Anda di halaman 1dari 75

PENGUJIAN AMBANG DETEKSI DAN PERBANDINGAN

METODE UJI SEGITIGA DENGAN UJI TETRAD PADA


PRODUK PEMANIS MENGGUNAKAN PANEL KONSUMEN

LUSI GUNTARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Ambang


Deteksi dan Perbandingan Metode Uji Segitiga dengan Uji Tetrad pada Produk
Pemanis Menggunakan Panel Konsumen adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2018

Lusi Guntari
NIM F24140042
ABSTRAK
LUSI GUNTARI. Pengujian Ambang Deteksi dan Perbandingan Metode Uji
Segitiga dengan Uji Tetrad pada Produk Pemanis Menggunakan Panel Konsumen.
Dibimbing oleh DEDE ROBIATUL ADAWIYAH dan DASE HUNAEFI.

Perkembangan metode uji sensori di industri pangan semakin meningkat


dengan adanya kebutuhan pengembangan produk untuk memenuhi penerimaan
konsumen. Industri pangan akan menguji ada tidaknya perbedaan hasil produksi
menggunakan uji sensori yang tepat yaitu uji diskriminatif (uji pembedaan dan uji
sensitivitas). Uji pembedaan paling populer dan banyak digunakan di industri
pangan adalah uji segitiga, namun memiliki kelemahan sehingga dikembangkan uji
tetrad yang diduga memiliki keunggulan statistik lebih powerful. Penelitian ini
melakukan uji segitiga dan uji tetrad produk pemanis serta uji sensitivitas, yaitu uji
ambang deteksi dengan metode 2-AFC untuk rasa dasar manis dan pahit (rasa
dominan pada pemanis). Penelitian bertujuan menentukan ambang deteksi manis
dan pahit, membandingkan uji segitiga dengan uji tetrad produk pemanis, dan
menghubungkan nilai ambang deteksi manis dan pahit dengan hasil uji beda
pemanis. Panelis yang digunakan yaitu panelis konsumen pemanis dengan usia 20-
65 tahun yang dikategorikan berdasarkan riwayat kesehatan non-diabetes tanpa
keturunan diabetes, non-diabetes dengan keturunan diabetes, dan diabetes. Total
panelis berjumlah 100 dengan dua kali ulangan pengujian. Data uji ambang deteksi
dihitung dengan metode BET (Best Estimation Threshold), uji beda dianalisis
dengan konsep Signal Detection Theory dan Thurstonian Models, dan korelasi
dianalisis menggunakan Pearson correlation. Hasil penelitian menunjukkan nilai
BET grup manis dan pahit panelis non-diabetes tanpa keturunan diabetes terendah,
artinya panelis non-diabetes paling sensitif dalam mendeteksi rasa manis dan pahit.
Berdasarkan parameter Pvalue dan perceptual noise, pemanis A dan C efektif
menggunakan uji tetrad, sedangkan pemanis B hanya panelis diabetes dan
gabungan seluruh grup panelis yang efektif menggunakan uji tetrad untuk
menggantikan uji segitiga. Berdasarkan nilai test power, pemanis A dan C dengan
panelis non-diabetes tanpa keturunan diabetes dan gabungan seluruh grup panelis
bisa menggunakan uji tetrad, sedangkan pemanis B hanya dengan gabungan seluruh
grup panelis yang efektif menggunakan uji tetrad. Nilai BET grup pahit berkorelasi
dengan Pc dan d’ uji segitiga produk pemanis, artinya uji segitiga lebih bagus untuk
mengetahui korelasi antara nilai BET dengan hasil uji beda produk pemanis.
Kata kunci: ambang deteksi, konsumen, pemanis, uji segitiga, uji tetrad
ABSTRACT

LUSI GUNTARI. Detection Threshold Determination and Comparison of Triangle


Test with Tetrad Test Methods on Sweetener Products Using Consumer Panel.
Supervised by DEDE ROBIATUL ADAWIYAH and DASE HUNAEFI.

The development of sensory test methods in the food industry is increasing


with the need for product development to meet consumer acceptance. The food
industry will examine the presence or absence of production differences using
appropriate sensory tests ie discriminatory tests (different tests and sensitivity tests).
The most popular and widely used different test in the food industry is the triangle
test, but it has the disadvantage of developing a tetrad test that is supposed to have
a more powerful statistical advantage. This study used triangle test and sweetener
tetrad test and sensitivity test, ie detection threshold test with 2-AFC method for
sweet and bitter base flavor (dominant taste in sweetener). The study aimed to
determine the threshold of sweet and bitter detection, comparing triangular test with
sweetener product tetrad test, and correlate the threshold value of sweet and bitter
detection with different test results of sweetener. The panelists used in this research
are consumer panelists of sweetener product aged 20-65 years old based on medical
history, are non-diabetic without diabetic offspring, non-diabetic with diabetic
offspring, and diabetic. Total panelists totaled 100 with twice test replay. Detection
threshold test data was calculated by the BET (Best Estimation Threshold) method,
different test were analyzed with the concept of Signal Detection Theory and
Thurstonian Models, and correlation BET and different test was analyzed with
Pearson correlation. The results show the BET group values of sweet and bitter non-
diabetic panelists without the lowest diabetic descent, meaning the most sensitive
non-diabetic panelists in detecting sweet and bitter taste. Based on the parameters
of Pvalue and perceptual noise, A and C sweeteners effectively use the tetrad test,
whereas sweetener B is only a diabetic panelist and the combined effective panelist
group uses the tetrad test to replace triangle test. Based on test power values, A and
C sweeteners with non-diabetic panelists without diabetic offspring and a
combination of the entire panel group can use the tetrad test, whereas sweetener B
is merely a combination of all effective panelist groups using the tetrad test. The bit
BET group values correlated with Pc and d’ triangle test of sweetener product, it
means triangle test better to know a correlation between the BET with the results of
different test of sweetener.

Keywords: consumers, detection threshold, sweetener, tetrad test, triangle test


PENGUJIAN AMBANG DETEKSI DAN PERBANDINGAN
METODE UJI SEGITIGA DENGAN UJI TETRAD PADA
PRODUK PEMANIS MENGGUNAKAN PANEL KONSUMEN

LUSI GUNTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2018 ini ialah metode uji
sensori, dengan judul Pengujian Ambang Deteksi dan Perbandingan Metode Uji
Segitiga dengan Uji Tetrad pada Produk Pemanis Menggunakan Panel Konsumen.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada banyak pihak yang telah
memberikan bantuan moril maupun materil:
1. Dr Ir Dede Robiatul Adawiyah, MSi selaku pembimbing tugas akhir yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis,
2. Dr –Ing Dase Hunaefi, STP, MFoodST selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian tugas akhir,
3. Vincentia Septi Smaratika, STP selaku pembimbing lapang yang telah
mendampingi penulis selama proses magang,
4. Segenap keluarga Departemen ITP atas bantuan selama penulis belajar di ITP,
5. Kedua orang tua, Muh Jaril dan Andawiyah, serta keluarga yang senantiasa
memberi dukungan dan doa kepada penulis,
6. Sahabat terbaik, Ulfa Nur Rosida, Rahma Fadilla, Suci Sang Widarahayu, dan
Ilham Billy Nugraha yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis,
7. Teman-teman Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 51 yang telah memberikan
motivasi untuk segera lulus,
8. Sahabat sedari TPB, Gartini Dwi Tantri, Umi Chulsum, dan keluarga JavaCo
yang memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis untuk lulus tepat
waktu,
9. Seluruh panelis uji sensori penelitian ini, pihak Persadia Rumah Sakit Islam, dan
Rumah Sakit Marzuki Mahdi di Bogor yang telah bersedia membantu penulis
dalam pengambilan data uji sensori pemanis,
10. serta semua teman dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima
kasih atas dukungan, doa, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Bogor, Agustus 2018

Lusi Guntari
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
METODE 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Bahan dan Alat 3
Metode Penelitian 4
Tahap 1 Penelitian Pendahuluan 5
Tahap 2 Pemilihan Panelis 5
Tahap 3 Pengujian Sensori 5
Tahap 4 Pengolahan dan Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Profil Panelis 13
Ambang Deteksi 16
Uji Segitiga dan Uji Tetrad 21
Korelasi BET dengan Hasil Uji Segitiga dan Uji Tetrad 26
SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 33
RIWAYAT HIDUP 56
DAFTAR TABEL

1 Uji segitiga dan uji tetrad 2


2 Seri konsentrasi untuk pengujian ambang deteksi 5
3 Penentuan nilai ambang deteksi 8
4 Empat kemungkinan tipe respon dalam SDT 10
5 Seri konsentrasi pada pengujian pendahuluan ambang deteksi 16
6 Hasil rekapan nilai BET grup 17
7 Seri konsentrasi untuk pengujian inti ambang deteksi 17
8 Rekap data repeatability dan Pvalue BET manis dan pahit 18
9 Kesesuaian parameter terhadap teori 24
10 Test power uji segitga dan uji tetrad 25
11 Pembobotan hasil uji segitiga dan uji tetrad 25
12 Korelasi Pearson nilai BET dengan hasil uji beda pemanis 26

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian 4


2 Contoh penyajian sampel uji ambang deteksi manis 6
3 Contoh penyajian set 1 untuk uji segitiga produk pemanis A 7
4 Contoh penyajian set 1 untuk uji tetrad produk pemanis A 8
5 Representasi Signal Detection Theory 10
6 Sebaran jenis kelamin panelis 14
7 Sebaran usia panelis 15
8 Sebaran wilayah panelis 15
9 Rekap data presentase (%) dan BET individu manis (sukrosa) 16
10 Rekap data presentase (%) dan BET individu pahit (kafein) 17
11 BET grup manis ketiga grup panelis 19
12 BET grup pahit ketiga grup panelis 20
13 Rekapan nilai perhitungan teoritis antar metode uji 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penelitian perbandingan metode uji segitiga dengan uji tetrad 33


2 Kuesioner pengujian sensori 34
3 Tabel Pc responses (x104) sebagai nilai d’ uji segitiga 37
4 Tabel Pc responses (x104) sebagai nilai d’ uji tetrad 38
5 Tabel Bvalue estimasi nilai variance d’ uji segitiga 39
6 Tabel Bvalue estimasi nilai variance d’ uji tetrad 40
7 Tabel Z two tailed 41
8 Rekap data uji pendahuluan ambang deteksi rasa manis 42
9 Rekap data uji pendahuluan ambang deteksi rasa pahit 43
10 Rekap data uji ambang deteksi rasa manis nonketurunan 44
11 Rekap data uji ambang deteksi rasa pahit nonketurunan 45
12 Rekap data uji ambang deteksi rasa manis keturunan 46
13 Rekap data uji ambang deteksi rasa pahit keturunan 47
14 Rekap data uji ambang deteksi rasa manis panelis diabetes 48
15 Rekap data uji ambang deteksi rasa pahit panelis diabetes 49
16 Uji lanjut Duncan BET grup antar grup panelis 50
17 Rekap data perhitungan nilai Pc pemanis A 51
18 Rekap data perhitungan nilai Pc pemanis B 52
19 Rekap data perhitungan nilai Pc pemanis C 53
20 Rekap data perhitungan nilai Pc semua grup panelis 54
21 Pearson correlation nilai BET dengan hasil uji beda 55
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanis merupakan bahan yang digunakan untuk memberi sensasi rasa


manis pada pangan yang dikonsumsi setiap hari. Sensasi manis yang dihasilkan
dapat memberikan nilai kalori maupun tanpa kalori. Pemanis terbagi menjadi
pemanis alami dan pemanis buatan. Pemanis buatan ada yang memiliki sedikit nilai
nutrisi maupun tanpa nilai nutrisi. Pemanis buatan menyediakan kalori yang rendah
sehingga dapat digunakan oleh penderita diabetes mellitus (Chattopadhyay et al.
2014). Produk pemanis buatan banyak dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus
agar tetap bisa mengonsumsi rasa manis dengan tetap menjaga kadar gula darah
yang normal. Produk pemanis buatan berkembang di dunia dengan berbagai merek,
termasuk juga di Indonesia. Perkembangan zaman menyebabkan mulai
bermunculan produk-produk pemanis buatan lokal yang muncul di pasaran untuk
mendukung gaya hidup sehat, terlebih untuk penderita diabetes.
Produk pemanis buatan semakin diminati oleh industri pangan, terbukti
dengan semakin tingginya penggunaan pemanis buatan, yaitu sebesar 59% sebagai
food ingredients, 25% sebagai non-food ingredients, 14% sebagai table top, dan 2%
sebagai dietary supplement (AMI 2001). Hal ini dikarenakan tingkat kemanisan
pemanis buatan dalam jumlah yang lebih sedikit akan menghasilkan sensasi manis
yang berkali lipat lebih tinggi dibandingkan pemanis alami dan dijual dengan harga
yang lebih murah sehingga banyak digunakan di industri pangan sebagai
keuntungan dalam hal menekan biaya bahan baku pangan. Pasar pemanis buatan
secara global mencapai 1.2 miliar dolar US (LMC International and the NutraSweet
Company 2010).
Perkembangan penggunaan pemanis buatan yang tinggi menuntut industri
pemanis buatan agar mampu menghasilkan produk yang sanggup memenuhi
penerimaan konsumen, salah satunya melalui pengembangan produk yang dapat
dilakukan dengan metode uji sensori. Metode uji sensori merupakan suatu metode
ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan
reaksi suatu bahan atau produk pangan yang kemudian diterima oleh kelima indera
manusia, yaitu penglihatan, penciuman, perabaan, pencicipan, dan pendengaran
(Stone dan Sidel 2004). Pengujian sensori dalam industri pangan berperan dalam
mengembangkan produk pemanis buatan dan meminimalkan resiko pengambilan
keputusan. Pengembangan produk pangan dilakukan dengan melakukan evaluasi
hasil produksi yang disebabkan oleh adanya perubahan formulasi bahan dan proses
produksi. Industri pangan yang akan menguji ada tidaknya perbedaan diantara hasil
produksi membutuhkan uji sensori yang tepat, yaitu uji diskriminatif yang terdiri
dari dua jenis, yaitu uji pembedaan dan uji sensitivitas.
Uji segitiga merupakan salah satu uji pembedaan paling populer yang
banyak digunakan pada suatu produk di industri pangan. Uji segitiga merupakan uji
pembedaan yang digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang sangat kecil. Namun,
uji segitiga memiliki kelemahan yaitu dibutuhkan jumlah panelis yang lebih banyak
sehingga kebutuhan ukuran sampel dalam penyajian semakin banyak. Maka dari
itu, dikembangkan metode uji baru yang diduga lebih powerful dibandingkan uji
segitiga yaitu uji tetrad. Uji segitiga dan uji tetrad dijabarkan pada Tabel 1.
2

