Anda di halaman 1dari 5

Hak Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan Pembiayaan

Setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat muncul sebagai negara adidaya baru di dunia,
menjadi negara pertama yang mengembangkan senjata nuklir, dan menjadi salah satu anggota tetap
Dewan Keamanan PBB. Berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet menjadikan Amerika
Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia. Perang dunia II mengakibatkan Eropa Barat
mengalami krisis ekonomi dan Amerika Serikat muncul sebagai negara kreditur dengan membentuk
program Marshall Plan. Program tersebut dilaksanakan dengan cara memberikan bantuan ekonomi
berupa pinjaman dana bagi negara-negara di Eropa Barat khususnya kepada negara-negara yang
pernah menjadi pusat industri di Eropa sebelum terjadinya Perang Dunia II. Program Marshall Plan
merupakan instrumen/alat Amerika Serikat untuk mencapai tujuannya yaitu menyelamatkan
pasarnya di Eropa Barat dan membendung perluasan pengaruh komunisme Uni Soviet ke Eropa
Barat.

Dalam program pemulihan perekonomian tersebut, Kongres Amerika Serikat membentuk


the Economic Cooperation Administration (ECA) dan negara-negara Eropa membentuk The
Organization for European Economic Cooperation (OEEC). Bersama dengan ECA, OEEC membuat
rencana tahunan, mengalokasikan bantuan Amerika Serikat, mewujudkan konvertabilitas mata uang
Eropa, dan melonggarkan hambatan produksi dan perdagangan.

Latar belakang ekonomi pelaksanaan program Marshall Plan adalah perubahan sistem
moneter internasional dari sistem nilai tukar mata uang mengambang (floating exchange rate)
menjadi sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) menurut sistem Bretton Woods. Perubahan
sistem moneter tersebut berpengaruh pada perubahan orientasi kebijakan perdagangan luar negeri
negara-negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) dari Merkantilisnme ke Liberalisme. Merkantilisme
adalah suatu sistem intervensi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nasional dan
meningkatkan kekuasaan negara. Merkantilisme adalah salah satu bentuk kebijaksanaan ekonomi
kapitalis.1 Kaum merkantilis berasumsi bahwa sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan
dari perdagangan internasional dengan mengorbankan negara lain. Perubahan ekonomi-politik
hanya dapat terjadi apabila terjadi perubahan dalam distribusi perimbangan kekuasaan. Apabila
suatu negara ingin mengubah sistem ekonomi internasional yang tidak mendukung kepentingannya
maka negara tersebut harus mengubah distribusi kekuatan politik internasional. 2

Dalam perspektif Liberal, bahwa peningkatan kekayaan nasional akan lebih efektif jika
dilakukan melalui pertukaran antar individu dalam ekonomi domestik dan internasional secara bebas
tanpa adanya pembatasan, atau dengan kata lain peningkatan kekayaan nasional akan lebih efektif
jika dilakukan melalui perdagangan internasional dalam pasar bebas. Peranan negara harus dibatasi
hanya sebagai penjamin bekerjanya mekanisme pasar bebas yaitu dengan menjamin keamanan,
melindungi hak milik, mencegah praktek monopoli, membangun infrastruktur. Liberalisme dalam
bidang perdagangan menyebabkan dunia ini menjadi sebuah pasar dimana arus barang dan faktor-
faktor modal dari suatu negara ke negara lain berjalan dengan bebas tanpa adanya hambatan dari
pembatasan-pembatasan politik. Arus barang dan faktor-faktor modal dari satu negara ke negara
1
Mohamed Aslam dan Eko Suprayitno, “Pengenalan dan Perkembangan Ekonomi”, Modul 1, ESPA4316 Edisi 3,
hlm. 1.11,
2
Dominick Salvatore, Ekonomi Internasional Jilid 1, Edisi Kelima, alih bahasa oleh Drs. Haris Munandar, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1997, hlm. 24.
lain ditentukan oleh faktor efisiensi. Menurut Adam Smith, efisiensi ini akan terjadi jika ada
pembagian kerja (division of labor) atau spesialisasi.3

