Anda di halaman 1dari 33

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Electronic Word of Mouth

2.1.1 Pengertian Electronic Word of Mouth (E-WOM)

Pesan Elektronic Word Of Mouth bukanlah komunikasi

interpersonal secara murni karena bisa diakses banyak orang. Namun, itu

bukan pula seluruhnya komunikasi massa, karena hanya ditujukan untuk

orang-orang tertentu saja. Hasan (2010) Word of Mouth Marketing

adalah sebuah bentuk tertua dari periklanan, dimana orang-orang yang

memberikan informasi dan membuat rekomendasi jujur kepada orang

lain tentang merek, produk barang atau jasa dan layanan. Word of Mouth

Marketing terutama didorong oleh “influencer”, dari orang-orang yang

telah berhasil menggunakan produk dan pelayanan yang secara alami

terinspirasi untuk berbicara positif baik secara online maupun offline

Definisi lain juga berarti bahwasannya komunikasi Electronic Word

Of Mouth ialah pernyataan positif ataupun negatif yang diutarakan oleh

calon pelanggan potensial, pelanggan nyata, bahkan mantan pelanggan

terhadap suatu barang, jasa, ataupun perusahaan yang bisa diakses

melalui internet oleh banyak orang atau institusi (Hennig-Thurau, et al,

2009). Schiffman dan Kanuk (2010) mendefinisikan E-WOM sebagai

Word of Mouth yang dilakukan secara online. Menurut Wijaya &

Paramitha (2014) menyebutkan bahwa meskipun mirip dengan bentuk

WOM, E-WOM menawarkan berbagai cara untuk bertukar informasi,


9

banyak juga diantaranya secara anonim atau secara rahasia. Hal ini

dilakukan untuk memberikan kebebasan geografis dan temporal, apalagi

E-WOM memiliki setidaknya beberapa diantaranya bersifat permanen

berupa tulisan.

Ada kesamaan antara dua definisi E-WOM berdasarkan penjelasan

diatas. E-WOM ialah antara lain pesan Word Of Mouth yang disampaikan

oleh pelanggan (pelanggan potensial, pelanggan nyata, dan mantan

pelanggan) melalui media internet. Novak dan Hoffman (2008)

mengungkapkan bahwa E-WOM mempunyai beberapa karakteristik

seperti:

a. Dialog terjadi pada konteks elektronik yang di mana tidak ada

pertemuan dengan bertatap muka yang terjadi. Komunikasi tidak

terjadi secara langsung dari keyboard ke keyboard, tetapi dalam

bentuk pembacaan pesan secara pasif di Internet atau penulisan

pesan secara aktif.

b. Komunikasi Word Of Mouth tidak berlangsung lama (segera

setelah itu berakhir), tetapi komunikasi E-WOM akan

terdokumentasikan dan menjadi rujukan untuk orang lain di masa

mendatang.

c. Komunikasi Electronic Word Of Mouth akan lebih banyak terjadi

dalam konteks goal oriented daripada experimentally oriented.

Ada beberapa dimensi yang mendasari alasan penggunaan

komunikasi E-WOM di media online: (1) Kekuatan ikatan (tie strength),

yaitu tingkat keintiman dan frekuensi interaksi antara pencari informasi


10

dan sumbernya; (2) Kesamaan (similarity), yaitu kesamaan antara

anggota, baik dalam demografi dan gaya hidup; (3) Kredibilitas sumber

informasi (source credibility), yaitu persepsi pencari informasi tentang

keahlian / kompetensi penyedia informasi atau saran (Schiffman dan

Kanuk, 2010).

Sebagian peneliti mencoba untuk menerjemahkan apa yang menjadi

motivasi setiap individu sehingga mendorong untuk membaca

komunikasi E-WOM di media online. Seperti yang ungkapkan oleh

Hennig-Thurau dan Walsh (2008), motivasi ini termasuk untuk

mengurangi resiko pembelian, untuk mempersingkat waktu dalam

mencari informasi, belajar tentang bagaimana barang tersebut digunakan,

untuk mengurangi hal-hal yang tidak pasti, untuk menetapkan tingkat

sosial, rasa memiliki dalam komunitas virtual, mendapat keuntungan

finansial serta mempelajari produk-produk baru yang sedang beredar di

pasaran. Sama halnya seperti pendapat itu, Goldsmith dan Horowitz

(2011), juga mengungkapkan bahwa motivasi konsumen untuk mencari

opini di media online agar dapat mengurangi resiko pembelian, sebab

konsumen lain juga melakukannya, dan memastikan bahwa mereka

mendapatkan harga terendah, sehingga mudah untuk mendapat informasi,

karena tidak disengaja, karena menarik, karena distimulasi oleh sumber

informasi offline serta memperoleh informasi pra-pembelian.


11

2.1.2 Karakteristik E-WOM

Menurut Hasan (2010) karakter dari E-WOM terdiri dari valensi,

fokus, waktu, permohonan, dan intervensi. Berikut penjelasan dari

karakteristik tersebut :

a. Valensi

Word of mouth bisa bersifat positif atau negatif tergantung dari

sudut pandang pemasaran. WOM positif terjadi saat berita baik dari

testimonial dan dukungan yang diinginkan oleh perusahaan

diungkapkan. Sedangkan Word Of Mouth negatif sebaliknya. Perlu

digarisbawahi bahwa apapun yang negatif dari perspektif perusahaan

akan dianggap sangat positif menurut perspektif pelanggan. Bukan

hanya kekuatannya, tapi juga kapasitasnya setelah pembelian, Word

Of Mouth yang dipengaruhi oleh manajemen perusahaan.

b. Fokus

Pemasaran yang meninjau pada pasar agar lebih dikenal, fokus

pemasar E-WOM merupakan pelanggan yang memelihara dan

membangun hubungan agar saling menguntungkan dalam berbagai

peran kunci konsumen (end user sekaligus mediator), pemasok

(aliansi), karyawan, influencer, rekrutmen, dan komender. Fokus E-

WOM ialah konsumen yang terpuaskan, mereka akan

mengkomunikasikan kepada calon konsumen. Yang artinya, fungsi E-

WOM ialah untuk membuat loyalitas konsumen dengan merubah

prospek menjadikannya konsumen dan selanjutnya partner marketing

bisnis.
12

c. Waktu

Saran Electronic Word Of Mouth dapat dibuat setelah bahkan

sebelum pembelian. E-WOM bisa bertindak menjadi sumber penting

informasi saat pra-pembelian, dan biasanya disebut masukan E-WOM.

Konsumen bisa menjadi E-WOM jika mereka sudah membeli barang

ataupun dari pengalaman konsumsi.

d. Permohonan

Sebagian Electronic Word Of Mouth berasal dari komunikasi

konsumen. E-WOM dapat juga ditawarkan tanpa permintaan, ketika

susah menemukan pembicara, Word Of Mouth bisa diberikan tanpa

permintaan dari konsumen. Akan tetapi, ketika informasi yang

dominan muncul dari harapan yang mencari anjuran lain dari para

pemimpin opini atau orang-orang yang berpengaruh, maka pemimpin

opini tersebut jadi salah satu tujuannya yang dapat diterima sebagai E-

WOM marketing jaringan sosial.

e. Intervensi

Walaupun Electronic Word Of Mouth dapat diberikan secara

spontan, semakin banyak pula perusahaan melakukan campur tangan

dengan lebih aktif untuk mendorong serta mengelola kegiatan E-

WOM. Mengelola E-WOM sehingga bisa bekerja pada level pribadi

ataupun organisasi. Individu yang dicari ialah mereka yang secara

aktif dapat merancang dan memberikan E-WOM mereka sendiri atau

yang dapat berfungsi sebagai contoh bagi mereka yang akan

mengikuti.
13

2.1.3 Indikator E-WOM

Yi-Shuang Wu, et al, (2013) Electronic Word Of Mouth bisa dibagi

menjadi tiga indikator yaitu:

a. Electronic Word Of Mouth Quality

Berdasarkan kualitas Electronic Word Of Mouth bisa dilihat

melalui beberapa aspek sebagai berikut:

1) Kualitas isi pesan yang disampaikan secara online (The online

review/comment is clear).

2) Kemudahan pesan untuk dipahami (The online review/comment is

understandable).

3) Kemampuan pesan untuk memberikan solusi atau manfaat (The

online review/comment is helpful).

4) Kehandalan dan keakuratan pesan yang disampaikan (The online

review/comment is credible).

5) Pesan yang disampaikan memberikan dampak positif bagi produk

atau jasa yang diberitakan (The online review/comment has

sufficient reasons supporting the opinions).

6) Pesan memiliki kualitas yang baik (In general, the quality of each

online review/comment is high).

b. E-WOM Quantity

1) Banyaknya jumlah komentar atau pesan yang disampaikan (The

number of online review/commend is large, inferring that the

product is popular).
14

2) Pesan yang disampaikan berupa pesan positif dan menjual (The

quantity of online review/comment information is great, inferring

that the product has good sales).

3) Komentar atau pesan yang disampaikan mengandung rekomendasi

tentang reputasi yang baik terhadap produk (Highly ranking and

recommendation, inferring that the product has good reputations).

c. Sender’s Expertise

1) Orang yang menyampaikan pesan sangat berpengalaman

dibidangnya (The persons who provided online reviews/comments

are experienced).

2) Orang yang menyampaikan pesan sangat memahami produk atau

perusahaan yang direviewnya (The persons who provided online

reviews/comments have abundant knowledge toward the product).

3) Orang yang menyampaikan pesan memiliki kemampuan menilai

yang baik (The persons who provided online reviews/comments

have the ability on judgment).

4) Orang yang menyampaikan pesan memiliki pandangan yang

berbeda tentang produk yang disampaikan (This person provided

some different ideas than other sources).

5) Pesan yang disampaikan berbeda dengan orang lain (This person

mentioned some things had not considered).


15

2.2 Keputusan Pembelian

2.2.1 Pengertian Keputusan Pembelian

Dalam hidup manusia tidak terlepas pada aktivitas jual beli.

Biasanya orang akan membuat keputusan pembelian terlebih dahulu

sebelum membeli sebuah produk. Keputusan pembelian adalah aktivitas

seseorang yang terlibat langsung untuk mengambil keputusan dalam

melakukan pembelian pada produk yang ditawarkan oleh penjual.

Menurut Kotler dan Armstrong (2012), pengertian dari keputusan

pembelian adalah langkah pada mekanisme pengambilan keputusan

pembeli yang di mana pelanggan tersebut benar-benar melakukan

pembelian. Pengambilan keputusan adalah sebuah aktivitas seseorang

yang terlibat langsung dalam memperoleh serta menggunakan produk

yang ditawarkan. Makna lainnya dari keputusan pembelian ialah

keputusan pembeli atas merek apa yang akan dibeli. Pelanggan juga bisa

membuat niatan dalam membeli merek yang paling disukainya.

Keputusan pembelian adalah sebuah proses pengambilan keputusan

tentang pembelian yang terdiri dari menentukan apa yang akan dibeli

atau tidak dalam pembelian (Kotler dan Amstrong, 2012).

Menurut Kotler (2015), “Keputusan pembelian adalah Suatu tahap

dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap untuk melakukan

pembelian atau pertukaran antara uang dan janji untuk membayar dengan

hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa”. Kotler (2015)

pun menyatakan bahwa maksud dari keputusan pembelian merupakan

proses dalam menyelesaikan masalah yang terdiri dari menganalisis atau


16

memperkenalkan keinginan dan kebutuhan sampai perilaku pasca

pembelian.

Peter dan Olson (2014), mengatakan bahwa keputusan pembelian

merupakan proses menggabungkan keahlian dalam menilai dua atau

lebih pilihan perilaku dan memilih salah satu diantaranya. Sedangkan

Schiffman dan Kanuk (2010), mengatakan keputusan pembelian ialah

kegiatan memilih dari suatu tindakan berdasarkan dua atau lebih

alternatif.

Setiadi (2008), mengatakan bahwa ketika konsumen mengambil

keputusan dapat digambarkan sebagai sebuah pemecahan masalah. Saat

melakukan pengambilan keputusan, pelanggan mempunyai tujuan atau

perilaku mana yang akan mereka lakukan agar memperoleh tujuan itu.

Jadi ini bisa membantu menyelesaikan permasalahnya. Kemudian

dijelaskan penyelesaian masalah adalah suatu arus timbal balik yang

berkelanjutan antara proses kognitif dan afektif, faktor lingkungan, serta

tindakan perilaku. Langkah pertama adalah memahami bahwa adanya

masalah. Setelah itu terjadi penilaian kepada alternatif yang ada dan

tindakan yang paling tepat dipilih. Pada langkah berikutnya, pembelian

ditunjukkan pada suatu kegiatan bahwa dengannya produk yang sudah

ditentukan atau dipilih pada akhirnya akan digunakan dan pelanggan

akan melakukan penilaian kembali atas keputusannya yang sudah

diambil.

Selanjutnya menurut Pranoto, (2008), menjelaskan bahwa

pengambilan keputusan dari pelanggan untuk membeli suatu barang atau


17

jasa dimulai atas kesadaran untuk memenuhi keperluan maupun

keinginan mereka dan mengetahui masalah seterusnya, maka pengguna

akan melakukan tahapan yang pada akhirnya mencapai tahapan penilaian

ulang setelah membeli.

Kemudian Assauri (2009), menuturkan bahwa keputusan

pembelian merupakan sebuah kegiatan dalam pengambilan keputusan

akan pembelian yang termasuk dalam penentuan apakah yang akan dibeli

atau tidak dibeli dan keputusan tersebut didapatkan dari kegiatan-

kegiatan sebelumnya.

Dari berbagai definisi pengambilan keputusan yang sudah

dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian

merupakan sebuah proses dalam pengambilan keputusan terhadap

pembelian yang menentukan apakah akan membeli atau tidaknya

pembelian tersebut dimulai dengan kesadaran atas kebutuhan atau

keinginan.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Faktor-faktor yang dipengaruhi oleh perilaku pembelian pelanggan

menurut Kotler (2015):

a. Faktor budaya

Faktor budaya memiliki pengaruh terbesar sekaligus terdalam.

Budaya, sub budaya serta tingkatan sosial sangatlah penting dalam

tingkah laku pembelian. Budaya ialah penentu perilaku dan keinginan

yang mendasar. Sub budaya ini termasuk agama, kumpulan ras,

kebangsaan, serta kawasan geografi. Dan tingkatan sosial ialah


18

klasifikasi sekumpulan orang yang relatif permanen dan homogen,

disusun secara hierarki dan anggotanya mempunyai minat, nilai, dan

perilaku yang sama. Tingkatan sosial bukan sebatas mencerminkan

pendapatan, melainkan sebagai penanda lain seperti pendidikan,

pekerjaan dan kawasan tempat tinggal.

b. Faktor sosial

Tingkah laku konsumen juga berpengaruh pada faktor-faktor sosial

seperti keluarga, kelompok acuan, serta peranan dan status sosial

masyarakat.

1) Keluarga

Keluarga itu sendiri umumnya menjadi sumber orientasi dalam

perilaku. Anak-anak akan cenderung berperilaku seperti orang tua

ketika mereka melihat perilaku orang tua mereka membawa manfaat

atau keuntungan (Mangkunegara, 2012:44).

2) Kelompok Acuan

Kelompok acuan seorang individu terdiri dari semua kelompok

di sekeliling individu yang memiliki pengaruh, baik secara langsung

ataupun tidak langsung pada perilaku seseorang tersebut (Kotler,

2015). Kelompok acuan tersebut berpengaruh terhadap konsep pribadi

dan pendirian seseorang dikarenakan seseorang tersebut umumnya

memiliki hasrat untuk berperilaku sama seperti kelompok acuan

tersebut.

3) Peran dan status dalam masyarakat

Peran merupakan aktifitas yang harus dikerjakan dengan


19

mengacu kepada orang-orang di sekitarnya. Sedangkan status ialah

pengakuan umum dari masyarakat sesuai dengan peranan yang

dijalani. Tiap orang dan status yang mereka kenakan akan

berpengaruh pada perilaku mereka.

c. Faktor pribadi

Karakteristik pribadi juga mempengaruhi suatu keputusan pembeli.

Karakteristik ini terdiri dari tahapan usia dan tahap siklus hidup, gaya

hidup, pekerjaan, kondisi ekonomi, serta konsep diri dan kepribadian

pembeli (Simamora, 2011:9).

1) Usia dan Tahap Siklus Hidup

Seseorang ketika membeli produk ataupun layanan, umumnya

menyesuaikan pada perubahan usia mereka. Pola pada setiap individu

pun berbeda dalam mengkonsumsi dari berbagai usia.

2) Pekerjaan

Pekerjaan seseorang tentu turut berpengaruh pada perilaku

pembelian seseorang. Pendapatan yang didapatkan dari pekerjaan

mereka pun menjadi penentu penting dari perilaku pembelian mereka.

3) Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan pola hidup individu yang tercermin

dalam aktivitas, minat, dan pendapatan mereka. Gaya hidup akan

memiliki pengaruh yang kuat pada pola tindakan dan perilaku

seseorang.

4) Kepribadian

Kepribadian ialah suatu karakter psikologis yang beda dari


20

individu yang menghasilkan respons yang cenderung tetap dan

konsisten pada lingkungannya.

d. Faktor psikologis

Pemilihan seseorang dalam membeli dipengaruhi oleh empat faktor

psikologis utama. Faktor-faktor ini terdiri dari motivasi, persepsi,

pembelajaran serta keyakinan dan sikap. Kebutuhan menjadi motif ketika

didorong ke tingkat intensitas yang memadai. Motif ialah kebutuhan

yang cukup untuk mendorong seseorang bertindak. Persepsi adalah

proses di mana individu memilih, mengatur dan menafsirkan masukan

informasi agar mendapatkan gambaran dunia yang bermakna. Persepsi

setiap individu dapat sangat bervariasi antar satu dengan yang lain dan

mengalami realitas yang sama.

1) Motivasi

Motivasi ialah kebutuhan yang tepat agar mendorong seseorang

untuk bertindak. Seseorang mempunyai berbagai kebutuhan pada

waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis, kebutuhan ini

timbul berdasarkan desakan biologis seperti kelaparan, haus, dan

ketidaknyamanan. Sementara kebutuhan lainnya bersifat psikogenis,

kebutuhan-kebutuhan ini timbul dari desakan psikologis, seperti

kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, ataupun rasa memiliki

dalam kelompok.

2) Persepsi

Persepsi juga dapat mempengaruhi individu dalam membuat

keputusan pembelian tentang apa yang mereka inginkan. Pelanggan


21

akan menunjukkan perilaku mereka setelah mereka melakukan

persepsi terhadap keputusan yang akan mereka ambil untuk membeli

suatu produk.

3) Pembelajaran

(Schiffman dan Kanuk, 2014), pembelajaran merupakan proses

yang akan terus berkembang dan berubah sebagai hasil pembaruan

dari informasi yang diterima (kemungkinan didapat ketika membaca,

diskusi, observasi, berpikir) ataupun berdasarkan pengalaman

sebenarnya, baik informasi yang baru diterima ataupun pengalaman

pribadi yang bertindak sebagai timbal balik untuk seseorang dan

memberikan dasar untuk perilaku masa depan dalam situasi yang

sama.

4) Keyakinan dan Sikap Keyakinan

Keyakinan dan sikap keyakinan merupakan gagasan seseorang

dalam mendeskripsikan sebuah kepercayaan terhadap sesuatu.

Kepercayaan bisa berdasarkan iman, pengetahuan yang asli, dan opini

(Kotler and Armstrong, 2012). Sedangkan sikap merupakan penilaian,

suka atau tidaknya perasaan, dan kecenderungan seseorang terhadap

suatu ide atau objek yang relatif konsisten (Kotler dan Armstrong,

2012).

2.2.3 Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Menurut Alma (2009:139) tahapan dalam proses pengambilan

keputusan pembelian terdiri dari lima tahap, yaitu:


22

a. Pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mendeteksi masalah atau

kebutuhan. Kebutuhan ini dapat dipicu oleh rangsangan internal atau

eksternal. Pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu

kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari berbagai

konsumen, pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling

sering membangkitkan minat dalam kategori yang dapat memicu minat

konsumen.

b. Pencarian informasi

Konsumen yang terangsang oleh kebutuhan mereka akan dipaksa

untuk mencari informasi lebih lanjut. Kita dapat membaginya menjadi

dua level rangsangan. Situasi yang lebih mudah ketika mencari informasi

disebut penguatan perhatian. Pada level ini, orang hanya lebih sensitif

terhadap informasi produk. Pada tingkat berikutnya, orang tersebut dapat

aktif dalam pencarian informasi, mencari bahan bacaan, menelepon

teman, dan mengunjungi toko untuk mencari tahu tentang barang

tertentu. Ada empat kelompok yang dapat digolongkan pada sumber

informasi konsumen:

1) Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan.

2) Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di

toko.

3) Sumber publik: media massa, organisasi penentu peringkat konsumen.

4) Sumber pengalaman: pengenalan, pengkajian, dan pemakaian produk.


23

c. Evaluasi alternatif

Ada beberapa proses penilaian keputusan, dan model paling baru

yang menganggap proses penilaian konsumen sebagai proses yang

berorientasi kognitif, yaitu model terebut menganggap pelanggan

membentuk evaluasi atas produk dengan sangat sadar dan rasional.

Beberapa konsep dasar membantu kita untuk memahami proses evaluasi

konsumen: Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua,

konsumen melihat setiap produk sebagai seperangkat atribut dengan

kemampuan berbeda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut. Konsumen juga memiliki sikap yang

berbeda-beda ketika mereka melihat berbagai atribut yang dianggap

relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian yang besar pada

atribut yang menawarkan manfaat yang dicarinya.

d. Keputusan pembelian

Pada fase penilaian, setiap konsumen membentuk preferensi atas

merek yang terdapat pada kumpulan pilihan. pelanggan ini mungkin pula

berniat membeli merek yang paling disukai. Ada dua faktor yang

memengaruhi keputusan pembelian pelanggan, pertama adalah sikap

orang lain. Seberapa jauh sikap orang lain mengurangi alternatif yang

disukai seseorang akan bergantung pada dua hal:

1) Faktor pertama adalah intensitas sikap negatif orang lain terhadap

alternatif yang disukai oleh pelanggan dan motivasi konsumen untuk

mengikuti keinginan orang lain. Makin agresif sikap negatif orang lain

dan semakin dekat orang lain tersebut dengan pelanggan, maka


24

semakin banyak pelanggan akan mengubah niat pembeliannya.

2) Yang kedua yaitu faktor situasi yang tidak terduga yang dapat muncul

dan mengubah niat pembelinya, seperti: harga dan manfaat yang

diharapkan.

2.2.4 Peran Dalam Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Kotler & Armstrong (2012:346), menyatakan secara umum

terdapat lima jenis peranan yang bisa dilakukan seseorang dalam

keputusan pembelian meliputi:

a. Pemrakarsa (Initiator)

Pemrakarsa adalah yang pertama kali mengenali kebutuhan atau

kebutuhan yang tidak terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli

barang atau jasa tertentu.

b. Pemberi pengaruh (Influencer)

Seseorang yang memberikan pandangan, nasehat, atau pendapat

untuk membantu dalam keputusan pembelian.

c. Pengambil keputusan (Decider)

Ini adalah orang yang menentukan keputusan pembelian, apakah

akan membeli, apa yang dibeli, bagaimana caranya membeli, atau di

mana membelinya.

d. Pembeli (Buyer)

Yaitu orang yang secara nyata melakukan pembelian.

e. Pemakai (User)

Yaitu orang yang mengkonsumsi barang atau jasa atas apa yang

telah dibeli.
25

2.2.5 Struktur Keputusan Pembelian

Menurut (Swastha dan Irawan, 2010:118) Struktur keputusan

pembelian yaitu:

a. Keputusan mengenai jenis produk, pelanggan bisa membuat keputusan

untuk membeli produk atau menggunakan uangnya untuk keperluan

lainnya.

b. Keputusan mengenai bentuk produk, pelanggan bisa mengambil

keputusan untuk membeli suatu produk dengan bentuk tertentu sesuai

dengan seleranya. Keputusan itu melibatkan corak, ukuran, mutu dan

segala hal yang berkaitan dengan produk tersebut.