Tabel 1 Uji segitiga dan uji tetrad

Parameter Uji segitiga Uji tetrad


Jumlah stimulusa tiga Empat
Keputusanb Satu sampel yang a. Specified tetrad : ditentukan atribut
berbeda spesifik untuk membedakan, misal:
intensitas yang “lebih tinggi”
b. Unspecified tetrad : pengelompokan
menjadi dua grup berdasarkan
kesamaan sensori (grup A dan B)
Panelisa > 18 orang 1/3 dari total panelis uji segitiga
Peluang benarc 1/3 a. Specified tetrad : 1/6
b. Unspecified tetrad : 1/3
Keuntungand tidak dibutuhkan a. tidak dibutuhkan spesifikasi
spesifikasi pembedaan
pembedaan b. statistik lebih powerful
c. lebih sensitif
d. waktu pengujian lebih singkat
e. kebutuhan ukuran sampel lebih
sedikit
a
Christensen dan Ennis (2014)
b
Carlisle (2014)
c
O’Mahony (2013)
d
Stone dan Sidel (2004)

Beberapa penelitian pada Lampiran 1 telah membuktikan bahwa uji tetrad


lebih sensitif dibandingkan uji segitiga untuk melakukan uji pembedaan secara
keseluruhan (Garcia et al. 2013; Ennis 2013). Saat ini banyak industri yang sedang
melakukan pengujian sensori dalam rangka membuktikan keuntungan statistik uji
tetrad yang lebih baik dibandingkan uji segitiga, terutama aplikasinya di industri
pangan. Kesensitivitasan uji tetrad banyak dipertanyakan karena tidak selalu
menjadi pilihan terbaik pada semua produk (O’Mahony dan Rousseau 2002).
Penelitian ini mengaplikasikan uji unspecified tetrad pada produk pemanis dengan
peluang benar secara acak sebesar 1/3 sama seperti uji segitiga.
Secara umum, pemanis memiliki rasa dominan manis dan pahit sehingga
pada penelitian juga dilakukan salah satu uji sensitivitas, yaitu uji ambang deteksi
untuk rasa manis dan pahit. Ambang deteksi (detection threshold) merupakan
konsentrasi terendah suatu substansi yang sudah memberi kesan (ASTM 2011).
Tiga kategori utama metode penentuan ambang sensori, yaitu staircase procedures,
R-index measures, dan alternative forced choice. Staircase procedures umum
digunakan untuk menentukan ambang deteksi, metode ini menggunakan
serangkaian reserve 2-alternatives forced choices (2-AFC). Metode 2-AFC
menggunakan sepasang sampel, yaitu satu sampel yang mengandung stimulus dan
satu sampel yang tidak mengandung stimulus (netral) (Pasquet et al. 2006) sehingga
sampel yang dibutuhkan oleh industri pangan dalam melakukan uji ambang deteksi
lebih sedikit dan bertujuan mencegah kejenuhan panelis saat pengujian berlangsung.
Uji sensori memiliki relevansi yang tinggi terhadap mutu produk karena
akan berhubungan langsung dengan selera konsumen. Penggunaan panelis
3

konsumen biasanya terdiri dari 30 hingga 100 orang yang bergantung pada target
pemasaran suatu komoditi tersebut. Panelis konsumen saat ini banyak digunakan
dalam uji sensori, maka dari itu muncul inovasi penggunaan panelis konsumen pada
uji pembedaan. Penggunaan panelis konsumen pada uji pembedaan diharapkan
mampu memberikan hasil uji yang lebih bagus dengan adanya kepekaan panelis
konsumen yang mungkin saja berbeda dari panelis terlatih, upaya pemberdayaan
konsumen dalam menguji hasil produksi, dan mengevaluasi produk yang
dihasilkan oleh suatu industri pangan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
untuk menentukan ambang deteksi manis dan pahit, membandingkan uji segitiga
dengan uji tetrad pada produk pemanis menggunakan panelis konsumen, dan
menghubungkan keterkaitan antara nilai ambang deteksi manis dan pahit dengan
hasil uji segitiga dan uji tetrad produk pemanis.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan menentukan nilai ambang deteksi rasa pahit dan manis,
membandingkan metode uji segitiga dan uji tetrad produk pemanis berdasarkan
panel konsumen (non-diabetes dengan keturunan diabetes, non-diabetes tanpa
keturunan diabetes, dan penderita diabetes), dan menghubungkan keterkaitan nilai
ambang deteksi manis dan pahit dengan hasil uji segitiga dan uji tetrad produk
pemanis menggunakan panel konsumen.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi industri pemanis


sehingga dapat menggunakan metode uji pembedaan yang tepat dan efektif untuk
melakukan evaluasi sensori produk pemanis serta memproduksi pemanis yang
dapat diterima oleh konsumen.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2018 melalui
program magang oleh suatu perusahaan makanan dan minuman di Jawa Barat dan
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
juga dilakukan di area eksternal perusahaan, seperti Bogor, Bekasi, Jakarta,
Tangerang, dan Depok.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air putih dan
cracker sebagai penetral indera pencicip, juga sebagai pelarut dan standar pada
pengujian ambang deteksi, air teh hangat sebagai pelarut pemanis pada uji segitiga
dan uji tetrad, sukrosa (gula pasir) untuk uji ambang deteksi rasa manis, kafein
untuk uji ambang deteksi rasa pahit, serta 3 jenis produk pemanis (pemanis A,
pemanis B, dan pemanis C) untuk uji segitiga dan uji tetrad. Alat-alat yang
4

digunakan adalah timbangan analitik, termos ukuran 1500 mL, gelas ukur plastik,
labu takar, gelas piala, botol plastik ukuran 400 mL dan 800 mL, teko plastik, cup
plastik ukuran 60 mL, nampan, alat tulis, label, dan kertas kuesioner.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap, yaitu penelitian pendahuluan,


pemilihan panelis, pengujian sensori, serta pengolahan dan analisis data yang
disajikan pada diagram alir pada Gambar 1 berikut.

Penelitian Pendahuluan
Pemilihan Panelis
(n=35 panelis tak terlatih)

Uji Ambang Deteksi Manis dan Kuesioner online dan offline


Pahit (Metode 2-AFC) Tujuan : mendapatkan panelis
konsumen berdasarkan 3 jenis
Tujuan : mereduksi 6 seri konsentrasi riwayat kesehatan yang berusia 20-
menjadi 4 seri konsentrasi 65 tahun

Pengolahan dan
Screening panelis
Analisis (metode BET)

Hasil : nilai ambang deteksi dan Hasil : 100 panelis konsumen usia 20-
terpilih 4 seri konsentrasi 65 tahun dan lolos riwayat kesehatan

Pengujian sensori
(n=100, 2 kali ulangan, panelis konsumen)

Uji Segitiga dan Uji Tetrad


Uji Ambang Deteksi
Tujuan : membandingkan uji
(metode 2-AFC)
tetrad dan uji segitiga produk
Tujuan : menentukan ambang
pemanis
deteksi manis dan pahit

Pengolahan dan Analisis Pengolahan dan Analisis


(metode BET) (Signal Detection Theory dan
Thurstonian Models)
Hasil : nilai ambang deteksi manis
dan pahit Hasil : nilai uji segitiga dan uji
tetrad produk pemanis

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian


5

Tahap 1 Penelitian Pendahuluan


Penelitian pendahuluan yang dilakukan yaitu uji ambang deteksi rasa manis
dan pahit dengan tujuan mereduksi enam seri konsentrasi menjadi empat seri
konsentrasi untuk uji ambang deteksi manis dan pahit pada pengujian inti. Seri
konsentrasi untuk rasa manis mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
perusahaan dan seri konsentrasi untuk rasa pahit mengacu pada Hasanah 2014.
Pemilihan ambang deteksi manis dan pahit didasarkan pada sampel yang digunakan
pada penelitian yaitu produk pemanis yang memiliki rasa dominan manis dan pahit.
Seri konsentrasi untuk uji ambang deteksi pada penelitian pendahuluan tercantum
pada Tabel 2.
Tabel 2 Seri konsentrasi untuk pengujian ambang deteksi

Sampel Konsentrasi (%) (g/100mL air)


Sukrosa 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600
Kafein 0.003 0.006 0.009 0.012 0.015 0.018

Metode yang digunakan untuk penentuan ambang deteksi manis dan pahit,
yaitu metode 2-AFC menggunakan dua sampel dan panelis diberikan kuesioner
untuk memberikan jawaban terhadap satu dari dua sampel yang dianggap memiliki
stimulus (McClure 2009). Penggunaan metode 2-AFC bertujuan mengurangi
kejenuhan panelis saat pengujian dan menurunkan kebutuhan sampel yang
digunakan sehingga menghemat pengeluaran perusahaan dalam melakukan uji
ambang deteksi. Sampel yang disajikan terdiri dari satu sampel yang terdapat
stimulus (enam seri konsentrasi) dan satu standar yang tidak terdapat stimulus (air
mineral). Sampel disajikan dalam satu nampan yang sudah diatur setnya secara
ascending concentration (konsentrasi terendah ke konsentrasi tertinggi), yaitu
paling dekat dengan panelis merupakan konsentrasi terendah dan paling jauh
merupakan konsentrasi tertinggi. Panelis memberikan jawaban terkait sampel yang
memiliki stimulus (lebih manis atau lebih pahit) (Kolpin 2008). Kuesioner uji
ambang deteksi untuk penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 2a.

Tahap 2 Pemilihan Panelis


Pemilihan panelis dilakukan dengan tujuan menentukan panelis sesuai
kriteria yang dibutuhkan pada penelitian. Panelis yang digunakan pada penelitian
yaitu konsumen pemanis rendah kalori dengan rentang usia 20-65 tahun dan
dikategorikan berdasarkan riwayat kesehatan, yaitu non-diabetes tanpa keturunan
diabetes, non-diabetes dengan keturunan diabetes, dan penderita diabetes. Total
panelis adalah 100 orang yang terdiri dari 34 panelis non-diabetes tanpa keturunan
diabetes, 35 panelis non-diabetes dengan keturunan diabetes, dan 31 panelis
penderita diabetes. Kuesioner data panelis disebarkan melalui berbagai metode,
antara lain online dengan penyebaran link google form melalui media sosial dan
offline dengan mendatangi langsung calon target panelis.

Tahap 3 Pengujian Sensori


Pengujian sensori pada penelitian ini terdiri dari uji ambang deteksi dan uji
pembedaan. Uji ambang deteksi yang dilakukan hanya untuk rasa dasar manis dan
pahit menggunakan metode 2-AFC dengan tujuan menentukan ambang deteksi
manis (sukrosa) dan pahit (kafein) pada panel konsumen. Pemilihan rasa dasar
6

manis dan pahit berdasarkan rasa dominan yang terdapat pada produk pemanis
untuk uji pembedaan. Uji ambang deteksi dilakukan dengan empat seri konsentrasi
dari hasil pengujian pendahuluan. Uji pembedaan yang dilakukan yaitu uji segitiga
dan uji tetrad dengan tujuan membandingkan uji segitiga dan uji tetrad yang
diaplikasikan pada produk pemanis menggunakan panel konsumen. Uji ambang
deteksi, uji segitiga, dan uji tetrad diujikan sebanyak dua kali ulangan pada 100
panel konsumen yang terdiri dari 34 panelis non-diabetes tanpa keturunan diabetes,
35 panelis non-diabetes dengan keturunan diabetes, dan 31 panelis penderita
diabetes.
Uji Ambang Deteksi
Uji ambang deteksi dilakukan dengan empat seri konsentrasi yang
didapatkan dari hasil penelitian pendahuluan. Pereduksian seri konsentrasi dari
enam menjadi empat didasarkan pada pertimbangan perusahaan terkait efektivitas
waktu dan kondisi kejenuhan panelis yang akan melakukan uji ambang deteksi, uji
segitiga, dan uji tetrad sehingga menekan tingkat bias saat pengujian. Pembuatan
empat (4) seri konsentrasi dengan masing-masing test sample yang terdapat
stimulus (sukrosa untuk rasa manis dan kafein untuk rasa pahit) dan blank sample
yang tidak terdapat stimulus (netral) menggunakan pelarut air mineral. Metode
yang digunakan yaitu 2-AFC seperti pada penelitian pendahuluan, metode uji
ambang deteksi yang dilakukan dengan dua sampel (satu sampel memiliki stimulus
dan satu sampel standar yang tidak memiliki stimulus). Stimulus pada uji ambang
deteksi pada penelitian ini yaitu rasa manis (sukrosa) dan pahit (kafein). Metode 2-
AFC digunakan untuk mengurangi tingkat kejenuhan panelis saat melakukan
pengujian karena uji ambang deteksi dilakukan bersamaan dengan uji segitiga dan
uji tetrad pada tiga jenis produk pemanis.
Penyajian sampel mengikuti kaidah pengacakan untuk menghilangkan efek
psikologis yang tidak diinginkan. Sampel disajikan dalam satu nampan yang sudah
diatur setnya secara ascending concentration (konsentrasi terendah ke konsentrasi
tertinggi), yaitu paling dekat dengan panelis merupakan konsentrasi terendah dan
paling jauh merupakan konsentrasi tertinggi. Sampel dalam pengujian ambang
deteksi manis dan pahit terdiri dari 16 cup uji, masing-masing rasa terdapat delapan
cup uji (empat cup berisi stimulus dan empat cup tidak memiliki stimulus). Contoh
penyajian sampel untuk uji ambang deteksi terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2 Contoh penyajian sampel uji ambang deteksi manis


Penentuan kode sampel, yaitu dengan tiga (3) digit angka acak untuk setiap
test sample dan blank sample menggunakan bantuan tabel bilangan acak. Kode
tersebut ditempelkan dengan label kecil pada gelas sloki yang akan digunakan
sebagai wadah uji dan dituang air sebesar + 30 mL pada gelas-gelas penyajian.
7

Sendok penyajian disiapkan sebanyak 1 buah (kapasitas 5 mL) untuk setiap gelas
sehingga membantu panelis dalam pencicipan sampel. Panelis melakukan uji sesuai
dengan instruksi yang tercantum pada kuesioner uji ambang deteksi manis dan pahit.
Sebelum melakukan uji ambang deteksi, panelis telah diberi tahu jika setiap set seri
konsentrasi terdapat satu cup berisi stimulus (lebih manis atau lebih pahit) dan satu
cup tidak memiliki stimulus (air mineral). Kuesioner uji ambang deteksi manis dan
pahit dapat dilihat pada Lampiran 2b.
Uji Segitiga
Pembuatan sampel uji segitiga pada produk pemanis untuk setiap set terdiri
dari dua cup kontrol yang sama (penyajian sesuai gramasi yang tercantum pada
kemasan produk pemanis dari perusahaan) dan satu cup sampel yang berbeda
sebagai sampel uji (kontrol - 3%). Pemanis yang diujikan yaitu pemanis A, pemanis
B, dan pemanis C. Penentuan sampel uji dengan ketentuan kontrol -3% berdasarkan
batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) pada kemampuan proses
produksi yang ada di perusahaan dengan hipotesis + 3% diduga rasanya tidak akan
berbeda nyata. Uji segitiga terdiri dari tiga set uji yaitu set uji pemanis A, B, dan C
yang disajikan satu per satu kepada panelis secara berurutan dari set 1, set 2,
kemudian set 3. Uji segitiga memiliki enam peluang kombinasi penyajian (AAB,
ABB, ABA, BAB, BAA, dan BBA). Contoh penyajian set 1 untuk uji segitiga
produk pemanis A terdapat pada Gambar 3.
A : kontrol
B : sampel uji A B A
a a a
a set 1auntuk auji segitiga produk pemanis A
Gambar 3 Contoh penyajian

Uji segitiga produk pemanis disajikan dengan air teh hangat. Penyajian air
teh hangat dengan suhu + 60OC sesuai standar yang ditetapkan oleh perusahaan.
Penentuan suhu 60OC menggunakan air termos sebanyak 1000 mL dengan suhu +
85OC yang dicampurkan dengan air suhu kamar 25 OC sebanyak 250 mL. Persiapan
penyajian dilakukan + 15 menit sebelum dilakukan pengujian sehingga air teh
masih dijaga suhunya tetap + 60OC. Maksimal panel yaitu + satu jam dengan
estimasi suhu teh hangat masih mengalami penurunan suhu yang tidak signifikan
dengan suhu awal 60OC. Air teh hangat digunakan sebagai pelarut kontrol dan
sampel yang diuji. Sekitar 15-30 mL air teh hangat dituang ke dalam cup uji ukuran
60 mL yang telah diberi kode tiga digit angka acak. Panelis akan melakukan uji
segitiga untuk tiga jenis produk pemanis berdasarkan instruksi pada kuesioner uji
segitiga yang dapat dilihat pada Lampiran 2c.