Pada tanggal 4 Juli 1947, Pemerintah Inggris dan Perancis mengundang 22 negara Eropa
untuk berpartisipasi dalam pembentukan suatu program untuk memulihkan perekonomian Eropa.
Negara-negara yang menghadiri undangan Perancis dan Inggris kemudian melaksanakan konferensi
yang dikenal dengan the Conference of European Economic Cooperation. Salinan dari laporan
rencana pemulihan perekonomian Eropa (Paris Report) tersebut dikirimkan kepada pemerintah
Amerika Serikat dan juga kepada masing-masing anggota konferensi. Pada tanggal 2 April 1948,
Kongres Amerika Serikat meloloskan proposal the European Economic Recovery Program (ERP) dan
program Marshall Plan pun dijalankan hingga dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 1951
dan membawa hasil yang cukup besar bagi perkembangan perekonomian Eropa saat itu.

Berakhirnya Perang Dunia II melahirkan teori modernisasi. Teori ini dirumuskan sebagai
konteks sejarah perubahan kekuatan dalam kepemimpinan dunia setelah perang dunia ke dua yang
telah didominasi oleh Amerika Serikat. Bagi teori modernisasi, ideologi yang dibawa Uni Soviet
adalah ancaman terhadap pembangunan pada negara yang baru merdeka sekaligus menyatakan
bahwa negara yang baru merdeka yaitu negara-negara berkembang memerlukan bantuan Amerika
Serikat. Teori Modernisasi muncul karena diperlukan cara dalam menghadapi masalah yang ada
pasca perang dunia kedua. Dalam teori modernisasi, negara yang baru merdeka akan mengikuti jalan
yang sama dengan negara barat dan berkembang melalui proses modernisasi. sehingga negara yang
terkebelakang atau tertinggal dapat mengatasi masalah yang dimilikinya dan mengejar
ketertinggalannya untuk berkembang ke arah yang lebih baik dan dapat hidup berdampingan dalam
masyarakat global.4

Dalam bidang ekonomi, modernisasi memberikan pengaruh pada masyarakat untuk mulai
mengembangkan sistem perekonomiannya yang tadinya secara tradisional (agraris) menjadi modern
(industrialis), sehingga secara tidak langsung negara-negara berkembang ini menerapkan sistem
ekonomi kapitalis dan liberalisme. Namun peralihan dari konsep tradisional menjadi modern,
nyatanya masih banyak negara-negara berkembang yang gagal dikarenakan keterbatasan modal dan
penguasaan teknologi. Modernisasi mengakibatkan negara-negara berkembang membuka diri untuk
mendapatkan akses permodalan dari negara-negara maju. Dampak dari modernisme salah satunya
adalah terbukanya gerbang bagi kapitalistik untuk berkembang secara ekspansif, sehingga hal inilah
yang menjadi cikal bakal globalisasi yang akhirnya menjadi kolonialisme modern.

Munculnya IMF (International Monetary Fund), ADB (The Asian Development Bank), dan
lainnya yang dikuasai oleh negara-negara maju, melalui pinjaman-pinjaman mereka menguasai
negara-negara berkembang dan secara tidak langsung menerapkan sistem kapitalisme dan
liberalisme. Dalam aspek penguasaan teknologi misalnya, inventor-inventor negara berkembang
bekerja di Perusahaan asing dan hasil karya yang dihasilkan oleh mereka, seperti misalnya Paten,
didaftarkan atas nama perusahaan asing di negara maju disebabkan karena rendahnya pembiayaan
riset di negara-negara berkembang.

3
Umar Suryadi Bakry, Ekonomi Politik Internasional, Jakarta : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat Universitas Jayabaya, 1997, hlm. 32.
4
Rosana E, “Modernisasi dalam Perspektif Perubahan Sosial”, Al-Adyan : Jurnal Studi Lintas Agama, 10(1), 67-
82, 2015, hlm. 71.
Dalam rangka mengelola dan menangani menangani hal-hal yang berkaitan dengan
perlindungan hak milik perindustrian dan hak cipta tersebut, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
membentuk kelembagaan internasional yang diberi nama World Intellectual Property Organization
(WIPO) pada tanggal 14 Juli 1967 di Stockholm. Badan ini merupakan salah satu badan khusus PBB
yang dibentuk untuk tujuan mendorong kreativitas dan memperkenalkan perlindungan kekayaan
intelektual ke seluruh dunia. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada awalnya berasal dari istilah
Intellectual Property Right (IPR), yang didefinisikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul karena
kemampuan intelektual manusia. HKI merupakan hak eksklusif yang dijamin oleh hukum atau
peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya sehingga orang atau
kelompok tersebut dapat memperoleh atau menikmati manfaat ekonomis dari hasil suatu kreativitas
intelektual.

