Anda di halaman 1dari 30

Introduction

24%
87% 63%

Arrhythmia Sudden cardiac Arrhythmia


Atrial Ventricular
death

PERKI melaporkan bahwa resiko sudden cardiac death akibat aritmia sebesar 87%
dengan 24% yang disebabkan aritmia atrial dan 63 % akibat aritmia ventrikel.

Kategori aritmia dapat diklasifikasikan dari sumber implus/ aliran listrik jantung.
Arrhythmia
ATRIAL
AF, AFL, PAC, MAT, AT
SUPRAVENTRIKEL
AVNRT, AVRT, SVT

AV Node
Junctional, PJC, JT, ACC J,
VENTRIKEL
PVC, Run VT, N-SVT, VT
P P

P P P P P P
Risk Factor ????
Pada perempuan kejadian aritmia atrial juga dipengaruhi oleh hormone, dimana kontribusi potensial dari hormone seks untuk sifat
elektrofisiologis telah diekspolrasi dalam beberapa penelitian, bahwa hormone progresteron yang ada dalam perempuan memiliki peren
aktif didalam terjadinya pemendekan potensial aksi dan terjadinya interval QT selama fase luteal dari siklus menstruasi (Yang et al.,
2010). Pada penelitian lain terkait elektrofisiologi pada wanita ditemukan juga hormone esterogen dimana hormone esterogen juga
memicu terjadinya episode fase luteal yang lebih lama yang mengakibatkan aritmia takikardia supraventricular(Perez et al., 2012).
Obesitas akan meningkatkan gangguan metabolik yang mengakibatkan aritmogenik (Pathak et al.,
2015). Obesitas mengakibatkan perlambatan konduksi dan mengakibatkan terjadinya pembesaran
atrium. Pembesaran atrium ini akan mengakibatkan terjadinya remodeling reentri sehingga
mengakibatkan fibrosis yang berdampak pada terjadinya AF. Penumpukan lemak (dislipidemi) pada
perikardial dan epikardial akan berakibat terjaidnya aritmogenisitas melalui efek asam stea- ric pada
arus ion jantung untuk mempersingkat potensial aksi, sehingga menstimulasi terjadinya AF (Chung et
al., 2020).
Aritmia yang menetap pada hipertensi sebenarnya mekanisme yang mendasari dari
terjadinya hal tersebut adalah remodeling structural yang dapat mengakibatkan
perubahan hemodinamik dan aktivasi RAAS. Studi eksperimen menunjukan
angiotensin II menginduksi fibrosis dan pembesaran miokard, mengakibatkan
perubahan ekspresi saluran ion, gap junction dan gangguan Ca++, serta meningkatkan
stress oksidatif dan peradangan. Angiotensin II dapat menginduksi proliferasi fibroblas
dan akumulasi protein matriks ekstraseluler dengan mengaktifkan mitogen-activated-
protein kinase. Perubahan ini dapat menyebabkan hipertrofi dan fibrosis atrium yang
menjadikan terjadinya AF. Selain itu angiotensin II juga memberikan efek
elektrofisiologi seluler pada kardiomiosit yang mendukung terjadinya AF (Lau et al.,
2012; Yiu & Tse, 2008)
Pasien dengan penyakit DM akan mengakibatkan terjadinya perlambatan konduksi implus
listrik jantung dan peningkatan pervalensi interval QT yang memanjang yang diakibatkan
karena neuropati otonom. Neropati otonom menjadikan perpanjangan potensial aksi karena
perubahan ion K+, Na+, Ca++ didalam sel (Grisanti, 2018).
Hyperglikemia pada kardiomiosit akan menghasilkan modifikasi kovalen calmodulin
dependent protein kinase II (CaMKII) atau Ca++ oleh O-GlcNAc pada otak manusia yang dapat
mengakibatkan penurunan interaksi dengan kompleks IV dari rantai transport electron, yang
mengakibatkan gangguan aktiviatasnya. Aktivasi system renin angiotensin aldosterone
(RAAS) karena hyperglicemia memiliki kontribusi dalam remodelling jantung, remodelling
implus listrik, dan perandangan (inflamasi) yang mengakibatkan terjadinya hipertensi dan
Aritmia (Fontes et al., 2012; Grisanti, 2018).
Total oklusi arteri koroner mengakibatkan Aritmia ventrikel yang dikeranakan eksitasi ektopik. Aktivitas potensial aksis otomatis
pada miosit ventrikel yang terdepolarisasi mungkin merupakan konsekuensi otomatisasi yang menjadikan depolarisasi abnormal.
Depolarisasi abnormal juga dapat terjadi akibat aktivitas yang distimulasi oleh depolarisasi dini (early after depolarisation), dan atau
depolarisasi tertunda (delayed after depolarisation) setelah kelebihan ion Ca++. Aktivitas potensial aksi non otomatis yang timbul
sebagai konsekuensi dari arus miokard yang cedera (acute) saat sistolik dan diastolik, merefleksikan fase 2, yang bersumber dari
ventrikel yang dipengaruhi iskemia yang menjadikan implus listrik jantung tidak teratur sehingga implus listrik mati setelah akrivitas
listrik sampai ke miokard, hal ini dapat mengakibatkan Aritmia ventrikel (ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi) (Diego &
Antzelevitch, 2011)
Kelenjar tiroid akan menghasilkan tiroksin (T4) dan triiodotiroksin (T3) yang distimulasi oleh tiroid stimulating hormon (TSH)
yang berasal dari hipotalamus. Perubahan pada hormon tiroid akan mempengaruhi kerja jantung melalui beberapa mekanisme yaitu
efek langsung pada kardiomonosit, pada intisel yang mempengaruhi ekspresi gen jantung dengan meningkatkan atau menekan
proses coding dan transkipsi dari protein spesifik pada miosit. Sedangkan diluar intisel akan mempengaruhi transport asam amino,
glukosa dan Ca++ melalui mempran sel. Pada efek tidak langsung dengan cara mempengaruhi sensitivitas dari sistem
simpatoadrenergik dan mengganggu hemodinamika di perifer akibat peningkatan pengisian jantung dan modifikasi dari
kontraktilitas(Dewi & Yuniadi, 2011; Jayaprasad & Johnson, 2005).