Uji Tetrad
Pembuatan sampel uji tetrad pada produk pemanis untuk setiap set terdiri
dari dua cup kontrol yang sama (penyajian sesuai gramasi yang tercantum pada
kemasan produk pemanis dari perusahaan) dan dua cup sampel yang berbeda
sebagai sampel uji (kontrol - 3%). Pemanis yang diujikan yaitu pemanis A, B, dan
C. Penentuan sampel uji dengan ketentuan kontrol -3% seperti pada uji segitiga,
berdasarkan BKA dan BKB dengan hipotesis + 3% diduga rasanya tidak akan
berbeda nyata. Uji tetrad terdiri dari tiga set uji yaitu set uji pemanis A, B, dan C
yang disajikan satu per satu kepada panelis secara berurutan dari set 1, set 2,
8

kemudian set 3. Uji tetrad memiliki enam peluang kombinasi penyajian (AABB,
ABAB, ABBA, BBAA, BABA, dan BAAB). Contoh penyajian set 1 untuk uji
tetrad produk pemanis A terdapat pada Gambar 4.

A : kontrol B
A B A
B : sampel uji a a a a
a
Gambar 4 Contoh penyajianaset 1 untuk a tetradaproduk pemanis A
uji
Teh hangat untuk uji tetrad sama penyajiannya dengan teh hangat yang
digunakan pada uji segitiga (standar perusahaan). Sekitar 15-30 mL air teh hangat
dituang ke dalam cup uji ukuran 60 mL sebagai kontrol dan sampel uji. Setiap cup
plastik yang disajikan diberi kode tiga digit angka untuk memudahkan pengujian.
Panelis akan melakukan uji tetrad untuk tiga jenis produk pemanis berdasarkan
instruksi pada kuesioner uji tetrad yang dicantumkan pada Lampiran 2d.

Tahap 4 Pengolahan dan Analisis Data

Ambang Deteksi
Perhitungan BET Grup
Pengolahan data uji ambang deteksi dilakukan dengan metode BET (Best
Estimation Threshold) yang mengacu pada ASTM E679 (ASTM 2011b) dan dapat
dilihat pada Tabel 3, dimulai dengan penentuan BET individu masing-masing
panelis dan kemudian ditentukan BET grup. Analisis uji ambang deteksi dilakukan
dengan membuat grafik distribusi populasi BET individu dan lokasi BET grup
dengan Microsoft Office Excel 2016 dan dilihat signifikansi hasil uji ambang
deteksi. Rumus perhitungan BET, sebagai berikut:
2
Geo-mean = √ x(-).x(+)
Variabel x(─) merupakan nilai konsentrasi dengan respon salah (─) pada titik
transisi, sedangkan variabel x(+) merupakan nilai konsentrasi dengan respon benar
(+) pada titik transisi. Hasil rata-rata log individu kemudian di invers untuk
memperoleh nilai BET grup yang setara dengan nilai konsentrasi ambang beda grup
(Meilgaard et al. 2016).
Tabel 3 Penentuan nilai ambang deteksi

Konsentrasi (x)
Panelis BET Individu Log BET Individu
1 2 3 4
2
1 - + + + BET1= √𝑥1. 𝑥2 logBET1
2
2 - - + + BET2 = √𝑥2. 𝑥3 logBET2
2
3 - + - + BET3 = √𝑥3. 𝑥4 logBET3
N BETn logBETn
BET grup Invers rata-rata log BET
individu
9

Pvalue Uji Ambang Deteksi


Pvalue hasil uji ambang deteksi untuk masing-masing ulangan maupun
perbandingan antar grup riwayat kesehatan dihitung dengan software SPSS
Statistics 22 (one way ANOVA dengan uji lanjut Duncan) untuk mengetahui
signifikansinya. Jika Pvalue < taraf signifikansi (0.05) maka data kedua ulangan
atau perbandingan antar grup panelis berbeda nyata, sedangkan Pvalue > taraf
signifikansi (0.05) maka data kedua ulangan atau perbandingan antar grup panelis
tidak berbeda nyata (data valid dan akurat).

Repeatability Pengujian Ambang Deteksi


Repeatability (pengulangan) merupakan suatu pengukuran konsistensi yang
dilakukan oleh subjek yang sama dengan metode dan kondisi yang sama, tetapi
pada waktu yang berbeda. Repeatability akan menggambarkan varietas pengukuran
pada satu orang yang melakukan suatu uji secara berulang-ulang atau disebut
intraobserver variability. Repeatability yang bagus ditunjukkan dengan nilai < 20%
yang artinya konsistensi subjek yang melakukan uji tersebut menghasilkan data
yang tidak berbeda nyata (Slezak dan Waczulikova 2011). Rumus yang digunakan
untuk menghitung nilai repeatability sebagai berikut:
∆ulangan
Repeatability = x 100%
ulangan ke-1

ulangan ke-n - ulangan ke-1


= x 100%
ulangan ke-1

Uji Segitiga dan Uji Tetrad

Pengolahan serta analisis data uji segitiga dan uji tetrad dilakukan dengan
konsep pembanding uji yaitu Signal Detection Theory dan Thurstonian Models
dengan penjelasan sebagai berikut.

Signal Detection Theory dan Thurstonian Models

Signal Detection Theory (SDT) dan Thurstonian Models (TM) merupakan


model statistika yang mempelajari performa manusia dalam melakukan uji sensori
secara sistematis dan memberikan kerangka kerja yang mendasar untuk digunakan
pada metode uji sensori dan konsumen. Thurstonian Models erat kaitannya dengan
Signal Detection Theory yang berasal dari bidang komunikasi. Signal Detection
Theory menggunakan sistem saraf manusia sebagai suatu sistem komunikasi dan
menentukan seberapa baik kepekaan seseorang dalam mendeteksi sinyal dan
kebisingan dengan mempertimbangkan variasi perseptual yang melekat pada sistem
sensori dan efektivitas strategi keputusan yang digunakan oleh orang tersebut saat
melakukan uji sensori. Kedua model ini digunakan secara bersama-sama dalam
ilmu sensori yang menyediakan kerangka kerja terpadu dalam mempelajari dan
memahami mekanisme pengukuran sensori (O’Mahony dan Rousseau 2002; Lee
dan O’Mahony 2004).
10

Parameter penting utama dalam teori deteksi sinyal, yaitu d’, parameter
yang menunjukkan kekuatan sinyal (relatif terhadap kebisingan atau noise),
sedangkan parameter selanjutnya yaitu Criterion (C) (variannya disebut β) yang
mencerminkan respon panelis (Abdi 2007). Noise dapat bersumber dari dalam
(internal) maupun luar (eksternal). Menurut Abdi (2007), terdapat empat
kemungkinan tipe respon dalam SDT yang dijelaskan pada Tabel 4.
Tabel 4 Empat kemungkinan tipe respon dalam SDT
Decision (participant’s respons)
Reality yes no
signal present Hit Rate (HR) Miss Rate (MR)
signal absent False Alarm Rate Correct Rejection
(FAR) Rate (CRR)
Menurut konsep Signal Detection Theory, kedua metode uji dibandingkan
dengan nilai d’ yang menyatakan jarak antara puncak distribusi noise dan puncak
distribusi signal-noise, dijelaskan oleh Stanislaw dan Todorov (1999) dan dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Representasi Signal Detection Theory


Thurstonian Models digunakan untuk menentukan estimasi dari nilai effect
size (d’) dan variance d’. Menurut Garcia et al. (2013), estimasi effect size ( δ )
merupakan sebuah rasio yang ada diantara sinyal atau bisa disebut juga intensitas
perbedaan sampel yang dirasakan dan disimbolkan dengan d’. Aplikasi SDT dan
TM digunakan untuk membandingkan kedua metode secara langsung dan
memungkinkan untuk membangun strategi tentang perbedaan apa yang akan
diperhatikan oleh konsumen (Hout 2014). Beberapa parameter yang dihitung untuk
membandingkan uji segitiga dan uji tetrad, yaitu:

a. Pc (Meilgaard et al. 2016)


Proportion of correct (Pc) merupakan jumlah proporsi jawaban benar dari
setiap uji yang dilakukan dan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nbenar
Pc =
Ntotal
Keterangan :
N : jumlah jawaban
11

Nilai Pc yang semakin kecil menunjukkan bahwa panelis mengalami


kesulitan dalam melakukan uji segitiga dan uji tetrad. Nilai Pc uji tetrad yang lebih
besar dari nilai Pc uji segitiga menunjukkan jika panelis lebih tinggi memberikan
peluang jawaban benar dengan uji tetrad dibandingkan uji segitiga.

b. d’ (Meilgaard et al. 2016)


Nilai d’ merupakan perbedaan sampel yang dirasakan dan tidak dapat
dihitung ketika nilai Pc < 0.33. Nilai d’ didapat dari statistik d’ (Meilgaard et al.
2016) yang didasarkan pada nilai Pc dan dapat ditemukan pada tabel d’ (Ennis
2012). Tabel d’ untuk uji segitiga terdapat pada Ennis (1993) dan tabel d’ untuk
uji tetrad terdapat pada Ennis et al. (1998). Tabel d’ uji segitiga terdapat pada
Lampiran 3 dan tabel d’ uji tetrad terdapat pada Lampiran 4. Pembacaan tabel d’
dengan cara mengetahui nilai Pc dan mencari nilai Pc atau ekstrapolasi nilai Pc (jika
nilai Pc tidak ada) di tabel d’, dari posisi nilai Pc tersebut akan dapat dilihat nilai d’
dengan melihat angka yang tercantum di kiri dan atas hasil perpotongan nilai Pc
pada tabel d’.
Nilai d’ yang semakin kecil menunjukkan semakin sulit dua sampel untuk
dibedakan, begitu pula jika nilai d’ semakin besar maka dua sampel makin mudah
untuk dibedakan. Nilai d’ akan menurunkan nilai-nilai yang lainnya yaitu Bvalue,
variance d’, Zvalue, Pvalue, dan perceptual noise. Nilai d’ uji tetrad lebih kecil dari
nilai d’ uji segitiga menunjukkan jika uji tetrad memiliki kemampuan membedakan
dua sampel yang semakin sulit dibandingkan dengan uji segitiga.

c. Variance d’ (Bi dan Ennis 1997; Ennis 2012)


Nilai variance d’ merupakan jarak antar jawaban panelis yang berhubungan
dengan nilai d’. Selanjutnya menentukan nilai Bvalue yang dilihat pada tabel
Bvalue pada Bi dan Ennis (1997) untuk uji segitiga terdapat pada Lampiran 5 dan
Ennis (2012) untuk Bvalue uji tetrad pada Lampiran 6. Bvalue diperoleh dengan
mengetahui nilai d’, kemudian cocokkan nilai d’ pada tabel Bvalue (lihat angka di
paling kiri dan atas). Angka yang terdapat pada pertemuan kolom paling kiri dan
baris paling atas untuk nilai d’ merupakan Bvalue. Rumus untuk menghitung nilai
variance d’ sebagai berikut:
B
Variance d’ =
N
Keterangan :
B : Bvalue
N : jumlah keseluruhan panelis
Semakin kecil nilai variance d’ uji tetrad dibandingkan uji segitiga dapat
disimpulkan bahwa uji tetrad lebih bagus dan tepat untuk menggantikan uji segitiga
(Bi dan Ennis 1997; Ennis 2012).
12

d. Zvalue (Teixeira et al. 2009)


Nilai Z (signifikansi d’) merupakan kekuatan dari setiap uji yang dihitung
menggunakan Excel® dan berdasarkan temuan oleh Teixeira et al. (2009). Nilai Z
digunakan untuk menentukan Pvalue.
Rumus untuk nilai Z berdasarkan Bi et al. (1997), yaitu:
|d' tetrad – d' segitiga|
z=
√variance d' tetrad + variance d' segitiga
e. Pvalue (Meilgaard et al. 2016)
Pvalue ditentukan dari tabel Zvalue yang dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel Zvalue terdiri dari one tailed dan two tailed yang menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata (menerima Ho) atau berbeda nyata (tidak menerima Ho), dengan Ho
yaitu uji segitiga = uji tetrad. One tailed merupakan perbedaan produk dipengaruhi
oleh atribut tertentu yang sudah diketahui arah perbedaannya, sedangkan untuk two
tailed belum diketahui arah perbedaannya. Pvalue uji segitiga dan uji tetrad pada
penelitian ini ditentukan dengan tabel Zvalue two tailed karena atribut belum
diketahui arah perbedaannya. Penentuan Pvalue dengan cara memasukkan nilai Z
pada tabel Ztwo tailed, perpotongan Zvalue akan menghasilkan Pvalue (lihat angka
di kiri dan atas dari perpotongan Zvalue ). Pvalue dinyatakan berbeda nyata apabila
nilainya < 0.05, sedangkan tidak berbeda nyata jika nilainya > 0.05. Nilai Pvalue
menjadi parameter utama dalam penentuan bisa tidaknya uji tetrad untuk
menggantikan uji segitiga. Uji tetrad yang memiliki Pvalue lebih dari 0.05
menyatakan jika uji tetrad menghasilkan uji yang tidak berbeda nyata dengan uji
segitiga sehingga dapat digunakan untuk menggantikan uji segitiga.

f. Perceptual noise (Meilgaard et al. 2016)


Penentuan keefektifan uji sensori menggunakan nilai dari perceptual noise,
noise internal yang menunjukkan tingkat kesulitan panelis dalam melakukan
deteksi perbedaan sampel. Rumus untuk menghitung perceptual noise
perbandingan antar metode sebagai berikut:
𝑑′ segitiga –d′ tetrad
Perceptual noise = x 100%
d′ tetrad

Nilai perceptual noise menunjukkan tingkat kesulitan panelis dalam


melakukan deteksi pembedaan sampel, untuk metode baru yaitu uji tetrad akan
lebih baik jika nilai perceptual noise kurang dari 50%. Artinya, potensi uji tetrad
untuk menggantikan uji segitiga yaitu OK karena tidak akan menimbulkan
kejenuhan pada panelis saat pengujian berlangsung. Nilai perceptual noise yang
semakin kecil menunjukkan uji tetrad semakin bagus menggantikan uji segitiga
dengan peluang noise semakin kecil sehingga hasil uji menjadi akurat dan valid.