c. Keputusan mengenai merek, pelanggan membuat keputusan mengenai

merek mana yang akan mereka beli, karena masing-masing merek

memiliki perbedaan tersendiri.

d. Keputusan mengenai penjualnya, pelanggan bisa membuat keputusan

dimana produk yang dibutuhkan tersebut akan dibeli.

e. Keputusan mengenai jumlah produk, pelanggan bisa mengambil

keputusan mengenai berapa banyaknya produk yang akan dibeli.

f. Keputusan mengenai waktu pembelian, pelanggan bisa mengambil

keputusan tentang kapan dia harus melakukan pembelian. Oleh karena itu

perusahaan atau pemasar pada khususnya terus mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam menentukan waktu

pembelian.

g. Keputusan mengenai cara pembayaran, pelanggan dapat membuat

keputusan mengenai metode pembayaran atau cara membayar untuk


26

produk yang dibeli, baik secara tunai ataupun kredit. Keputusan ini bisa

berpengaruh terhadap keputusan tentang penjualan dan jumlah

pembeliannya.

2.2.6 Macam-Macam Keputusan Pembelian

Swastha dan Irawan, (2010: 117) berpendapat bahwasannya

pembelian pelanggan bisa dilihat sebagai kegiatan untuk menyelesaikan

sebuah masalah, dan terdapat tiga jenis situasi, yaitu:

a. Perilaku responsi rutin. Pembelian yang paling sederhana adalah

pembelian yang sering dilakukan dan murah. Dengan kata lain,

pelanggan sudah memahami karakteristik merek saat melakukan

pembelian.

b. Penyelesaian masalah terbatas. Jika pelanggan tidak tahu merek yang

mirip dengan produk favorit mereka, pembelian akan menjadi lebih

kompleks, sehingga mereka membutuhkan informasi lebih lanjut

sebelum memutuskan untuk membeli.

c. Pemecahan masalah ekstensif. Jika pelanggan menemukan jenis barang

yang kurang dipahami tentang rincian produk dan kriteria penggunaan,

pembelian akan menjadi kompleks. Dalam hal ini pelanggan tidak

memiliki informasi yang cukup tentang produk.

2.2.7 Tipe-Tipe Keputusan Pembelian

Setiap pelanggan membuat keputusan yang berbeda dalam periode

tertentu mengenai pencarian, pembelian, penggunaan berbagai produk

dan merek. Berbagai jenis aktivitas kehidupan seringkali harus dilakukan


27

setiap hari oleh setiap konsumen. Konsumen mengambil setiap hari atau

setiap periode tanpa menyadari bahwa mereka telah membuat keputusan.

Pengambilan keputusan konsumen bervariasi tergantung pada jenis

keputusan pembelian. Assael (2011: 25) membedakan empat jenis

perilaku pembelian konsumen menurut tingkat keterlibatan pembeli dan

tingkat perbedaan antara merek. Berikut merupakan gambar jenis

pengambilan keputusan beli:

Tabel 2.1

Empat Jenis Pengambilan Keputusan Beli

KETERLIBATAN KETERLIBATAN

TINGGI RENDAH

PENGAMBILAN Keputusan Perilaku pembelian yang

KEPUTUSAN pembelian yang mencari variasi

rumit

KEBIASAAN Perilaku pembelian Perilaku pembelian karena

pengurang kebiasaan

ketidaknyamanan

Sumber: Assael (2011)

a. Keputusan Pembelian Yang Rumit (Complex Decision Making)

Perilaku pembelian kompleks terdiri dari proses tiga langkah.

Pertama, itu meningkatkan kepercayaan pembeli pada produk. Kedua,

pembeli mengembangkan sikap terhadap produk. Ketiga, pembeli

membuat keputusan pembelian yang cermat. Pelanggan berpartisipasi

pada perilaku pembelian yang kompleks jika mereka sangat terlibat pada
28

pembelian dan menyadari perbedaan besar antar merek. Perilaku

pembelian yang kompleks ini sering terjadi ketika produk itu mahal,

jarang dibeli, berisiko dan sangat mengesankan.

Untuk pelanggan jenis ini, urutan hierarki pengaruh ialah sebagai

berikut: kepercayaan, evaluasi dan perilaku. Pelanggan yang melakukan

pembelian melalui keputusan (kebutuhan muncul, mencari informasi dan

mengevaluasi merek serta melakukan pembelian) dan menaruh tuntutan

tinggi pada pembelian mereka. Dua interaksi ini menyebabkan perilaku

pembelian yang kompleks (complex decision making). Pelanggan

semakin terlibat pada aktivitas pembelian ketika produk yang akan dibeli

mahal, jarang dibeli, berisiko dan sangat berkesan. Biasanya, pelanggan

tidak hanya tahu tentang klasifikasi produk dan tidak belajar banyak

tentang produk. Misalnya, seseorang membeli PC, meskipun mereka

mungkin tidak tahu fitur apa yang harus dicari.

b. Perilaku Pembelian Pengurang Ketidaknyamanan (Brand Loyal)

Terkadang pelanggan sangat terlibat dalam pembelian, tetapi

melihat sedikit perbedaan antara merek yang berbeda. Partisipasi tinggi

didasarkan pada kenyataan bahwa pembelian itu mahal, jarang dilakukan

dan berisiko. Dalam hal ini, pembeli akan berbelanja untuk mencari tahu

apa yang tersedia, tetapi akan membeli cukup cepat, mungkin pembeli

sangat sensitif terhadap harga atau kenyamanan berbelanja.

Jenis perilaku konsumen seperti ini melakukan pembelian secara

berulang-ulang terhadap satu merek tertentu dan konsumen mempunyai

keterlibatan yang tinggi dalam proses pembeliannya. Perilaku pembelian


29

seperti itu mengarah pada loyalitas terhadap merek di antara konsumen

(Brand Loyalty). Misalnya, seseorang berbelanja untuk membeli karpet

(Permadani). Membeli karpet merupakan sebuah keputusan keterlibatan

karena harganya mahal dan terkait dengan identifikasi diri. Namun,

pembeli kemungkinan besar berpendapat bahwa karpet memiliki kualitas

yang sama dengan harga yang hampir sama.

c. Perilaku Pembelian Yang Mencari Variasi (Limted Decision Making)

Banyak produk dibeli berdasarkan kondisi partisipasi pelanggan

rendah dan tanpa perbedaan merek yang signifikan. Mereka pergi ke toko

dan membeli merek tertentu. Jika mereka terus menggunakan merek

yang sama, ini adalah kebiasaan dan bukan loyalitas merek yang kuat.

Ada bukti yang cukup bahwa pelanggan mempunyai sedikit keterkaitan

dalam membeli produk termurah dan paling sering dibeli.

Untuk pelanggan jenis ini, hierarki pengaruh ialah kepercayaan,

perilaku, dan evaluasi. Ini adalah perilaku pelanggan yang melakukan

pembelian melalui suatu keputusan dan merasa kurang terlibat dalam

proses pembelian. Perilaku pembelian seperti itu mengarah pada perilaku

pengambilan keputusan yang terbatas oleh pelanggan. Konsumen jenis

ini akan mencari toko yang menawarkan produk yang murah, jumlahnya

banyak, voucher, sampel gratis, dan mengiklankan karakteristik suatu

produk sebagai dasar atau alasan bagi pelanggan untuk mencoba sesuatu

yang baru.

d. Perilaku Pembelian Karena Kebiasaan

Beberapa situasi pembelian ditandai dengan keterlibatan pelanggan


30

yang sedikit tetapi perbedaan merek yang cukup besar. Dalam situasi itu,

pelanggan sering berganti merek.

Pelanggan pada tipe seperti ini, urutan hierarki pengaruh adalah:

kepercayaan, lalu perilaku. Konsumen ini tidak melakukan evaluasi,

sehingga ketika membeli merek produk, hanya berdasarkan kebiasaan

dan pada saat pembelian konsumen ini kurang terlibat. Perilaku seperti

ini menghasilkan perilaku konsumen yang inertia. Sebagai contoh,

pembelian garam. Konsumen sangat sedikit terlibat dalam membeli

produk jenis ini. Mereka pergi ke toko dan langsung memilih satu merek.

Jika mereka menggunakan merek yang sama, katakanlah Morton Salt itu

karena kebiasaan bukan loyalitas merek. Namun, ada bukti yang cukup

bahwa konsumen tidak terlibat dalam pengambilan keputusan

menyeluruh ketika membeli produk yang harganya murah atau yang

sering mereka beli.

2.2.8. Indikator Keputusan Pembelian

Hsu dan Chang (2008: 66) mengemukakan indikator untuk

mengukur keputusan pembelian sebagai berikut:

a. Keinginan untuk menggunakan produk

b. Keinginan untuk membeli produk

c. Memprioritaskan pembelian suatu produk

d. Kesediaan untuk berkorban (waktu, biaya, dan tenaga) mendapatkan

suatu produk.

Sedangkan Sweeney (2008) menyatakan bahwa indikator

keputusan pembelian adalah buy or not buy berhubungan dengan


31

keyakinan dalam membeli dan would not expect any problem yaitu

harapan untuk tidak mendapatkan masalah atau risiko, serta

pertimbangan untuk mendapatkan manfaat dari produk.

2.3 Komunikasi Pemasaran dengan Teori AIDA

2.3.1 Pengertian Komunikasi dengan Teori AIDA

Terence A. Shimp (2008: 4) dapat mengidentifikasikan komunikasi

pemasaran. “Komunikasi pemasaran adalah aspek penting dalam

keseluruhan misi pemasaran serta penentu suksesnya pemasaran”.

Komunikasi pemasaran bisa juga dipahami melalui penjabaran dua

elemen utama, yaitu komunikasi dan pemasaran. Komunikasi merupakan

proses pemikiran dan pemahaman yang disampaikan antara individu atau

antara organisasi dan individu.

Komunikasi pemasaran ialah salah satu cara yang digunakan oleh

perusahaan untuk memberikan informasi, membujuk, dan mengingatkan

pelanggan secara langsung atau tidak langsung mengenai barang dan

merek yang dijual, menurut pendapat Philip Kotler & Kevin Lane Keller

(2009). Intinya adalah bahwa komunikasi pemasaran adalah pesan dari

merek dan perusahaannya, serta merupakan alat yang dengannya

perusahaan bisa terlibat dalam percakapan dan membangun hubungan

bersama konsumen, tentang mengapa dan bagaimana produk tersebut

digunakan, oleh siapa, kapan dan di mana. Konsumen bisa belajar

tentang produk apa, siapa yang memproduksi, merek apa, siapa yang

mengonsumsi, apa dengan demikian komunikasi pemasarannya memiliki

peran yang sangat penting bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan


32

produk yang dipasarkan kepada pasar sasaran secara luas, dan bahkan

bisa ikut berpartisipasi terhadap kepemilikan merek dengan menanamkan

merek dalam ingatan dan menciptakan citra (image) merek, serta

mendorong tingkatkan penjualan, dan memperluas pasar.

Partisipasi dalam komunikasi pemasaran untuk membentuk

kepemilikan merek melalui kombinasi komunikasi pemasaran (marketing

communication mix) dan kerangka dasar komunikasi umum (periklanan,

promosi penjualan, acara dan pengalaman, hubungan masyarakat dan

periklanan, pemasaran langsung dan pemasaran interaktif, dari mulut ke

mulut dan penjualan pribadi) akan meningkatkan pemahaman pelanggan

akan kesadarannya pada citra merek, respons merek, hubungan merek,

dan merek itu sendiri. Komunikasi pemasaran bertujuan untuk mencapai

tiga tahap perubahan yang ditunjukkan oleh pelanggan. Tahap pertama

yang harus dicapai melalui strategi komunikasi pemasaran adalah tahap

perubahan knowledge (pengetahuan), di mana konsumen mengetahui

keberadaan suatu produk, dan tingkat kedua adalah perubahan sikap

dalam consumer behavior, perubahan sikap ini ditentukan melalui tiga

elemen yang ditunjukkan oleh Sciffman dan Kanuk bahwa tahap

perubahan sikap ditentukan dan conation (perilaku) ketika ketiga

komponen ini menunjukkan kecenderungan untuk berubah (kognitif,

afektif dan konatif).

Pemasaran modern membutuhkan lebih dari sekadar

mengembangkan produk yang baik, menawarkan harga yang menarik

dan membuatnya terjangkau bagi pelanggan sasaran (Kotler, 2012: 604).


33

Perusahaan juga harus berkomunikasi dengan pelanggan yang ada dan

potensial. Tidak ada perusahaan yang dapat menghindari peran

komunikator dan promotor. Untuk berkomunikasi secara efektif,

perusahaan perlu memahami iklan yang sebenarnya.

Perusahaan modern mengelola sistem komunikasi pemasaran yang

kompleks. Perusahaan berkomunikasi dengan perantara, pelanggan, dan

publik. Promosi adalah aliran atau persuasi informasi dalam satu atau dua

arah untuk mengarahkan seseorang atau organisasi ke tindakan yang

menciptakan pertukaran dalam pemasaran (Swastha, 2007: 349). Suatu

produk, baik dalam bentuk barang dan jasa, tidak akan diketahui secara

luas oleh publik tanpa publisitas. Agar pesan menjadi efektif, mengirim

pesan dari pengirim harus berkaitan dengan menerima pesan dari

penerima. Pada dasarnya, pesan adalah tanda bahwa penerima harus

mengenali. Semakin banyak bidang pengalaman pengirim yang cocok

dengan penerima, maka semakin efektif pula pesannya. “Sumber

(pengirim) dapat mengirim, dan tujuan (penerima) dapat menerima,

hanya bila keduanya memiliki pengalaman itu”(Kotler, 2012:605).

Pesan yang akan diterima secara efektif oleh penerima, harus

memenuhi model AIDA (Attention, Interest, Desire, Action), yaitu

memperoleh perhatian (gain attention), menarik minat (hold interest),

membangkitkan keinginan (arouse desire) dan menghasilkan tindakan

(elicit action) (Kotler, 2012: 611). Pada kenyataannya, sebagian kecil

pesan membawa konsumen dari kesadaran untuk membeli, tetapi

kerangka kerja AIDA mempunyai kualitas yang diinginkan.


34

AIDA merupakan salah satu model herarki respon yang digunakan

untuk melihat efek secara hierarki dari promosi suatu produk terhadap

konsumen (Dewi, 2016). Model AIDA muncul pada tahun 1898 dan

dikemukakan oleh E. St. Elmo Lewis. Pada awalnya model ini dikenal

dengan AID (Attention, Interest, dan Desire) dan bertujuan sebagai

pedoman promosi penjualan yang efektif, kemudian pada tahun 1900

AID dikembangkan menjadi AIDA (Attention, Interest, Desire dan

Action) penambahan tahapan Action ini bertujuan untuk menjadi

pedoman promosi penjualan yang sempurna (Wijaya, 2011). Kotler dan

Keller (2009) mengasumsikan bahwa konsumen akan melewati tahap

kognitif, afektif hingga perilaku, oleh karena itu teori AIDA (Attention,

Interest, Desire, Action) merupakan model hierarki dimana suatu pesan

harus memiliki daya tarik atau harus menjadi perhatian, menjadi

ketertarikan, menjadi minat, serta mengambil tindakan.

Gambar 2.1. Model AIDA

Sumber: Kasali (2007: 53)


35

2.3.2 Tahapan Komunikasi Model AIDA

Berikut penjabaran mengenai empat tahapan model AIDA :

a. Attention

Attention adalah tahap pertama pada model AIDA yang artinya

perhatian. Pada tahapan Attention pemasar harus mampu membuat suatu

pesan sebagai media informasi yang mempunyai daya tarik bagi khalayak

sasaran, baik pembaca, pendengar ataupun pemirsa (Kasali, 2007). Pesan

juga harus berisikan suatu pernyataan yang dapat mencuri perhatian

khalayak, berisikan kata atau gambar yang powerful sehingga audiences

fokus dan memperhatikan isi pesan (Rofiq dkk, 2013). Selain tampilan

iklan, frekuensi penayangan iklan harus diperhatikan pula oleh pemasar

agar produk yang diiklankan tertanam dalam benak konsumen. Sedikit

sekali orang yang menggunakan media seperti surat kabar, majalah,

televisi, radio, maupun media sosial hanya sematamata hanya untuk

membeli atau melihat iklan saja kecuali jika mempunyai kebutuhan

mendesak atas produk-produk tertentu, oleh karena itu iklan yang

menarik perhatian yang akan dibaca dan dipahami oleh audiences.

b. Interest

Interest yaitu munculnya rasa ketertarikan konsumen terhadap

produk yang dikenalkan oleh suatu pemasar (Assael, 2012), setelah

perhatian calon pembeli berhasil direbut persoalan yang dihadapi adalah

bagaimana agar audiences berminat dan ingin tahu lebih jauh. Perhatian

harus dapat segera ditingkatkan menjadi ketertarikan sehingga ada

keinginan untuk membaca pesan-pesan yang disampaikan dan timbul


36

rasa ingin tahu di dalam diri calon pembeli, untuk meningkatkan

ketertarikan audiences, media iklan yang digunakan juga harus efektif

untuk menarik perhatian audiences begitu juga pesan yang ditayangkan

harus menjelaskan fitur dan benefit secara langsung agar audiences

terbujuk dan tetap memperhatikan isi pesan.

c. Desire

Desire merupakan tahapan bagaimana cara iklan menggerakan

keinginan konsumen untuk memiliki produk yang diiklankan (Kotler et

al., 2012). Sama halnya dengan pendapat Kasali (2007) Desire

merupakan tahapan dimana audiences memiliki rasa ingin memiliki atau

menikmati produk yang ditawarkan pada iklan. Keinginan audiences

untuk memiliki, memakai, ataupun melakukan sesuatu harus

dibangkitkan, namun biasanya pada tahap ini muncul keraguan dari

audiences mengenai kebenaran isi pesan seperti fitur manfaat maupun

janji-janji yang disampaikan pada iklan. Oleh karena itu iklan harus

memotivasi atau meyakinkan audiences jika produk yang ditwarkan

merupakan kebutuhan yang harus mereka miliki.

d. Action

Menurut Kotler et al. (2009) Action merupakan merupakan upaya

untuk membujuk calon pembeli agar sesegera mungkin melakukan

tindakan pembelian yang nyata. Bujukan yang diajukan berupa harapan

agar audiences segera pergi ke toko, melihat-lihat showroom, mengisi

formulir pemesanan atau setidak-tidaknya mengingat produk dan

membelinya lain waktu. Pada tahapan ini pemasar harus meyakinkan dan
37

meningkatkan kecendrungan audiences untuk melakukan tindakan

pembelian, hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan kata atau

bujukan pada iklan dan kata-kata yang kerap digunakan dalam iklan

seperti “Beli”, “Ayok”, “Dapatkan”, “Mulailah”, “Rasakan”, “Ambil”,

“Percayalah”, “Dapatkan”, “Cobalah”, “Hubungi” dan sebagainya.

2.3.3 Jenis Komunikasi

Berdasarkan cara penyampaian informasi, dapat dibedakan menjadi

2 jenis yaitu komunikasi verbal dan non verbal.

a. Komunikasi Verbal

Agus M. berpendapat bahwa komunikasi verbal adalah komunikasi

yang menggunakan kata-kata, entah secara lisan maupun tulisan.

Komunikasi ini paling umum digunakan dalam hubungan antar manusia.

Melalui kata-kata, mereka mengekspresikan perasaan, emosi, pikiran,

gagasan/ide atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data dan

informasi serta menjelaskannya, bertukar pikiran dan pemikiran, berdebat

satu sama lain dan berkelahi (Agus, 2013).

Agus (2013) mendefinisikan unsur-unsur penting dalam

komunikasi verbal yaitu:

1) Bahasa

Pada dasarnya, bahasa adalah sistem simbolik yang dengannya

orang dapat berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang

bahasa yang digunakan adalah bahasa verbal, baik itu lisan, tertulis

pada kertas, atau dalam bentuk elektronik. Bahasa suatu bangsa atau

suku dihasilkan dari interaksi dan hubungan antar warganya. Suatu


38

bahasa memiliki fungsi, tetapi setidaknya ada tiga fungsi yang terkait

erat dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi

tersebut adalah:

a) Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita.

b) Untuk membina hubungan yang baik antara sesama manusia.

c) Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.

2) Kata

Lambang yang mewakili hal, entah orang, barang, kejadian, atau

keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan

sendiri. Makna kata tidak ada pada pikiran orang. Tidak ada hubungan

langsung antara kata dan hal. Yang berhubungan langsung hanyalah

kata dan pikiran orang (Agus, 2013).

b. Komunikasi non Verbal

Komunikasi non verbal adalah semua aspek komunikasi selain

kata-kata sendiri. Ini mencakup bagaimana kita mengucapkan kata-kata

(infleksi, volume), fitur, lingkungan yang mempengaruhi interaksi (suhu,

pencahayaan), dan benda-benda yang mempengaruhi citra pribadi dan

pola interaksi (pakaian, perhiasan, mebel) (Agus, 2009). Komunikasi non

verbal dapat berupa bahasa tubuh, tanda, tindakan perbuatan (action),

atau objek.

Kanpp (2010) menyebutkan bahwa penggunaan kode non verbal

dalam berkomunikasi memiliki fungsi untuk:

1) Meyakinkan apa yang diucapkannya.

2) Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan


39

kata-kata.

3) Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya.

4) Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasa belum

sempurna.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian

sebelumnya yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian.

Adapun hasil hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas

dari topik dan variabel penelitian yaitu E-WOM dan Keputusan Pembelian.

Adapun tinjauan empiris yang bersumber dari beberapa penelitian terdahulu

tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Name and Research


No. Title Result
Year method

Pengaruh Hasil penelitian menunjukan


Electronic bahwa kedua variabel berada
Pendekatan
Anggara Word Of dalam kategori agak baik.
kuantitatif,
Lugina da Mouth Electronic word of mouth
1. analisis regresi
Elvira Azis Terhadap harus tetap dilakukan karena
linier
(2015) Brand dapat berpengaruh positif
sederhana
Awareness pada brand awareness
Konsumen konsumen Roti Gempo
Roti Gempol
Berdasarkan hasil analisis
Pengaruh
data dan pembahasan, dapat
Electronic
disimpulkan sebagai berikut:
Cherry Word Of
Analisis (1) Terdapat pengaruh E-
Kartika Dan Mouth (E-
2 Regresi WOM pada twitter @batikair
Dwi Piranti WOM) Twitter
Sederhana ditinjau dari dimensi
(2015) @Batikair
intensitas terhadap brand
Terhadap
image. (2) Terdapat pengaruh
Brand Image
Twitter E-WOM pada twitter
40

@batikair E-WOM ditinjau


dari dimensi valence of
opinion terhadap brand
image. Semakin tinggi jumlah
pendapat konsumen, baik
positif atau negatif tentang
produk, jasa, dan brand akan
berpengaruh terhadap brand
image @batikair. (3) Terdapat
pengaruh E-WOM di twitter
@batikair ditinjau dari
dimensi content terhadap
brand image. Semakin baik
informasi tentang produk dan
layanan yang tersedia di situs
jejaring sosial, semakin positif
hal ini untuk meningkatkan
brand image @batikair.
Hasil peneltian menunjukkan
Pengaruh
bahwa 1) variabel concern for
Electronic
others tidak berpengaruh
Word Of
terhadap keputusan
Mouth (E-
berkunjung wisatawan kedesa
WOM) pada
wisata Nglanggerang, 2)
Hasan dan media sosial Analisis
variabel expressing positive
3 setiyaningtiyas facebook Regresi
feelings berpenagruh positif
(2015) terhadap berganda
terhadap berkunjung
keputusan
wisatawan, 3) variabel
berkunjung
economic incentives
kedesa wisata
berpengaruh positif terhadap
Ngelanggerang
kerkunjung wisata
Gunungkidul
Pengaruh Iklan
Mohammad
Dan Word Of Hasil penelitian menunjukkan
Pambudi Ary
Mouth Analisis bahwa iklan dan word of
Wicaksono
4 Terhadap Regresi mouth berpengaruh positif
Ni Ketut
Brand berganda dan signifikan terhadap brand
Seminari
Awareness awareness Traveloka.
(2016)
Traveloka

Anda mungkin juga menyukai