Pada kasus hipertiroid didapatkan peningkatan frekuensi detak jantung, tekanan arteri yang melebar dan peningkatan curah
jantung yang menyerupai keadaan aktivitas adrenergic. Stimulasi reseptor aderegik menyebabkan peningkatan second messenger, c-
AMP yang mengakselerasi depolarisasi diastolik dan meningkatkan frekuensi detak jantung. Hal ini diakibatkan karena hormon
tiroid tuja mengatur beberapa transporter ion dimembran plasma seperti Na+, K+, Ca++, ATP ase dan beberapa voltaged gate
postassium channel (Dewi & Yuniadi, 2011; Klein & Ojamma, 2001).

Aktivitas listrik jantung secara spontan akan meningkat pada inkubasi kardiomiosit vena pulmonalis dengan hormon tiroid,
demikian pula dengan delayed after depolarization dan early after depolarization baik pada sel kontraktil maupun tidak. Pada pasien
hipertiroid akan mengakibatkan kelainan sarad otonom, persarafan vagal dan simpatik yang dapat mengakibatkan Aritmia
diakibatkan aktivitas adernergik(Dewi & Yuniadi, 2011).
Hypokalemia menyebabkan potensial membran istirahat (resting membrane potential/RMP) lebih lama dari pada
saat normal, sehingga terjadi penurunan rangsangan membran sebagai akibat perlamaan RMP dan potensial ambang
(threshold potential/TP) mengalami perbedaan. K+ pada ekstraseluler akan menurun yang mengakibatkan arus implus
listrik/ potensial aksi tertunda (delayed rectifier current), menjadikan peningkatan durasi potensial aksi (action
potential duration/APD) dan penundaan repolarisasi. Ion K+ diperlukan untuk dapat membuka saluran penyearah
pada potensial aksi. Kekurangan K+ pada ekstraseluler akan mengubah konfigurasi potensial aksi, dengan dursi fase 2
pertama meningkat dan kemudian menurun sedangkan fase 3 terjadi perlambatan. Efek akhir akan mengakibatkan
potensial aksi dengan perpanjangan (pada EKG dilihat adanya QT interval) dan menghasilkan peningkatan periode
refraktori relatif (relative refractory period/RRP) dan penurunan perbedaan dari potensial saat membran istirahat
selama fase terminal potensial aksi (pada gambaran EKG dapat dilihat ekstrasistol) (Chow et al., 2014; Kossaify,
2010).
Takiaritmia tidak sepenuhnya disebkan oleh adanya iskemia, gangguan metabolik, dan
gangguan elektrolit. Tetapi adanya LV dysfuction mengakibatkan peruahan elektrofisilogi
miokard termasuk perpanjangan potensial aksi dan paroksismal Aritmia ventrikel (Ban et al.,
2013; Fernández-guerrero et al., 2005).
https://prediksiaritmia.000webhostapp.com

Anda mungkin juga menyukai