Sebelum WIPO lahir ada badan yang bernama Bureaux Internationaux Réunis pour la
Protection de la Propriété Intellectuelle (BIRPI) yang didirikan pada tahun 1893 di Perancis untuk
mengawasi Konvensi Berne dan Konvensi Paris. 5 Pada dasarnya, WIPO didirikan untuk melindungi
hak cipta dan kebudayaan yang dimiliki oleh negara-negara anggota PBB. Hal ini sangat penting,
terutama jika ada kasus di mana sebuah negara mengklaim memiliki alat musik tertentu misalnya,
tapi ada negara lain yang mengklaim sebagai kebudayaan aslinya. Dengan alasan tersebut, negara-
negara berkembang diwajibkan untuk meratifikasi aturan-aturan internasional agar pengaturan
perlindungan kekayaan intelektual disetiap negara menjadi seragam.

Negara-negara maju yang memiliki dana besar untuk melakukan riset, akan mendaftarkan
hasil penemuan-penemuan mereka sebagai Hak Kekayaan Intelektual dalam berbagai bentuknya,
seperti Paten, Hak Cipta, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu. Kemudian, negara-negara berkembanglah yang menjadi target pasar negara-negara maju
untuk diberikan lisensi dalam penggunaan hasil-hasil penemuan mereka.

Hasil sidang United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) ke-13 tahun
2008 menyatakan bahwa, HKI akan dijadikan sebagai agunan untuk mendapatkan kredit perbankan
secara internasional. Indonesia sebagai negara berkembang dan merupakan anggota PBB ke-60 di
dunia telah meratifikasi konvensi internasional terkait Hak Kekayaan Intelektual ke dalam berbagai
instrumen perundang-undangannya seperti :

1. Undang-Undang, Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;


2. Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
3. Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
5. Undang-undang No. 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta;
6. UndangUndang No. 13 tahun 2016 tentang Paten;
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif;
8. PP Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif;

Pada dasarnya Hak Kekayaan Intelektual mempunyai unsur hak. Hak yang dimaksud adalah
hak ekslusif. HKI merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh suatu hukum atau peraturan kepada

5
http://www.wipo.int/portal/ Accessed: Oct. 10, 2022
seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptaannya. 6 Eksklusif berarti merupakan suatu karya
baru, pengembangan baru yang sudah ada, dapat diterapkan di industri, mempunyai nilai ekonomis
dan dapat dijadikan aset.7 HKI mempunyai karakteristik yang tidak melekat pada bendanya. Sebagai
contohnya pada Buku:

1. Hak Cipta ada pada Penulis naskah;


2. Pemilik buku adalah pihak yang membeli (zakelijk recht BW)
3. Pemilik hak salin (copyright) bisa pencipta, bisa juga penerbit, tergantung perjanjiannya.

HKI sebagai benda memiliki karakter yang berbeda dengan benda menurut Burgerlijk
Wetboek (BW). Batasan mengenai benda dirujuk dalam Pasal 499 KUH Perdata yang menyatakan
“menurut paham undang-undang yang dimaksud benda ialah tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak
yang dapat dikuasai oleh milik”. 8 Dari pengertian tersebut dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) cakupan,
yakni benda (zaak), barang (goed), dan hak (recht).9 Benda (zaak) di dalam KUH Perdata dibedakan
menjadi benda berwujud dan benda tidak berwujud. Sedangkan barang (goed) mempunyai
pengertian yang lebih sempit karena bersifat konkrit dan berwujud. Hak (recht) merujuk pada
pengertian benda tidak berwujud (immaterial) misalnya piutang atau HKI seperti hak cipta, hak
paten, hak atas indikasi geografis, dan sebagainya.

