Anda di halaman 1dari 122

MUTU GIZI DAN ORGANOLEPTIK FORMULASI FOOD BAR TEPUNG

BEKATUL DAN TEPUNG JAGUNG SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN

DARURAT

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi Kesehatan

Oleh :

LAILY FANDIANTY NINGSIH

NIM 105070301111002

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

MUTU GIZI DAN ORGANOLEPTIK FORMULASI FOOD BAR TEPUNG

BEKATUL DAN TEPUNG JAGUNG SEBAGAI ALTERNATIF

PANGAN DARURAT

Oleh :
Laily Fandianty Ningsih
NIM : 105070301111002

Telah diuji pada


Hari : Rabu
Tanggal : 11 Juni 2014
dan dinyatakan lulus oleh :
Penguji I

Dr. Dra. Sri Winarsih, APT, Msi


NIP. 19540823 198103 2 001

Penguji II/ Pembimbing I Penguji III/ Pembimbing II

dr. Arliek Rio Julia, MS Inggita Kusumastuty, S.Gz, M.Biomed


NIP. 19481219 198003 2 002 NIP. 19820402 200604 2 001

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Gizi Kesehatan

Dr. dr. Endang Sriwahyuni, M.S


NIP. 19521008 198003 2 002

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul

“Mutu Gizi dan Organoleptik Formulasi Food Bar Tepung Bekatul dan

Tepung Jagung sebagai Alternatif Pangan Darurat”.

Ketertarikan penulis akan topik ini didasari oleh fakta bahwa saat ini

banyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia. Pemenuhan kebutuhan

dasar untuk para korban bencana meliputi makanan, pakaian, air bersih dan

lainnya sangat diperlukan. Sehingga dibutuhkan pangan darurat untuk memenuhi

kebutuhan harian energy dan gizi korban bencana. Pangan darurat yang

digunakan adalah makanan ready to eat tanpa harus menggunakan air untuk

mengonsumsinya. Salah satu makanan yang cocok untuk korban bencana

adalah makanan padat (food bar). Selain itu, Indonesia memiliki banyak potensi

diantaranya adalah komoditi jagung yang jumlahnya terbesar kedua pada sector

pertanian dan bekatul yang mempunyai nilai gizi tinggi akan tetapi belum dapat

termanfaatkan. Oleh karena itu, penulis ingin membuat makanan padat berbahan

dasar tepung bekatul dan tepung jagung sebagai alternative pangan darurat.

Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terimakasih

yang kepada:

1. Dr. dr. Karyono Mintaroem, Sp.PA, selaku Dekan FKUB yang telah berkenan

memberi kesempatan kepada saya untuk menuntut ilmu di Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

2. Dr. Endang Sriwahyuni, MS selaku Ketua Jurusan program studi Ilmu Gizi

FKUB Malang.

iii
iv

3. Dr. Dra. Sri Winarsih, APT, Msi, selaku dosen penguji yang bersedia

meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan masukan dalam

penulisan tugas akhir ini sehingga terselesaikan.

4. dr. Arliek Rio Julia, MS selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan

bimbingan, nasehat, waktu, dan berbagai arahan kepada penulis selama

penyusunan tugas akhir ini.

5. Inggita Kusumastuty, S.Gz, M.Biomed dosen pembimbing 2 yang juga

dengan sabar selalu membimbing, mengarahkan, memberikan nasehat,

waktudan berbagai arahan dalam penulisan tugas akhir ini.

6. Yang tercinta Ibunda dan Ayahanda atas segala kasih sayang, doa dan

semangat yang diberikan dalam upaya penyelesaian tugas akhir ini.

7. Yang tersayang kakak dan adik atas segala doa dan semangat yang

diberikan.

8. Teman-teman Laras, Elvira, Mega dan Nila yang saling memberikan

masukan, motivasi dan mendengarkan keluh kesah yang dialami penulis.

9. Teman-teman gizi 2010 yang telah banyak memberikan semangat dan

dukungan yang telah diberikan.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini

yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, Oleh

karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun

dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Malang, 20 Juni 2014

Penulis

iv
ABSTRAK

Ningsih, Laily Fandianty. 2014. Mutu Gizi dan Organoleptik Formulasi Food
bar Tepung Bekatul dan Tepung Jagung Sebagai Alternatif Pangan
Darurat. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. Pembimbing : (1) dr. Arliek Rio Julia, MS. (2)
Inggita Kusumastuty, S.Gz, M.Biomed.

Pangan darurat merupakan pangan yang dalam keadaan darurat


diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sebesar 233-250 kkal/50 gram food bar.
Salah satu contoh produk pangan darurat adalah makanan padat (food bar).
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan makanan padat dapat berasal
dari tepung bekatul dan tepung jagung.Tujuan Penelitian ini adalah untuk
mengetahui formulasi food bar dari tepung bekatul dan tepung jagung yang
sesuai syarat pangan darurat dan daya terima produk. Penelitian ini
menggunakan desain true experiment dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Variabel bebasnya adalah penggunaan tepung gandum (100%) dan penggunaan
tepung bekatul : tepung jagung (10:90, 20:80, 30:70, 40:60, 50:50), sedangkan
variabel terikatnya adalah nilai kandungan zat gizi makro (protein, lemak,
karbohidrat) dan mutu fisik (tekstur, rasa , warna, aroma). Uji yang dilakukan
adalah uji Kruskall Wallis dan uji Man Whitney dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi makanan padat berbahan baku
tepung bekatul dan tepung jagung memberikan pengaruh yang tidak signifikan
terhadap parameter mutu gizi protein (p=0,187), lemak (p=0,852), karbohidrat
(p=0,114), akan tetapi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
parameter mutu organoleptik rasa (p=0,004), aroma (p=0,016), tekstur (p=0,005),
warna (p=0,004). Maka food bar yang tepat sesuai syarat pangan darurat dan
baik daya terimanya adalah food bar dengan tepung bekatul : tepung jagung
(10:90) yang mengandung energi 232,43 kkal, protein 6,35 gram, lemak 9,41
gram dan karbohidrat 30,58 gram dalam 50 gram bahan serta memiliki tingkat
kesukaan “suka” pada rasa, aroma dan tekstur, dan tingkat kesukaan “sangat
suka” pada warna.

Kata kunci: pangan darurat, food bar, bekatul, jagung, mutu gizi.

iv
ABSTRACT

Ningsih, Laily Fandianty. 2014. Nutritional and Organoleptic Quality Food Bar
Formulation of Rice Bran Flour and Corn Flour as Alternative
Emergency Food Product. Final Assignment, Nutrition Departement
Faculty of Medicine, University of Brawijaya. Supervisor: (1) dr. Arliek Rio
Julia, MS. (2) Inggita Kusumastuty, S.Gz, M.Biomed.

Emergency food products are food in emergency situation are meet


requirements of 233-250 kcal/50 grams food bar. One form of emergency food
product is food bar. Materials used in food bar were rice bran flour and corn
flour.The purposed of this study were to determine the food bar formulation of
rice bran flour and corn flour that appropriate emergency food product
requirements and product acceptance. This study were used true experiment
with a completely randomized design (CRD). The independent variable were
amount of wheat flour (100%) and amount of rice bran flour: corn flour (10:90,
20:80, 30:70, 40:60, 50:50), while the dependent variable is the value of
macronutrients (protein , fat, carbohydrate) and physical quality (texture, flavor,
color, scent). Statistical test which used kruskall Wallis and Man Whitney with
level of credibility 95% . The results showed that the formulation of food bar from
rice bran flour and corn flour no significant effect on nutritional quality parameters
of protein (p=0.187), fat (p=0.852), carbohydrate (p=0.114), but a significant
effect on organoleptic quality of taste (p=0.004), aroma (p=0.016), texture
(p=0.005), color (p=0.004). In conclusion, the food bar that appropriate
emergency food product requirements and product acceptance is food bar with
rice bran flour:corn flour (10:90) containing energy 232.43 kcal, 6.35 protein
grams, 9.41 fat grams and carbohydrate 30.58 grams in 50 grams of food bar
and has preference level "likes" on flavor, scent and texture, and "really like" on
color.

Keyword : Emergency food product, food bar, rice bran, corn, nutritional quality.

v
DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………... i

Halaman Pengesahan…...…………………………………………………… ii

Kata Pengantar ……………………………………………………………….. iii

Abstrak…………………………………………………………………………. v

Abstract ………………………………………………………………………... vi

Daftar Isi ………………………………………………………………………. vii

Daftar Gambar ………………………………………………………………... xi

Daftar Tabel …………………………………………………………………… xii

Daftar Lampiran ………………………………………………………………. xiv

Daftar Singkatan ……………………………………………………………… xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………..... 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………… 3

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………... 3

1.3.1 Tujuan Umum …………………………………………….. 4

1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………. 4

1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………. 4

1.4.1 Manfaat Akademis………………………………………… 4

1.4.2 Manfaat Praktis …………………………………………… 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan Darurat (Emergency Food Product) ………………… 6

vii
2.2 Food Bar (Food Bar) ……………………………………. 8

2.2.1Proses Pembuatan Makanan Padat (Food Bar) …….. 9

2.2.1.1Pencampuran (Mixing) …………………………. 9

2.2.1.2 Pencetakan ………………………………………. 10

2.2.1.3 Pengovenan ……………………………………… 11

2.3 Jagung ……………………………………………………………. 12

2.3.1 Kandungan Gizi Jagung …………………………………. 12

2.3.2 Manfaat Jagung …………………………………………... 13

2.3.3 Syarat Mutu Tepung Jagung ……………………………. 14

2.3.4 Kandungan Gizi Tepung Jagung ……………………….. 14

2.4 Bekatul …………………………………………………………… 15

2.4.1 Kandungan Gizi Bekatul …………………………………. 16

2.4.2 Manfaat Bekatul …………………………………………... 17

2.4.3 Kandungan Gizi Tepung Bekatul ……………………….. 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………….. 19

3.2 Penjelasan Kerangka Konsep …………………………………. 20

3.3 Hipotesis …………………………………………………………. 20

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian ………………………………………………….. 21

4.2 Desain Penentuan Perlakuan …………………………………. 21

4.3 Sampel …………………………………………………………… 22

4.3.1 Replikasi ……………….…………………………………. 22

viii
4.3.2 Kriteria Inklusi ……………………………………………. 23

4.4 Rancangan Penelitian ………………………………………… 23

4.5 Variabel Penelitian ……………………………………………… 24

4.5.1 Variabel Bebas …………………………………………... 24

4.5.2 Variabel Terikat ………………………………………….. 24

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………….. 24

4.7 Alat dan Bahan ………………………………………………….. 24

4.8 Prosedur Penelitian ……………………………………………... 25

4.8.1 Prosedur Pembuatan Food Bar ……………………….. 25

4.8.2 Prosedur Pengujian Zat Gizi Makro …………………… 26

4.8.2.1 Penetapan Kadar Protein Metode Kjendhal …. 26

4.8.2.2 Penetapan Kadar Lemak Metode Soxhlet …… 26

4.8.2.3 Penetapan kadar Abu Total …………………… 28

4.8.2.4 Penetapan Kadar Air Total …………………….. 28

4.8.2.5 Penetapan Kadar Karbohidrat by difference … 29

4.8.3 Prosedur Pengujian Daya Terima terhadap Produk … 29

4.8.4 Alur Penelitian …..………………………………………. 32

4.9 Definisi Operasional ……..……………………………………… 33

4.10 Analisis Data …………………………………………………. 33

BAB 5 HASIL DAN ANALISA DATA

5.1 Penelitian Pendahuluan ………………………………………… 34

5.2 Food Bar …………………………………………………………. 36

5.3 Mutu Gizi Food Bar ……………………………………………... 37

5.3.1 Kadar Protein Food Bar ……………………………….... 39

ix
5.2.2 Kadar Lemak Food Bar …………………………………. 40

5.3.3 Kadar Karbohidrat Food Bar …………………………… 42

5.4 Mutu Organoleptik Food Bar …………………………………… 43

5.4.1 Mutu Organoleptik Rasa Food Bar ……………………. 43

5.4.2 Mutu Oganoleptik Aroma Food Bar …………………… 46

5.4.3 Mutu Organoleptik Tekstur Food Bar …………………. 48

5.4.4 Mutu Organoleptik Warna Food Bar …………………... 51

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1 Food Bar ................................................................................ 54

6.2 Mutu Zat Gizi …………………………………………………….. 55

6.2.1 Kadar Protein Food Bar ………………………………… 55

6.2.2 Kadar Lemak Food Bar …………………………………. 57

6.2.3 Kadar Karbohidrat Food Bar …………………………… 58

6.3 Mutu Organoleptik ………………………………………………. 59

6.3.1 Mutu rganoleptik Rasa Food Bar ………………………. 59

6.3.2 Mutu Organoleptik Aroma Food Bar …………………... 61

6.3.3 Mutu Organoleptik Tekstur Food Bar …………………. 62

6.3.4 Mutu Organoleptik Warna Food Bar …………………... 64

6.4 Rekomendasi Food Bar ………………………………………… 65

6.5 Keterbatasan Penelitian ………………………………………... 67

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ………………………………………………………. 68

7.2 Saran ……………………………………………………………... 68

x
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 70

LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 74

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jagung ………………………………………………………... 12

Gambar 2.2 Bekatul ……………………………………………………….. 15

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………. 19

Gambar 4.1 Diagram Alir Pembuatan Makanan Padat ………………… 27

Gambar 4.2 Alur Penelitian ………………………………………………. 32

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Syarat Kandungan Gizi Pangan Darurat ……………………. 7

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Jagung ………………………………………. 13

Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Jagung ………………………………… 14

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Tepung Jagung …………………………….. 14

Tabel 2.5 Kandungan Gizi Bekatul ……………………………………… 16

Tabel 2.6 Kandungan Gizi Tepung Bekatul …………………………….. 18

Tabel 4.1 Perbandingan Tepung ………………………………………… 21

Tabel 4.2 Rancangan Acak Lengkap …………………………………… 23

Tabel 5.1 Persentase Mutu Gizi Food Bar per 50 gram …………….... 37

Tabel 5.2 Mutu Gizi Food Bar per 50 gram ……………………………. 38

Tabel 5.3 Energi dalam 50 gram Food Bar ……………………………. 39

Tabel 5.4 Persentase Rata – Rata Kadar Protein Food Bar (per 50

gram )…………………………………………………………… 39

Tabel 5.5 Persentase Rata – Rata Kadar Lemak Food Bar (per 50

gram )…………………………………………………………… 41

Tabel 5.6 Persentase Rata – Rata Kadar Karbohidrat Food Bar (per

50 gram )……………………………………………………….. 42

Tabel 5.7 Tabel Penilaian Panelis Mutu Organoleptik Rasa Food Bar

…………………………………………………………………… 44

Tabel 5.8 Uji Mann Witney Mutu Organoleptik Rasa Food Bar………. 44

Tabel 5.9 Tabel Penilaian Panelis Mutu Organoleptik Aroma Food

Bar ……………………………………………………………… 46

Tabel 5.10 Uji Mann Witney Mutu Organoleptik Aroma Food Bar…….. 47

xii
Tabel 5.11 Tabel Penilaian Panelis Mutu Organoleptik Tekstur Food

Bar ……………………………………………………………… 49

Tabel 5.12 Uji Mann Witney Mutu Organoleptik Tekstur Food

Bar………………………………………………………………. 49

Tabel 5.13 Tabel Penilaian Panelis Mutu Organoleptik Warna Food

Bar ……………………………………………………………… 51

Tabel 5.14 Uji Mann Witney Mutu Organoleptik Warna Food

Bar…………………………………………………………......... 52

Tabel 6.1 Rekomendasi Food Bar Berdasarkan Kelompok Umur ….. 66

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Tepung Jagung ……………………. 74

Lampiran 2 Prosedur Pembuatan Tepung Bekatul ……………………. 75

Lampiran 3 Formulasi Food Bar …………………………………………. 76

Lampiran 4 Formulir Uji Hedonik Rasa, Aroma, Tekstur dan Warna ... 79

Lampiran 5 Penjelasan Mengikuti Penelitian …………………………... 80

Lampiran 6 Pernyataan Persetujuan untuk Berpartisipasi dalam

Penelitian ………………………………………………......... 81

Lampiran 7 Pernyataan Keaslian Tulisan ………………………............ 82

Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup ……………………………………….. 83

Lampiran 9 Hasil Analisis SPSS ………………………………………… 85

Lampiran 10 Dokumentasi Kegiatan ……………………………………… 100

Lampiran 11 Laporan Hasil Uji Zat Gizi Makro ………………………….. 101

Lampiran 12 Pengacakan ………………………………………………….. 104

Lampiran 13 Etik Penelitian ………………………………………………... 106

xiv
DAFTAR SINGKATAN

BNBP : Badan Nasional Penanggulangan Bencana

LU : Lintang Utara

LS : Lintang Selatan

BT : Bujur Timur

BB : Bujur Barat

EFP : Emergency Food Product

IOM : Institute of Medicine

USAID : United States AgencyInternational Development

UKM : Usaha Kecil Menengah

BPTP : Balai Penelitian Tanaman Pangan

PBD : Produk Domestik Bruto

ASI : Air Susu Ibu

AOAC : Association of Analytical Communities

SNI : Standar Nasional Indonesia

Aw : water activity

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2008).

Secara geografis, kepulauan Indonesia berada di antara 6 o LU – 110 LS dan

95o BT-141 o BT serta terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu

lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik (Yulianti, 2012). Hal ini

menyebabkan Indonesia merupakan negara yang rawan bencana.

Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara rawan bencana

setelah India dan China (BNPB, 2013).

Dalam kondisi serba darurat, salah satu bantuan yang sangat

dibutuhkan korban bencana adalah makanan. Bantuan pangan seringkali

diberikan dalam bentuk mi instan. Padahal dalam keadaan bencana yang

demikian, fasilitas memasak dan keberadaan air bersih untuk memasak

begitu minimal bahkan seringkali tidak ada. Berdasarkan keadaan yang

seperti ini, diperlukan desain pangan khusus untuk keadaan darurat bencana

yang dapat langsung dikonsumsi (ready to eat), praktis didistribusikan, dan

bergizi. Salah satu alternatif pangan yang dapat diberikan pada para

pengungsi adalah pangan darurat (Lutfiyanthi dkk., 2011).

1
2

Pangan darurat (Emergency Food Product, EFP) merupakan pangan

yang dalam keadaan darurat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

konsumsi harian energi dan gizi manusia sebesar 2100 kkal yang terjadi bila

dalam keadaan darurat (IOM, 1995 dalam Luthfiyanti dkk., 2011). Keadaan

darurat yang dimaksudkan adalah banjir, longsor, gempa bumi, musim

kelaparan, kebakaran, peperangan, dan kejadian lain yang mengakibatkan

manusia tidak dapat hidup secara normal (USAID, 2001).

Salah satu contoh produk pangan darurat yang memiliki umur simpan

yang cukup lama adalah food bar. Food bar merupakan salah satu produk

pangan olahan kering berbentuk batang yang memiliki nilai aw rendah yang

dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga memiliki umur simpan

yang cukup panjang. Food bar memiliki bentuk batang yang memudahkan

dalam pengemasan dan penghematan tempat sehingga proses

pendistribusian menjadi lebih efisien (Pratama, 2011).

Departemen Pertanian (2002) menyebutkan bahwa ketersediaan

bekatul di indonesia cukup banyak mencapai 4,5–5 juta ton setiap tahunnya

(Damayanthi et al., 2007 dalam Setiawan, 2011). Bekatul merupakan hasil

samping proses penggilingan beras pecah kulit yang terdiri dari lapisan

dalam pembungkus pecah kulit, sebagian lembaga serta endosperm dalam

jumlah sedikit (Juliano, 1972 dalam Aftasari, 2003).

Pemanfaatan bekatul masih terbatas sebagai pakan yang nilai

ekonomisnya rendah namun sebenarnya bekatul dapat dimanfaatkan

sebagai bahan pangan. Hal ini disebabkan bekatul memiliki nilai gizi yang

cukup tinggi. Kandungan gizi bekatul sangat baik dengan kandungan lemak

kasar yang didominasi oleh oleat dan linoleat, protein, vitamin B dan E serta
3

serat pangan (Luh dan Barber, 1991). Dengan pengolahan yang tepat,

bekatul dimungkinkan untuk menjadi bahan makanan yang berguna bagi

kesehatan. Pablo et al. (1981) dalam Labib (1997), menyatakan bahwa

protein konsentrat bekatul cocok untuk jenis makanan padatan.

Dalam perekonomian nasional, jagung adalah penyumbang terbesar

kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan (Richana et al.,2010).

Pemilihan jagung sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan food bar

sejalan dengan program pemerintah dalam upaya diversifikasi pangan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (2007) dalam Suarni (2009) menyatakan

bahwa produksi jagung nasional pada tahun 2006 mencapai 11,6 juta ton.

Tepung jagung merupakan butiran – butiran halus yang berasal dari

jagung kering yang digiling. Tepung jagung dapat digunakan sebagai

alternative tepung terigu untuk membuat beraneka ragam makanan.

Disamping itu tepung jagung memiliki kelebihan lebih tahan disimpan, mudah

dicampur denga bahan lain, dapat diperkaya zat gizi, lebih praktis dan mudah

digunakan untuk proses pengolahan lanjutan (BPTP, 2008).

Dalam penelitian ini, digunakan tepung bekatul dan tepung jagung

sebagai bahan baku pembuatan food bar untuk memberikan nilai tambah

sebagai produk pangan darurat, didukung dengan ketersediaan bahan baku

dalam jumlah besar dan diperoleh dengan mudah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah formulasi food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung

jagung ini sesuai dengan syarat pangan darurat?


4

2. Apakah formulasi food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung

jagung memiliki daya terima yang baik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui formulasi food bar berbahan baku tepung

bekatul dan tepung jagung yang tepat sesuai syarat pangan darurat dan

daya terima produk.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengukur dan membandingkan kandungan zat gizi makro

formulasi food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung

jagung

2. Mengukur dan membandingkan mutu organoleptik formulasi food

bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung

3. Mendapatkan formulasi food bar berbahan baku tepung bekatul

dan tepung jagung yang tepat sesuai syarat pangan darurat dan

baik daya terimanya

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Sebagai dasar teori untuk menambah khasanah ilmu

pengetahuan di bidang kesehatan mengenai kegunaan tepung bekatul

dan tepung jagung sebagai alternatif produk pangan darurat.


5

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Dapat digunakan sebagai salah satu formula alternatif dalam

penanggulangan bencana yang bernilai nutrisi tinggi.

2. Dapat digunakan sebagai informasi bagi pemerintah, LSM,

masyarakat, dan praktisi kesehatan untuk memproduksi food bar

untuk penanggulangan bencana yang terjadi di Indonesia.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan Darurat (Emergency Food Product)

Pangan darurat (Emergency Food Product) adalah makanan yang

memiliki energi dan densitas gizi yang tinggi untuk korban bencana alam

yang dapat dikonsumsi segera pada keadaan darurat. Penggunaan pangan

darurat selama 3 sampai 7 hari, maksimal 15 hari. Produk ini bisa digunakan

pada daerah yang memiliki iklim ekstrim dari kutub utara sampai tropis.

Produk pangan darurat merupakan sumber makanan selama periode

tertentu yang menyediakan energi, protein, lemak, vitamin dan mineral untuk

bertahan hidup.

Produk pangan darurat harus dapat dikonsumsi secara langsung dan

cocok untuk segala usia mulai dari anak berusia 6 bulan sampai orang tua.

Terdapat 5 karakter dari pangan darurat, yaitu :

a. Aman

b. Rasa dapat diterima

c. Mudah dibagikan

d. Mudah digunakan

e. Nutrisi lengkap

Produk pangan darurat sebaiknya berbentuk segi empat untuk efisiensi

saat proses pembungkusan. Warna dari food bar tergantung dari bahan

yang digunakan dan proses produksi yang digunakan. Produk pangan

darurat harus memenuhi kebutuhan 2100 kkal dan dapat dibagi dalam

6
7

Sembilan bar, setiap bar sama dengan dua porsi dimana setiap porsi

menghasilkan 116 kkal. Total berat keseluruhan (2100 kkal) kira-kira 450

gram (50gram/bar).

Tabel 2.1 Syarat kandungan zat gizi pangan darurat


Kebutuhan Minimal Kebutuhan Maksimal
Zat Gizi
/ 50 gr EFP /50 gr EFP
Energi 233 kkal 250 kkal
Lemak 9,1 gram 11,7 gram
(35% dari kalori) ( 45% dari kalori)

Protein 7,9 gram 8,9 gram


(10% dari kalori) (15% dari kalori)

Total Karbohidrat
Total Gula 11,7 gram 14,7 gram
(40% dari kalori) (50% dari kalori)
(Zoumas et al., 2002)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pangan

darurat menurut Zoumas et al. (2002) adalah

a. Pangan darurat tidak didesain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi

ibu hamil dan menyusui.

b. Pangan darurat tidak sesuai untuk individu yang menderita malnutrisi dan

membutuhkan perawatan medis.

c. Pangan darurat bukan therapeutic nutritional supplement.

d. Pangan darurat tidak dapat menggantikan ASI bagi bayi umur 0-6 bulan.

e. Pangan darurat dapat dikombinasikan dengan air menjadi bentuk bubur

untuk older infants (7-12 bulan) .

Komposisi merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam

pembuatan pangan darurat. Hal ini dikarenakan produk pangan darurat akan

dikonsumsi oleh beragam etnik dan budaya. Alkohol dan bahan hewani
8

selain susu tidak boleh digunakan dalam pembuatan pangan darurat. Bahan-

bahan pangan dengan kandungan zat alergen seperti kacang tanah, tidak

boleh digunakan. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam formulasi

pangan darurat (Zoumas et al., 2002) adalah

a. Serealia : tepung gandum, jagung, oat, tepung beras.

b. Protein : isolat atau konsentrat protein kedelai, susu, kasein, dan produk

turunannya.

c. Lemak : hydrogenated soybean oil, minyak biji kapas, minyak bunga

matahari.

d. Gula : sukrosa, glukosa, high-fructose corn syrup, maltodekstrin

e. Baking and leavening agents jika diperlukan

f. Vitamin dan mineral

2.2 Makanan Padat (Food bar)

Food bar dibuat dari campuran bahan pangan (blended food) yang

diperkaya dengan nutrisi yang kemudian dibentuk menjadi bentuk padat dan

kompak (a food bar form). Bar (batangan) merupakan salah satu jenis produk

pangan darurat yang telah dikomersialisasikan. Produk ini juga cocok untuk

dikembangkan di Indonesia, misalnya dengan menggunakan bahan baku

lokal. Keunggulan makanan padat (food bar) ini adalah mudah

didistribusikan, ringan, kadar air yang rendah sehingga produk ini awet dan

mengandung komposisi gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi

harian (Ferawati, 2009).


9

2.2.1 Proses Pembuatan Makanan Padat (Food bar)

2.2.1.1 Pencampuran (Mixing)

Proses pembuatan makanan padat meliputi pembuatan adonan

yang dilakukan dengan mencampur bahan. Pencampuran bahan – bahan

dilakukan untuk membentuk adonan yang dikehendaki. Pada tahap ini,

perlu diperhatikan tercapainya konsistensi pada adonan (Muchtadi, 1992).

Menurut Fellows (1990), pencampuran adalah unit operasi dimana

diperoleh ukuran yang seragam dari satu atau lebih komponen, dengan

menyebarkan komponen satu ke dalam komponen lain. Pencampuran

tidak berpengaruh langsung pada kualitas nutrisi maupun pengawetan

bahan pangan, tetapi memungkinkan komponen – komponen dalam

pencampuran untuk bereaksi bersama sehingga membantu

meningkatkan sifat sensoris bahan pangan. Secara umum, pencampuran

memiliki efek penting pada kualitas sensoris sehingga meningkatkan

penerimaan konsumen dan keseragaman bahan pangan yang akan

diproses lebih lanjut. Maltz (1992) menambahkan, pencampuran

dilakukan dengan peralatan sederhana, apabila jumlah adonannya sedikit

menggunakan tangan dan apabila dalam jumlah besar menggunakan

peralatan yang sesuai yaitu mixer.

Metode pencampuran sekaligus (single stage), yaitu semua resep

adonan dicampur dan diaduk sekaligus. Keuntungan dari metode ini

adalah cara pengerjaannya lebih sederhana, namun mempunyai kerugian

yaitu tidak dapat menghasilkan mutu produk sebaik yang dihasilkan

dengan metode sugar – fat atau flour – fat (Faridi, 1994) :


10

1. Metode sugar – fat dilakukan dengan mencampurkan gula dan lemak

terlebih dahulu, kemudian disusul dengan penambahan bahan lain

yaitu susu dan terigu. Keuntungan metode ini, adalah daya serap

lemak terhadap udara akan dapat mencapai nilai maksimal.

2. Metode flour – fat dilakukan dengan mencampurkan lebih dahulu

tepung dan lemak diikuti dengan penambahan susu dan gula.

Keuntungan metode ini adalah lebih efektif dalam pendistribusian dan

disperse lemak dalam adonan.

2.2.1.2 Pencetakan

Pencetakan adalah unit operasi dimana bahan pangan yang

mempunyai viskositas tinggi atau adonan dicetak dalam bentuk dan

ukuran yang bervariasi, seringkali dilakukan segera setelah dilakukan

pencampuran adonan. Pencetakan tidak mempunyai efek langsung pada

nilai nutrisi dan pengawetan bahan pangan tetapi meningkatkan

keanekaragaman. Pencetakan bertujuan untuk memperoleh bentuk yang

padat dan seragam (Fellows, 1990). Matz (1978) menambahkan bahwa

proses pencetakan adonan dilakukan dengan cara membuat lempengan

adonan dan menekan cetakan diatasnya.

Proses pencetakan diawali dengan pembentukan lembaran

adonan. Dalam pembentukan lembaran adonan, diharapkan adonan

mempunyai ketebalan yang sama, tidak terdapat lubang dan tepinya

rata. Selama pembuatan lembaran, adonan mengalami penekanan dan

pelepasan udara (Muchtadi, 1989).


11

2.2.1.3 Pengovenan

Pengovenan adalah suatu bentuk pemanasan yang dilakukan di

dalam oven dengan waktu 25 sampai 30 menit. Lamanya pengovenan

tergantung suhu, jenis oven dan jenis kue. Makin sedikit kandungan gula

dan lemak, suhu pengovenan dapat lebih tinggi (177 – 204oC)

(Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Menurut Fellows (1990), pengovenan bertujuan untuk mengubah

adonan yang mentah menjadi suatu produk yang ringan, porous dan

mudah dicerna. Pada awal pengovenan, pengembangan volume

merupakan pengaruh fisik yang murni dari panas terhadap gas CO2

terjebak sehingga meningkatkan tekanan. Selama pemanggangan,

penetrasi panas terjadi di bagian bawah dan atas. Penetrasi panas

bagian tengah berjalan lambat, hingga mudah terbentuk rongga udara

dan pembentukan struktur crumb.

Selama pengovenan, lemak mencair kemudian adonan

terkondensasi dalam satu gerakan – gerakan sebagian berupa aliran –

aliran konfersi dan sebagian lagi terhadap tekanan akumulasi dan

perluasan gas, karena pengaruh pemanasan (Mudjajanto dan

Yulianti,2004). Selama pengovenan, terjadi beberapa perubahan yaitu

penurunan densitas, penurunan kadar air 1 – 4% dan perubahan warna

karena reaksi mailard dan karamelisasi. Selama pengovenan pati akan

mengalami gelatinisasi dan protein mengalami denaturasi. Faktor penting

yang perlu diperhatikan dalam proses pengovenan ini adalah kecepatan

aliran bahan, suhu, kelembaban, dan kecepatan aliran udara (Muchtadi

dan Sugiyono, 1992).


12

2.3 Jagung

Menurut Suharyono dkk. (2005) taksonomi jagung adalah :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Poales

Family : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays

Gambar 2.3 Jagung

2.3.1 Kandungan Gizi Jagung

Jagung merupakan sumber karbohidrat yang penting dalam menu

masyarakat Indonesia. Protein jagung terdiri dari lima fraksi yaitu :

albumin, globulin, prolamin, glutelin dan nitrogen. Kandungan gizi tepung

jagung secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.2.


13

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Jagung per 100 gram

Kandungan gizi Jagung


Energi 374 kkal
Protein 9,4 gram
Lemak 2,2 gram
Karbohidrat 79,1 gram
Serat 0,8 gram
(Persagi, 2009)

2.3.2 Manfaat Jagung

Sebgai komoditi kedua nasional, jagung mempunyai beberapa

manfaat. Diantaranya Jagung mengandung :

a. Asam lemak pada jagung meliputi asam lemak jenuh (palmitat dan

stearat) serta asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat (omega 9) dan linoleat

(omega-6). Linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial.

Lemak jagung terkonsentrasi pada lembaga, sehingga dari sudut

pandang gizi dan sifat fungsionalnya, jagung utuh lebih baik daripada

jagung yang lembaganya telah dihilangkan.

b. Vitamin A atau karotenoid dan vitamin E terdapat dalam komoditas ini,

terutama pada jagung kuning. Selain fungsinya sebagai zat gizi mikro,

vitamin tersebut berperan sebagai antioksidan alami yang dapat

meningkatkan imunitas tubuh dan menghambat kerusakan degeneratif

sel.

c. Jagung juga mengandung berbagai mineral esensial, seperti K, Na, P,

Ca, dan Fe.

d. Jagung mengandung serat pangan yang tinggi. Perbedaan antara serat

pangan larut dan tidak larut sangat kecil. Selain dapat membantu

mencegah kanker, terutama kanker usus, serat pangan juga dapat


14

membantu menurunkan kolesterol total dan LDL, serta kadar glukosa

darah (Suarni dan Widowati, 2006).

2.3.3 Syarat Mutu Tepung Jagung

Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995 :

Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Jagung

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1. Keadaan :
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2. Benda – benda asing - Tidak boleh ada
Serangga dalam bentuk -
3. Tidak boleh ada
stadia dan potong – potongan
4. Jenis pati selain pati jagung - Tidak boleh ada
5. Kehalusan :
5.1 Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70
5.2 Lolos ayakan 60 mesh % Min. 99
6. Air % b/b Maks. 10

2.3.4 Kandungan Gizi Tepung Jagung

Tepung jagung merupakan butiran – butiran halus yang berasal dari

jagung kering yang digiling. Tepung jagung dapat digunakan sebagai

alternative tepung terigu untuk membuat beraneka ragam makanan.

Kandungan gizi tepung jagung secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel. 2.4 Kandungan Gizi Tepung Jagung

Kandungan nutrisi Tepung Jagung Tepung Terigu


Kalori (kal) 355 365
Lemak (%) 5,42 2,09
Serat Kasar (%) 4,24 1,92
Abu (%) 1,35 1,83
Protein (%) 11,02 14,45
Pati (%) 79,95 18,74
(Suarni, 2001 dalam BTBP, 2008)
15

2.4 Bekatul

Sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman padi

diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa.

Gambar 2.4 Bekatul

Gabah padi terdiri dari 2 bagian yaitu endosperm atau butiran beras

dan kulit kulit padi (sekam). Kulit padi memiliki 2 lapisan, yaitu hull (lapisan

luar) dan bran (lapisan dalam). Penggilingan padi bertujuan memisahkan

beras dengan sekam yang kemudian dilakukan proses penyosohan dua kali.

Penyosohan I menghasilkan dedak dengan tekstur kasar karena masih

mengandung sekam dan penyosohan II menghasilkan bekatul (rice bran)


16

yang bertekstur halus dan tidak mengandung sekam. Penggilingan padi ini

menghasilkan beras sekitar 60-65% dan bekatul sekitar 8-12% (Auliana,

2011) Dedak padi (bekatul) merupakan sumber serat pangan yang

bermanfaat, memiliki cita rasa sedikit manis, sumber protein dan zat besi

yang baik tetapi rendah kalori serta natrium (Babcock,1987).

2.4.1 Kandungan Gizi Bekatul

Bekatul memiliki nilai gizi yang cukup tinggi.Bekatul merupakan

makanan sehat alami yang mengandung antioksidan, multivitamin dan

serat tinggi. Selain itu, bekatul juga kaya akan pati, protein, lemak dan

mineral. Kandungan gizi bekatul secara lengkap dapat dilihat pada tabel

2.5.

Tabel 2.5 Kandungan Gizi Bekatul

Komposisi Dedak Bekatul


Protein kasar (%) 12,0 – 15,6 11,8 – 13.0
Lemak kasar (%) 15,0 – 19,7 10,1 – 12,4
Serat kasar (%) 7,0 – 11,4 2,3 – 3,2
Karbohidrat (%) 34,1 - 52,3 51,1 – 55,0
Abu kasar (%) 6,6 – 9,9 5,2 – 7,3
Kalsium (mg/g) 0,3 – 1,2 0,5 – 0,7
Magnesium (mg/g) 5,0 – 13,0 6,0 – 7,0
Fosfor (mg/g) 11,0 – 25,0 10,0 – 22,0
Fosfor fitat (mg/g) 9,0 – 22,0 12,0 – 17,0
Silika (mg/g) 6,0 – 11,0 2,0 – 3,0
Seng (µg/g) 43,0 – 258,0 17,0 – 60,0
Thiamin (µg/g) 12,0 – 24,0 3,0 – 19,0
Riboflavin (µg/g) 1,8 – 4,3 1,7 - 2,4
Niasin (µg/g) 267,0 – 499,0 224,0 – 389,0
Sumber: Luh (1991) dalam Aftasari (2003)
17

2.4.2 Manfaat Bekatul

Kandungan gizi beras putih yang sebenarnya sudah sangat sedikit,

kandungan utama beras adalah karbohidrat. Kandungan gizi lain seperti

serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin dan niasin lebih banyak terdapat

didalam bekatul. Bekatul juga mengandung lemak tidak jenuh tinggi, lemak ini

lebih aman dalam kaitannya dengan kolesetrol sehingga aman dikonsumsi

oleh penderita kolesterol dan penyakit jantung. Bekatul juga mengandung

tokoferol dan tokotrienol yang berfungsi sebagai antioksidan yang bermanfaat

dalam berbagai pencegahan penyakit termasuk penuaan dini. Namun

demikian kenyataannya keberadaan bekatul masih dianggap sebagai pakan

ternak dan masyarakat lebih memilih mengkonsumsi beras putih dan

mengabaikan konsumsi bekatul. Selain itu manfaat zat gizi yang terdapat

dalam bekatul adalah

a. Protein. Protein adalah zat gizi penting untuk pertumbuhan jaringan dan

pemeliharaan jaringan. Protein dibutuhkan dalam jumlah banyak ketika

masa tumbuh kembang, masa hamil dan menyusui, serta ketika sakit.

Kandungan protein bekatul lebih rendah dibandingkan telur dan protein

hewani, tetapi lebih tinggi dari kedelai, jagung dan terigu. Asam amino

sebagai unsur penyusun protein pada bekatul juga lebih lengkap

dibandingkan beras.

b. Vitamin B (B1, B2, B3, dan B6). Vitamin B adalah vitamin yang

dibutuhkan oleh berbagai fungsi syaraf dan juga otot.

c. Asam lemak tidak jenuh. Bekatul juga merupakan sumber asam lemak

tidak jenuh esensial. Asam lemak tidak jenuh bermanfaat untuk


18

menurunkan kandungan kolesterol yang berdampak pada kejadian

aterosklerosis.

d. Mineral kalsium dan magnesium, berguna untuk pertumbuhan tulang dan

gigi.

e. Vitamin B15 atau Pangamic Acid terutama berfungsi membantu

pembentukan asam amino tertentu seperti metionin (Auliana, 2011)

2.4.3 Kandungan Gizi Tepung Bekatul

Tepung bekatul memiliki kadar lemak dan air yang lebih rendah

dibandingkan dengan bekatul utuh. Hal ini dapat memberikan keuntungan

karena dapat memperpanjang masa simpan. Kandungan gizi tepung

bekatul secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kandungan Gizi Tepung Bekatul per 100 gram

Sifat kimia Jenis tepung (%bk)


Air (%bb) 7,48
Abu 8,87
Lemak 2,13
Protein 10,41
Total KH 70,57
SP larut 3,55
SP tidak larut 35,51
SP total 39,06
Sumber : Damayanthi dkk. (2001) dalam Damayanthi dan Listyorini

(2006)
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka konsep


Bahan Makanan
Bencana Lokal Indonesia

Kebutuhan Makanan
Korban bencana Tepung Bekatul Tepung Jagung

Emergency Food Product Food bar

Zat Gizi Makro Organoleptik

Karbohidrat
Tekstur padat
( 40 – 50 %)

Lemak Warna sesuai


(35 – 45 %) bahan yang
digunakan
Protein
(10 - 15 %)
Aroma khas
bahan dasar

Rasa khas
bahan dasar
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

19
20

3.2 Penjelasan kerangka konsep

Dedak padi (bekatul) merupakan sumber serat pangan yang bermanfaat,

memiliki cita rasa sedikit manis, sumber protein dan zat besi yang baik tetapi

rendah kalori serta natrium (Babcock,1987). Jagung merupakan sumber

karbohidrat yang penting dalam menu masyarakat Indonesia. Tepung jagung

dapat digunakan sebagai alternative tepung terigu untuk membuat beraneka

ragam makanan. Disamping itu tepung jagung memiliki kelebihan lebih tahan

disimpan, mudah dicampur denga bahan lain, dapat diperkaya zat gizi, lebih

praktis dan mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan (BPTP,

2008).

Food bar merupakan salah satu produk pangan olahan kering berbentuk

batang yang memiliki nilai aw rendah yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroba sehingga memiliki umur simpan yang cukup panjang. Food bar untuk

pangan darurat mempunyai kriteria ketebalan 1,5 cm; panjang 6,3 cm; dan

lebar 4,5 cm.

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan kandungan zat gizi makro pada food bar dari berbagai

perbandingan penggunaan tepung bekatul dan tepung jagung

2. Semakin tinggi proporsi tepung bekatul maka mutu organoleptik pada

food bar semakin menurun.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian true experiment dengan desain

penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan penelitian adalah

penggunaan tepung bekatul dan tepung jagung sebagai bahan utama

dalam pembuatan food bar dengan jumlah yang berbeda.

4.2 Desain Penentuan Perlakuan

Bedasarkan penelitian Saputra (2008), Penggunaan tepung bekatul yang

lebih tinggi dari 45% menyebabkan bekatul sangat terasa pada cookies dan

menimbulkan rasa pahit yang berlebih. Pada penelitian tersebut digunakan

formulasi tepung bekatul dan tepung terigu. Pada penelitian ini penggunaan

tepung bekatul paling tinggi adalah 50%. Penggunaan bekatul lebih tinggi 5%

dikarenakan pada penelitian ini formulasi yang digunakan adalah tepung

bekatul dan tepung jagung. Tepung jagung memiliki cita rasa khas dan sedikit

manis sehingga dapat menutupi rasa pahit bekatul. Penelitian ini dilakukan

dengan 5 taraf perlakuan dan 1 kelompok kontrol.

Tabel 4.1 Perbandingan Tepung

Tepung
Perlakuan Tepung Bekatul Tepung Jagung
gandum
P0 0% 0% 100%
P1 10 % 90 % 0%
P2 20 % 80 % 0%
P3 30 % 70 % 0%
P4 40 % 60 % 0%
P5 50 % 50 % 0%

21
22

4.3 Sampel

4.3.1 Replikasi

Sampel penelitian ini adalah tepung bekatul dan tepung jagung

dengan kriteria tertentu. Jumlah Pengulangan yang dilakukan pada

penelitian ini menggunakan rumus umum Mcfarland:

( t – 1 ) ( r – 1 ) ≥ 15

( t – 1 ) (r – 1 ) ≥ 15

( 6 – 1 ) ( r – 1 ) ≥ 15

5r – 5 ≥ 15

5r ≥ 20

r=4

Keterangan :

t : Jumlah perlakuan dalam penelitian.

r : Jumlah perlakuan ulang (sampel)

Jumlah perlakuan (r) ulang yang digunakan adalah 4. Pada

penelitian ini digunakan 4 kali pengulangan.

Perlakuan 0 : tepung gandum 100% = 4 sampel

Perlakuan I : tepung bekatul 10 % dan tepung jagung 90 % = 4sampel

Perlakuan 2 : tepung bekatul 20 % dan tepung jagung 80 % = 4 sampel

Perlakuan 3 : tepung bekatul 30 % dan tepung jagung 70 % = 4 sampel

Perlakuan 4 : tepung bekatul 40 % dan tepung jagung 60 % = 4 sampel

Perlakuan 5: tepung bekatul 50 % dan tepung jagung 50 % = 4 sampel

Jumlah sampel keseluruhan = 24 sampel.


23

4.3.2 Kriteria Inklusi

1. Tepung bekatul dengan persyaratan :

 Tepung dalam keadaan baik

 tepung tidak menggumpal

 tepung tidak terkontaminasi benda asing

 tepung bewarna putih kecoklatan

 Tepung beraroma khas bekatul

2. Tepung jagung dengan persyaratan :

 Tepung dalam keadaan baik

 Tepung tidak menggumpal

 Tepung tidak terkontaminasi benda asing

 Tepung bewarna kuning

 Tepung beraroma khas jagung

4.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Desain

penelitian secara lengkap dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4.2 Rancangan Acak Lengkap

Taraf Replikasi
Perlakuan R1 R2 R3 R4
P0 P0R1 P0R2 P0R3 P0R4
P1 P1R1 P1R2 P1R3 P1R4
P2 P2R1 P2R2 P2R3 P2R4
P3 P3R1 P3R2 P3R3 P3R4
P4 P4R1 P4R2 P4R3 P4R4
P5 P5R1 P5R2 P5R3 P5R4
24

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan tepung gandum

(100%) dan penggunaan tepung bekatul:tepung jagung (10:90 , 20:80 ,

30:70 , 40:60 , 50:50)

4.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah nilai kandungan zat gizi makro

(Protein, Lemak dan Karbohidrat) dan mutu fisik (tekstur, rasa, warna

aroma)

4.6 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada selama + 2 bulan di :

a. Laboratorium Penyelenggaraan Makanan Jurusan Gizi Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya untuk pembuatan Food bar , dan

untuk uji organoleptik.

b. Laboratorium THP Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Malang untuk uji mutu gizi makro Food bar.

4.7 Alat dan Bahan

4.7.1 Alat dan Bahan Untuk Pembuatan Food bar

Bahan yang digunakan adalah tepung gandum, tepung bekatul, tepung

jagung, margarin, madu dan Kacang tanah. Sedangkan alat yang

diperlukan adalah baskom, timbangan triple beam, teflon, kompor,

pengaduk, loyang, oven, kuas dan kain lap.


25

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Prosedur pembuatan Food bar

Tepung Bekatul dan Tepung Jagung (50%)


(10:90 , 20:80 , 30:70 , 40:60 , 50:50)
Tepung gandum (100)

Campur kering
Margarine 10%
Madu 18%
Pencampuran

Kacang Tanah 22 %
Adonan kalis

Pencetakan

Pemanggangan bertingkat :
1) Suhu 120o C selama 20 menit
2) Suhu 140o C selama 10 menit

Makanan padat (Food bar)

Gambar 4.1 Diagram Alir Pembuatan Makanan Padat (Food bar)

Modifikasi dari Brisske (2004) dalam Ricelina (2007) dan Hasil Penelitian

Pendahuluan
26

Pada penelitian kali ini dalam pembuatan adonan food bar

digunakan metode sugar – fat. Dimana pencampuran adonan dilakukan

dengan mencampurkan gula dan lemak (madu dan margarin) terlebih

dahulu, kemudian disusul dengan penambahan bahan lain yaitu kacang

tanah. Disisi lain adonan tepung bekatul dan tepung jagung dicampur

kering terlebih dahulu agar terbentuk adonan tepung yang merata.

Selanjutnya adonan tepung ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam

adonan gula dan lemak diaduk sampai adonan menjadi kalis.

Setelah melalui proses pencampuran, adonan melalui prosess

percetakan. Dimana adonan dicetak sesuai standar USAID yaitu panjang

6,3 cm ; lebar 4,5 cm dan ketebalan 1,5 cm. Selanjutnya adonan melalui

proses pemanggangan. Suhu pemanggangan yang dipakai adalah

pemanggangan 120o selama 20 menit dan 140o selama 10 menit.

Pemanggangan bertingkat ini dimaksudkan untuk memperoleh

kematangan produk yang optimal. Pemanganggangan pertama dengan

suhu rendah diharapkan dapat mematangkan produk bagian dalam

sehingga tidak terjadi crust hardening, yaitu matang bagian luar tetapi

tidka di bagian dalam. Pemanggangan kedua dilakukan pada suhu lebih

tinggi dengan tujuan mendapatkan warna yang merata pada permukaan

atas dan tekstur renyah pada permukaan atas (Rahman, 2011).

4.8.2 Prosedur pengujian zat gizi makro

4.8.2.1 Penetapan kadar protein metode kjehdahl

Sampel sebanyak + 0.2 gram (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl

0.01/0.02 N) ditimbang dan dimasukkan dalam labu Kjeldahl lalu


27

ditambahkan 1.9 +0.1 g K2SO4, 40 +10 mg HgO, 2.0 +0.1 ml H2SO4, dan

beberapa butir batu didih. Sampel didestruksi (dididihkan) selama +1.5 jam

sampai menjadi jernih lalu didinginkan. Isi labu Kjeldahl tersebut (cairan

hasil destruksi) ditambah aquades lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi

dan labu dibilas dengan air. Air bilasan juga dipindahkan ke dalam alat

destilasi kemudian ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3dan didestilasi.

Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml

H3BO3dan 2 tetes indikator (metil merah : metil biru = 2:1) sampai kurang

lebih 50 ml. Larutan dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCl 0.02

N sampai larutan berubah warna menjadi abu-abu. Prosedur yang sama

juga dilakukan untuk penetapan blanko. Penghitungan :

Kadar N (%) = (Vs – Vb) x C x 14.007 x 100 %


bobot sampel

Kadar protein (% b/b) = % N x 6.25

Keterangan :

Vs = volume HCl untuk titrasi sampel (ml)

Vb = volume untuk titrasi blanko (ml)

C = konsentrasi HCl (N)

4.8.2.2 Penetapan kadar lemak metode soxhlet

Sebanyak 1-2 g sampel dibungkus kertas saring dan ditutup kapas

bebas lemak. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet

yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan

diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan pelarut heksana selama +6

jam. Heksana didestilasikan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven


28

bersuhu 105 oC lalu didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan

sampai diperoleh bobot konstan. Penghitungan :

Kadar lemak (% b/b) = W2x 100 %


W1
Keterangan :

W1 = bobot sampel (g)

W2= bobot lemak (g)

4.8.2.3 Penetapan kadar abu total

Pengukuran kadar abu total dilakukan dengan metode drying ash.

Sampel sebanyak 3 g ditimbang pada cawan yang sudah diketahui

bobotnya. Lalu diarangkan di atas nyala pembakaran dan diabukan dalam

tanur pada suhu 550º C hingga pengabuan sempurna. Setelah itu

didinginkan dalam eksikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.

Perhitungan kadar abu dilakukan dengan membandingkan berat abu dan

berat sampel dikali 100%.

4.8.2.4 Penetapan kadar air metode oven

Pengukuran kadar air total dilakukan dengan metode termogravimetri

(metode oven).Sampel sebanyak 2 g ditimbang pada cawan yang sudah

diketahui bobotnya lalu dikeringkan pada oven suhu 105º C selama 3 jam.

Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh

bobot tetap. Perhitungan kadar air diperoleh dengan membandingkan bobot

sampel sebelum dikeringkan dan bobot yang hilang setelah dikeringkan

dikali 100%.
29

4.8.2.5 Penetapan kadar karbohidrat by difference / metode tidak langsung

Pengukuran kadar karbohidrat total dalam sampel dihitung

berdasarkan perhitungan(dalam %) :

Kadar karbohidrat (% b/b) = 100% - (air + abu + protein + lemak) (% b/b)

4.8.3 Prosedur pengujian daya terima terhadap produk

Penilaian daya terima menggunakan uji organoleptik metode

hedonik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur (Misnawi dan Wahyudi,

1999). Penilaian organoleptik disebut juga penilaian dengan indra atau

penilaian sensorik. Dalam uji hedonik panelis diminta untuk menyatakan

tanggapan pribadinya tentang kesukaan terhadap produk. Tingkat-tingkat

kesukaan ini disebut skala hedonik ,misalnya amat sangat suka, sangat

suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka dan amat sangat

tidak suka (Rahayu, 1998).

Uji nilai sensoris atau uji organoleptik dilakukan di Laboratorium

Penyelenggaraan Makanan Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas

Barawijaya. Ada 6 jenis sampel Food bar yang akan diuji. Dengan jumlah

panelis 15 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

yang merupakan panelis semi terlatih, dengan ketentuan panelis (kriteria

inklusi untuk panelis) menurut SNI 01-2346-2006, yaitu :

 Mau berpartisipasi dalam uji organoleptik

 Konsisten dalam mengambil keputusan

 Minimal 20 menit setelah memakan permen karet, makanan dan

minuman ringan.
30

 Tidak menggunakan kosmetik seperti parfum dan lipstik serta mencuci

tangan dengan sabun pada saat akan uji bau

 Berbadan sehat, bebas dari penyakit THT, tidak buta warna serta

gangguan psikologis.

 Panelis tidak sedang dalam keadaan mual/muntah

 Tidak menyusui (karena jika dalam kondisi menyusui, panelis

cenderung lebih lahap dalam mencicipi sampel dan akan berpengaruh

pada hasil penilaian sensori/uji organoleptik)

 Tidak memiliki kebiasaan merokok/perokok yang tidak merokok paling

sedikit 20 menit sebelum pengujian organoleptik

 Tidak menderita sakit (flu dan batuk)

 Tidak dalam keadaan kenyang atau lapar, artinya setidaknya 1,5-2 jam

sebelum dilakukan uji organoleptik sebaiknya panelis sudah makan

terlebih dahulu

 Tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang berbumbu tajam

dan tertinggal di mulut sesaat sebelum pengujian organoleptik dimulai

 Tidak memiliki pantangan terhadap sampel yang akan diujikan

Uji organoleptik dilakukan antar dua waktu makan, yaitu antara

pukul 08.00 – 10.00 atau pukul 14.00 – 16.00 WIB.

Pada pelaksanaan penilaian uji mutu organoleptik menggunakan

sistem single blind, yang mana panelis tidak mengetahui taraf-taraf

perlakuan pada sampel yang diujikan. Dan alur pelaksanaan uji

organoleptik adalah sebagai berikut :

1. Panelis masuk kedalam ruangan dan menempati tempat yang telah

disediakan (karena laboratorium penyelenggaraan makanan belum


31

memiliki ruangan standart untuk uji organoleptik, maka pengujian

dilakukan dengan cara memberi jarak pada masing-masing panelis dan

tiap panelis didampingi oleh seorang pengawas untuk memastikan agar

tidak terjadi komunikasi antar panelis)

2. Panelis mendapatkan instruksi dari peneliti tentang cara pengisian form

uji organoleptik

3. Panelis mulai menilai sampel pengujian yang telah diberi simbol-simbol

yang mana simbol tersebut tidak diketahui oleh panelis, dan panelis

menilai sampel yang sudah disediakan secara spontan dan langsung

memberikan skor pada masing-masing sampel sesuai dengan petunjuk

pengisian form. Jika sudah selesai dalam memberikan penilaian,

panelis dapat meninggalkan ruangan.


32

4.8.4 Alur Penelitian

Tepung Bekatul Tepung Jagung

Persiapan peralatan

Pembuatan
Food bar

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Uji sesuai syarat


pangan darurat
(Emergency Food Product)

Uji kandungan Uji Organoleptik


zat gizi makro (Warna, Rasa, Aroma, Tekstur
)

Hasil Data

Perhitungan dan
Analisa Data

Kesimpulan

Gambar 4.2 Alur Penelitian


33

4.9 Definisi Operasional Variabel

4.9.1 Tepung bekatul berasal dari bekatul yang dibeli pada agen di daerah

Kerto. Bekatul berasal dari penggilinggan padi di kota Blitar. Setelah itu

bekatul ditepungkan dengan kehalusan 60 mesh.

4.9.2 Tepung jagung merek “Gasol” yang dibeli pada agen di daerah Samaaan

Kota Malang. Jagung berasal dari Desa Gasol Kecamatan Cugenang

Cianjur Jawa Barat.

4.9.3 Food bar adalah makanan yang berbentuk padat dengan ketebalan 1,5

cm; panjang 6,3 cm; dan lebar 4,5 cm.

4.9.4 Emergency Food Product adalah makanan dengan berat + 50 gr

mengandung energi 233-250 kkal, protein 10–15 %, lemak 35-45% dan

karbohidrat 40-50%.

4.10 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara statistik pada taraf

kepercayaan 95% (a = 0,05). Data hasil penelitian dianilisis distribusi data

dengan uji normalitas Shapiro Wilk. Jika p value p<0.05 maka akan

digunakan uji parametric yaitu uji statistik One Way ANOVA. Dimana jika p

value <0,05 maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc Duncan Multiple Range

Test (DTMR). Apabila data tidak terdistribusi normal maka dilanjutkan uji

non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis. Dimana jika p value <0,05 maka

dilanjutkan dengan uji Man Whitney. Untuk data mutu organoleptik

(rasa,warna,aroma dan tekstur) menggunakan uji Kruskall Wallis. Dimana

jika p value <0,05 maka dilanjutkan dengan uji Man Whitney.


BAB 5

HASIL DAN ANALISIS DATA

5.1 Penelitian Pendahuluan

Penentuan proporsi tepung dan bahan lain diperoleh dari hasil

penelitian Brisske (2004) dalam Ricelina (2007) dan hasil penelitian

pendahuluan. Sebagai penelitian pendahuluan telah dicoba beberapa

formula, yaitu:

a. Formula dengan penggunaan air

Nama Bahan Jumlah


Tepung 50%
Margarin 16%
Gula palem 5%
Telur 4%
Susu Skim 15%
Air 20 ml
Kacang Tanah 10%

Air, margarine dan telur digunakan sebagai pengikat. Dari hasil

formulasi tersebut ditemukan bahwa bagian dalam food bar belum

matang secara sempurna. Hal tersebut dikarenakan bagian dalam food

bar masih basah karena kandungan air yang sangat tinggi. Selain it,

kadar air yang terlalu tinggi akan mempengaruhi daya simpan produk.

Semakin tinggi kadar air dalam makanan maka semakin rendah daya

simpannya. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, food bar yang

menggunakan air saat penyimpanan selama 2 minggu timbul jamur

bewarna bintik – bintik putih.

35
35

b. Formula tanpa air

Nama Bahan Jumlah


Tepung 40%
Margarin 20%
Gula palem 4%
Telur 10%
Susu Skim 16%
Kacang Tanah 10%

Formulasi tanpa menggunakan air menghasilkan food bar yang

matang sampai bagian dalamnya. Untuk mensiasati adonan pengikat

yang berkurang maka penggunaan tepung diturunkan dari 50% dari

total bahan menjadi 40%. Akan tetapi terdapat kekurangan dalam hasil

food bar ini yaitu food bar lebih rapuh dari sebelumnnya. Sehingga food

bar ini tidak sesuai untuk pangan darurat. Salah satu kriteria pangan

darurat adalah tidak mudah patah, karena dalam keadaan darurat

transport bantuan makanan melalui udara. Makanan akan dilempar dari

udara dengan ketinggian + 10 m dan diharapkan pangan darurat

sampai ke tangan konsumen dalam keadaan utuh.

c. Formula dengan penggunaan gelatin

Nama Bahan Jumlah


Tepung 44%
Margarin 20%
Gula palem 4%
Telur 10%
Susu Skim 15%
Kacang Tanah 12%
gelatin 1%

Dengan penambahan gelatin, adonan menjadi lebih kompak

karena gelatin memiliki sifat pengikat. Food bar dengan penambahan

gelatin juga tidak muda patah. Food bar menjadi keras kan tetpi empuk

saat digigit. Akan tetapi, food bar dengan penambahan gelatin memiliki
36

daya simpan yang rendah karena sifat gelatin yang mengikat air dari

lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian pendahulan, food

bar dengan penambahan gelatin tumbuh bintik – bintik jamur putih dan

hijau saat penyimpanan selama seminggu.

d. Formula dengan penggunaan madu

Nama Bahan Jumlah


Tepung 50%
Margarin 10%
Madu 22%
Kacang Tanah 18%

Food bar dengan penggunaan madu merupakan formulasi yang

tepat. Madu berfungsi sebagai pengikat dan pemberi rasa manis pada

adonan. Sehingga pada formula ini, madu dapat mnggantikan telur dan

gula. Food bar yang dihasilkan memiliki tekstur yang keras dan tidak

mudah patah. Selain itu, food bar dengan madu memiliki daya simpan

yang lebih lama yaitu selama 1 bulan sebelum penelitian, food bar

dengan penambahan madu tidak timbul jamur dan memiliki kualitas

produk yang masih baik.

Berdasarkan penjabaran hasil penelitian pendahuluan diatas,

maka dipilih untuk menggunakan formula dengan penambahan madu.

Formula dengan penambahan madu memiliki umur simpan lebih panjang,

tidak mudah patah dan produk dapat matang sampai ke dalam adonan.

5.2 Food bar

Food bar yang dianalisis merupakan formulasi tepung bekatul dan

tepung jagung. Food bar yang dihasilkan memiliki ukuran panjang 9 cm; lebar
37

6 cm dan tebal 0,7 cm dengan berat 50 gram setiap batang. Food bar telah

dicoba untuk dilarutkan, setiap food bar dapat dilarutkan dengan

menggunakan air sebanyak 50 ml sehingga konsistensi food bar yang padat

dapat berubah menjadi bubur.

5.3 Mutu Zat Gizi Food bar

Seluruh perlakuan food bar dianalisis mutu zat gizinya. zat gizi yang

dianalisis dari sampel adalah protein, lemak dan karbohidrat. Analisis kadar

protein food bar dianalisis menggunakan metode Kjeldahl, analisis kadar

lemak menggunakan metode soxhlet. Sedangkan analisis kadar karbohidrat

menggunakan metode by difference (metode tidak langsung). Hasil uji

analisa mutu gizi food bar disajikan pada Tabel 5.1 .

Tabel 5.1 Persentase Mutu Gizi Food bar per 50 gram

Perlakuan Mutu Zat Gizi


Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat
(%)
P0 12,125 18,625 60,8675
P1 12,71 18,82 61,16
P2 10,585 18,695 63,1925
P3 10,74 18,74 62,7675
P4 12,38 18,34 61,76
P5 11,35 18,425 61,795

Sumber : Hasil analisis laboratorium pangan FTP UB

Pangan darurat (Emergency Food Product) merupakan pangan yang

dalam keadaan darurat yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

konsumsi harian energi dan gizi manusia sekitar 2100 kkal yang terjadi bila

dalam keadaan darurat (IOM, 1955). Pemberian pangan darurat bertujuan

untuk mengurangi timbulnya penyakit atau kematian diantara pengungsi


38

dengan menyediakan pangan bernutrisi, dan mampu memenuhi kebutuhan

kalori sehari (2100 kkal) yang dapat disumbangkan oleh protein sebesar 10 –

15%, 35 – 45% lemak, dan 40 – 50% karbohidrat dari total kalori.

Kriteria Emergency Food Product adalah berat makanan 50 gr

mengandung energi 233-250 kkal; lemak 9,1-11,7 gram dan protein 7,9-8,9

gram.

Tabel 5.2 Mutu Gizi Food bar per 50 gram

Perlakuan Mutu Zat Gizi


Protein Lemak Karbohidrat
(gram) (gram) (gram)
P0 6,0625 9,3125 30,43375
P1 6,355 9,41 30,58
P2 5,2925 9,3475 31,59625
P3 5,37 9,37 31,38375
P4 6,19 9,17 30,88
P5 5,675 9,2125 30,8975
Sumber : Hasil analisis laboratorium pangan FTP UB

Dari analisa mutu gizi yang didapatkan dapat diketahui energi yang

terkandung dalam 50 gram food bar dengan cara menghitung secara tidak

langsung. Energi merupakan jumlah energi yang tersimpan dalam makanan

yang telah ditentukan per unit volume atau massa, lemak menyimpan 9

kkal/gram, karbohidrat dan protein masing – masing menyimpan 4 kkal/gram

(PERSAGI, 2009). Berdasarkan pengertian diatas energi yang terkandung

dalam food bar adalah


39

Tabel 5.3 Energi dalam 50 gram Food bar

Perlakuan Kandungan Energi TOTAL


Protein Lemak Karbohidrat (kkal)
(kkal) (kkal) (kkal)
P0 24,25 83,8125 121,735 229,7975
P1 25,42 84,69 122,32 232,43
P2 21,17 84,1275 126,385 231,6825
P3 21,48 84,33 125,535 231,345
P4 24,76 82,53 123,52 230,81
P5 22,7 82,9125 123,59 229,2025

Berdasarkan jumlah energi pada setiap food bar, dapat diketahui semua

perlakuan tidak memenuhi syarat minimal pangan darurat yaitu 233 kkal.

Akan tetapi, total energi yang paling mendekati syarat energi pangan darurat

adalah P1 (tepung bekatul 10%: tepung jagung 90%).

5.3.1 Kadar Protein Food bar

Hasil analisis kadar protein yang terkandung dalam Food bar

disajikan pada Tabel 5.4

Tabel 5.4 Persentase Rata-rata Kadar protein Food bar (per 50


gram)
Perlakuan Rata-rata ± SD
P0 12,125 + 1,00417
P1 12,71 + 3,80025
P2 10,585 + 0,60368
P3 10,74 + 0,29017
P4 12,38 + 2,92045
P5 11,35 + 0,23130
Keterangan :
P0 (100% tepung gandum)
P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung)
P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung)
P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung)
P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung)
P5 (50% tepung bekatul : 50% tepung jagung).

Dari Tabel 5.2 dapat diketahui kadar protein tertinggi yaitu

pada sampel perlakuan P1. Sampel perlakuan P1 merupakan Food


40

bar dengan proporsi 10% tepung bekatul dan 90% tepung jagung.

Kadar protein sampel perlakuan P1 12,71 gram, lebih besar dari pada

P0 (kontrol 100% tepung gandum). Kadar protein sampel P2, P3 dan

P5 lebih rendah dari P0. Sedangkan P4 lebih tinggi dari P0. Secara

keseluruhan menurut syarat pangan darurat, semua perlakuan telah

memenuhi syarat tersebut. Yaitu kandungan protein sebesar 10 –

15%.

Berdasarkan hasil uji normalitas Shapiro Wilk pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung tidak terdistribusi

normal terhadap parameter mutu gizi protein. Oleh karena itu

digunakanlah uji Kruskall Wallis untuk mengetahui adanya perbedaan

pada mutu gizi protein.

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan

pengaruh yang tidak signifikan (p = 0,187) terhadap parameter mutu

gizi protein.

5.3.2 Kadar Lemak Food bar

Hasil analisis kadar lemak yang terkandung dalam Food bar

disajikan pada Tabel 5.5


41

Tabel 5.5 Persentase Rata-rata Kadar lemak Food bar (per 50


gram)
Perlakuan Rata-rata ± SD
P0 18,625 + 0,67575
P1 18,82 + 1,03624
P2 18,695 + 0,45684
P3 18,74+ 0,54369
P4 18,34+ 0,63885
P5 18,425 + 0,81333
Keterangan :
P0 (100% tepung gandum)
P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung)
P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung)
P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung)
P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung)
P5 (50% tepung bekatul : 50% tepung jagung).

Dari Tabel 5.3 dapat diketahui kadar lemak tertinggi yaitu

pada sampel perlakuan P1. Sampel perlakuan P1 merupakan Food

bar dengan proporsi 10% tepung bekatul dan 90% tepung jagung.

Kadar protein sampel perlakuan P1 18,82 gram, lebih besar dari pada

P0 (kontrol 100% tepung gandum). Kadar lemak sampel P4 dan P5

lebih rendah dari P0. Sedangkan P2 dan P3 lebih tinggi dari P0.

Secara keseluruhan menurut syarat pangan darurat, semua perlakuan

tidak memenuhi syarat tersebut. Yaitu kandungan lemak sebesar 35 –

45%.

Berdasarkan hasil uji normalitas Shapiro Wilk pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung tidak terdistribusi

normal terhadap parameter mutu gizi lemak. Oleh karena itu

digunakanlah uji Kruskall Wallis untuk mengetahui adanya perbedaan

pada mutu gizi protein.

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan


42

pengaruh yang tidak signifikan (p = 0,852) terhadap parameter mutu

gizi lemak.

5.3.1 Kadar Karbohidrat Food bar

Hasil analisis kadar karbohidrat yang terkandung dalam Food

bar disajikan pada Tabel 5.6

Tabel 5.6 Persentase Rata-rata Kadar Karbohidrat Food bar (per


50 gram)
Perlakuan Rata-rata ± SD
P0 60,8675 + 1,13303
P1 61,16 + 4,60107
P2 63,1925 + 0,71065
P3 62,7675 + 0,11955
P4 61,76 + 3,36747
P5 61,795 + 0,80571
Keterangan :
P0 (100% tepung gandum)
P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung)
P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung)
P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung)
P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung)
P5 (50% tepung bekatul : 50% tepung jagung).

Dari Tabel 5.2 dapat diketahui kadar karbohidrat tertinggi

yaitu pada sampel perlakuan P2. Sampel perlakuan P2 merupakan

Food bar dengan proporsi 20% tepung bekatul dan 80% tepung

jagung. Kadar karbohidrat sampel perlakuan P2 63.1925 gram, lebih

besar dari pada P0 (kontrol 100% tepung gandum). Kadar karbohidrat

sampel P2, P3, P4 dan P5 lebih tinggi dari P0. Secara keseluruhan

menurut syarat pangan darurat, semua perlakuan tidak memenuhi

syarat tersebut. Yaitu kandungan karbohidrat sebesar 40 – 50%.

Berdasarkan hasil uji normalitas Shapiro Wilk pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar


43

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung tidak terdistribusi

normal terhadap parameter mutu gizi protein. Oleh karena itu

digunakanlah uji Kruskall Wallis untuk mengetahui adanya perbedaan

pada mutu gizi karbohidrat.

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan

pengaruh yang tidak signifikan (p = 0,114) terhadap parameter mutu

gizi karbohidrat.

5.4. Mutu Organoleptik Food bar

5.4.1. Mutu Organoleptik Rasa Food bar

Modus penilaian panelis terhadap 6 perlakuan Food bar

disajikan dalam Tabel 5.7. Berdasarkan Modus Penilaian panelis yang

disajikan dalam Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa sampel P0 dan P5

memiliki modus penilian “biasa” dengan masing-masing 10 dan 10.

Sampel P1 dan P2 memiliki modus penilian “suka” dengan masing-

masing 14 dan 10. P3 memiliki 2 modus penilaian yaitu “biasa” dan

“suka”. Nilai modus P3 yaitu 10 untuk masing-masing penilaian yaitu

“biasa” dan “suka”. Sedangkan sampel P4 memiliki modus penilaian

“tidak suka” pada nilai 10.


44

Tabel 5.7 Penilaian Panelis Mutu Organoleptik Rasa Food bar

Perlakuan Nilai Modus Jumlah


P0 3 10
P1 4 14
P2 4 10
P3 3 10
4 10
P4 2 10
P5 3 10
Keterangan :
- Taraf perlakuan P0,P1,P2,P3,P4,P5 = proporsi tepung bekatul:tepung jagung, P0
(100% tepung gandum),P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung), P2 (20%
tepung bekatul : 80% tepung jagung), P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung
jagung), P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung) dan P5 (50% tepung
bekatul : 50% tepung jagung).
- Tingkat kesukaan 5,4,3,2,1 = sangat suka, suka, biasa, tidak suka, sangat tidak
suka.

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan

pengaruh yang signifikan (p = 0,004) terhadap parameter mutu

organoleptik Rasa. Setelah itu, untuk mengetahui seberapa besar

perbedaan pada setiap perlakuan dilakukan uji Mann Witney.

Tabel 5.8 Uji Mann Witney Mutu Organoleptik Rasa Food bar

P0 P1 P2 P3 P4 P5
P0 0,012* 0,045* 0,021* 0,968 0,879
P1 0,012* 0,721 0,882 0,008* 0,008*
P2 0,045* 0,721 0,805 0,036* 0,033*
P3 0,021* 0,882 0,805 0,014* 0,013*
P4 0,968 0,008* 0,036* 0,014* 0,847
P5 0,879 0,008* 0,033* 0,013* 0,847
Keterangan : * signifikan

Dari tabel 5.8 dapat dilihat, berdasarkan hasil uji statistik

dengan Mann Witney pada tingkat kepercayaan 95 % (p < 0.05 )

didapatkan hasil yaitu :


45

1. Sampel food bar P0(100% tepung gandum) berbeda secara

signifikan dengan P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung)

sebesar p=0,012 , P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung)

sebesar p=0,045 dan P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung

jagung) sebesar p=0,021, tetapi tidak berbeda secara signifikan

dengan sampel food bar P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung

jagung) sebesar p=0,968 dan P5 (50% tepung bekatul : 50%

tepung jagung) sebesar p=0,879.

2. Sampel P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung) berbeda

secara signifikan dengan P4(40% tepung bekatul : 60% tepung

jagung) sebesar p=0,008 dan P5 (50% tepung bekatul : 50%

tepung jagung) sebesar p=0,008, tetapi tidak berbeda secara

signifikan dengan sampel food bar P2 (20% tepung bekatul : 80%

tepung jagung) sebesar p=0,721, P3 (30% tepung bekatul : 70%

tepung jagung) sebesar p=0,882.

3. Sampel P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung) berbeda

secara signifikan dengan P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung

jagung) sebesar p=0,036 dan P5 (50% tepung bekatul : 50%

tepung jagung) sebesar p=0,033, tetapi tidak berbeda secara

signifikan dengan P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung)

sebesar p=0,805.

4. Sampel P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung) berbeda

secara signifikan dengan P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung

jagung) sebesar p=0,014 dan P5 (50% tepung bekatul : 50 %

tepung jagung) sebesar p=0,013.


46

5. Sampel P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung) tidak

berbeda secara signifikan dengan P5 (50% tepung bekatul : 50 %

tepung jagung) sebesar p=0,847.

5.4.2. Mutu Organoleptik Aroma Food bar

Modus penilaian panelis terhadap 6 perlakuan Food bar

disajikan dalam Tabel 5.9. Berdasarkan Modus Penilaian panelis yang

disajikan dalam Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa sampel P0, P2 dan

P3 memiliki modus penilian “biasa” dengan masing-masing 9,12 dan

10. Sampel P1 dan P3 memiliki modus penilian “suka” dengan

masing-masing 12 dan 13. P4 memiliki 2 modus penilaian yaitu

“biasa” dan “suka”. Nilai modus P4 yaitu 10 untuk masing-masing

penilaian yaitu “biasa” dan “suka”.

Tabel 5.9 Tabel Penilaian Panelis Mutu Organoleptik Aroma Food


bar
Perlakuan Nilai Modus Jumlah
P0 3 9
P1 4 12
P2 3 13
P3 4 13
P4 3 10
4 10
P5 3 10

Keterangan :
- Taraf perlakuan P0,P1,P2,P3,P4,P5 = proporsi tepung bekatul:tepung jagung, P0
(100% tepung gandum),P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung), P2 (20%
tepung bekatul : 80% tepung jagung), P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung
jagung), P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung) dan P5 (50% tepung
bekatul : 50% tepung jagung).
- Tingkat kesukaan 5,4,3,2,1 = sangat suka, suka, biasa, tidak suka, sangat tidak
suka.
47

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan

pengaruh yang signifikan (p = 0,016) terhadap parameter mutu

organoleptik Aroma. Setelah itu, untuk mengetahui seberapa besar

perbedaan pada setiap perlakuan dilakukan uji Mann Witney.

Tabel 5.10 Uji Mann Witney Mutu Organoleptik Aroma Food bar

P0 P1 P2 P3 P4 P5
P0 0,004* 0,060 0,010* 0,180 0,488
P1 0,004* 0,158 0,566 0,068 0,017*
P2 0,060 0,158 0,348 0,591 0,206
P3 0,010* 0,566 0,348 0,167 0,045*
P4 0,180 0,068 0,591 0,167 0,496
P5 0,488 0,017* 0,206 0,045* 0,496
Keterangan : * signifikan

Dari tabel 5.10 dapat dilihat berdasarkan hasil uji statistik

dengan Mann Witney pada tingkat kepercayaan 95 % (p < 0.05 )

didapatkan hasil yaitu :

1. Sampel food bar P0(100% tepung gandum) berbeda secara

signifikan dengan P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung)

sebesar p=0,004 dan P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung

jagung) sebesar p=0,010, tetapi tidak berbeda secara signifikan

dengan sampel food bar P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung

jagung) sebesar p=0,060, P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung

jagung) sebesar p=0,180 dan P5 (50% tepung bekatul : 50%

tepung jagung) sebesar p=0,488.


48

2. Sampel P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung) berbeda

secara signifikan dengan dan P5 (50% tepung bekatul : 50%

tepung jagung) sebesar p=0,017 , tetapi tidak berbeda secara

signifikan dengan sampel food bar P2 (20% tepung bekatul : 80%

tepung jagung) sebesar p=0,158, P3 (30% tepung bekatul : 70%

tepung jagung) sebesar p=0,566 dan P4(40% tepung bekatul :

60% tepung jagung) sebesar p=0,068.

3. Sampel P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung) tidak

berbeda secara signifikan dengan P3 (30% tepung bekatul : 70%

tepung jagung) sebesar p=0,348, P4 (40% tepung bekatul : 60%

tepung jagung) sebesar p=0,591 dan P5 (50% tepung bekatul :

50% tepung jagung) sebesar p=0,206.

4. Sampel P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung) berbeda

secara signifikan dengan P5 (50% tepung bekatul : 50 % tepung

jagung) sebesar p=0,045, tetapi tidak berbeda secara signifikan

dengan P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung) sebesar

p=0,167.

5. Sampel P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung) tidak

berbeda secara signifikan dengan P5 (50% tepung bekatul : 50 %

tepung jagung) sebesar p=0,496.

5.4.3. Mutu Organoleptik Tekstur Food bar

Modus penilaian panelis terhadap 6 perlakuan Food bar

disajikan dalam Tabel 5.11. Berdasarkan Modus Penilaian panelis

yang disajikan dalam Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa sampel P0


49

dan P5 memiliki modus penilian “tidak suka” dengan masing-masing

9 dan 9. Sampel P1, P3 dan P4 memiliki modus penilian “suka”

dengan masing-masing 8,9 dan 11. Sedangkan sampel P2 memiliki

modus penilaian “biasa” pada nilai 9.

Tabel 5.11 Tabel Penilaian Panelis Mutu Organoleptik Tekstur


Food bar
Perlakuan Nilai Modus Jumlah
P0 2 9
P1 4 18
P2 3 9
P3 4 9
P4 4 11
P5 2 9
Keterangan :
- Taraf perlakuan P0,P1,P2,P3,P4,P5 = proporsi tepung bekatul:tepung jagung, P0 (100%
tepung gandum),P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung), P2 (20% tepung bekatul :
80% tepung jagung), P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung), P4 (40% tepung
bekatul : 60% tepung jagung) dan P5 (50% tepung bekatul : 50% tepung jagung).
- Tingkat kesukaan 5,4,3,2,1 = sangat suka, suka, biasa, tidak suka, sangat tidak suka.

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan

pengaruh yang signifikan (p = 0,005) terhadap parameter mutu

organoleptik Tekstur. Setelah itu, untuk mengetahui seberapa besar

perbedaan pada setiap perlakuan dilakukan uji Mann Witney.

Tabel 5.12 Uji Mann Whitney Mutu Organoleptik tekstur Food bar

P0 P1 P2 P3 P4 P5
P0 0,003* 0,007* 0,001* 0,001* 0,081
P1 0,003* 0,679 0,824 0,648 0,233
P2 0,007* 0,679 0,513 0,340 0,365
P3 0,001* 0,824 0,513 0,823 0,156
P4 0,001* 0,648 0,340 0,823 0,095
P5 0,081 0,233 0,365 0,156 0,095
Keterangan : * signifikan
50

Dari tabel 5.12 dapat dilihat berdasarkan hasil uji statistik

dengan Mann Witney pada tingkat kepercayaan 95 % (p < 0.05 )

didapatkan hasil yaitu :

1. Sampel food bar P0(100% tepung gandum) berbeda secara

signifikan dengan P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung)

sebesar p=0,003, P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung)

sebesar p=0,007, P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung)

sebesar p=0,001 dan P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung

jagung) sebesar p=0,001, tetapi tidak berbeda secara signifikan

dengan sampel food bar P5 (50% tepung bekatul : 50% tepung

jagung) sebesar p=0,081.

2. Sampel P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung) tidak

berbeda secara signifikan dengan sampel food bar P2 (20%

tepung bekatul : 80% tepung jagung) sebesar p=0,679, P3 (30%

tepung bekatul : 70% tepung jagung) sebesar p=0,824, P4(40%

tepung bekatul : 60% tepung jagung) sebesar p=0,648 dan P5

(50% tepung bekatul : 50% tepung jagung) sebesar p=0,233.

3. Sampel P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung) tidak

berbeda secara signifikan dengan P3 (30% tepung bekatul : 70%

tepung jagung) sebesar p=0,513, P4 (40% tepung bekatul : 60%

tepung jagung) sebesar p=0,340 dan P5 (50% tepung bekatul :

50% tepung jagung) sebesar p=0,365.

4. Sampel P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung) tidak

berbeda secara signifikan dengan P4 (40% tepung bekatul : 60%


51

tepung jagung) sebesar p=0,823 dan P5 (50% tepung bekatul : 50

% tepung jagung) sebesar p=0,156.

5. Sampel P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung) tidak

berbeda secara signifikan dengan P5 (50% tepung bekatul : 50 %

tepung jagung) sebesar p=0,095.

5.4.4. Mutu Organoleptik Warna Food bar

Modus penilaian panelis terhadap 6 perlakuan Food bar

disajikan dalam Tabel 5.13. Berdasarkan Modus Penilaian panelis

yang disajikan dalam Tabel 5.13 memperlihatkan bahwa sampel P0,

P2 dan P3 memiliki modus penilian “suka” dengan masing-masing 9,

14 dan 13. Sampel P1 memiliki modus penilian “sangat suka”

dengan nilai 9. Sampel P4 memiliki modus penilaian “biasa” pada

nilai 13. Sedangkan sampel P5 memiliki modus penilaian “tidak suka”

pada nilai 10.

Tabel 5.13 Tabel Penilaian Panelis Mutu Organoleptik Warna


Food bar
Perlakuan Nilai Modus Jumlah
P0 4 9
P1 5 9
P2 4 14
P3 4 13
P4 3 13
P5 2 10
Keterangan :
- Taraf perlakuan P0,P1,P2,P3,P4,P5 = proporsi tepung bekatul:tepung jagung, P0
(100% tepung gandum),P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung), P2 (20%
tepung bekatul : 80% tepung jagung), P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung
jagung), P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung) dan P5 (50% tepung
bekatul : 50% tepung jagung).
- Tingkat kesukaan 5,4,3,2,1 = sangat suka, suka, biasa, tidak suka, sangat tidak
suka.
52

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan

pengaruh yang signifikan (p = 0,004) terhadap parameter mutu

organoleptik Warna. Setelah itu, untuk mengetahui seberapa besar

perbedaan pada setiap perlakuan dilakukan uji Mann Witney.

Tabel 5.14 Uji Mann Whitney Mutu Organoleptik Warna Food bar

P0 P1 P2 P3 P4 P5
P0 0,000* 0,001* 0,001* 0,052 0,321
P1 0,000* 0,606 0,504 0,016* 0,001*
P2 0,001* 0,606 0,830 0,017* 0,001*
P3 0,001* 0,504 0,830 0,029* 0,002*
P4 0,052 0,016* 0,017* 0,029* 0,119
P5 0,321 0,001* 0,001* 0,002* 0,119
Keterangan : * signifikan

Dari tabel 5.12 dapat dilihat, berdasarkan hasil uji statistik

dengan Mann Witney pada tingkat kepercayaan 95 % (p < 0.05 )

didapatkan hasil yaitu :

1. Sampel food bar P0(100% tepung gandum) berbeda secara

signifikan dengan P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung)

sebesar p=0,000, P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung)

sebesar p=0,001 dan P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung

jagung) sebesar p=0,001, tetapi tidak berbeda secara signifikan

dengan sampel food bar P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung

jagung) sebesar p=0,052 dan P5 (50% tepung bekatul : 50%

tepung jagung) sebesar p=0,321.


53

2. Sampel P1 (10% tepung bekatul : 90% tepung jagung) berbeda

secara singnifikan dengan sampel P4(40% tepung bekatul : 60%

tepung jagung) sebesar p=0,016 dan P5 (50% tepung bekatul :

50% tepung jagung) sebesar p=0,001, tetapi tidak berbeda secara

signifikan dengan sampel food bar P2 (20% tepung bekatul : 80%

tepung jagung) sebesar p=0,606 dan P3 (30% tepung bekatul :

70% tepung jagung) sebesar p=0,504.

3. Sampel P2 (20% tepung bekatul : 80% tepung jagung) berbeda

secara signifikan dengan sampel P4 (40% tepung bekatul : 60%

tepung jagung) sebesar p=0,017 dan P5 (50% tepung bekatul :

50% tepung jagung) sebesar p=0,001 , tetapi tidak berbeda

secara signifikan dengan P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung

jagung) sebesar p=0,830.

4. Sampel P3 (30% tepung bekatul : 70% tepung jagung) berbeda

secara signifikan dengan P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung

jagung) sebesar p=0,029 dan P5 (50% tepung bekatul : 50 %

tepung jagung) sebesar p=0,002.

5. Sampel P4 (40% tepung bekatul : 60% tepung jagung) tidak

berbeda secara signifikan dengan P5 (50% tepung bekatul : 50 %

tepung jagung) sebesar p=0,119.


BAB 6

PEMBAHASAN

6.1. Food Bar

Food bar yang dihasilkan tidak memenuhi syarat pangan darurat.

Dimana, seharusnya food bar memiliki ukuran panjang 6,3 cm ; lebar 4,5

cm dan tebal 1,5 cm. Akan tetapi, food bar yang dihasilkan memiliki ukuran

panjang 9 cm; lebar 6 cm dan tebal 0,7 cm. Hal ini dikarenakan, adonan

dengan ketebalan 1,5 cm tidak matang bagian dalamnya. Pada pembuatan

food bar diperlukan proses pemanganggan menggunakan oven. Dimana

panas oven berasal dari kombinasi radiasi dinding oven, konveksi dari

udara dan konduksi dari tray atau wadah bahan pangan. Panas yang

masuk pada bahan biasanya lebih banyak melalui proses konduksi

sehingga bagian bawah adonan yang menyentuh tray lebih cepat matang

dari pada bagian dalamnya. Tingkat kematangan dipengaruhi oleh suhu

pemanganggan, lama pemanggangan dan ukuran bahan pangan

(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Semakin tebal dan lebar bahan pangan

yang dipanggang maka proses pemanggangan akan semakin lama dan

suhu yang digunakan relatif rendah. Suhu pemanggangan yang terlalu

tinggi akan mengakibatkan terbentuknya crust pada bagian luar dan

kurang matang pada bagian dalam. Hal ini dikarenakan panas dari oven

tidak masuk sampai ke dalam bahan pangan. Sehingga pada penilitian ini

digunakan ketebalan 0,7 cm.

Selain itu, food bar harus dapat dilarutkan dengan air 50 ml

sehingga konsistensinya dapat berubah menjadi bubur. Hal ini sesuai

54
55

dengan syarat pangan darurat yaitu diperuntukan bagi bayi berusia diatas 6

bulan. Fernando (2008) dalam Mervina (2009) menyatakan bahwa semakin

rendah daya serap air pada makanan balita semakin baik, karena

menyebabkan bayi tidak mudah kenyang, rehidrasinya lebih mudah dan

membutuhkan lebih sedikit air.

6.2 Mutu Zat Gizi

6.2.1. Kadar Protein Food Bar

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi Food Bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan pengaruh

yang tidak signifikan (p = 0,187) terhadap parameter mutu gizi protein.

Kadar protein sampel perlakuan P1 12,71%, lebih besar dari pada

P0 (kontrol 100% tepung gandum). Kadar protein sampel P2, P3 dan P5

lebih rendah dari P0. Sedangkan P4 lebih tinggi dari P0. Secara

keseluruhan menurut syarat pangan darurat, semua perlakuan telah

memenuhi syarat tersebut. Yaitu kandungan protein sebesar 10 – 15%.

Pada produk food bar ini kandungan proteinnya berkisar 10 – 12%.

Perbedaan antara P1 sampai P5 tidaklah signifikan karena penggunaan

tepung bekatul dan tepung jagung yang sama – sama memiliki kandungan

protein yang tinggi. Berdasarkan Suarni (2009) menyatakan bahwa

kenaikan kadar protein sejalan dengan prosentase tepung jagung yang

ditambahkan, karena tepung jagung mengandung protein sebesar 11,02%.

Sedangkan menurut Damayanthi (2006) menyatakan bahwa kadar protein

semakin meningkat secara nyata dengan semakin tingginya tingkat


56

substitusi tepung bekatul, karena tepung bekatul mengandung protein

sebesar 10,41%. Dengan demikian, proporsi tepung bekatul yang rendah

dan tepung jagung yang tinggi hasilnya hampir sama dengan proporsi

tepung bekatul yang tinggi dan tepung jagung yang rendah.

Selain itu, protein yang tinggi juga dipengaruhi oleh bahan

penyusunnya. Sumber protein nabati didapat dari bahan makanan

golongan serealia, kacang-kacangan,biji-bijian dan produk olahannya

seperti tempe, tahu, roti dan pasta. Pada food bar ini digunakan kacang

tanah karena kacang tanah memiliki kandungan protein yang tinggi dan

aroma yang kuat sehingga dapat menutupi aroma langu dari tepung

bekatul.

Jika dibandingkan kadar protein dari hasil perhitungan dengan hasil

penelitian sangatlah berbeda. Perbedaan ini terjadi karena hasil

perhitungan proteinnya berdasarkan kandungan protein masing-masing

bahan penyusunnya berdasarkan literature yang ada. Sedangkan hasil

penelitian menggunakan metode Kjeldahl. Dimana metode Kjeldahl tidak

menghitung protein secara langsung , melainkan hasil perhitungan dari

factor konversi dari kadar nitrogen. Berdasarkan Suarni (2006) menyatakan

bahwa protein jagung (8-11%) terdiri atas lima fraksi, yaitu : albumin,

globuli, prolamin, glutelin dan nitrogen non protein.

Selain itu, proses pemasakan juga mempengaruhi meningkatnya

kandungan protein, Ranken (2000) dalam Ramadhani (2012) menyatakan

bahwa pemanasan dapat menyebabkan kehilangan air yang lebih sehingga

akan meningkatkan jumlah lemak, karbohidrat dan protein. Terdapatnya

jumlah protein yang sangat tinggi pada produk pangan darurat memiliki
57

kontraindikasi karena memiliki pengaruh negative terhadap keseimbangan

air di dalam tubuh. Jumlah konsumsi protein yang terlalu tinggi akan

menyebabkan peningkatan jumlah air yang dibutuhkan (IOM, 2002).

Sedangkan persediaan air bersih pada kondisi darurat sangatlah terbatas.

6.2.2. Kadar Lemak Food Bar

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi Food Bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan pengaruh

yang tidak signifikan (p = 0,852) terhadap parameter mutu gizi lemak.

Pada produk food bar ini kandungan lemaknya berkisar 18,3 –

18,8%. Perbedaan antara P1 sampai P5 tidaklah signifikan karena

penggunaan tepung bekatul dan tepung jagung yang sama – sama memiliki

kandungan lemak yang rendah. Dimana tepung jagung mengandung lemak

sebesar 5,42% dan tepung bekatul mengandung lemak sebesar 2,13%.

Sehingga dengan proporsi tepung bekatul yang rendah dan tepung jagung

yang tinggi hasilnya hampir sama dengan proporsi tepung bekatul yang

tinggi dan tepung jagung yang rendah.

Kadar lemak tertinggi yaitu pada sampel perlakuan P1. Sampel

perlakuan P1 merupakan Food Bar dengan proporsi 10% tepung bekatul

dan 90% tepung jagung. Kadar Lemak sampel perlakuan P1 18,82%, lebih

besar dari pada P0 (kontrol 100% tepung gandum). Kadar lemak sampel P4

dan P5 lebih rendah dari P0. Sedangkan P2 dan P3 lebih tinggi dari P0.

Secara keseluruhan menurut syarat pangan darurat, semua perlakuan tidak

memenuhi syarat tersebut. Yaitu kandungan lemak sebesar 35 – 45%.


58

Kandungan lemak dalam pangan darurat mempunyai kontribusi

penting yaitu sebagai salah satu penyumbang energi (IOM,2002). Satu gram

lemak menyumbang 9 kkal sehingga diharapkan dalam porsi yang kecil

pangan darurat dapat memenuhi kebutuhan sehari yaitu 2100 kkal.

Lemak merupakan factor penting yang harus diperhatikan dalam

makanan karena dapat menyebabkan perubahan sifat pada makanan

tersebut. Perubahannya bahkan dapat terjadi kea rah yang tidak diinginkan

seperti ketengikan. Lemak dapat menghambat proses gelatinisasi dengan

cara sebgian lemak akan diserap oleh permukaan granula, sehingga

terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik disekeliling granula pati

(Luthfiyanti dkk., 2011).

Selain itu, rendahnya lemak pada food bar juga dipengaruhi oleh

proses pemasakan yang membutuhkan waktu lama pada suhu rendah.

Pada Pernyataan ini sesuai dengan Palupi (2007) dalam Ramadhani (2012)

yaitu makin lama waktu yang digunakan dalam suhu yang rendah maka

kerusakan lemak akan semakin intens.

6.2.3. Kadar Karbohidrat Food Bar

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi Food Bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan pengaruh

yang tidak signifikan (p = 0,114) terhadap parameter mutu gizi karbohidrat.

Pada produk food bar ini kandungan karbohidratnya berkisar 60,8 –

63,1%. Perbedaan antara P1 sampai P5 tidaklah signifikan karena

penggunaan tepung bekatul dan tepung jagung yang sama – sama memiliki
59

kandungan karbohidrat yang tinggi. Dimana tepung jagung mengandung

karbohidrat sebesar 79,95% dan tepung bekatul mengandung karbohidrat

sebesar 70,57%. Sehingga dengan proporsi tepung bekatul yang rendah

dan tepung jagung yang tinggi hasilnya hampir sama dengan proporsi

tepung bekatul yang tinggi dan tepung jagung yang rendah.

kadar karbohidrat tertinggi yaitu pada sampel perlakuan P2. Sampel

perlakuan P2 merupakan Food Bar dengan proporsi 20% tepung bekatul

dan 80% tepung jagung. Kadar karbohidrat sampel perlakuan P2 63.1925%,

lebih besar dari pada P0 (kontrol 100% tepung gandum). Kadar karbohidrat

sampel P2, P3, P4 dan P5 lebih tinggi dari P0. Secara keseluruhan menurut

syarat pangan darurat, semua perlakuan tidak memenuhi syarat tersebut.

Yaitu kandungan karbohidrat sebesar 40 – 50%.

Pada pangan darurat kandungan karbohidrat sangatlah penting

untuk memenuhi kecukupan kalori terbesar selain dari protein dan lemak.

Menurut Brisske et al. (2004) menyatakan bahwa karbohidrat menyumbang

40-50% kalori dengan nilai 4 kkal per gram karbohidrat.

6.3. Mutu Organoleptik

6.3.1. Mutu Organoleptik Rasa Food Bar

Menurut Winarno (1997) dalam Damayanthi (2006) menyatakan

rasa merupakan faktor penting untuk menentukan daya terima suatu bahan

makanan, hal ini dikarenakan rasa lebih banyak melibatkan indera

pengecap. Rasa pada kamus bahasa Indonesia didefinisikan sebagai

kemampuan tanggapan indera manusia terhadap syaraf (manis, pahit,

asam, asin).
60

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0.05) menunjukkan bahwa formulasi Food Bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan pengaruh

yang signifikan (p = 0,004) terhadap parameter mutu organoleptik Rasa.

Dari 25 panelis yang melakukan uji organoleptik , sebanyak 56%

mempunyai tingkat kesukaan “suka” pada perlakuan P1, 40% mempunyai

tingkat kesukaan “suka” pada perlakuan P2, 40% mempunyai tingkat

kesukaan “suka” pada perlakuan P3, 40% mempunyai tingkat kesukaan

“tidak suka” pada perlakuan P4, 40% mempunyai tingkat kesukaan “biasa”

pada perlakuan P5. Jika dibandingkan antar perlakuan dan tingkat

kesukaan, maka P1 merupakan perlakuan dari segi rasa yang paling

disukai. Kemudian dari perlakuan P1 dibandingkan dengan perlakuan PO

yaitu control dengan 100% tepung gandum yang memiliki tingkat

kesukaaan “biasa” sebesar 40%, maka tingkat kesukaan P1 lebih tinggi

dibandingkan dengan P0 (Perlakuan Kontrol). Berdasarkan uji statistic ini,

maka food bar dengan proporsi 10% tepung bekatul dan 90%tepung jagung

pada perlakuan P1 dapat menggantikan tingkat kesukaan rasa pada

perlakuan kontrol.

Rasa manis pada food bar diperoleh dari penambahan madu, selain

itu dengan penambahan margarine juga dapat digunakan sebagai

pembangkit rasa pada food bar (Wulandari, 2010). Tingkat kesukaan

panelis terhadap rasa food bar berbahan dasar tepung bekatul dan tepung

jagung semakin menurun dengan bertambahnya tepung bekatul. Hal ini

disebabkan karena semakin banyak bekatul maka rasa food bar menjadi

pahit. Sarbini (2009) menyatakan bahwa rasa pahit disebabkan karena


61

masih terdapat saponin didalam bekatul yang digunakan sebagai bahan

baku. Rasa pahit yang berlebihan diduga berhubungan dengan kerusakan

lipid dan protein.

6.3.2. Mutu Organoleptik Aroma Food Bar

Aroma berkaitan erat dengan indera penciuman, aroma yang

dikatakan enak merupakan perpaduan dari komponen bahan – bahan yang

sangat tepat (Ramadhani dkk., 2012).

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat

kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi Food Bar

berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan pengaruh

yang signifikan (p = 0,016) terhadap parameter mutu organoleptik Aroma.

Dari 25 panelis yang melakukan uji organoleptik , sebanyak 48%

mempunyai tingkt kesukaan “suka” pada perlakuan P1, 52% mempunyai

tingkat kesukaan “biasa” pada perlakuan P2, 52% mempunyai tingkat

kesukaan “suka” pada perlakuan P3, 40% mempunyai tingkat kesukaan

“suka” pada perlakuan P4, 40% mempunyai tingkat kesukaan “biasa” pada

perlakuan P5. Jika dibandingkan antar perlakuan dan tingkat kesukaan,

maka P3 merupakan perlakuan dari segi aroma yang paling disukai.

Kemudian dari perlakuan P3 dibandingkan dengan perlakuan PO yaitu

control dengan 100% tepung gandum yang memiliki tingkat kesukaaan

“biasa” sebesar 36%, maka tingkat kesukaan P3 lebih tinggi dibandingkan

dengan P0 (Perlakuan Kontrol). Berdasarkan uji statistic ini, maka food bar

dengan proporsi 30% tepung bekatul dan 70%tepung jagung pada


62

perlakuan P3 dapat menggantikan tingkat kesukaan aroma pada perlakuan

kontrol.

Aroma pada food bar diperoleh dari beberapa bahan penyusunnya

seperti tepung bekatul, tepung jagung dan kacang tanah. Tepung jagung

dan kacang tanah digunakan untuk menutupi aroma tepung bekatul yang

tidak begitu enak.

Dari food bar yang dihasilkan memiliki aroma bekatul dan sedikit

langu sejalan dengan tingginya tepung bekatul yang digunakan maka

aroma bekatul dalam food bar akan semakin tercium. Adanya aroma khas

bekatul disebabkan oleh adanya minyak tokoferol (komponen volatile) pada

bekatul ( Sarbini, 2009).

6.3.3. Mutu Organoleptik Tekstur Food Bar

Tekstur pada food bar dinilai dari kemudahan dalam digigit.

Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan 95%

(p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi Food Bar berbahan baku tepung

bekatul dan tepung jagung memberikan pengaruh yang signifikan (p =

0,005) terhadap parameter mutu organoleptik Tekstur.

Dari 25 panelis yang melakukan uji organoleptik , sebanyak 72%

mempunyai tingkt kesukaan “suka” pada perlakuan P1, 36% mempunyai

tingkat kesukaan “biasa” pada perlakuan P2, 36% mempunyai tingkat

kesukaan “suka” pada perlakuan P3, 44% mempunyai tingkat kesukaan

“suka” pada perlakuan P4, 36% mempunyai tingkat kesukaan “tidak suka”

pada perlakuan P5. Jika dibandingkan antar perlakuan dan tingkat

kesukaan, maka P1 merupakan perlakuan dari segi tekstur yang paling


63

disukai. Kemudian dari perlakuan P1 dibandingkan dengan perlakuan PO

yaitu control dengan 100% tepung gandum yang memiliki tingkat

kesukaaan “tidak suka” sebesar 36%, maka tingkat kesukaan P1 lebih

tinggi dibandingkan dengan P0 (Perlakuan Kontrol). Berdasarkan uji

statistic ini, maka food bar dengan proporsi 10% tepung bekatul dan

90%tepung jagung pada perlakuan P1 dapat menggantikan tingkat

kesukaan tekstur pada perlakuan kontrol.

Tekstur food bar dapat dipengaruhi oleh bahan dasar, ketebalan

cetakan dan suhu oven yang terlalu tinggi. Dengan penembahan madu juga

akan mempengaruhi proses pengempukan. Penggunaan madu lebih

diutamakan dibandingkan dengan penggunaan gula. Hal ini dikarenakan

dengan menggunakan madu tekstur food bar yang dihasilkan lebih tidak

mudah patah tetapi mudah digigit. Selain itu, dengan menggunakan madu

dalam pembuatan food bar tidak diperlukan lagi telur sebagai bahan

pengikat karena telah ada madu dan margarine yang dapat menyatukan

bahan – bahan lain.

Kandungan tepung jagung yang lebih dominan akan membuat

tekstur food bar menjadi lebih keras. Menurut Azam (2000) dalam

Ramadhani dkk. (2012) menyatakan bahwa semakin banyak tepung jagung

yang digunakan maka tekstur produk akan semakin keras. Sehingga food

bar yang dihasilkan tidak mudah retak akan tetapi mudah digigit.

Selain itu, food bar yang memiliki proporsi tepung bekatul lebih

banyak cenderung memiliki tekstur yang lebih mudah hancur. Hal ini

dikarenakan bekatul memiliki kandungan serat lebih tinggi (Damayanthi,


64

2006). Hal ini menyebabkan, food bar yang menggunakan proporsi bekatul

lebih banyak membutuhkan adonan perekat lebih banyak.

6.3.4. Mutu Organoleptik Warna Food Bar

Warna memegang peranan penting dan menentukan kesukaan

panelis terhadap suatu produk. Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis

pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) menunjukkan bahwa formulasi

food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung memberikan

pengaruh yang signifikan (p = 0,004) terhadap parameter mutu organoleptik

Warna.

Dari 25 panelis yang melakukan uji organoleptik , sebanyak 36%

mempunyai tingkat kesukaan “sangat suka” pada perlakuan P1, 56%

mempunyai tingkat kesukaan “suka” pada perlakuan P2, 52% mempunyai

tingkat kesukaan “suka” pada perlakuan P3, 52% mempunyai tingkat

kesukaan “biasa” pada perlakuan P4, 40% mempunyai tingkat kesukaan

“tidak suka” pada perlakuan P5. Jika dibandingkan antar perlakuan dan

tingkat kesukaan, maka P2 merupakan perlakuan dari segi warna yang

paling disukai. Kemudian dari perlakuan P2 dibandingkan dengan

perlakuan PO yaitu control dengan 100% tepung gandum yang memiliki

tingkat kesukaaan “suka” sebesar 36%, maka tingkat kesukaan P2 lebih

tinggi dibandingkan dengan P0 (Perlakuan Kontrol). Berdasarkan uji

statistic ini, maka food bar dengan proporsi 20% tepung bekatul dan

80%tepung jagung pada perlakuan P2 dapat menggantikan tingkat

kesukaan warna pada perlakuan kontrol.


65

Warna food bar yang dihasilkan berkisar dari warna kuning hingga

kuning kecoklatan.Sedangkan warna food bar yang berbahan dasar tepung

gandum pada perlakuan control memiliki warna kecoklatan. Warna

dihasilkan dari perpaduan warna tepung yang digunakan. Tepung jagung

cenderung bewarna kuning. Sedangkan, warna pada tepung bekatul

bervariasi coklat muda sampai coklat muda (Damayanthi, 2006).

Menurut Winarno (1991) dalam Wiyono (2012) menyatakan bahwa

bekatul memiliki kandungan gula reduksi yang relative tinggi, sehingga

menyebabkan terjadinya reaksi Mailard. Semakin besar konsentrasi tepung

bekatul maka warna food bar yang dihasilkan semakin coklat.

6.4. Rekomendasi Food bar

Berdasarkan hasil uji kandungan gizi dan tingkat kesukaan, Food

bar yang direkomendasikan adalah food bar P1 dengan perbandingan

tepung yang digunakan 10% tepung bekatul dan 90% tepung jagung. Hasil

uji kandungan gizi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan

dari segi zat gizi protein, lemak maupun karbohidrat. Sehingga food bar dari

perlakuan manapun dapat menggantikan food bar dari perlakuan control.

Walaupun dari segi lemak dan karbohidrat tidak sesuai standar pangan

darurat, tetapi dari segi kecukupan energi mendekati jumlah minimal yang

dibutuhkan dan protein sudah sesuai standar pangan darurat.

Sedangkan berdasarkan uji tingkat kesukaan panelis menunjukkan

terdapat perbedaan yang signifikan secara statistic dari segi rasa, warna,

aroma dan tekstur. Food bar P1 (tepung bekatul 10% : tepung jagung 90%)

memiliki penilaian suka pada rasa, aroma dan tekstur, yaitu masing –
66

masing 40%, 48% dan 72% serta penilaian sangat suka untuk warna

sebesar 36%. Pembuatan food bar yang mudah dan praktis serta

penggunaan bahan – bahan local yang mudah dicari memungkinkan untuk

diaplikasikan dalam pembuatan pangan darurat.

Berdasarkan kandungan gizi yang ada di dalam satu food bar maka

pada tabel dibawah ini dapat diketahui konsumsi food bar dalam sehari

sesuai kelompok umur.

Tabel 6.1 Rekomendasi food bar berdasarkan kelompok umur

Umur Jumlah food bar yang dikonsumsi


dalam sehari
Bayi (7-11 bulan) 3 batang
Anak (1-3 tahun) 5 batang
Anak (4-6 tahun) 7 batang
Anak (7-9 tahun) 8 batang
Laki-laki (10-12 tahun) 9 batang
Laki-laki (13-15 tahun) 11 batang
Laki-laki (16-18 tahun) 11 ½ batang
Laki-laki (19-29 tahun) 12 batang
Laki-laki (30-49 tahun) 11 ½ batang
Laki-laki (50-64 tahun) 10 batang
Laki-laki (65-80 tahun) 8 batang
Laki-laki (>80 tahun) 6 ½ batang
Perempuan (10-12 tahun) 8 ½ batang
Perempuan (13-15 tahun) 9 batang
Perempuan (16-18 tahun) 9 batang
Perempuan (19-29 tahun) 9 ½ batang
Perempuan (30-49 tahun) 9 batang
Perempuan (50-64 tahun) 8 batang
Perempuan (65-80 tahun) 6 ½ batang
Perempuan (>80 tahun) 6 batang
Tambahan Bumil (Trimester1) ½ batang
Tambahan Bumil (Trimester2) 1 batang
Tambahan Bumil (Trimester3) 1 batang
Tambahan Busui (6 bulan pertama) 1 batang
Tambahan Busui (6 bulan kedua) 1 ½ batang
67

6.5. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, metode penelitian sudah dilakukan dengan

sekssama dan hati – hati. Ksulitan yang dialami saat penelitian adalah :

1) Penggunaan bahan alergen kacang yang seharusnya tidak digunakan

dalam pembuatan food bar untuk pangan darurat. Sifat alergen pada

kacang tanah ini disebabkan karena kandungan protein yang tahan

panas dan tahan enzin proteolitik.

2) Ukuran food bar yang tidak sesuai dengan syarat. Hal ini dikarenakan

ketebalan adonan mempengaruhi tingkat kematangan food bar.


BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Tidak ada perbedaan yang signifikan pada mutu gizi (protein, lemak,

karbohidrat) food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung.

7.1.2 Ada perbedaan yang signifikan pada mutu organoleptik (warna, rasa,

aroma, tekstur) food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung

jagung. Semakin tinggi penambahan tepung jagung maka mutu

organoleptik semakin baik.

7.1.3 Formulasi food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung

yang tepat sesuai syarat pangan darurat dan baik daya terimanya adalah

food bar dengan proporsi tepung bekatul : tepung jagung (10:90). Dimana

dalam 50 gram/batang mengandung energi 232,43 kkal, protein 6,35

gram, lemak 9,41 gram dan karbohidrat 30,58 gram serta memiliki tingkat

kesukaan “suka” pada rasa, aroma dan tekstur, dan tingkat kesukaan

“sangat suka” pada warna.

7.2 Saran

7.2.1 Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai daya simpan food bar.

7.2.2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya patah

7.2.3 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan margarine

atau telur sebagai sumber lemak. Sehingga memperoleh food bar dengan

mutu gizi lemak yang mencukupi.

68
69

7.2.4 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengganti penggunaan

kacang tanah yang termasuk bahan allergen.

7.2.5 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ukuran food bar agar

memperoleh tingkat kematangan yang baik dan sesuai dengan syarat

pangan darurat.

7.2.6 Perlu dilakukan uji lanjut mengenai cara pengemasan food bar agar dapat

didistribusikan secara mudah.


DAFTAR PUSTAKA

Aftasari F. 2003. Sifat Fitokimia dan Organoleptik Sponge Cake yang Ditambah
Tepung Bekatul Rendah Lemak. Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Hal: 8-15.

Auliana R. 2011. Manfaat Bekatul dan Kandungan Gizinya. FT UNY, hal. 1-4.

Babcock D. 1987. Rice Bran as Source of Dietary Fiber. Cereal Food World.58
(5): 401-408.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008. Peraturan Kepala Badan


Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9 Tahun 2008 Tentang
Prosedur TetapTim Reaksi Cepat Badan Nasional Penanggulangan
Bencana. Hal: 1-3.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2013. Info Bencana, Edisi Maret


2013, hal. 1.

BPTP. 2008. Pembuatan Tepung Jagung.Jawa Tengah. Hal 2.

Brisske LK, Lee SY, Klein BP and Cadwallder KR. 2004. Development of a
Prototype High-Energy, Nutrient Dense Food Product for Emergency
Relief. University of Illinois Urbana Champaigne. Food Rev. Int, 6: 225-
264.

Damayanthi E dan Listyorini DI. Pemanfaatan Tepung Bekatul Rendah Lemak


pada Pembuatan Keripik Simulasi. Jurnal Gizi dan Pangan, November
2006 1 (2) : 34-44.

Damayanthi E, Sofia IR dan Madanijah S. 2001. Sifat Fisikokimia dan Daya


Terima Tepung Bekatul Padi Awet sebagai Sumber Serat Makanan.

Dewan Standardisasi Nasional . Standar Nasional Indonesia 07-3727-1995 ICS


67.060 Tepung Jagung. Hal 5.

Faridi H. 1994. The Science of Cookies and Creker Production. Chapman and
Hill. New York. 33: 2157-2167.

Fellows PJ. 1990. Food Processing Technology: Principles and Practices. Ellis
Howard Limited. London. Page 71-72.

Ferawati. 2009. Inovasi Produk Pangan Darurat : Solusi Permasalahan Pangan


Bangsa. PKM – GT. IPB. Bogor. Hal: 1-3.

Institute of Medicine (IOM). 2002. Dietary Reference Intake for Emergency Food
Product. Page 10-13.

70
71

Labib, M. 1997. Mempelajari Pemanfaatan Bekatul dalam Pembuatan Formula


Roti Manis dan Biskuit Berserat Tinggi. Skripsi. Fakultas Teknologi
PertanianBogor. Hal: 23-30.

Listayani A dan Zubaidah E. 2011. Formulasi Opak Bekatul Padi (Kajian


Penambahan Bekatul dan Proporsi Tepung Ketan Putih : Terigu).

Luh BS. 1991. Rice Volume I. Van Nostrand Reinhold, University of Cali New
York. Page 58-61.

Luthfiyanti R, Ekafitri E dan Desnilasari D. Pengaruh Perbandingan Tepung dan


Pure Pisang Nangka pada Proses Pembuatan Food Bar Berbasis
Pisang Sebagai Pangan Darurat. ISSN: 2089-3582. Vol.2, No.1, Th
2011:239-246.

Maltz, S.A. 1992 . Bakery Technology and Engineering. 3 rd ed. Van Nastreng,
New York, p. 627-657.

Matz, S.A., TD. Matz. 1978. Cookie and Craker Technology. Avi Publishing
Company. Connecticut. (31): 476-482.

Mervina. 2009. Formulasi Biskuit dengan Sibstitusi Tepung Ikan Lele Dumbo
(Clarias garleplnus) dan Isolat Protein Kedelai (Glycine max) sebagai
Makanan Potensial untuk Anak Balita Gizi Kurang. Skripsi. Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Hal: 48-51.

Muchtadi D. 1989. Aspek biokimia dan Gizi Dalam Keamanan Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor

Muchtadi TR dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknologi Pengolahan


Pangan Nabati. PAV Pangan dan Gizi. IPB. Bogor

Mudjajanto E.S dan Yulianti L.N. 2004. Membuat Aneka Roti. Panebar Swadya.
Jakarta. Hal 9.

Persagi. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta : PT Elex Media


Komputindo. Gramedia. Hal 2.

Pratama TA, Rahman T dan Rahman N. Analisi Kepuasan Konsumen Food Bar
Kabupaten Subang. ISSN: 2089-3582. Vol. 2, No. 1. Tahun 2011:
311-318.

Rahayu WP. 1998. Penuntun Pratikum Penilaian Organoleptik. Bogor: IPB.

Rahman T, Luthfiyanti R dan Ekafitri R. Optimasi Proses Pembuatan Food Bar


Berbasis Pisang. ISSN : 2089-3582. Vol. 2, No.1 . Tahun 2011: 295-
302.

Ramadhani AG, dkk. 2012. Analisis Proximat, Antioksidan dan Kesukaan


Sereal Makanan Dari Bahan Dasar Tepung Jagung ( Zea mays L.) dan
72

Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch). Buletin Anatomi


dan Fisiologi Volume XX Nomor 2.

Ricelina, U.J. 2007. Studi Pembuatan Makanan Padat (Food Bars) Berenergi
Tinggi Menggunakan Tepung Komposit (Tepung Gaplek, Tepung
Kedelai, Tepung Terigu) dan Penambahan Tepung Porang
(Amorphophallus Onchophyllus) Sebagai Bahan Pengikat. Skripsi.
Tidak diterbitkan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya,
Malang. Hal : 12-14.

Richana N, Budianto A dan Mulyawati I. Pembuatan Tepung Jagung


Termodifikasi dan Pemanfaatannya untuk Roti. ISBN : 978-979-8940-
29-3. Prosiding Pekan Serelia Nasional. 2010 : 446-454.

Sarbini, D., Rahmawati, S., Kurnia, P. 2009. Uji Fisik, Organoleptik, dan
Kandungan Zat Gizi Biskuit Tempe-Bekatul Dengan Fortifikasi Fe
dan Zn Untuk Anak Kurang Gizi. Jurnal Penelitia Sains dan
Teknologi Vol 10. Surakarta.

Saputra I. 2008. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat
Tepung Terigu yang Disubstitusi Parsial dengan Tepung Bekatul.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal: 41-
50.

Setiawan I. 2011. Pengaruh Tingkat Pencapuran Tepung Ubi Jalar Merah


dengan Bekatul Padi Terhadap Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Andalas Padang. Hal: 38.

Setyaningtyas AG. 2008. Formulasi Produk Pangan Darurat Berbasis Ubi Jalar,
Tepung Pisang, dan Tepung Kacang Hijau Menggunakan Teknologi
Intermediete Moisture Foods (IMF). Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal 37-39.

Suarni dan Widowati S. 2006. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung, hal: 410-
424.

Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering


(Cookies). Balai Penelitian Tanaman Serelia. Hal: 386-409.

Suharyono, Nurdin, Arief dan Murhadi. 2005. Protein Quality of Indonesian


Common Maieze does not Less Superior to Quality Protein Maize.
Makalah pada 9th ASEAN Food Conference. Jakarta 8-10 Agustus
2005. Hal: 9-11.

United States Agency International Development. 2007. Final Report on


Development ofa an Emergency Food Product : Product and
Packaging Specification, Shelf Life Study and Drop Test Synopsis.
America. p 14-15.
73

Wiyono FP. 2012. Evaluasi Mutu Gizi dan Organoleptik “Butter Cookies”
MOCORIN (Modifikasi Tepung JAgung Lokal (Zea mays L.) – Bekatul).
Universitas Kristen Satya Wacana.

Wulandari, Mita dan Handasari E. 2010. Pengaruh Penambahan Bekatul


Terhadap Kadar Protein dan Sifat Organoleptik Biskuit. Program DIII
Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang. Hal : 9-10.

Yulianti RC. 2012. Pembagian Jalur Gempa di Indonesia. Pusat Pengembangan


Bahan Ajar. UMB, hal : 2.

Zoumas LB et al. 2002. High-Energy, Nutrient-Dense Emergency Relief Food


Product. Food and Nutrition Board. Institute of Medicine. National
Academy Press. Washington, D. C, p.129-40.
LAMPIRAN

Lampiran 1

Prosedur Pembuatan Tepung Jagung

Jagung pipilan

Pembersihan dan pengeringan


1-2 jam, suhu 50o C ( dijemur)

Penggilingan

Keringkan sampai kadar air 15 – 18%

Penepungan dengan ayakan 50 mesh

Tepung dikeringkan

Pengayakan bertingkat untuk tepung


halus

Diagram alir pembuatan tepung jagung (BPTP,2008)

74
75

Lampiran 2

Prosedur pembuatan tepung bekatul

Bekatul

Stabilisasi dan Pengeringan

Penggilingan

Pengayakan kasar (40 mesh)

Pengayakan kasar (60 mesh)

Tepung Bekatul

Diagram Alir Pembuatan tepung bekatul

(Damayanthi, Sofia dan Madanijah, 2001 dalam Fanni Aftasari 2003)


76

Lampiran 3

Formulasi Food Bar

Perlakuan 1 : Perbandingan Tepung Bekatul dan Tepung Jagung (10:90)

nama % Jumlah Energi Protein Lemak KH


bahan bahan (gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
Tepung
5 2.5 11.10275 0.22425 0.39475 1.66325
bekatul
Tepung
45 22.5 79.875 2.4795 1.2195 17.98875
jagung
Margarin 10 5 36 0.03 4.05 0.02
madu 22 11 32.34 0.033 0 8.745
kacang
18 9 46.35 2.754 3.789 1.242
tanah
Total 100 50 205.6678 5.52075 9.45325 29.659
Perentase zat gizi makro% 10.73722 41.36733 57.68333

Perlakuan 2 : Perbandingan Tepung Bekatul dan Tepung Jagung (20:80)

nama % Jumlah Energi Protein Lemak KH


bahan bahan (gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
Tepung
10 5 22.2055 0.4485 0.7895 3.3265
bekatul
Tepung
40 20 71 2.204 1.084 15.99
jagung
Margarin 10 5 36 0.03 4.05 0.02
madu 22 11 32.34 0.033 0 8.745
kacang
18 9 46.35 2.754 3.789 1.242
tanah
Total 100 50 207.8955 5.4695 9.7125 29.3235
Persentase zat gizi makro % 10.52356 42.04636 56.41969
77

Perlakuan 3 : Perbandingan Tepung Bekatul dan Tepung Jagung (30:70)

nama % Jumlah Energi Protein Lemak KH


bahan bahan (gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
Tepung
15 7.5 33.30825 0.67275 1.18425 4.98975
bekatul
Tepung
35 17.5 62.125 1.9285 0.9485 13.99125
jagung
Margarin 10 5 36 0.03 4.05 0.02
madu 22 11 32.34 0.033 0 8.745
kacang
18 9 46.35 2.754 3.789 1.242
tanah
Total 100 50 210.1233 5.41825 9.97175 28.988
Persentase zat gizi makro % 10.31442 42.711 55.18285

Perlakuan 4 : Perbandingan Tepung Bekatul dan Tepung Jagung (40:60)

nama % Jumlah Energi Protein Lemak KH


bahan bahan (gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
Tepung
20 10 44.411 0.897 1.579 6.653
bekatul
Tepung
30 15 53.25 1.653 0.813 11.9925
jagung
Margarin 10 5 36 0.03 4.05 0.02
madu 22 11 32.34 0.033 0 8.745
kacang
18 9 46.35 2.754 3.789 1.242
tanah
Total 100 50 212.351 5.367 10.231 28.6525
Persentase zat gizi makro % 10.10968 43.3617 53.97196
78

Perlakuan 5 : Perbandingan Tepung Bekatul dan Tepung Jagung (50:50)

nama % Jumlah Energi Protein Lemak KH


bahan bahan (gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
Tepung
25 12.5 55.51375 1.12125 1.97375 8.31625
bekatul
Tepung
25 12.5 44.375 1.3775 0.6775 9.99375
jagung
Margarin 10 5 36 0.03 4.05 0.02
madu 22 11 32.34 0.033 0 8.745
kacang
18 9 46.35 2.754 3.789 1.242
tanah
Total 100 50 214.5788 5.31575 10.49025 28.317
Persentase zat gizi makro % 9.909183 43.99888 52.78621
79

Lampiran 4

Formulir Uji Hedonik Rasa, Aroma, Tekstur dan Warna

Produk : Makanan Padat (Food Bar) Berbahan Baku Tepung

Bekatul dan Tepung Jagung.

Nama Panelis :

Tanggal :

Tanda Tangan :

Petunjuk :

1. Cicipi sample dari kiri ke kanan.

2. Nyatakan penilaian anda dan beri skor penilaian anda.

Skor 1 : sangat tidak suka Skor 4 : suka

Skor 2 : tidak suka Skor 5 : sangat suka

Skor 3 : biasa

3. Jangan membandingkan antar sampel.

Sample
PENILAIAN
426 850 691 614 402 436
Rasa
Aroma
Tekstur
Warna
80

Lampiran 5. Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian

1. Saya Laily Fandianty Ningsih, mahasiswi Jurusan Ilmu Gizi Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dengan ini meminta anda

untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang berjudul

“Formulasi Makanan Padat (Food Bars) Berbahan Baku Tepung Bekatul

dan Tepung Jagung Sebagai Alternatif Pangan Darurat”.

2. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui formulasi food bars

tepung bekatul dan tepung jagung yang sesuai dengan syarat dan mutu

pangan darurat dan daya terima produk.

3. Prosedur penelitian untuk mengetahui mutu organoleptik adalah dengan

cara memberikan penilaian terhadap sampel (food bars dari proporsi

tepung bekatul dan tepung jagung dengan 6 perlakuan) berupa warna,

rasa, aroma dan tekstur dengan menggunakan skala penilaian pada form

uji organoleptik yang sudah disediakan. Anda tidak perlu khawatir karena

pembuatan food bars sudah sesuai dengan prosedur standard dan

menggunakan bahan – bahan yang tidak membahayakan bagi kesehatan

seperti tepung jagung, tepung bekatul, telur, margarin, gula palem, susu

skim dan kacang tanah.

4. Penelitian ini akan sangat berguna karena dapat memberikan informasi

bagi masyarakat luas mengenai tepung bekatul dan tepung jagung yang

dapat digunakan sebagai alternatif pangan darurat.

5. Seandainya anda tidak menyetujui prosedur tersebut diatas maka anda

boleh untuk tidak mengikuti penelitian ini atau mengundurkan diri dari

penelitian ini, tanpa dikenakan sanksi apapun.

6. Nama dan jati diri anda akan saya rahasiakan.


81

Lampiran 6. Pernyataan Persetujuan untuk Berpartisipasi dalam Penelitian

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

1. Saya telah mengerti tentang apa yang tercantum dalam lembar

persetujuan diatas dan telah dijelaskan oleh peneliti.

2. Dengan ini saya menyatakan bahwa saya tidak memiliki alergi / memiliki

alergi*) dengan bahan makanan yang akan diuji dan secara sukarela

bersedia / tidak bersedia*) untuk ikut serta menjadi salah satu panelis

dalam penelitian berjudul : Formulasi Makanan Padat (Food Bars)

Berbahan Baku Tepung Bekatul dan Tepung Jagung Sebagai Alternatif

Pangan Darurat.

Malang,……………2013

Peneliti, Saksi, Yang membuat pernyataan,

(Laily Fandianty Ningsih) (…………….………) (………………………)


NIM 105070301111002
82

Lampiran 7. Pernyataan Keaslian Tulisan

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Laily Fandianty Ningsih

NIM : 105070301111002

Program Studi : Program Studi S1 Gizi Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini

benar-benar hasil karya saya sendiri bukan merupakan pengambil alihan tulisan

atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari dapat dibutuhkan bahwa Tugas Akhir ini adalah

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, 4 Juni 2014

yang membuat pernyataan,

Laily Fandianty Ningsih


NIM 105070301111002
83

Lampiran 8. DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Curriculum Vitae

Data Pribadi / Personal Details

Nama : Laily Fandianty Ningsih

Tempat, tanggal Kelahiran : Gresik, 2 September 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bunga Mondokaki no 6 Malang

Nomor Telepon : 085733014777

Email : lailyfandianty@gmail.com

Status : Belum menikah

Warga Negara : Indonesia

Riwayat Pendidikan dan Pelatihan

Educational and Professional Qualification

Jenjang Pendidikan :

Education Information

Periode Sekolah / Institusi / Universitas


1997 - 1999 TK Islam Bhakti 5 Gresik
1999 - 2005 SD Muhammadiyah GKB Gresik
2005 - 2008 SMP Negeri 1 Gresik
2008 - 2010 SMA Negeri 1 Gresik
2010 - sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Brawijawa Malang, Jurusan
Ilmu Gizi
84

Pendidikan Non Formal / Training – Seminar

Seminar Gizi 2012 “stay young and healthy with Anti Aging Diet”

Riwayat Organisasi :

1. Staf Internal ORMAGIKA 2011


2. Kadiv Internal ORMAGIKA 2012
3. Bendahara Umum ORMAGIKA 2013

Pengalaman Kepanitiaan :

1. Staf Konsumsi GDSK 2011


2. Kordi Kestari Study Club 2011
3. Ketua Pelaksana Forum Diskusi 2011
4. Staf Danus Seminar Gizi 2011
5. Staf Danus Rakernas ILMAGI 2011
6. Steering Comitte GDSK 2012
7. Steering Comitte Forum Diskusi 2012
8. Bendahara Umum Nutrition Festival 2012

Pengalaman Pendelegasian : -

Anggota Penelitian : -

Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya.

(Laily Fandianty Ningsih)


85

Lampiran 9. Hasil Analisis SPSS

1. Analisis SPSS Mutu Zat Gizi (Protein, Lemak, Karbohidrat)

1.1. Rata – rata

Statistics

kandungan kandungan kandungan


Perbandingan tepung bekatul dan protein makanan lemak makanan karbohidrat
tepung jagung padat padat makanan padat

P0 N Valid 4 4 4

Missing 0 0 0

Mean 12.1250 18.6250 60.8675

Median 12.2500 18.6300 60.8900

Std. Deviation 1.00417 .67575 1.13303

P1 N Valid 4 4 4

Missing 0 0 0

Mean 12.7100 18.8200 61.1600

Median 10.8400 18.3750 63.2250

Std. Deviation 3.80025 1.03624 4.60107

P2 N Valid 4 4 4

Missing 0 0 0

Mean 10.5850 18.6950 63.1925

Median 10.6550 18.7650 63.1900

Std. Deviation .60368 .45684 .71065

P3 N Valid 4 4 4

Missing 0 0 0

Mean 10.7400 18.7400 62.7675

Median 10.6250 18.7600 62.8150

Std. Deviation .29017 .54369 .11955

P4 N Valid 4 4 4

Missing 0 0 0

Mean 12.3825 18.3400 61.7600


86

Median 11.2550 18.0800 63.4000

Std. Deviation 2.92045 .63885 3.36747

P5 N Valid 4 4 4

Missing 0 0 0

Mean 11.3550 18.4250 61.7950

Median 11.3500 18.5500 62.0200

Std. Deviation .23130 .81333 .80571

1.2. Uji Normalitas

Tests of Normality
a
Perband Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
ingan
tepung
bekatul
dan
tepung
jagung Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kandungan protein makanan P0 .259 4 . .915 4 .509


padat
P1 .438 4 . .640 4 .002

P2 .222 4 . .957 4 .757

P3 .372 4 . .771 4 .060

P4 .387 4 . .768 4 .056

P5 .300 4 . .771 4 .060

kandungan lemak makanan P0 .303 4 . .751 4 .040


padat P1 .371 4 . .743 4 .033

P2 .288 4 . .868 4 .291

P3 .306 4 . .764 4 .052

P4 .391 4 . .750 4 .039

P5 .204 4 . .962 4 .789

kandungan karbohidrat P0 .230 4 . .968 4 .826


makanan padat P1 .407 4 . .704 4 .013

P2 .238 4 . .909 4 .479


87

P3 .389 4 . .759 4 .046

P4 .432 4 . .650 4 .003

P5 .238 4 . .895 4 .407

1.3. Uji Kruskall Wallis

a,b
Test Statistics

kandungan kandungan kandungan


protein makanan lemak makanan karbohidrat
padat padat makanan padat

Chi-Square 7.486 1.981 8.880

df 5 5 5

Asymp. Sig. .187 .852 .114

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perbandingan tepung bekatul dan tepung


jagung

2. Analisis SPSS Mutu Organoleptik

Uji Mann Witney


Uji Kruskall Wallis
RASA
a,b
Test Statistics P0 dan P1
penilaian penilaian penilaian penilaian
a
Test Statistics
terhadap terhadap terhadap terhadap
rasa aroma tekstur warna penilaian
terhadap rasa
Chi-
17.098 14.008 16.738 29.963
Square Mann-Whitney U 190.500

df 5 5 5 5 Wilcoxon W 515.500

Asymp. Z -2.513
.004 .016 .005 .000
Sig. Asymp. Sig. (2-tailed) .012
a. Kruskal Wallis a. Grouping Variable: perbandingan
Test tepung bekatul dan tepung jagung
b. Grouping Variable: perbandingan tepung
bekatul dan tepung jagung
88

P0 dan P2 P0 dan P5

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap rasa terhadap rasa

Mann-Whitney U 213.500 Mann-Whitney U 305.000

Wilcoxon W 538.500 Wilcoxon W 630.000

Z -2.007 Z -.152

Asymp. Sig. (2-tailed) .045 Asymp. Sig. (2-tailed) .879

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P0 dan P3
P1 dan P2
a
Test Statistics
a
penilaian Test Statistics
terhadap rasa penilaian
Mann-Whitney U 199.500 terhadap rasa

Wilcoxon W 524.500 Mann-Whitney U 295.500

Z -2.310 Wilcoxon W 620.500

Asymp. Sig. (2-tailed) .021 Z -.357

a. Grouping Variable: perbandingan Asymp. Sig. (2-tailed) .721


tepung bekatul dan tepung jagung a. Grouping Variable: perbandingan
tepung bekatul dan tepung jagung

P0 dan P4 P1 dan P3

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap rasa terhadap rasa

Mann-Whitney U 310.500 Mann-Whitney U 305.500

Wilcoxon W 635.500 Wilcoxon W 630.500

Z -.041 Z -.148

Asymp. Sig. (2-tailed) .968 Asymp. Sig. (2-tailed) .882

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung
89

P1 dan P4 P2 dan P4

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap rasa terhadap rasa

Mann-Whitney U 184.500 Mann-Whitney U 209.500

Wilcoxon W 509.500 Wilcoxon W 534.500

Z -2.633 Z -2.092

Asymp. Sig. (2-tailed) .008 Asymp. Sig. (2-tailed) .036

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P1 dan p5 P2 dan P5

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap rasa terhadap rasa

Mann-Whitney U 183.000 Mann-Whitney U 207.000

Wilcoxon W 508.000 Wilcoxon W 532.000

Z -2.645 Z -2.131

Asymp. Sig. (2-tailed) .008 Asymp. Sig. (2-tailed) .033

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P2 dan P3 P3 dan P4

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap rasa terhadap rasa

Mann-Whitney U 300.500 Mann-Whitney U 191.500

Wilcoxon W 625.500 Wilcoxon W 516.500

Z -.247 Z -2.466

Asymp. Sig. (2-tailed) .805 Asymp. Sig. (2-tailed) .014

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung
90

P3 dan P5 P0 dan P2

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap rasa terhadap aroma

Mann-Whitney U 191.000 Mann-Whitney U 222.000

Wilcoxon W 516.000 Wilcoxon W 547.000

Z -2.472 Z -1.878

Asymp. Sig. (2-tailed) .013 Asymp. Sig. (2-tailed) .060

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P0 dan P3
a
Test Statistics
a
Test Statistics
penilaian
terhadap rasa penilaian
terhadap aroma
Mann-Whitney U 303.000
Mann-Whitney U 188.000
Wilcoxon W 628.000
Wilcoxon W 513.000
Z -.193
Z -2.578
Asymp. Sig. (2-tailed) .847
Asymp. Sig. (2-tailed) .010
a. Grouping Variable: perbandingan
tepung bekatul dan tepung jagung a. Grouping Variable: perbandingan
tepung bekatul dan tepung jagung

P0 dan P4
AROMA
P0 dan P1 Test Statistics
a

a penilaian
Test Statistics
terhadap aroma
penilaian
Mann-Whitney U 247.500
terhadap aroma
Wilcoxon W 572.500
Mann-Whitney U 170.500
Z -1.334
Wilcoxon W 495.500
Asymp. Sig. (2-tailed) .182
Z -2.914
a. Grouping Variable: perbandingan
Asymp. Sig. (2-tailed) .004
tepung bekatul dan tepung jagung
a. Grouping Variable: perbandingan
tepung bekatul dan tepung jagung
91

P0 dan P5 P1 dan P4

a
Test Statistics
a
Test Statistics
penilaian
penilaian terhadap aroma
terhadap aroma
Mann-Whitney U 225.000
Mann-Whitney U 278.500
Wilcoxon W 550.000
Wilcoxon W 603.500
Z -1.825
Z -.694
Asymp. Sig. (2-tailed) .068
Asymp. Sig. (2-tailed) .488
a. Grouping Variable: perbandingan
a. Grouping Variable: perbandingan tepung bekatul dan tepung jagung
tepung bekatul dan tepung jagung

P1 dan P2
P1 dan P5
a
Test Statistics a
Test Statistics
penilaian
penilaian
terhadap aroma
terhadap aroma
Mann-Whitney U 245.500
Mann-Whitney U 197.000
Wilcoxon W 570.500
Wilcoxon W 522.000
Z -1.412
Z -2.381
Asymp. Sig. (2-tailed) .158
Asymp. Sig. (2-tailed) .017
a. Grouping Variable: perbandingan
a. Grouping Variable: perbandingan
tepung bekatul dan tepung jagung
tepung bekatul dan tepung jagung

P2 dan P3
P1 dan P3
a
Test Statistics
a
Test Statistics
penilaian
penilaian terhadap aroma
terhadap aroma
Mann-Whitney U 268.500
Mann-Whitney U 285.500
Wilcoxon W 593.500
Wilcoxon W 610.500
Z -.938
Z -.574
Asymp. Sig. (2-tailed) .348
Asymp. Sig. (2-tailed) .566
a. Grouping Variable: perbandingan
a. Grouping Variable: perbandingan tepung bekatul dan tepung jagung
tepung bekatul dan tepung jagung
92

P2 dan P4 P3 dan P5

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap aroma terhadap aroma

Mann-Whitney U 287.000 Mann-Whitney U 216.000

Wilcoxon W 612.000 Wilcoxon W 541.000

Z -.538 Z -2.008

Asymp. Sig. (2-tailed) .591 Asymp. Sig. (2-tailed) .045

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P4 dan P5
P2 dan P5
a
Test Statistics
a
Test Statistics penilaian

penilaian terhadap aroma

terhadap aroma Mann-Whitney U 279.500

Mann-Whitney U 252.000 Wilcoxon W 604.500

Wilcoxon W 577.000 Z -.681

Z -1.265 Asymp. Sig. (2-tailed) .496

Asymp. Sig. (2-tailed) .206 a. Grouping Variable: perbandingan

a. Grouping Variable: perbandingan tepung bekatul dan tepung jagung

tepung bekatul dan tepung jagung TEKSTUR


P3 dan P4 P0 dan P1

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap aroma terhadap tekstur

Mann-Whitney U 247.000 Mann-Whitney U 166.500

Wilcoxon W 572.000 Wilcoxon W 491.500

Z -1.381 Z -2.925

Asymp. Sig. (2-tailed) .167 Asymp. Sig. (2-tailed) .003

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung
93

P0 dan P2 P0 dan P5

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap tekstur terhadap tekstur

Mann-Whitney U 178.000 Mann-Whitney U 226.000

Wilcoxon W 503.000 Wilcoxon W 551.000

Z -2.706 Z -1.745

Asymp. Sig. (2-tailed) .007 Asymp. Sig. (2-tailed) .081

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P0 dan P3 P1 dan P2

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap tekstur terhadap tekstur

Mann-Whitney U 154.000 Mann-Whitney U 292.000

Wilcoxon W 479.000 Wilcoxon W 617.000

Z -3.182 Z -.413

Asymp. Sig. (2-tailed) .001 Asymp. Sig. (2-tailed) .679

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P0 dan P4 P1 dan P3

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap tekstur terhadap tekstur

Mann-Whitney U 142.000 Mann-Whitney U 301.500

Wilcoxon W 467.000 Wilcoxon W 626.500

Z -3.419 Z -.222

Asymp. Sig. (2-tailed) .001 Asymp. Sig. (2-tailed) .824

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung
94

P1 dan P4 P2 dan P4

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap tekstur terhadap tekstur

Mann-Whitney U 290.000 Mann-Whitney U 265.500

Wilcoxon W 615.000 Wilcoxon W 590.500

Z -.457 Z -.955

Asymp. Sig. (2-tailed) .648 Asymp. Sig. (2-tailed) .340

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P1 dan P5 P2 dan P5

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap tekstur terhadap tekstur

Mann-Whitney U 253.000 Mann-Whitney U 267.500

Wilcoxon W 578.000 Wilcoxon W 592.500

Z -1.194 Z -.906

Asymp. Sig. (2-tailed) .233 Asymp. Sig. (2-tailed) .365

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P2 dan P3 P3 dan P4

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap tekstur terhadap tekstur

Mann-Whitney U 280.500 Mann-Whitney U 301.500

Wilcoxon W 605.500 Wilcoxon W 626.500

Z -.647 Z -.224

Asymp. Sig. (2-tailed) .518 Asymp. Sig. (2-tailed) .823

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung
95

P3 dan P5 P0 dan P2

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap tekstur terhadap warna

Mann-Whitney U 242.000 Mann-Whitney U 138.000

Wilcoxon W 567.000 Wilcoxon W 438.000

Z -1.418 Z -3.444

Asymp. Sig. (2-tailed) .156 Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P4 dan P5 P0 dan P3

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap tekstur terhadap warna

Mann-Whitney U 229.500 Mann-Whitney U 143.500

Wilcoxon W 554.500 Wilcoxon W 443.500

Z -1.668 Z -3.307

Asymp. Sig. (2-tailed) .095 Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

WARNA
P0 dan P1 P0 dan P4

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap warna terhadap warna

Mann-Whitney U 126.500 Mann-Whitney U 206.500

Wilcoxon W 426.500 Wilcoxon W 506.500

Z -3.572 Z -1.945

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Asymp. Sig. (2-tailed) .052

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung
96

P0 dan P5 P1 dan P4

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap warna terhadap warna

Mann-Whitney U 252.500 Mann-Whitney U 195.000

Wilcoxon W 552.500 Wilcoxon W 520.000

Z -.992 Z -2.412

Asymp. Sig. (2-tailed) .321 Asymp. Sig. (2-tailed) .016

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P1 dan P2 P1 dan P5

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap warna terhadap warna

Mann-Whitney U 287.500 Mann-Whitney U 148.500

Wilcoxon W 612.500 Wilcoxon W 473.500

Z -.515 Z -3.295

Asymp. Sig. (2-tailed) .606 Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P1 dan P3 P2 dan P3

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap warna terhadap warna

Mann-Whitney U 280.000 Mann-Whitney U 302.500

Wilcoxon W 605.000 Wilcoxon W 627.500

Z -.668 Z -.214

Asymp. Sig. (2-tailed) .504 Asymp. Sig. (2-tailed) .830

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung
97

P2 dan P4 P3 dan P5

a a
Test Statistics Test Statistics

penilaian penilaian
terhadap warna terhadap warna

Mann-Whitney U 197.500 Mann-Whitney U 159.500

Wilcoxon W 522.500 Wilcoxon W 484.500

Z -2.393 Z -3.105

Asymp. Sig. (2-tailed) .017 Asymp. Sig. (2-tailed) .002

a. Grouping Variable: perbandingan a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung tepung bekatul dan tepung jagung

P2 dan P5
P4 dan P5
a
Test Statistics
a
penilaian Test Statistics
terhadap warna penilaian
Mann-Whitney U 153.000 terhadap warna

Wilcoxon W 478.000 Mann-Whitney U 236.500

Z -3.242 Wilcoxon W 561.500

Asymp. Sig. (2-tailed) .001 Z -1.559

a. Grouping Variable: perbandingan Asymp. Sig. (2-tailed) .119


tepung bekatul dan tepung jagung a. Grouping Variable: perbandingan
P3 dan P4 tepung bekatul dan tepung jagung

a
Test Statistics

penilaian
terhadap warna

Mann-Whitney U 207.500

Wilcoxon W 532.500

Z -2.184

Asymp. Sig. (2-tailed) .029

a. Grouping Variable: perbandingan


tepung bekatul dan tepung jagung
98

perbandingan tepung bekatul dan tepung jagung * penilaian terhadap rasa Crosstabulation
Count

penilaian terhadap rasa

sangat tidak tidak sangat


suka suka biasa suka suka Total

perbandingan tepung bekatul P0 4 4 10 6 1 25


dan tepung jagung
P1 0 2 8 14 1 25

P2 0 4 8 10 3 25

P3 0 2 10 10 3 25

P4 0 10 8 6 1 25

P5 3 6 10 4 2 25

Total 7 28 54 50 11 150

perbandingan tepung bekatul dan tepung jagung * penilaian terhadap aroma Crosstabulation

Count

penilaian terhadap aroma

sangat tidak tidak sangat


suka suka biasa suka suka Total

perbandingan tepung bekatul P0 2 5 9 8 1 25


dan tepung jagung
P1 0 0 8 12 5 25

P2 0 0 13 9 3 25

P3 0 0 9 13 3 25

P4 0 3 10 10 2 25

P5 0 5 10 8 2 25

Total 2 13 59 60 16 150
99

perbandingan tepung bekatul dan tepung jagung * penilaian terhadap tekstur


Crosstabulation

Count

penilaian terhadap tekstur

sangat tidak tidak sangat


suka suka biasa suka suka Total

perbandingan tepung bekatul P0 6 9 7 3 0 25


dan tepung jagung
P1 1 6 7 8 3 25

P2 1 6 9 7 2 25

P3 0 7 6 9 3 25

P4 1 4 7 11 2 25

P5 2 9 7 4 3 25

Total 11 41 43 42 13 150

perbandingan tepung bekatul dan tepung jagung * penilaian terhadap warna Crosstabulation

Count

penilaian terhadap warna

sangat tidak tidak sangat


suka suka biasa suka suka Total

perbandingan tepung bekatul P0 5 8 2 9 0 24


dan tepung jagung
P1 0 1 8 7 9 25

P2 0 1 6 14 4 25

P3 0 1 7 13 4 25

P4 0 3 13 7 2 25

P5 0 10 8 5 2 25

Total 5 24 44 55 21 149
100

Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan

Penimbangan bahan Persiapan cetakan food bar

Pencetakan adonan pengovenan

Foodbar yang telah jadi diberi label P0 (tepung gandum)


101

P1 (tepung bekatul 10%:tepung jagung 90%) P2 (tepung bekatul 20%:tepung jagung 80%)

P3 (tepung bekatul 30%:tepung jagung 70%) P4 (tepung bekatul 40%:tepung jagung 60%)

P3 (tepung bekatul 50%:tepung jagung 50%) Persiapan food bar untuk uji organoleptik

Food bar yang akan diuji oleh panelis Panelis sedang melakukan uji organoleptik
102

Lampiran 11. Laporan Hasil Uji Zat Gizi Makro

Karbohidrat
Kode Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%)
(%)
062 11,67 18,02 7,43 2,07 60,81
092 10,65 18,31 6,7 1,49 62,85
086 16,71 18,11 6,78 1,69 56,71
108 11,15 18,24 6,97 1,87 61,77
124 18,41 20,36 5,81 1,14 54,28
204 10,93 19,22 5,56 2,06 62,23
294 10,6 19,21 6,13 1,47 62,59
328 12,83 19,20 6,63 1,88 59,46
348 10,31 19,29 5,32 1,63 63,45
402 11,36 17,91 5,80 1,58 63,35
426 13,07 18,06 5,77 2,13 60,97
436 11,16 18,86 5,71 1,8 62,47
526 10,85 18,17 5,96 1,11 63,91
587 10,37 18,16 6,31 1,22 63,94
614 11,17 18,23 6,38 1,41 62,81
691 11,19 19,06 6,07 1,23 62,45
692 11,54 17,37 7,08 1,74 62,27
734 10,83 18,50 6,58 1,07 63,02
796 11,57 19,23 6,82 1,71 60,67
840 9,84 18,47 7,10 0,95 63,64
850 10,75 18,25 6,55 1,02 63,43
869 11,15 18,05 5,71 1,56 63,53
972 10,94 19,09 6,02 1,21 62,74
973 10,54 19,21 6,00 1,43 62,82
103
104

Lampiran 12. Pengacakan

Agar setiap unit percobaan mendapat peluang yang sama untuk

mendapatkan setiap jenis penempatan perlakuan unit percobaan, maka

percobaan akan dilakukan secara acak. Pengelompokkan dilakukan

dengan menggunakan bilangan-bilangan acak yang didapat dari tabel

bilangan acak 40 nomer (Budiarto, 2002). Cara mendapatkan perlakuan ke

dalam unit percobaan adalah sebagai berikut:

a. Membuat gulungan kertas yang telah diberi nomer 0 sampai 9

b. Diambil bilangan acak yang berasal dari pelemparan gulungan kertas

sebanyak 3

c. Bilangan acak diberi rangking dari yang terendah hingga tertinggi


105

Pengacakan Sampel

No. Nomor acak Rangking


1. 328 15
2. 426 7
3. 204 8
4. 062 16
5. 734 1
6. 850 13
7. 526 4
8. 124 9
9. 972 17
10. 691 12
11. 587 10
12. 840 19
13. 294 21
14. 614 11
15. 973 20
16. 092 14
17. 869 5
18. 402 23
19. 086 6
20. 348 24
21. 692 22
22. 436 3
23. 108 18
24. 796 2

d. Rangking bilangan acak tersebut dianggap menjadi nomor urut

percobaan dan dikelompokkan berdasarkan jenis perlakuan.


106

Lampiran 13. Etik Penelitian

Anda mungkin juga menyukai