Test Power (Teixeira et al. 2009)


Test power untuk uji segitiga dan uji tetrad dihitung dengan tujuan
menentukan kekuatan uji segitiga dan uji tetrad. Menurut Teixeira et al. (2009).
Nilai test power bergantung pada nilai d’ dan variance d’ uji yang dilakukan.
13

Perhitungan test power dilakukan pada Microsoft Excel dengan rumus sebagai
berikut:
Power = 1 – NORMDIST((-NORMSINV(0.05/2)),(d′/SQRT(2*variance d′)),1,1)
+ (NORMDIST(NORMSINV(0.05/2)), (d′/SQRT(2* variance d′)),1,1)

Korelasi Nilai BET dengan Hasil Uji Beda

Keputusan adanya korelasi maupun tidak antara nilai BET dengan hasil uji
beda yang dilakukan ditentukan dengan konsep Pearson correlation, suatu ukuran
korelasi yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linear dari
dua variabel. Dua variabel diindikasikan berkorelasi apabila perubahan salah satu
variabel disertai pula dengan perubahan variabel yang lain dari arah yang sama
maupun arah sebaliknya. Pearson correlation digunakan untuk data berskala
interval dan rasio (statistik parametrik). Data yang digunakan harus merupakan
distribusi normal. Perhitungan Pearson correlation menggunakan software SPSS
Statistics 22 dan hasilnya akan dianalisis apakah ada korelasi antar dua variabel
tersebut atau tidak dengan taraf signifikansi sebesar 0.05. Nilai korelasi Pearson
positif menunjukkan jika arah hubungannya positif, begitu pula jika nilainya negatif
maka disimpulkan arah hubungannya negatif (Schwab 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Panelis

Panelis untuk penelitian pendahuluan uji ambang deteksi terdiri dari 35 orang
panelis tak terlatih yang merupakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor, sedangkan
panelis untuk pengujian sensori (uji ambang deteksi, uji segitiga, dan uji tetrad)
dipilih melalui penyebaran kuesioner se-Jabodetabek. Kuesioner pemilihan panelis
diisi oleh sejumlah 541 calon panelis, dengan rincian untuk pengisian kuesioner
online sebanyak 420 orang dan kuesioner offline 121 orang. Panelis yang tidak
lolos sejumlah 441 orang merupakan panelis yang tidak memenuhi kriteria rentang
usia yang dibutuhkan dan bukan merupakan target konsumen perusahaan. Panelis
yang lolos pemilihan sebanyak 100 orang dengan sebaran 34 panelis non-diabetes
tanpa keturunan diabetes, 35 panelis non-diabetes dengan keturunan diabetes, dan
31 panelis diabetes. Rentang usia panelis berkisar antar 20-65 tahun dengan
mayoritas panelis berusia 20-30 tahun sebanyak 44%, sedangkan wilayah asal
panelis terdiri atas Jabodetabek dengan mayoritas panelis berasal dari Bogor
sebanyak 73%. Panelis non keturunan diabetes sebagian besar diambil datanya di
sekitar kampus, panelis keturunan diabetes diambil datanya secara meluas di
Jabodetabek, sedangkan untuk panelis diabetes diambil datanya dari beberapa
rumah sakit di Bogor, Jawa Barat. Searan jenis kelamin panelis dapat dilihat pada
Gambar 6.
14

44% 47%
56% 53%

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

(a) (b)

46% 39%
54% 61%

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

(c) (d)
Gambar 6 Sebaran jenis kelamin (a) keseluruhan panelis, (b) non-diabetes
tanpa keturunan diabetes, (c) non-diabetes dengan keturunan
diabetes, dan (d) diabetes

Sebaran usia panelis dapat dilihat pada Gambar 7.

6%
12%
17%
44%
21% 56% 19%

6% 11% 9%
20-30 31-40 41-50 20-30 31-40 41-50
51-60 61-65 51-60 61-65

(a) (b)
15

11% 0% 0% 10%
9% 6%

9% 48%
71% 35%

20-30 31-40 41-50 20-30 31-40 41-50


51-60 61-65 51-60 61-65

(c) (d)

Gambar 7 Sebaran usia (a) keseluruhan panelis, (b) non-diabetes tanpa keturunan
diabetes, (c) non-diabetes dengan keturunan diabetes, dan (d) diabetes

Sebaran wilayah panelis dapat dilihat pada Gambar 8.

10% 3% 11% 6% 3% 15%


2% 12%
1%
0%

73% 65%

Jakarta Bogor Tangerang Jakarta Bogor Tangerang


Bekasi Cikarang Depok Bekasi Cikarang Depok

(a) (b)

0% 6% 0%
6% 6% 0%
16%
0%
3% 14%

71% 77%

Jakarta Bogor Tangerang Jakarta Bogor Tangerang


Bekasi Cikarang Depok Bekasi Cikarang Depok

(c) (d)

Gambar 8 Sebaran wilayah (a) keseluruhan panelis, (b) non-diabetes tanpa


keturunan diabetes, (c) non-diabetes dengan keturunan diabetes, dan
(d) diabetes
16

Ambang Deteksi

BET Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi penentuan konsentrasi dari rasa dasar


manis dan pahit pada uji ambang deteksi yang dilakukan dengan metode 2-AFC
(Alternative Forced Choice), yaitu metode penentuan ambang deteksi
menggunakan sepasang sampel dan dilakukan pemilihan sampel yang memiliki
sensasi rasa lebih kuat (mengandung stimulus) (Pasquet et al. 2006). Penelitian
pendahuluan bertujuan mereduksi seri konsentrasi dari enam menjadi empat seri
konsentrasi untuk mencegah kejenuhan panelis dan menekan biaya yang
dikeluarkan perusahaan karena sampel yang digunakan lebih sedikit.
Penelitian pendahuluan dilakukan pada 35 panelis tak terlatih yang ada di
lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor dengan rentang usia 20-26 tahun.
Pengolahan data dilakukan dengan metode BET. Seri konsentrasi untuk pengujian
pendahuluan ambang deteksi manis dan pahit terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5 Seri konsentrasi pada pengujian pendahuluan ambang deteksi

Sampel Konsentrasi (%) (g sampel/100 mL air)


Sukrosa 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600
Kafein 0.003 0.006 0.009 0.012 0.015 0.018

Hasil penelitian pendahuluan untuk BET manis dan pahit disusun dengan
histogram BET individu yang disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

57,14
Presentase jumlah panelis (%)

60,00

50,00 BET Grup manis = 0.1197 g sukrosa/ 100 mL air


40,00

30,00

20,00 17,14
11,43 11,43
10,00
2,86
0,00
0,00
0,0707 0,1414 0,2449 0,3464 0,4472 0,5477

Gambar 9 Rekap data presentase (%) dan BET individu manis (sukrosa)
17

Presentase jumlah panelis (%) 25,00 BET Grup pahit = 0.0099 g kafein/ 100 mL air 22,86
20,00
20,00
17,14
14,29
15,00
11,40
10,00 8,57
5,71
5,00

0,00
0,0021 0,0042 0,0073 0,0104 0,0134 0,0164 0,0194

BET Individu (g kafein/ 100 mL air)


Gambar 10 Rekap data presentase (%) dan BET individu pahit (kafein)
Berdasarkan histogram di atas, dapat dilihat bahwa untuk BET individu
manis sebesar 0.0707 g sukrosa/100 mL air merupakan BET individu dengan
jumlah panelis tertinggi, yaitu 57.14%, sedangkan BET individu pahit sebesar
0.0194 g kafein/100 mL air merupakan BET individu dengan jumlah panelis
tertinggi, yaitu 22.86%. Histogram BET individu manis menunjukkan kurva
penurunan dari BET individu terendah ke BET individu tertinggi, sedangkan untuk
histogram BET individu pahit menunjukkan kurva yang berfluktuasi, yaitu naik dari
BET individu 0.0021 g kafein/100 mL air sampai BET individu 0.0073 g kafein/100
mL air, kemudian turun pada BET individu 0.0104 g kafein/100 mL air dan naik
kembali sampai BET individu pahit sebesar 0.0194 g kafein/100 mL air. BET grup
rasa manis sebesar 0.1197 g sukrosa/100 mL air, sedangkan BET grup pahit sebesar
0.0099 g kafein/100 mL air. Hasil dari BET grup pada Tabel 6 digunakan untuk
penentuan seri konsentrasi pengujian ambang deteksi pada Tabel 7 kepada panelis
berdasarkan riwayat kesehatan, sedangkan rekap data hasil uji pendahuluan ambang
deteksi manis terdapat pada Lampiran 8 dan pahit terdapat pada Lampiran 9.
Tabel 6 Hasil rekapan nilai BET grup

Rasa dasar (sampel) Jumlah log Rata-rata log BET Grup


BET individu BET individu (g sampel/100 mL air)
Manis (sukrosa) -32.2649 -0.9219 0.1197
Pahit (kafein) -70.1706 -2.0049 0.0099

Tabel 7 Seri konsentrasi untuk pengujian inti ambang deteksi

Sampel Konsentrasi (%) (g sampel/100 mL air)


Sukrosa 0.100 0.200 0.300 0.400
Kafein 0.003 0.006 0.009 0.012
18

Penentuan seri konsentrasi 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4% untuk uji ambang
deteksi rasa manis (sukrosa) berdasarkan dari BET grup 0.1197 g sukrosa/ 100 mL
air yang berada di antara konsentrasi 0.1% dan 0.2% dengan bentuk histogram yang
condong ke konsentrasi rendah (kiri). Penentuan seri konsentrasi 0.003%, 0.006%,
0.009%, dan 0.012% untuk uji ambang deteksi rasa pahit (kafein) berdasarkan BET
grup 0.0099 g kafein/ 100 mL air yang berada di antara konsentrasi 0.009% dan
0.012% dengan bentuk histogram yang condong ke konsentrasi tinggi (kanan) dan
diasumsikan saat pengujian pendahuluan panelis mengalami kejenuhan sehingga
konsentrasi yang sesungguhnya dibutuhkan tidak mungkin terlalu tinggi.
Penentuan seri konsentrasi dari enam seri konsentrasi menjadi empat seri
konsentrasi untuk uji ambang deteksi terhadap panelis berdasarkan riwayat
kesehatan yaitu dikarenakan di setiap perusahaan ingin melakukan evaluasi sensori
dapat dilaksanakan dengan biaya yang lebih ekonomis tetapi memiliki hasil yang
sama akuratnya. Selain itu, dengan empat seri konsentrasi diharapkan mengurangi
kejenuhan panelis saat melakukan uji ambang deteksi yang dilakukan dengan
metode 2-AFC untuk rasa dasar manis dan pahit. Metode 2-AFC ascending
concentration memungkinkan panelis untuk memberikan jawaban benar dengan
peluang lebih besar yaitu 50%, sedangkan metode 3-AFC ascending concentration
akan memberikan peluang jawaban benar yang lebih kecil yaitu 33% (Hasanah
2014).

BET Riwayat Grup Panelis

a. Repeatability uji ambang deteksi manis dan pahit


Repeatability (pengulangan) merupakan kemampuan panelis secara
konsisten untuk menilai produk dan atribut yang sama, namun dilakukan dengan
mengulang evaluasi sehingga dapat terukur perbedaan evaluasi tersebut (Pinto et al.
2014). Rekap data repeatability dan Pvalue tercantum pada Tabel 8.
Tabel 8 Rekap data repeatability dan Pvalue BET manis dan pahit

BET grup manis BET grup pahit


Riwayat (g sukrosa/100 mL air) (g kafein /100 mL air)
kesehatan Repeatability Pvalue Repeatability Pvalue
(%) (%)
Non
Keturunan 9.77 0.566 10.42 0.904
(n=34)
Keturunan
19.94 0.224 7.02 0.744
(n=35)
Diabetes
4.95 0.767 12.50 0.387
(n=31)

Repeatability dari masing-masing grup riwayat kesehatan memiliki nilai


yang berbeda-beda, tetapi masih saling berdekatan dan menunjukkan adanya
konsistensi panelis dalam melakukan evaluasi sensori yang dilakukan dengan faktor
pengulangan uji. Dua kali pengulangan uji ambang deteksi manis dan pahit
menghasilkan konsistensi panelis yang cukup bagus. Menurut Pinto et al. (2014),
nilai repeatability < 20% menyatakan jika konsistensi panelis dalam melakukan uji
19

cukup bagus karena menghasilkan data pengulangan yang tidak berbeda nyata. BET
grup manis pada panelis grup diabetes memiliki nilai repeatability paling bagus
yaitu sebesar 4.95%, artinya konsistensi panelis diabetes dalam melakukan uji
ulangan 1 dan ulangan 2 untuk uji ambang deteksi rasa manis cukup bagus. BET
grup pahit panelis non-diabetes dengan keturunan diabetes memiliki nilai
repeatability sebesar 19.93%, artinya konsistensi panelis non-diabetes dengan
keturunan diabetes sangat rendah, namun nilainya masih < 20% sehingga data
pengulangan yang dihasilkan masih bagus dan valid karena tidak berbeda nyata.
Keakuratan dan kevalidan data pengulangan juga dikuatkan dengan nilai
Pvalue. Hasil perhitungan SPSS dengan taraf signifikansi 0.05 menunjukkan bahwa
nilai Pvalue dari masing-masing grup riwayat kesehatan dengan dua kali ulangan
uji memiliki nilai lebih besar dari nilai signifikansi yang digunakan (0.05). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 0.05, hasil ambang deteksi
ulangan 1 dan ulangan 2 tidak berbeda nyata, artinya uji ambang deteksi rasa manis
dan pahit untuk ulangan 1 dan ulangan 2 menunjukkan kekonsistenan uji yang
dilakukan oleh panelis. Hal ini juga menyatakan bahwa hasil uji ambang deteksi
yang dilakukan antar panelis satu dengan yang lainnya tidak berbeda nyata,
sehingga data uji ambang deteksi ulangan 1 dan ulangan 2 yang dihasilkan akurat
dan valid.

b. BET uji ambang deteksi manis dan pahit


Pengujian ambang deteksi dilakukan kepada 100 panelis berdasarkan riwayat
kesehatan non-diabetes tanpa keturuan diabetes (34 orang), non-diabetes dengan
keturunan diabetes (35 orang), dan penderita diabetes (31 orang) dengan dua kali
ulangan pada hari yang berbeda, sehingga didapatkan hasil rekapan nilai BET grup
manis dan pahit berdasarkan riwayat kesehatan yang diuraikan pada Gambar 11 dan
Gambar 12.
BET Grup (g sukrosa/100 mL air)

0,3000 0,2733 b
0,2500
0,2000
0,1386
a 0,1458 a
0,1500
0,1000
0,0500
0,0000
Non Keturunan Keturunan Diabetes
Grup panelis

Gambar 11 BET grup manis ketiga grup panelis


20

BET Grup (g kafein/100 mL air) 0,0120


0,0102 b
0,0100
0,0080 a
a 0,0059
0,0060 0,0051
0,0040
0,0020
0,0000
Non Keturunan Keturunan Diabetes
Grup panelis
Gambar 12 BET grup pahit ketiga grup panelis
Rekap data uji ambang deteksi manis dan pahit untuk panelis non-diabetes
tanpa keturunan diabetes terdapat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11. Panelis non
keturunan diabetes memiliki BET grup manis dan pahit terendah, yaitu 0.1386 g
sukrosa/100 mL air dan 0.0051 g kafein/100 mL air, artinya panelis non-diabetes
tanpa keturunan diabetes memiliki sensitivitas terhadap rasa manis dan pahit yang
paling tinggi. Rekap data uji ambang deteksi manis dan pahit untuk panelis non-
diabetes dengan keturunan diabetes terdapat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13,
sedangkan untuk rekap data uji ambang deteksi manis dan pahit untuk panelis
diabetes terdapat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Berdasarkan perhitungan
SPSS, BET manis dan pahit untuk ketiga grup panelis memiliki nilai Pvalue sebesar
0.000 yang berarti lebih kecil dari taraf signifikansi 0.05 sehingga disimpulkan jika
ketiga grup memiliki nilai BET manis dan pahit yang berbeda nyata. Hasil uji
Duncan menunjukkan jika panelis diabetes secara signifikan berbeda
sensitivitasnya dibandingkan dengan panelis non-diabetes. Hasil uji lanjut Duncan
nilai BET antar grup panelis dapat dilihat pada Lampiran 16.
Panelis penderita diabetes memiliki BET grup manis dan pahit tertinggi, yaitu
0.2733 g sukrosa/100 mL air dan 0.0102 g kafein/100 mL air, artinya penderita
diabetes memiliki indera pengecap paling tidak sensitif karena telah mengonsumsi
obat-obatan yang bisa mempengaruhi kesensitivitasan dari indera pengecap dalam
merasakan rasa manis dan pahit saat pengujian ambang deteksi. Menurut penelitian
Caniago (2014), nilai BET grup manis untuk ambang deteksi panelis non keturunan
diabetes sebesar 0.2600 g sukrosa/100 mL air dan BET grup untuk ambang deteksi
panelis penderita diabetes sebesar 0.3000 g kafein/100 mL air. Penelitian Hasanah
(2014) dengan panelis berdasarkan wilayah asal menghasilkan BET grup manis dan
pahit sebesar 0.1724 g sukrosa/100 mL air dan 0.0048 g kafein/100 mL air. Hal ini
memperkuat hasil pengujian ambang deteksi bahwa panelis diabetes paling tidak
sensitif dalam melakukan pengecapan rasa. Saat dilakukan pengujian ambang
deteksi, panelis diabetes perlu dijelaskan lebih detail terkait uji yang dilakukan dan
membutuhkan waktu paling intensif dibandingkan panelis non keturunan dan
keturunan diabetes.
Kepekaan rasa pada lidah merupakan konsentrasi gula dalam darah dan
perubahan fungsi lidah terhadap ketajaman mendeteksi rasa manis (Gondivkar et
al. 2009). Hasil pengujian didukung oleh pernyataan bahwa ambang deteksi rasa
manis pada penderita diabetes lebih tinggi dibandingkan orang sehat (Lawson et al.
21

1979). Gondivkar et al. (2009) menambahkan jika sensitivitas lidah menurun


seiring pertambahan usia setelah 60 tahun, hal ini menjadi pertimbangan dalam
penentuan panelis diabetes yang akan dilakukan pengujian sensori dengan
menggunakan indera pengecap. Literatur telah membuktikan bahwa terdapat kaitan
antara penderita diabetes terhadap kepekaan dan preferensi rasa manis yang
membedakannya dengan orang sehat (Khobragade dan Wakode 2012).

Uji Segitiga dan Uji Tetrad

Perhitungan Teoritis

Uji segitiga merupakan salah satu uji pembedaan paling populer yang
banyak diaplikasikan di industri pangan. Seiring perkembangan zaman, muncul uji
tetrad yang menjadi metode baru untuk melakukan uji pembedaan produk pangan
dengan keuntungan lebih powerful dan sensitif dibandingkan uji segitiga. Uji tetrad
merupakan uji pembedaan yang bertujuan menggantikan uji segitiga karena dinilai
lebih efektif dari segi pengujian dan powerful dari segi perhitungan statistiknya.
Oleh karena itu, uji tetrad harus diujikan terlebih dahulu untuk mengetahui
keefektifannya dalam menggantikan uji segitiga pada produk-produk yang berbeda,
beberapa syarat yang dipertimbangkan agar uji tetrad bisa menggantikan uji
segitiga menurut Waimaleongoraek (2016), sebagai berikut:
1. Pc uji tetrad > Pc uji segitiga
2. d’ uji tetrad < d’ uji segitiga
3. Pvalue difference dari d’ > 0.05
4. Perceptual noise < 50%
Nilai perhitungan teoritis antara uji segitiga dan uji tetrad dengan panelis
non-diabetes tanpa keturunan diabetes, non-diabetes dengan keturunan diabetes,
dan penderita diabetes dirincikan pada Gambar 13. Rekap data perhitungan nilai Pc
pemanis A, B, dan C terdapat pada Lampiran 17, 18, dan 19, sedangkan rekap data
perhitungan nilai Pc utuk semua grup panelis terdapat pada Lampiran 20.

Gambar 13 Rekapan nilai perhitungan teoritis antar metode uji


22

Perhitungan hasil uji segitiga dan uji tetrad dilakukan dengan konsep Signal
Detection Theory dan Thurstonian Models yang menentukan perbandingan kedua
uji dengan hasil keputusan bisa tidaknya metode baru (uji tetrad) menggantikan
metode eksis (uji segitiga). Signal Detection Theory melibatkan parameter utama
d’ dan C (criterion), sedangkan Thurstonian Models memiliki parameter d’. Signal
Detection Theory menyatakan ukuran pembedaan antara stimulus atau signal yang
diberikan dengan noise yang dapat mengganggu stimulus. Nilai d’ menjadi
petunjuk kekuatan sinyal, sedangkan criterion merupakan respon yang diberikan
oleh panelis dalam pengujian.
Signal Detection Theory memiliki empat kemungkinan respon, yaitu hit rate
(HR) (tangapan “ya” yang diberikan kepada stimulus lama merupakan respon yang
benar), miss rate (MR) (penolakan benar tetapi tidak ada jawaban kepada stimulus
lama), false alarm rate (FAR) (menanggapi rangsangan baru), dan correct rejected
(CRR) (tidak ada respon terhadap stimulus baru). Respon yang diharapkan dari
panelis yaitu HR dan CRR karena membuktikan jika tidak adanya gangguan (noise)
sehingga data yang dihasilkan akurat serta valid (Abdi 2007). Parameter untuk
menentukan keputusan uji tetrad bisa menggantikan uji segitiga atau tidak terdiri
dari:
1. Pc
Proporsi benar menyatakan jumlah peluang jawaban benar per jumlah
panelis secara keseluruhan. Nilai Pc yang semakin kecil menunjukkan bahwa
panelis mengalami kesulitan dalam melakukan uji segitiga dan uji tetrad, yaitu
jumlah jawaban benar yang dihasilkan oleh panelis berbeda jauh dari jumlah total
panelis yang melakukan uji segitiga dan uji tetrad (Bi dan Ennis 1997). Uji tetrad
produk pemanis A dan pemanis C menunjukkan bahwa nilai proporsi jawaban
benarnya lebih besar dibandingkan dengan uji segitiga. Hal ini menyatakan bahwa
aplikasi uji tetrad pada produk pemanis A dan pemanis C lebih bagus dibandingkan
dengan uji segitiga untuk ketiga grup panelis berdasarkan riwayat kesehatan. Uji
tetrad pemanis B memiliki nilai proporsi benar yang lebih kecil dibandingkan uji
segitiga pada panelis non-diabetes tanpa keturunan diabetes dan non-diabetes
dengan keturunan diabetes, hal ini menyatakan bahwa pemanis B yang dilakukan
uji kepada panelis non-diabetes lebih baik menggunakan uji segitiga karena
menghasilkan peluang jawaban benar yang lebih besar.

2. d’ dan variance d’
Nilai d’ menyatakan seberapa besar dua sampel dapat dibedakan, nilai d’
yang semakin kecil menunjukkan semakin sulit dua sampel untuk dibedakan, begitu
pula jika nilai d’ semakin besar maka dua sampel makin mudah untuk dibedakan.
Nilai variance d’ menunjukkan jarak antar jawaban panelis. Semakin kecil nilai
variance d’ dapat disimpulkan bahwa metode uji lebih bagus dan tepat untuk
diaplikasikan pada uji pembedaan (Bi dan Ennis 1997; Ennis 2012). Hasil
penelitian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai d’ uji tetrad pemanis C lebih
besar dari d’ uji segitiga, artinya uji tetrad tidak efektif untuk dilakukan pada produk
pemanis C. Uji tetrad bisa diaplikasikan pada pemanis A menggunakan panelis non-
diabetes dengan keturunan diabetes dan seluruh grup panelis serta pemanis B
menggunakan panelis selain penderita diabetes. Nilai variance d’ uji tetrad pada
keseluruhan pemanis A, B, dan C dengan seluruh grup panelis lebih kecil
dibandingkan nilai variance d’ uji segitiga.
23

3. Pvalue two tailed


Uji segitiga dan uji tetrad pada penelitian ini menggunakan two tailed
karena atribut tidak diketahui arah perbedaannya. Zvalue merupakan signifikansi
dari d’ dan berfungsi untuk menentukan nilai Pvalue dengan melihat tabel Zvalue
(menarik garis lurus dari kolom paling kiri dengan kolom paling atas berdadsarkan
nilai Z) (Bi dan Ennis. 1997; Teixeira et al. 2009). Pvalue dibutuhkan untuk
mengetahui kedua metode uji yang dibandingkan apakah berbeda nyata atau tidak
berbeda nyata dengan anggapan Pvalue kurang dari 0.05 menyatakan kedua uji
berbeda nyata (BN) dan jika Pvalue lebih besar dari 0.05 maka kedua uji tidak
berbeda nyata (TBN). Apabila kedua uji tidak berbeda nyata, maka kedua uji
tersebut bisa saling menggantikan untuk sampel yang sama (Carlisle 2014). Nilai
Pvalue menjadi parameter utama dalam penentuan bisa tidaknya uji tetrad untuk
menggantikan uji segitiga. Nilai Pvalue two tailed uji segitiga dan uji tetrad pada
produk pemanis A, B, dan C lebih besar dari 0.05, artinya untuk keseluruhan uji
tetrad dan uji segitiga pemanis dengan panelis tiga grup riwayat kesehatan tidak
berbeda nyata maka uji tetrad bisa menggantikan uji segitiga.

4. Perceptual noise
Nilai perceptual noise menunjukkan tingkat kesulitan panelis dalam
melakukan deteksi pembedaan sampel, untuk metode baru yaitu uji tetrad akan
lebih baik jika nilai perceptual noise kurang dari 50%, artinya potensi uji tetrad
untuk menggantikan uji segitiga semakin bagus karena tidak akan menimbulkan
kejenuhan pada panelis saat pengujian berlangsung. Nilai perceptual noise yang
semakin kecil menunjukkan uji tetrad semakin bagus dalam menggantikan uji
segitiga dengan peluang noise semakin kecil sehingga hasil uji akurat dan valid.
Nilai perceptual noise uji segitiga dan uji tetrad produk pemanis A dan C
pada ketiga grup panelis berdasarkan riwayat kesehatan lebih kecil dari 50%
menunjukkan bahwa uji tetrad OK untuk menggantikan uji segitiga produk pemanis
A dan C, tetapi lebih baik tidak digunakan untuk menggantikan uji segitiga produk
pemanis B karena dikhawatirkan menimbulkan kejenuhan. Uji segitiga dan uji
tetrad pemanis B memiliki nilai perceptual noise lebih dari 50% untuk panelis non-
diabetes sehingga mempengaruhi keakuratan data yang dihasilkan karena terlalu
banyak noise.

Kesesuaian Parameter terhadap Teori


Parameter yang dihitung dan dirincikan pada Gambar 13 harus disesuaikan
terlebih dahulu dengan teori untuk bisa memutuskan uji tetrad bisa menggantikan
uji segitiga ataupun tidak. Kesesuaian parameter terhadap teori dirincikan pada
Tabel 9, sehingga dapat ditunjukkan grup panelis dan sampel pemanis yang efektif
menggunakan uji tetrad sebagai pengganti uji segitiga.
24

Tabel 9 Kesesuaian parameter terhadap teori

Pc tetrad > d' tetrad < Pvalue Perceptu


Sampel Grup Decision
Pc segitiga d' segitiga -al noise
Non
keturunan Ya Tidak Ya Ya Good
Pemanis Keturunan Ya Ya Ya Ya Excellence
A Diabetes Ya Tidak Ya Ya Good

Semua grup Ya Ya Ya Ya Excellence


Non
keturunan Tidak Ya Ya Tidak Not Good
Pemanis Keturunan Tidak Ya Ya Tidak Not Good
B Diabetes Ya Tidak Ya Ya Good

Semua grup Ya Ya Ya Ya Excellence


Non
Pemanis keturunan Ya Tidak Ya Ya Good
C Keturunan Ya Tidak Ya Ya Good
Diabetes Ya Tidak Ya Ya Good

Semua grup Ya Tidak Ya Ya Good

Parameter utama dalam memutuskan kelayakan uji tetrad untuk


menggantikan uji segitiga didasarkan pada nilai Pvalue dan perceptual noise. Uji
tetrad dapat menggantikan uji segitiga jika memiliki nilai Pvalue lebih besar dari
0.05 karena dianggap kedua uji tidak berbeda nyata sehingga data yang dihasilkan
akurat dan valid. Uji tetrad bisa menggantikan uji segitiga pada sampel tertentu
didukung pula dengan nilai perceptual noise lebih kecil dari 50% yang
menunjukkan uji tetrad OK untuk digunakan karena tidak menimbulkan kejenuhan
pada panelis saat pengujian berlangsung.
Hasil penelitian menunjukkan jika pemanis A dan pemanis C yang diujikan
pada keseluruhan panelis serta pemanis B dengan panelis diabetes dan gabungan
seluruh panelis dapat dilakukan dengan uji tetrad untuk menggantikan uji segitiga
karena nilai Pvalue lebih besar dari 0.05 dan nilai perceptual noise kurang dari 50%
sehingga hasil uji tidak berbeda nyata dan tidak akan menimbulkan kejenuhan. Uji
tetrad tidak bisa dilakukan pada pemanis B dengan panelis non-diabetes baik tanpa
keturunan diabetes maupun dengan keturunan diabetes karena menghasilkan data
yang berbeda nyata dan bisa menimbulkan kejenuhan saat pengujian.

Test Power

Test power merupakan nilai yang menunjukkan kekuatan suatu metode uji,
jika nilainya >0.99 berarti metode uji tersebut lebih kuat dibandingkan metode uji
lainnya. Test power memiliki parameter penting yaitu nilai d’ dan variance d’
masuntuk masing-masing uji. Penyajian test power untuk mendukung hasil
perbandingan uji segitiga dan uji tetrad yang diolah serta dianalisis dengan konsep
Signal Detection Theory dan Thurstonian Models. Perhitungan nilai test power pada
uji segitiga dan uji tetrad yang dirincikan pada Tabel 10.
25

Tabel 10 Test power uji segitga dan uji tetrad

Test power
Sampel Grup
Segitiga Tetrad
Non keturunan 0.857 1.000
Keturunan 0.545 0.663
Pemanis A
Diabetes 0.215 0.668
Semua grup 0.961 1.000
Non keturunan 0.857 0.813
Keturunan 0.647 0.445
Pemanis B
Diabetes 0.078 0.837
Semua grup 0.943 0.993
Non keturunan 0.796 1.000
Pemanis C Keturunan 0.628 0.983
Diabetes 0.743 0.959
Semua grup 0.994 1.000
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai power bervariasi, beberapa grup
riwayat kesehatan memiliki nilai power diatas 0.99 untuk uji tetrad, namun masih
ada yang dibawah 0.99. Pemanis A dan pemanis C secara keseluruhan memiliki
nilai power untuk uji tetrad lebih besar daripada uji segitiga. Terutama untuk uji
tetrad pemanis A dan pemanis C menggunakan panelis non-diabetes tanpa
keturunan diabetes dan gabungan seluruh grup panelis yang memiliki nilai power
1.000, artinya hasil uji lebih valid. Pemanis B hanya gabungan seluruh grup panelis
yang memiliki nilai power uji tetrad lebih besar dari uji segitiga.

Pembobotan Hasil Uji Segitiga dan Uji Tetrad


Pembobotan merupakan penilaian keseluruhan dari uji tetrad dan uji segitga
untuk menentukan keputusan penggunaan ujo tetrad untuk menggantikan uji
segitiga. Hasil pembobotan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Pembobotan hasil uji segitiga dan uji tetrad

Riwayat Pvalue Perceptual noise Test power


Sampel
kesehatan
Non keturunan Ya Ya Ya
Keturunan Ya Ya Tidak
Pemanis A
Diabetes Ya Ya Tidak
Semua grup Ya Ya Ya
Non keturunan Ya Tidak Tidak
Keturunan Ya Tidak Tidak
Pemanis B
Diabetes Ya Ya Tidak
Semua grup Ya Ya Ya
Non keturunan Ya Ya Ya
Pemanis C Keturunan Ya Ya Tidak
Diabetes Ya Ya Tidak
Semua grup Ya Ya Ya
26

Berdasarkan tabel pembobotan, dapat dilihat bahwa uji tetrad dapat


menggantikan uji segitiga pada produk pemanis A dan pemanis C menggunakan
panelis non-diabetes tanpa keturunan diabetes dan gabungan seluruh grup panelis
serta pemanis B dengan gabungan seluruh grup panelis karena memiliki nilai
Pvalue di atas 0.05, perceptual noise < 50% dan didukung dengan nilai power yang
menyatakan kekuatan uji tetrad lebih powerful.

Korelasi BET dengan Hasil Uji Segitiga dan Uji Tetrad

Produk pemanis memiliki rasa dominan manis dan pahit, hal ini menjadi
pertimbangan pengujian ambang deteksi manis dan pahit untuk mengetahui
sensitivitas panelis dalam mengenali rasa dasar manis dan pahit yang dikaitkan
dengan hasil uji segitiga dan uji tetrad produk pemanis. Nilai BET grup yang besar
menunjukkan jika penderita diabetes paling tidak sensitif untuk merasakan manis
dan pahit, sedangkan panelis non-diabetes tanpa keturunan diabetes dan non-
diabetes dengan keturunan diabetes memiliki nilai BET grup lebih kecil dari
diabetes sehingga lebih mudah merasakan manis dan pahit. Hasil uji segitiga dan
uji tetrad menunjukkan jika nilai Pc panelis non-diabetes tanpa keturunan diabetes
paling besar, artinya panelis non-diabetes tanpa keturunan diabetes lebih mudah
membedakan kedua sampel yang disajikan diperkuat dengan sensitivitas indera
pengecap yang bagus. Penderita diabetes memiliki nilai Pc paling kecil,
mengindikasikan jika dengan nilai BET grup yang besar membuktikan penderita
diabetes lebih sulit merasakan manis dan pahit sehingga dalam pengujian
pembedaan juga lebih mudah jenuh. Korelasi Pearson dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Korelasi Pearson nilai BET dengan hasil uji beda pemanis

Variabel BET manis BET pahit


BET manis 1 0.995**
BET pahit 0.995** 1
Pc segitiga -0.645 -0.680*
d’ segitiga -0.659 -0.686*
Variance d’ segitiga 0.649 0.650
Pc tetrad -0.245 -0.303
d’ tetrad -0.226 -0.284
Variance d’ tetrad 0.228 0.277
Perceptual noise -0.485 -0.454
*Korelasi signifikan pada taraf signifikansi 0.01 (two tailed)
**Korelasi signifikan pada taraf signifikansi 0.05 (two tailed)

Pearson correlation merupakan salah satu keputusan korelasi yang


mengukur kekuatan dan arah hubungan linear antara dua variabel. Nilai signifikansi
lebih dari 0.05 menunjukkan adanya korelasi, sedangkan jika nilainya kurang dari
0.05 maka tidak ada korelasi, sedangkan arah hubungan ditunjukkan dengan nilai
positif maupun negatif. Jika nilainya positif menunjukkan adanya korelasi positif,
begitu pula jika nilai pearson negatif maka korelasinya negatif (Schwab 2005).
Berdasarkan hasil Pearson correlation, nilai BET grup menunjukkan
korelasi positif signifikan sehingga menunjukkan jika BET grup manis dan pahit
searah nilainya yaitu semakin besar BET grup manis maka akan semakin besar pula
nilai BET grup pahit yang mengakibatkan semakin sulitnya melakukan deteksi
27

perbedaan pada produk pemanis. Pc uji segitiga berkorelasi negatif dengan nilai
BET grup pahit sehingga semakin rendah nilai BET grup pahit menunjukkan
semakin besar nilai Pc, sedangkan pada uji tetrad tidak berkorelasi signifikan.
Penderita diabetes memiliki nilai BET grup pahit paling besar sehingga
diasumsikan akan menghasilkan Pc yang lebih kecil, artinya panelis diabetes
memiliki sensitivitas paling rendah. Nilai d’ uji segitiga berkorelasi negatif dengan
nilai BET grup pahit menunjukkan semakin tinggi nilai BET pahit maka nilai d’ uji
segitiga semakin kecil, sedangkan pada uji tetrad tidak berkorelasi signifikan. Nilai
variance d’ uji segitiga maupun uji tetrad tidak berkorelasi signifikan dengan nilai
BET panelis. Perceptual noise menunjukkan tidak adanya korelasi dengan nilai
BET manis dan pahit, artinya tinggi rendahnya nilai BET tidak mempengaruhi nilai
perceptual noise dalam menentukan keefektifan penggunaan uji tetrad untuk
menggantikan uji segitiga.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Panelis non-diabetes tanpa riwayat diabetes dan non-diabetes dengan


riwayat diabetes memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan panelis
penderita diabetes dibuktikan dengan nilai BET yang lebih rendah. Pengujian
ambang deteksi yang dilakukan dengan dua kali pengulangan untuk ketiga riwayat
kesehatan panelis memiliki nilai repeatability kurang dari 20% sehingga dinyatakan
konsistensi panelis cukup baik dan data yang dihasilkan akurat. Pemanis B lebih
sulit dibedakan, dibuktikan dengan tanggapan saat pengujian berlangsung dan hasil
data yang diperoleh. Metode uji tetrad tidak bisa digeneralisasikan untuk
menggantikan uji segitiga pada sampel yang berbeda karena bisa saja menimbulkan
kejenuhan terhadap panelis dan hasil datanya tidak powerful. Berdasarkan
parameter Pvalue dan perceptual noise, uji tetrad dapat diaplikasikan untuk
menggantikan uji segitiga produk pemanis A dan C pada semua grup riwayat
kesehatan dan pemanis B pada panelis diabetes dan gabungan seluruh grup panelis.
Berdasarkan nilai test power, hanya pemanis A dan C dengan panelis non-diabates
tanpa keturunan diabetes dan gabungan seluruh grup panelis serta pemanis B
menggunakan gabungan seluruh grup panelis yang bisa dilakukan uji tetrad untuk
menggantikan uji segitiga karena memiliki nilai uji yang lebih powerful.
Berdasarkan nilai korelasi Pearson, disimpulkan jika terdapat korelasi signifikan
antara nilai BET grup pahit dengan Pc dan d’ uji segitiga. Hal ini menunjukkan jika
uji segitiga lebih bagus sebagai aplikasi untuk mengetahui korelasi antara nilai BET
panelis dengan hasil uji beda produk pemanis dibandingkan uji tetrad yang bisa saja
menimbulkan kejenuhan saat pengujian berlangsung.

Saran

Pengambilan data harus mengutamakan pemilihan usia panelis karena untuk


produk pemanis dalam penelitian ini diujikan terhadap panelis dengan riwayat
kesehatan diabetes. Usia lebih dari 30 tahun ke atas diperhatikan kembali tentang
informasi kesehatannya seperti kadar gula darah dan kapan terakhir kali
28

mengonsumsi obat karena berpengaruh pula terhadap kepekaan lidah dalam


melakukan pengecapan rasa. Selama pengujian berlangsung, dibutuhkan waktu
jeda antara uji ambang deteksi dengan uji segitiga dan uji tetrad mengingat kondisi
sampel yang banyak untuk menghindari kejenuhan sehingga menurunkan potensi
bias pada indera pengecap. Keputusan efektivitas uji tetrad untuk menggantikan uji
segitiga dengan parameter Pvalue dan perceptual noise lebih banyak sampel yang
lolos dengan ketiga grup riwayat kesehatan, tetapi parameter test power perlu
digunakan untuk menentukan kekuatan uji tetrad sehingga hasil uji beda yang
dilakukan lebih akurat dan valid.

DAFTAR PUSTAKA

[AMI] Applied Market Information. 2001. Market share of non-caloric sweeteners


by segments. Cologne (DE): AMI Business Cosulting Analysis.
[ASTM] American Society of Testing and Materials. 2011. ASTM E679-04:
Standard practice for determination of odor and taste thresholds by a forced
choice ascending concentration series method of limit. West Conshohocken
(US): ASTM International. doi:10.1520/E0679-04R II.
Abdi H. 2007. Signal Detection Theory (SDT). Di dalam: Neil S, editor.
Encyclopedia of Measurement and Statistics. USA: Sage.
Bi J, Ennis DM. 1997. How to estimate and use the variance oh d’ from difference
tests. J Sensory Studies. 12: 87-104.
Caniago N. 2014. Sensory threshold dan preferensi rasa manis dalam matriks
minuman pada orang sehat dengan riwayat keluarga penderita diabetes.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Carlisle SL. 2014. Comparison of triangle and tetrad discrimination methodology
in applied, industrial manner. [Tesis]. Knoxville (US): University of
Tennesse.
Chattopadhyay S, Raychaudhuri U, Chakrabotty R. 2014. Artificial sweeteners. J
Food Sci Technology. 51(4): 611-621. doi:10.1007/s13197-011-0571-1.
Christensen R, Ennis J. 2014. Precision measurement in tetrad testing. Food Qual
Prefer. 32: 98-106.
Ennis DM. 1993. The powers of sensory discrimination methods. J Sensory Studies.
353-370.
Ennis JM. 1998.Thurstonian models for variants of the method of tetrads. J Sensory
Studies. 51: 205-215.
Ennis JM. 2012. Guiding the switch from triangle testing to tetrad testing. J Sensory
Studies. 27:223-231.
Ennis JM. 2013. The year of the tetrad test. J Sensory Studies. 28(4): 257-258.
Fitch C, Keim K. 2012. Position of the academy of nutrition and dietetics: use of
nutritive and nonnutritive sweeteners. J Acad Nutr Diet. 112(8): 739-758.
Garcia K, Ennis JM., Prinyawiwatkul W. 2012. A large-scale experimental
comparison of the tetrad and triangle tests in children. J Sensory Studies. 27:
217-222.
Garcia K, Ennis JM, Prinyawiwatkul. 2013. Reconsidering the specified tetrad test.
J Sensory Studies. 28. doi:10.1111/joss.12060.
29

Gondivkar SM, Indurkar A, Degwekar S, Bhowate R. 2009. Evaluation of gustatory


function in patients with diabetes mellitus type 2. Oral Surg Oral Med Oral
Pathol Oral Radiol Endod. 108: 876-880.
Hasanah U. 2014. Ambang sensori rasa dasar dan preferensi dalam matriks pangan
dengan pendekatan multikultural di Indonesia. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ishii R, O’Mahony M, Rousseau B. 2014. Triangle and tetrad protocols: small
sensory differences, resampling and consumer relevance. Food Qual Prefer.
31: 49-55.
Khobragade RS, Wakode SL. 2012.Physiological taste threshold in type 1 diabetes
mellitus. Indian J Physiol Pharmacol. 56(1): 42-47.
Kolpin KM. 2008. Human Bitterness Detection Thresholds of Hops Acids in Beer
and Honey. [Tesis]. Corvallis (US): Food Science and Technologist, Oregon
State University.
Lawson BW, Zeidler A, Rubenstein A. 1979. Taste detection and preferences in
diabetics and their relatives. J Psycho Med. 41:3.
LMC International and The NutraSweet Company. 2010. Market share of non-
caloric sweeteners. LMC International and The NutraSweet Company
Estimate. [Internet].[diunduh 2017 Okt 10]; Tersedia pada:
http//www.lmc.co.uk.
McClure S. 2009. Examination of the subject-defined 2-AFC.[Tesis]. New York
(US) : Cornell University.
Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 2016. Sensory Evaluation Technique. 5th ed.
Boca Raton (US): CRC Press.
O’Mahony M, Rousseau B. 2002. Discrimination testing: a few ideas, old, and new.
Food Qual Prefer. 14: 157-164.
O’Mahony M. 2013. The tetrad test: looking back, looking forward. J Sensory
Studies. 28(4): 259-263.
Pasquet P, Monneuse M, Simmen B, Marez A, Hladik C. 2006. Relationship
between taste thresholds and hunger under debate. Appetite. 46:63-66.doi:10.
1016/j.appet.2005.09.004.
Pinto FST, Fogliatto FS, Qannari EM. 2014. A method for panelist’ consistency
assessment in sensory evaluations based on the Cronbach’s alpha coefficient.
Food Qual Prefer. 32: 41-47.
Teixeira A, Alvaro R., Calapez T. 2009. Statistical power analysis with Microsoft
Excel: normal tests for one or two means as a prelude to using non-central
distributions to calculate power. [Internet]. [diunduh 2018 Jan 5]; tersedia
pada: www.amstat.org/publications/jse/v17n1/teixeira.html.
Schwab DP. 2005. Research Methods for Organizational Studies. 2nd ed. New
Jersey (US): Lawrence Erlbaum Associates.
Slezak P, Waczulikova L. 2011. Reproducibility and repeatability. Physiol Res.
60:203-205.
Stanislaw H, Todorov N. 1999. Calculation of signal detection theory measures.
Behaviour Research Methods, Instruments, & Computers. 31(1):137-149.
Stone H, Sidel JL. 2004. Sensory Evaluation Practices. 3rd ed. San Diego (US):
Academic Press.
Waimaleongoraek P. 2016. Comparing the performance of the triangle and tetrad
test : a case study for applications by the flavour industry. Di dalam:
30

Waimaleongoraek P, Tey A. Mo J, Delahunty C, Michon C, editor.


Developments in sensory measures Conference of SenseAsia [Internet]. 2016
May 16. [Diunduh pada 2018 May 17]. Tersedia pada:
https://elsevier.conference-services.net/progamme.asp.
Yip D. 1996. Triadic and tetradic taste discrimination testing: Thurstonian and
sequential effects. [Tesis]. Davis (US): University of California.
33

LAMPIRAN

Lampiran 1 Penelitian perbandingan metode uji segitiga dengan uji tetrad

Referensi Jenis sampel yang Jumlah Hasil yang didapatkan


digunakan panelis
(Carlisle Sayur kaleng, buah 31 panelis Produk yang berbeda memiliki
2014) segar, deli meats, dan tak terlatih hasil signifikansi uji tetrad dan
makanan panggang uji segitiga yang berbeda pula
(Yip Larutan NaCl dan air 26 panelis Uji tetrad memiliki d’ yang
1996) yang dimurnikan tak terlatih lebih rendah dibandingkan uji
segitiga sehingga dinyatakan
secara teoritis bahwa uji tetrad
lebih powerful secara statistik
(Garcia Jus apel murni dan 404 anak Uji tetrad memiliki proporsi
et al. dilarutkan jenjang benar lebih banyak
2012) pendidikan dibandingkan uji segitiga (nilai
sekolah d’ tetrad lebih rendah
dasar dibandingkan nilai d’ segitiga)
dan uji.tetrad lebih kuat secara
statistik dibandingkan uji
segitiga
(Ishii et Jus jeruk dan jus apel 456 Uji tetrad memiliki proporsi
al. 2014) panelis benar lebih banyak
dibandingkan uji segitiga
34

Lampiran 2 Kuesioner pengujian sensori

a. Penelitian Pendahuluan
KUESIONER UJI AMBANG DETEKSI

Nama lengkap : Tanggal uji : 12 Februari 2018


Usia : tahun Booth :

Instruksi :
1. Di hadapan Anda terdapat 6 set sampel, pada setiap set terdapat 2 sampel.
2. Awali pengujian dengan berkumur menggunakan air putih yang tersedia.
3. Cicip enam set sampel yang tersedia di depan Anda. Lakukan pencicipan
secara urut dari kiri (set 1) ke kanan (set 6) dengan memindahkan sampel
menggunakan sendok dari wadah sampel ke sendok yang tersedia.
4. Lakukan penetralan secara berkumur-kumur dengan air yang disediakan
setiap akan berganti sampel.
5. Identifikasi sampel yang “lebih manis” / “lebih pahit”.
6. Agar lebih yakin dengan penilaian Anda, diperbolehkan mengulang
pencicipan antar sampel dalam 1 set. Anda tidak diperbolehkan
mengulang pencicipan antar set yang berbeda.
7. Setelah yakin dengan jawaban Anda, tuliskan tiga digit angka dari wadah
sampel ke dalam tabel di bawah.
8. Lanjutkan pencicipan pada set ke-2 hingga ke-6 dengan cara seperti di atas.
Sampel manis Sampel pahit

Komentar : .....................................................................................................

b. Uji ambang deteksi

KUESIONER UJI AMBANG DETEKSI


Nama lengkap : Tanggal pengujian : 2018
Usia : tahun

Instruksi :
1. Di hadapan Anda terdapat 4 set sampel, pada setiap set terdapat 2 sampel.
2. Awali pengujian dengan berkumur menggunakan air putih yang tersedia.
3. Cicip empat set sampel yang tersedia di depan Anda. Lakukan pencicipan
secara urut dari set 1 ke set 4 dengan memindahkan sampel menggunakan
sendok dari wadah sampel ke sendok yang tersedia.
4. Lakukan penetralan secara berkumur-kumur dengan air yang disediakan
setiap akan berganti sampel.
35

5. Identifikasi sampel yang “lebih manis” / “lebih pahit”.


6. Agar lebih yakin dengan penilaian Anda, diperbolehkan mengulang
pencicipan antar sampel dalam 1 set. Anda tidak diperbolehkan
mengulang pencicipan antar set yang berbeda.
7. Setelah yakin dengan jawaban Anda, tuliskan tiga digit angka dari wadah
sampel ke dalam tabel di bawah.
8. Lanjutkan pencicipan pada set ke-2 hingga ke-4 dengan cara seperti di atas.
Sampel manis Sampel pahit

Komentar :
..........................................................................................................................
c. Uji Segitiga
KUESIONER UJI SEGITIGA

Nama lengkap : Tanggal uji :


Booth : Produk : Pemanis
Instruksi :
1. Di hadapan Anda terdapat 3 sampel produk pemanis yang terdiri dari 2
sampel yang sama dan 1 sampel yang berbeda
2. Cicip sampel secara berurutan dari kiri ke kanan. Pencicipan hanya
diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan.
Setiap pergantian pencicipan sampel satu ke yang lain, lakukan
penetralan dengan air putih.
3. Identifikasi sampel mana yang BERBEDA dengan memasukkan 3 digit
angka yang tertera di wadah sampel yang berbeda pada kolom yang tersedia
di bawah ini
4. Pengujian dilakukan untuk 3 set sampel.

Set Sampel Kode sampel


1
2
3
d. Uji Tetrad
KUESIONER UJI TETRAD

Nama lengkap : Tanggal uji :


Booth : Produk : Pemanis
Instruksi :
1. Di hadapan Anda tersaji 4 sampel dan pengujian sebanyak 3 set sampel
2. Cicip sampel secara berurutan dari kiri ke kanan. Netralkan setiap
pergantian sampel dengan berkumur menggunakan air putih yang
tersedia
36

3. Kelompokkan keempat sampel ke dalam dua kelompok (kelompok A atau


kelompok B) berdasarkan kesamaan sensori secara keseluruhan
4. Beri penilaian Anda dengan memasukkan 3 digit angka yang tertera di
wadah sampel pada kolom yang tersedia
5. Anda diperbolehkan mengulang pencicipan untuk mendapat jawaban yang
diyakini benar
Set sampel Sampel kelompok A Sampel kelompok B
1 ............. dan ............ ............. dan ............
2 ............. dan ............ ............. dan ............
3 ............. dan ............ ............. dan ............
Komentar :
............................................................................................................................
37

Lampiran 3 Tabel peluang correct responses (x104) sebagai fungsi nilai d’ uji
segitiga (Ennis 1993)
38

Lampiran 4 Tabel peluang correct responses (x104) sebagai fungsi nilai d’ uji tetrad
Unspecified (Ennis et al. 1998)
39

Lampiran 5 Tabel Bvalue untuk estimasi nilai variance d’ pada uji segitiga (Bi dan
Ennis 1997)
40

Lampiran 6 Tabel Bvalue untuk estimasi nilai variance d’ pada uji tetrad (Ennis
2012)
41

Lampiran 7 Tabel Z two tailed (Bi dan Ennis 1997)


42

Lampiran 8 Rekap data uji pendahuluan ambang deteksi rasa manis

No Panelis BET Individu Log BET Individu

1 A 0,2449 -0,6109
2 B 0,0707 -1,1505
3 C 0,3464 -0,4604
4 D 0,0707 -1,1505
5 E 0,2449 -0,6109
6 F 0,3464 -0,4604
7 G 0,0707 -1,1505
8 H 0,3464 -0,4604
9 I 0,2449 -0,6109
10 J 0,0707 -1,1505
11 K 0,1414 -0,8495
12 L 0,1414 -0,8495
13 M 0,2449 -0,6109
14 N 0,1414 -0,8495
15 O 0,0707 -1,1505
16 P 0,0707 -1,1505
17 Q 0,3464 -0,4604
18 R 0,1414 -0,8495
19 S 0,0707 -1,1505
20 T 0,0707 -1,1505
21 U 0,0707 -1,1505
22 V 0,0707 -1,1505
23 W 0,0707 -1,1505
24 X 0,0707 -1,1505
25 Y 0,0707 -1,1505
26 Z 0,2449 -0,6109
27 ZA 0,0707 -1,1505
28 ZB 0,2449 -0,6109
29 ZC 0,0707 -1,1505
30 ZD 0,0707 -1,1505
31 ZE 0,0707 -1,1505
32 ZF 0,0707 -1,1505
33 ZG 0,4472 -0,3495
34 ZH 0,0707 -1,1505
35 ZI 0,0707 -1,1505
Jumlah -32.2649
Rata-rata log BET -0.9219
BET grup 0.1197
43

Lampiran 9 Rekap data uji pendahuluan ambang deteksi rasa pahit

No Panelis BET Individu Log BET Individu

1 A 0,0073 -2,1338
2 B 0,0073 -2,1338
3 C 0,0194 -1,7113
4 D 0,0104 -1,9833
5 E 0,0164 -1,7843
6 F 0,0073 -2,1338
7 G 0,0194 -1,7113
8 H 0,0134 -1,8724
9 I 0,0021 -2,6734
10 J 0,0042 -2,3724
11 K 0,0042 -2,3724
12 L 0,0164 -1,7843
13 M 0,0021 -2,6734
14 N 0,0073 -2,1338
15 O 0,0134 -1,8724
16 P 0,0021 -2,6734
17 Q 0,0134 -1,8724
18 R 0,0073 -2,1338
19 S 0,0073 -2,1338
20 T 0,0073 -2,1338
21 U 0,0194 -1,7113
22 V 0,0164 -1,7843
23 W 0,0194 -1,7113
24 X 0,0104 -1,9833
25 Y 0,0194 -1,7113
26 Z 0,0194 -1,7113
27 ZA 0,0194 -1,7113
28 ZB 0,0194 -1,7113
29 ZC 0,0134 -1,8724
30 ZD 0,0134 -1,8724
31 ZE 0,0042 -2,3724
32 ZF 0,0042 -2,3724
33 ZG 0,0164 -1,7843
34 ZH 0,0164 -1,7843
35 ZI 0,0164 -1,7843
Jumlah -70.1706
Rata-rata log BET -2.0049
BET Grup -0.0099
44

Lampiran 10 Rekap data uji ambang deteksi rasa manis panelis nondiabetes tanpa
riwayat diabetes
BET Individu Log BET Individu
No Panelis
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1 AA 0,1414 0,0707 -0,8495 -1,1505
2 AB 0,1414 0,1414 -0,8495 -0,8495
3 AC 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
4 AD 0,2449 0,3464 -0,6109 -0,4604
5 AE 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8496
6 AF 0,1414 0,3464 -0,8495 -0,4604
7 AG 0,1414 0,2449 -0,8495 -0,6109
8 AH 0,2449 0,0707 -0,6109 -1,1505
9 AI 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
10 AJ 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
11 AK 0,0707 0,2449 -1,1505 -0,6109
12 AL 0,4472 0,0707 -0,3495 -1,1505
13 AM 0,1414 0,0707 -0,8495 -1,1505
14 AN 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
15 AO 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
16 AP 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
17 AQ 0,4472 0,3464 -0,3495 -0,4604
18 AR 0,1414 0,3464 -0,8495 -0,4604
19 AS 0,2449 0,2449 -0,6109 -0,6109
20 AT 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
21 AU 0,1414 0,3464 -0,8495 -0,4604
22 AV 0,3464 0,2449 -0,4604 -0,6109
23 AW 0,3464 0,3464 -0,4604 -0,4604
24 AX 0,4472 0,3464 -0,3495 -0,4604
25 AZ 0,3464 0,1414 -0,4604 -0,8495
26 AZA 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
27 AZB 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
28 AZC 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
29 AZD 0,1414 0,0707 -0,8495 -1,1505
30 AZE 0,1414 0,3464 -0,8495 -0,4604
31 AZF 0,1414 0,3464 -0,8495 -0,4604
32 AZG 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
33 AZH 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
34 AZI 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
Jumlah -30.0150 -28.6410
Rata-rata log BET -0.8828 -0.8424
BET Grup 0.1310 0.1438
45

Lampiran 11 Rekap data uji ambang deteksi rasa pahit nondiabetes tanpa riwayat
diabetes
BET Individu Log BET Individu
No Panelis
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1 AA 0,0104 0,0073 -1,9833 -2,1338
2 AB 0,0134 0,0021 -1,8724 -2,6734
3 AC 0,0021 0,0021 -2,6734 -2,6734
4 AD 0,0104 0,0042 -1,9833 -2,3724
5 AE 0,0134 0,0073 -1,8724 -2,1338
6 AF 0,0042 0,0021 -2,3724 -2,6734
7 AG 0,0104 0,0021 -1,9833 -2,6734
8 AH 0,0021 0,0021 -2,6734 -2,6734
9 AI 0,0104 0,0073 -1,9833 -2,1338
10 AJ 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
11 AK 0,0073 0,0104 -2,1338 -1,9833
12 AL 0,0073 0,0042 -2,1338 -2,3724
13 AM 0,0042 0,0073 -2,3724 -2,1338
14 AN 0,0104 0,0073 -1,9833 -2,1338
15 AO 0,0021 0,0073 -2,6734 -2,1338
16 AP 0,0021 0,0073 -2,6734 -2,1338
17 AQ 0,0021 0,0042 -2,6734 -2,3724
18 AR 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
19 AS 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
20 AT 0,0021 0,0073 -2,6734 -2,1338
21 AU 0,0134 0,0073 -1,8724 -2,1338
22 AV 0,0073 0,0104 -2,1338 -1,9833
23 AW 0,0021 0,0042 -2,6734 -2,3724
24 AX 0,0042 0,0021 -2,3724 -2,6734
25 AZ 0,0021 0,0073 -2,6734 -2,1338
26 AZA 0,0042 0,0073 -2,3724 -2,1338
27 AZB 0,0021 0,0073 -2,6734 -2,1338
28 AZC 0,0021 0,0073 -2,6734 -2,1338
29 AZD 0,0021 0,0073 -2,6734 -2,1338
30 AZE 0,0042 0,0021 -2,3724 -2,6734
31 AZF 0,0042 0,0073 -2,3724 -2,1338
32 AZG 0,0042 0,0021 -2,3724 -2,6734
33 AZH 0,0021 0,0042 -2,6734 -2,3724
34 AZI 0,0073 0,0073 -2,1338 -2,1338
Jumlah -78.7059 -77.2834
Rata-rata log BET -2.3149 -2.2730
BET Grup 0.0048 0.0053
46

Lampiran 12 Rekap data uji ambang deteksi rasa manis nondiabetes dengan
riwayat diabetes
BET Individu Log BET Individu
No Panelis
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1 BA 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
2 BB 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
3 BC 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
4 BD 0,2449 0,1414 -0,6109 -0,8495
5 BE 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
6 BF 0,0707 0,2449 -1,1505 -0,6109
7 BG 0,1414 0,0707 -0,8495 -1,1505
8 BH 0,2449 0,4472 -0,6109 -0,3495
9 BI 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
10 BJ 0,3464 0,3464 -0,4604 -0,4604
11 BK 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
12 BL 0,0707 0,3464 -1,1505 -0,4604
13 BM 0,2449 0,1414 -0,6109 -0,8495
14 BN 0,2449 0,0707 -0,6109 -1,1505
15 BO 0,2449 0,0707 -0,6109 -1,1505
16 BP 0,2449 0,4472 -0,6109 -0,3495
17 BQ 0,2449 0,4472 -0,6109 -0,3495
18 BR 0,2449 0,3464 -0,6109 -0,4604
19 BS 0,3464 0,1414 -0,4604 -0,8495
20 BT 0,2449 0,0707 -0,6109 -1,1505
21 BU 0,4472 0,0707 -0,3495 -1,1505
22 BV 0,4472 0,1414 -0,3495 -0,8495
23 BW 0,2449 0,1414 -0,6109 -0,8495
24 BX 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
25 BZ 0,1414 0,0707 -0,8495 -1,1505
26 BZA 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
27 BZB 0,2449 0,0707 -0,6109 -1,1505
28 BZC 0,2449 0,1414 -0,6109 -0,8495
29 BZD 0,1414 0,1414 -0,8495 -0,8495
30 BZE 0,4472 0,1414 -0,3495 -0,8495
31 BZF 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
32 BZG 0,3464 0,3464 -0,4604 -0,4604
33 BZH 0,2449 0,1414 -0,6109 -0,8495
34 BZI 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
35 BZJ 0,1414 0,0707 -0,8495 -1,1505
Jumlah -27.5758 -30.9526
Rata-rata log BET -0.7879 -0.8844
BET Grup 0.1630 0.1305
47

Lampiran 13 Rekap data uji ambang deteksi rasa pahit nondiabetes dengan
riwayat diabetes
BET Individu Log BET Individu
No Panelis
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1 BA 0,0104 0,0073 -1,9833 -2,1338
2 BB 0,0021 0,0134 -2,6734 -1,8724
3 BC 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
4 BD 0,0042 0,0042 -2,3724 -2,3724
5 BE 0,0073 0,0134 -2,1338 -1,8724
6 BF 0,0073 0,0021 -2,1338 -2,6734
7 BG 0,0134 0,0073 -1,8724 -2,1338
8 BH 0,0042 0,0073 -2,3724 -2,1338
9 BI 0,0042 0,0073 -2,3724 -2,1338
10 BJ 0,0042 0,0134 -2,3724 -1,8724
11 BK 0,0042 0,0042 -2,3724 -2,3724
12 BL 0,0073 0,0021 -2,1338 -2,6734
13 BM 0,0073 0,0104 -2,1338 -1,9833
14 BN 0,0021 0,0042 -2,6734 -2,3724
15 BO 0,0134 0,0104 -1,8724 -1,9833
16 BP 0,0073 0,0073 -2,1338 -2,1338
17 BQ 0,0134 0,0042 -1,8724 -2,3724
18 BR 0,0134 0,0104 -1,8724 -1,9833
19 BS 0,0104 0,0073 -1,9833 -2,1338
20 BT 0,0021 0,0021 -2,6734 -2,6734
21 BU 0,0021 0,0134 -2,6734 -1,8724
22 BV 0,0021 0,0021 -2,6734 -2,6734
23 BW 0,0134 0,0134 -1,8724 -1,8724
24 BX 0,0104 0,0021 -1,9833 -2,6734
25 BZ 0,0021 0,0021 -2,6734 -2,6734
26 BZA 0,0042 0,0021 -2,3724 -2,6734
27 BZB 0,0134 0,0104 -1,8724 -1,9833
28 BZC 0,0042 0,0073 -2,3724 -2,1338
29 BZD 0,0042 0,0042 -2,3724 -2,3724
30 BZE 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
31 BZF 0,0134 0,0134 -1,8724 -1,8724
32 BZG 0,0021 0,0042 -2,6734 -2,3724
33 BZH 0,0042 0,0073 -2,3724 -2,1338
34 BZI 0,0021 0,0042 -2,6734 -2,3724
35 BZJ 0,0073 0,0073 -2,1338 -2,1338
Jumlah -78.5642 -77.5475
Rata-rata log BET -0.2447 -2.2156
BET Grup 0.0057 0.0061
48

Lampiran 14 Rekap data uji ambang deteksi rasa manis panelis diabetes

BET Individu Log BET Individu


No Panelis
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1 CA 0,3464 0,4472 -0,4604 -0,3495
2 CB 0,1414 0,4472 -0,8495 -0,3495
3 CC 0,0707 0,1414 -1,1505 -0,8495
4 CD 0,3464 0,4472 -0,4604 -0,3495
5 CE 0,2449 0,3464 -0,6109 -0,4604
6 CF 0,2449 0,2449 -0,6109 -0,6109
7 CG 0,1414 0,1414 -0,8495 -0,8495
8 CH 0,2449 0,2449 -0,6109 -0,6109
9 CI 0,2449 0,0707 -0,6109 -1,1505
10 CJ 0,3464 0,4472 -0,4604 -0,3495
11 CK 0,2449 0,3464 -0,6109 -0,4604
12 CL 0,4472 0,4472 -0,3495 -0,3495
13 CM 0,0707 0,3464 -1,1505 -0,4604
14 CN 0,2449 0,3464 -0,6109 -0,4604
15 CO 0,1414 0,1414 -0,8495 -0,8495
16 CP 0,4472 0,3464 -0,3495 -0,4604
17 CQ 0,2449 0,2449 -0,6109 -0,6109
18 CR 0,4472 0,4472 -0,3495 -0,3495
19 CS 0,3464 0,3464 -0,4604 -0,4604
20 CT 0,3464 0,3464 -0,4604 -0,4604
21 CU 0,3464 0,3464 -0,4604 -0,4604
22 CV 0,0707 0,0707 -1,1505 -1,1505
23 CW 0,4472 0,4472 -0,3495 -0,3495
24 CX 0,4472 0,4472 -0,3495 -0,3495
25 CZ 0,3464 0,2449 -0,4604 -0,6109
26 CZA 0,4472 0,2449 -0,3495 -0,6109
27 CZB 0,4472 0,2449 -0,3495 -0,6109
28 CZC 0,3464 0,2449 -0,4604 -0,6109
29 CZD 0,3464 0,3464 -0,4604 -0,4604
30 CZE 0,3464 0,2449 -0,4604 -0,6109
31 CZF 0,3464 0,3464 -0,4604 -0,4604
Jumlah -17.7874 -17.1369
Rata-rata log BET -0.5738 -0.5528
BET Grup 0.2668 0.2800
49

Lampiran 15 Rekap data uji ambang deteksi rasa pahit panelis diabetes

BET Individu Log BET Individu


No Panelis
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1 CA 0,0134 0,0134 -1,8729 -1,8724
2 CB 0,0134 0,0104 -1,8724 -1,9833
3 CC 0,0134 0,0134 -1,8724 -1,8724
4 CD 0,0134 0,0104 -1,8724 -1,9833
5 CE 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
6 CF 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
7 CG 0,0134 0,0134 -1,8724 -1,8724
8 CH 0,0134 0,0104 -1,8724 -1,9833
9 CI 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
10 CJ 0,0021 0,0104 -2,6734 -1,9833
11 CK 0,0073 0,0104 -2,1338 -1,9833
12 CL 0,0134 0,0073 -1,8724 -2,1338
13 CM 0,0021 0,0073 -2,6734 -2,1338
14 CN 0,0134 0,0134 -1,8724 -1,8724
15 CO 0,0073 0,0134 -2,1338 -1,8724
16 CP 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
17 CQ 0,0042 0,0073 -2,3724 -2,1338
18 CR 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
19 CS 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
20 CT 0,0134 0,0104 -1,8724 -1,9833
21 CU 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
22 CV 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
23 CW 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
24 CX 0,0073 0,0104 -2,1338 -1,9833
25 CZ 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
26 CZA 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
27 CZB 0,0104 0,0104 -1,9833 -1,9833
28 CZC 0,0104 0,0134 -1,9833 -1,8724
29 CZD 0,0134 0,0134 -1,8724 -1,8724
30 CZE 0,0134 0,0042 -1,8724 -2,3724
31 CZF 0,0104 0,0073 -1,9833 -2,1338
Jumlah -62.4826 -60.9201
Rata-rata log BET -2.0156 -1.9652
BET Grup 0.0096 0.0108
50

Lampiran 16 Uji lanjut Duncan nilai BET antar grup panelis

ANOVA

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
BET_manis Between
.693 2 .346 24.469 .000
Groups
Within
2.789 197 .014
Groups
Total 3.482 199
BET_pahit Between
.001 2 .000 29.834 .000
Groups
Within
.002 197 .000
Groups
Total .003 199

BET_manis
a,b
Duncan
Subset for alpha =
0.05
Grup_panelis N 1 2
Grup panelis non diabetes non
68 .172610
keturunan
Grup panelis non diabetes keturunan 70 .181541
Grup panelis diabetes 62 .304158
Sig. .666 1.000

BET_pahit
a,b
Duncan
Subset for alpha =
0.05
Grup_panelis N 1 2
Grup panelis non diabetes non
68 .006129
keturunan
Grup panelis non diabetes keturunan 70 .007140
Grup panelis diabetes 62 .010744
Sig. .103 1.000
51

Lampiran 17 Rekap data perhitungan nilai Pc pemanis A

Segitiga Tetrad
Non
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
keturunan Total Total
1 2 1 2
Benar 15 18 33 23 20 43
Salah 19 16 35 11 14 25
Total 34 34 68 34 34 68
Pc 0,4412 0,5294 0,4853 0,6765 0,5882 0,6324

Segitiga Tetrad
Keturunan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 16 14 30 15 16 31
Salah 19 21 40 20 19 39
Total 35 35 70 35 35 70
Pc 0,4571 0,4000 0,4286 0,4286 0,4571 0,4429

Segitiga Tetrad
Diabetes Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 11 13 24 14 14 28
Salah 20 18 38 17 17 34
Total 31 31 62 31 31 62
Pc 0,3548 0,4194 0,3871 0,4516 0,4516 0,4516
52

Lampiran 18 Rekap data perhitungan nilai Pc pemanis B

Segitiga Tetrad
Non
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
keturunan Total Total
1 2 1 2
Benar 15 18 33 16 16 32
Salah 19 16 35 18 18 36
Total 34 34 68 34 34 68
Pc 0,4412 0,5294 0,4853 0,4706 0,4706 0,4706

Segitiga Tetrad
Keturunan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 14 17 31 14 15 29
Salah 21 18 39 21 20 41
Total 35 35 70 35 35 70
Pc 0,4000 0,4857 0,4429 0,4000 0,4286 0,4143

Segitiga Tetrad
Diabetes Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 10 12 22 11 19 30
Salah 21 19 40 20 12 32
Total 31 31 62 31 31 62
Pc 0,3226 0,3871 0,3548 0,3548 0,6129 0,4839
53

Lampiran 19 Rekap data perhitungan nilai Pc pemanis C

Segitiga Tetrad
Non
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
keturunan Total Total
1 2 1 2
Benar 15 17 32 23 21 44
Salah 19 17 36 11 13 24
Total 34 34 68 34 34 68
Pc 0,4412 0,5000 0,4706 0,6765 0,6176 0,6471

Segitiga Tetrad
Keturunan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 16 15 31 18 20 38
Salah 19 20 39 17 15 32
Total 35 35 70 35 35 70
Pc 0,4571 0,4286 0,4429 0,5143 0,5714 0,5429

Segitiga Tetrad
Diabetes Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 15 14 29 19 14 33
Salah 16 17 33 12 17 29
Total 31 31 62 31 31 62
Pc 0,4839 0,4516 0,4677 0,6129 0,4516 0,5323
54

Lampiran 20 Rekap data perhitungan nilai Pc semua grup panelis

Segitiga Tetrad
Pemanis A Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 42 45 87 52 50 102
Salah 58 55 113 48 50 98
Total 100 100 200 100 100 200
Pc 0,4200 0,4500 0,4350 0,5200 0,5000 0,5100

Segitiga Tetrad
Pemanis B Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 39 47 86 41 50 91
Salah 61 53 114 59 50 109
Total 100 100 200 100 100 200
Pc 0,3900 0,4700 0,4300 0,4100 0,5000 0,4550

Segitiga Tetrad
Pemanis C Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 Total 1 2 Total
Benar 46 46 92 60 55 115
Salah 54 54 108 40 45 85
Total 100 100 200 100 100 200
Pc 0,4600 0,4600 0,4600 0,6000 0,5500 0,5750
55

Lampiran 21 Descriptive statistics korelasi nilai BET dengan hasil uji beda

Variabel Rata-rata Standar deviasi


BET manis 0.1859 0.0656
BET pahit 0.0071 0.0024
Pc segitiga 0.4406 0.0447
d’ segitiga 1.1134 0.3013
Pc tetrad 0.5131 0.0826
Variance d’ segitiga 0.1718 0.1275
d’ tetrad 1.0569 0.2919
Variance d’ tetrad 0.0512 0.0110
Perceptual noise 0.0982 0.3602

Perhitungan Pearson correlation nilai BETdengan hasil uji beda

*Korelasi signifikan pada taraf signifikansi 0.01 (two tailed)


**Korelasi signifikan pada taraf signifikansi 0.05 (two tailed)
56

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 13


September 1995 sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara
dari pasangan Muh Jaril dan Andawiyah. Penulis menempuh
pendidikan di TK RA Masyitoh Kauman Trasan, SD Negeri
Trasan 1 Bandongan, dan SMP Negeri 4 Magelang. Penulis
lulus pada tahun 2014 dari SMA Negeri 3 Magelang. Penulis
diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui
jalur SNMPTN di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi, kepanitiaan,
dan komunitas baik yang ada di kampus maupun luar kampus. Tahun pertama di
IPB, penulis aktif di klub asrama Tutor Sebaya. Tahun kedua, penulis aktif di
organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian sebagai
sekretaris dan bendahara komisi dan dilanjutkan di tahun ketiga sebagai sekretaris
umum. Penulis juga mengikuti keanggotaan lembaga swadaya masyarakat Inovasia
(Inovasi untuk Indonesia) selama dua tahun sebagai anggota dan sekretaris divisi
Digital Marketing dan Komunikasi. Penulis aktif di beberapa kepanitiaan baik
tingkat departemen, fakultas, maupun kampus dengan peran sebagai sekretaris,
public relation, dan tim acara. Sejak tahun kedua, penulis aktif mengikuti beberapa
perlombaan terkait karya ilmiah, bussiness plan, dan menulis karya fiksi seperti
puisi dan cerpen yang beberapa kali mendapatkan juara. Bidang karya ilmiah,
penulis rutin mengikuti PKM Gagasan Tertulis dan PKM Penelitian yang lolos
didanai. Penulis juga lolos didanai kompetisi yang diadakan oleh Tanoto Students
Research Award pada tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai