran. Luas daerah pada jaringan normal yang memperoleh sebaran dosis
rendah sebesar 20% dosis preskripsi memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan
nilai seiring dengan bertambahnya jumlah lapangan penyinaran yang digunakan. Lamanya
waktu yang diperlukan untuk membuat treatment planning IMRT lebih besar dibandingkan
waktu yang diperlukan untuk membuat treatment planning 3D – CRT, begitu pula dengan
jumlah MU yang diperlukan. Dalam praktiknya secara klinis, apabila kasus yang ditangani
tidak terlalu kompleks penggunaan teknik 3D-CRT dapat menghasilkan distribusi dosis yang
sesuai. Semakin kompleks kasus yang ditangani, penggunaan teknik IMRT dapat mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh teknik 3D-CRT. Dari masing – masing treatment planning yang

149
Komparasi Treatment Planning Berkas Foton Teknik … ISBN 978-623-7425-16-8
Irna Jelita Estri Satiti

dapat diterapkan secara klinis untuk kasus 1, 2, dan 3 diperoleh treatment planning yang
paling optimal. Treatment planning yang paling optimal untuk kasus 1 adalah teknik IMRT
dengan 2 lapangan penyinaran, treatment planning yang paling optimal untuk kasus 2 adalah
teknik 3D – CRT dengan 2 lapangan penyinaran, sementara untuk kasus 3 treatment planning
yang paling optimal adalah IMRT dengan 5 lapangan penyinaran.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Dr.rer.nat. Freddy Haryanto, M.Si. yang telah
memberikan bimbingan, kritik, dan saran selama penelitian ini dilakukan. Terimakasih kepada
Ibu Kartika Fajarwati, S.Si. selaku Fisikawan Medis dan dr. Faisal Adam, Sp.Onk.Rad. selaku
Kepala Instalasi Radioterapi yang telah banyak memberikan masukan saat proses
pengambilan data berlansung. Terimakasih juga saya ucapkan kepada Bapak
Dr. dr. Chairuddin Yunus, M.Kes. dan Bapak Dedy Herdijanto Dwiputra, S.E., M.M., PhD.
selaku direktur PT Curie Medika Indonesia atas dukungan yang selalu diberikan. Penulis
menyadari bahwa masih banyak perbaikan yang dapat dilakukan untuk pengembangan
penelitian ini kedepannya. Penulis terbuka akan setiap kritik dan saran yang membangun
untuk penelitian yang lebih baik. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi segenap civitas akademika, praktisi klinis, maupun pegiat industri alat kesehatan
elektromedik radiasi. Salam.

DAFTAR PUSTAKA
1. PODGORSAK EB. “Radiation Oncology Physics: A Handbook for teachers and Students”,
IAEA. Vienna.
2. BAKIU E, dkk., “Comparison of 3D CRT and IMRT Treatment Plans”, Jurnal Acta
Informatica Medica Volume 21.
3. BOYER A, dkk., “Intensity Modulated Radiotherapy: Current Status and Issues of Interest”,
International Journal of Radiation Oncology Volume 51.
4. CHO B, “Intensity Modulated Radiation Therapy : A Review with A Physics Prespective”,
Jurnal Radiation Oncology.
5. CHEN W, dkk., “Impact of Dose Calculation Algorithm on Radiation Therapy”, World
Journal of Radiology.
6. FAIZ K, dkk., “The Physics of Radiation Therapy 3rd Edition”, Lippincott William & Wilkins
(2003).
7. HACIISLAMOGLU, dkk, “Dosimetric Comparison of Left Sided Whole Breast Irradiation
with 3D CRT, Forward Planned IMRT, Inverse Planned IMRT, Helical Tomotherapy, and
Volumetric Arc Therapy”, Jurnal Physica Medica Volume 31.
8. ICRU Report 50, “Prescribing, Recording and Reporting Photon Beam Therapy”,
Bethesda, MD.

DISKUSI

RENO
Apakah yang dimaksud "memberikan dosis maksimum pada target", yang tadi ibu sampaikan,
adalah dosis yang akurat dan efektif membunuh sel-sel tumor?

IRNA JELITA
Diharapkan dosis yang terkena ke target seminimal mungkin dan optimal.

LEONS RIXSON
Kenapa target yang dipilih payudara kiri? apakah ada hal ilmiah pemilihan payudara kiri?

IRNA JELITA
Pemilihan payudara kiri karena organ etrisnya sangat banyak di sebelah kiri.

M.M. FARID
Apakah data hasil yang didapat berdasarkan kajian atau kasus nyata?

IRNA JELITA
Hasil yang disampaikan berdasarkan kasus nyata, tidak bisa dibuat-buat.

150

Anda mungkin juga menyukai