Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Manajemen Pemasaran

Menurut Kotler dan Keller (2009) manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran
dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan,
dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Kotler dan Amstrong (2008) menyatakan bahwa
manajemen pemasaran adalah analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang
didesain untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan
dengan pembeli sasaran, untuk mencapai tujuan perusahaan. Selanjutnya, menurut Fandy Tjiptono
(2011) manajemen pemasaran merupakan sistem total aktivitas bisnis yang dirancang untuk
merencanakan, menetapkan harga, dan mendistribusikan produk, jasa dan gagasan yang mampu
memuaskan keinginan pasar sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasional. Definisi ini
menjelaskan bahwa manajemen pemasaran terdiri dari berbagai kegiatan untuk menghadirkan produk
yang dapat dengan mudah diterima atau memiliki kesesuaian dari segi harga, desain, dan kinerja produk
dengan keinginan calon pengguna.

2. Brand (Merek)

Menurut Durianto (2001) merek merupakan nama, istilah, simbol desain, ataupun kombinasinya yang
mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Kotler (2004)
menyatakan bahwa merek membedakan penjual, produsen, atau produk dari penjual, produsen, atau
produk yang lain. Merek dapat berupa nama dan simbol. Sebagai penjual ia diberi hak eksklusif untuk
menggunakan mereknya. Selanjutnya UU Merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa
merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan atau jasa.

Merek mempunyai dua unsur yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat
terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain, atau warna yang spesifik. Kedua unsur dari
sebuah merek selain berguna untuk mempermudah konsumen, juga berguna untuk menggali dan
mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli (Rangkuti, 2004). Dari pengertian di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa brand (merek) adalah kombinasi dari nama dan simbol yang dapat membantu
konsumen dalam mengingat suatu produk, membedakan produk dari merek yang satu dengan merek
lain, dan meyakinkan konsumen bahwa mereka akan mendapat kualitas yang konsisten dari suatu
produk yang dikonsumsi.

3. Brand Equity (Ekuitas Merek)

a. Pengertian Brand Equity

Adapun pengertian menurut Kotler dan Keller (2007) yang menyatakan ekuitas merek sebagai nilai
tambah yang diberikan kepada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam bentuk caraseorang
konsumen dalam berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas yang dimiliki perusahaan
b. Dimensi Brand Equity

Menurut David A. Aaker dalam Durianto (2001) brand equity dapat dikelompokkan ke dalam lima
dimensi yaitu:

1) Brand awareness

Brand awareness adalah dimensi yang menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk
tertentu.

2) Brand association

Brand association adalah dimensi yang mecerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan
tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga,
pesaing, dan lain-lain.

3) Perceived quality

Perceived quality adalah dimensi yang mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas
atau keunggulan suatuproduk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

4) Brand loyalty

Brand loyalty adalah dimensi yang mencerminkan tingkat ketertarikan konsumen dengan suatu produk.

5) Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya)

Dimensi ini secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat dimensi utama tersebut. Aset-
aset merek lainnya ini dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan
memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing. Biasanya bila dimensi utama dari brand equity
yaitu brand awareness, brand asssociation, perceived quality, dan brand loyalty sudah sangat kuat,
secara otomatis aset brand equity lainnya juga akan kuat.

c. Nilai Brand Equity

Menurut Durianto (2004) brand equity (ekuitas merek) dapat memberikan nilai bagi perusahaan. Berikut
adalah nilai ekuitas merek bagi perusahaan:

1) Ekuitas merek yang kuat dapat membantu perusahaan dalam upaya menarik minat calon konsumen
serta upaya untuk menjalin hubungan yang baik dengan para konsumen dan dapat menghilangkan
keraguan konsumen terhadap kualitas merek

2) Seluruh dimensi ekuitas merek dapat memengaruhi keputusan pembelian konsumen karena ekuitas
merek yang kuat akan mengurangi keinginan konsumen untuk berpindah ke merek lain.

3) Konsumen yang memiliki loyalitas tinggi terhadap suatu merek tidak akan mudah untuk berpindah ke
merek pesaing, walaupun pesaing telah melakukan inovasi produk.

4) Asosiasi merek akan berguna bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi atas keputusan strategi
perluasan merek.
5) Perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat menentukan harga premium serta
mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap promosi.

6) Perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapatmenghemat pengeluaran biaya pada saat
perusahaan memutuskan untuk melakukan perluasan merek.

7) Ekuitas merek yang kuat akan menciptakan loyalitas saluran distribusi yang akan meningkatkan
jumlah penjualan perusahaan.

8) Empat dimensi inti ekuitas merek (brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand
loyalty) yang kuat dapat meningkatkan kekuatan dimensi ekuitas merek lainnya seperti kepercayaan
konsumen, dan lain-lain

4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek)

a. Pengertian Brand Loyalty

Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek.
Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke
merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik
menyangkut harga ataupun atribut lain (Durianto, 2001). Menurut Schiffman dan Kanuk (2009) loyalitas
merek adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang
sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Loyalitas merek adalah sebuah
komitmen yang kuat dalam berlangganan atau membeli suatu merek secara konsisten di masa yang
akan datang. Selanjutnya Peter dan Olson (2003) memberikan definisi, brand loyalty adalah komitmen
hakiki dalam membeli ulang sebuah merek yang istimewa. Konsumen yang loyal pada suatu merek
cenderung akan sulit untuk berganti mengonsumsi merek lain. Konsumen yang loyal sangat berpotensi
untuk melakukan pembelian ulang pada suatu merek bahkan bisa saja pembelian tersebut menjadi
rutinitas bagi konsumen.

b. Fungsi Brand Loyalty

Adapun beberapa fungsi yang dapat diberikan oleh brand loyaltykepada perusahaan, yaitu reduced
marketing costs, trade leverage, attracting new customers, dan provide time to respond to competitive

threats (Durianto, 2001) Reduced marketing costs (mengurangi biaya pemasaran). Brand loyalty
memiliki keterkaitan dengan biaya pemasaran. Biaya pemasaran yang dikeluarkan akan lebih kecil
terutama dalam mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
mendapatkan pelanggan baru. Sehinggadapat dikatakan brand loyalty memberikan manfaat pada
perusahaan terutama untuk mengurangi biaya pemasaran.

2) Trade leverage (meningkatkan perdagangan). Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan
menghasilkan peningkatan perdagangan atau peningkatan penjualan. Semakin sering konsumen
membeli suatu produk, maka semakin tinggi frekuensipembelian konsumen tersebut, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan penjualan.

3) Attracting new customers (menarik pelanggan baru). Banyaknya pelanggan yang merasa puas dan
sering membeli merek tertentu, maka akan menimbulkan perasaan yakin atau percaya pada calon
pelanggan lain untuk mengonsumsi merek serupa. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan
merekomendasikan merek tersebut kepada teman atau kerabat dekatnya, sehingga akan membantu
perusahaan dalam menambah pelanggan baru.

4) Provide time to respond to competitive threats (memberi waktu

untuk merespon ancaman persaing). Brand loyalty akan memberikan waktu pada perusahaan untuk
merespon inovasi baru dari produk pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk dengan
fitur yang lebih unggul, maka pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan untuk
mengembangkan produk yang sudah ada dengan cara mengadakan inovasi atau membuat fitur
tambahan agar dapat mengungguli produk pesaing.

c. Tingkatan Brand Loyalty

Dalam kaitannya dengan loyalitas merek terdapat beberapa tingkat loyalitas. Masing-masing
tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang
dapatdimanfaatkan. Adapun tingkatan tersebut adalah sebagai berikut

(Durianto, 2001):

1) Switcher Buyer (pembeli yang berpindah-pindah merek)Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas
ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi
pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain
mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek
tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang
sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka
membeli suatu produk karena harganya murah.

2) Habitual Buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan
merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam
mengonsumsi produk tersebut. Pada dasarnya tingkatan ini tidak didapati alasan yang cukup untuk
menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika
peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai bentuk pengorbanan lain. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pembeli pada tingkatanhabitual buyer membeli suatu merek didasarkan atas
kebiasaan mereka selama ini.

3) Satisfied Buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pada tingkat ini pembeli masuk dalam kategori puas bila mereka mengonsumsi merek tertentu,
meskipun demikian mungkin saja mereka juga mengonsumsi merek lain dengan menanggung biaya
peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau risiko kinerja yang melekat dengan
tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat
loyalitas ini maka perusahaan perlu mengatasi atau mengimbangi biaya peralihan yang harus ditanggung
oleh pembeli dengan memberikan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya
(switching cost loyal).

4) Liking of The Brand Buyer (pembeli yang menyukai merek)


Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai
merek tersebut. Pada tingkatan ini terdapat adanya perasaan emosional yang terkait pada merek
tersebut. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian
pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun
disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu
perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu
yang spesifik.

5) Committed Buyer (pembeli yang komit)

Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai
pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari
segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini,
salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan
mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.

5. Brand Awareness (Kesadaran Merek)

a. Pengertian Brand Awareness Menurut Durianto (2001) brand awareness adalah kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori
produk. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat
antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan.

b. Peran Brand Awareness

Menurut Durianto (2004) peran brand awareness (kesadaran merek) dalam membantu merek dapat
dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Penjelasan dari nilai-
nilai tersebut adalah sebagai berikut:

1) Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain.

Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasiasosiasi melekat pada merek tersebut
karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa jika kesadaran merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit
melekat pada merek tersebut.

2) Familier atau rasa suka.

Jika kesadaran suatu merek sangat tinggi, maka konsumen akan sangat akrab dengan merek tersebut
dan lama-kelamaan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang dipasarkan.

3) Substansi atau komitmen

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu
perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan.
Sebuah merek yang memiliki kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:

a) Diiklankan secara luas.

b) Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu.


c) Jangkauan distribusi yang luas.

d) Merek tersebut dikelola dengan baik.

Oleh karena itu jika kualitas dua merek adalah sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang
menentukan dalam keputusan pembelian.

4) Mempertimbangkan merek.

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam
suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan
top of mind tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam
ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek
yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci.

c. Tingkatan dan Piramida Brand Awareness

Brand awareness memiliki beberapa tingkatan dari tingkatan yang paling rendah yaitu unaware of brand
(tidak menyadari merek) sampai tingkatan yang paling tinggi yaitu top of mind (puncak pikiran) yang
digambarkan dalam sebuah piramida. Cara Mencapai Brand AwarenessMenurut Durianto (2001)
pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan identitas nama dan
menghubungkannya ke kategori produk. Agar brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki dapat
ditempuh beberapa cara berikut:

1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta
harus ada hubungan Antara merek dengan kategori produknya.

2) Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat
merek.

3) Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya.

4) Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan.

5) Kesadaran merek dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai kategori produk, merek,
atau keduanya.

6) Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit
dibanding membentuk pengenalan.

e. Indikator Pengukuran Brand Awareness

Menurut Durianto (2001) pengukuran brand awareness didasarkan kepada pengertian-pengertian dari
brand awareness yang mencakup tingkatan brand awareness yaitu top of mind, brand recall, brand
recognition, dan unaware of brand. Informasi dapat diperoleh dengan menggunakan kuesioner (daftar
pertanyaan). Berikut adalah indikator pengukuran brand awareness:

1) Top of Mind.

Top of mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden ketika yang bersangkutan
ditanya tentang suatu kategori produk. Top of mind adalah single respons question yang artinya satu
responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini. Misalnya dalam kategori
minuman serbuk jeruk instan (merek yang diteliti adalah Nutrisari) dapat dilontarkan pertanyaan, merek
minuman jeruk apa yang pertama kali muncul di benak anda?

2) Brand Recall.

Brand recall merupakan tingkatan kesadaran merek dimana pengingatan kembali terhadap merek
dilakukan tanpa bantuan (unaided recall). Masih dalam konteks minuman serbuk jeruk instan (Nutrisari),
mengukur brand recall dapat melalui pertanyaan, merek-merek minuman jeruk apa saja yang anda
ketahui?

3) Brand Recognition.

Brand recognition atau pengenalan brand merupakan pengukuran brand awareness dimana kesadaran
responden diukur dengan diberikan bantuan. Untuk mengukur brand recognition selain mengajukan
pertanyaan dapat dilakukan dengan menunjukkanfoto yang menggambarkan ciri-ciri merek yang diteliti
(Nutrisari)dan dilanjutkan pertanyaan, apakah anda mengenal merek produk ini?

4) Unaware of Brand.

Unaware of brand dapat diukur dengan melakukan observasi terhadap pertanyaan pengenalan brand
awareness sebelumnya dengan melihat jawaban responden yang tidak mengenal sama sekali atau
menjawab tidak tahu ketika ditunjukkan foto produknya.

Anda mungkin juga menyukai