Pemerintah Indonesia, melalui PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif, dimana
dalam Pasal 9 disebutkan bahwa Dalam pelaksanaan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan
Intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank menggunakan Kekayaan
Intelektual sebagai objek jaminan utang dalam bentuk jaminan fidusia atas Kekayaan Intelektual,
kontrak dalam kegiatan Ekonomi Kreatif dan/atau hak tagih dalam kegiatan Ekonomi Kreatif.
Selanjutnya, dalam Pasal 10 disebutkan bahwa Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai
objek jaminan utang berupa Kekayaan Intelektual yang telah tercatat atau terdaftar di kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan kekayaan Intelektual yang
sudah dikelola baik secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain

Menurut UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) khususnya pada Pasal 16
ayat (3) UU Hak Cipta yang menyatakan secara tegas bahwa :

“Hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia”. 10

UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten) Pasal 108 ayat (1) UU yang menyatakan
bahwa:

“Hak atas paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia”. 11

Isu HKI sebagai jaminan kredit atau pinjaman ke bank mulai muncul lagi sejak Pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif tanggal 12

6
Hak eksklusif dapat ditemui di dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, UU No. 13 Tahun 2016
tentang Paten, UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, UU No. 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri.
7
Venantia Sri Hadiarianti, Memahami Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Universitas AtmaJaya, 2010, hlm. 13.
8
Pasal 499 KUH Perdata.
9
Indra Rahmatullah, Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Dalam Perbankan, Yogyakarta: Penerbit
Deepublish, 2015, hlm. 15.
10
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
11
UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten
Juli 2022. Presiden ingin mendorong Ekonomi Kreatif dapat semakin bertumbuh mengingat
berdasarkan data Statistik Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2020, ekonomi kreatif merupakan
salah satu sektor yang akan menjadi pilar perekonomian Indonesia di masa mendatang.

Di dalam implementasinya, masih terdapat berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi
antara lain :

1. Jangka waktu perlindungan HKI yang terbatas;


2. Belum adanya konsep yang jelas terkait due diligence;
3. Penilaian aset HKI; dan
4. Belum ada dukungan yuridis baik dalam bentuk peraturan terkait aset HKI sebagai objek
jaminan kredit.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perlu adanya studi dan diskusi lebih lanjut mengenai
implementasi HKI sebagai collateral dalam memperoleh kredit di sektor jasa keuangan. Di Indonesia
lembaga Perbankan belum pernah menerima hak kekayaan intelektual yang telah memiliki dasar
hukum seperti Hak Cipta dan Paten sebagai jaminan kredit dengan alasan terdapat beberapa faktor
penghambat dan juga dikarenakan masih terjadi kekosongan hukum. Sebagai salah satu contoh hasil
dari penelitian dilapangan yang dilakukan oleh I Nengah Artana, dkk yang ditulis dalam jurnalnya
dalam salah satu Bank di Bali belum ada pelaksanaan penjaminan kredit dengan menggunakan hak
kekayaan intelektual.12 Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (Bank BCA) Jahja Setiaatmadja
mengatakan bahwa Hak Kekayaan Intelektual di Bank BCA akan dipertimbangkan sebagai jaminan
tambahan, bukan jaminan satu-satunya. 13 Menurutnya, apabila bank mau menerima jaminan harus
ada hak penilaian independen. Apakah perusahaan penilaian sudah siap pada nilai dan cashflow-nya.
Apabila sampai harus dieksekusi, bagaimana caranya dan apa yang akan kreditur dapatkan dari HKI
yang dijadikan sebagai jaminan tersebut.

12
Artana, I Nengah, Dharmawan , Ni Ketut Supasti, Purwanti, Ni Putu , “Pelaksanaan Perjanian Kredit Dengan
Jaminan Hak Cipta Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar”, Kertha Semaya: jurnal Ilmu Hukum 3, No.3,
(2015):1-15
13
Kontan.id, “Bukan yang Utama, BCA Kaji Penggunaan HKI Sebagai Jaminan Tambahan Pemberian Kredit”, <
https://keuangan.kontan.co.id/news/bukan-yang-utama-bca-kaji-penggunaan-hki-sebagai-jaminan-tambahan-
pemberian-kredit>, diakses pada 10 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai