Anda di halaman 1dari 14

Journal of Research and Technology, Vol. 6 No.

1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

DINAMIKA DAN PENGENDALIAN SISTEM QUADRUPLE


TANK MENGGUNAKAN CONTROLLER PI-PID DENGAN
METODE DETUNING

Zahrotul Azizah
Teknik Kimia, Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo
e-mail: zahrotul.azz@gmail.com

Abstract

In general, industrial processes have characteristics as multivariable processes where the


variables interact with one another which causes poor performance. Quadruple tank is a
Multi Input Multi Output (MIMO) system that can be used to analyze dynamics and
process control schemes with strong interactions. The design is simple but can represent
complex systems in the industry so that a reliable controller can be tested using this
system. Tuning controller parameters using Ziegler-Nichols only work well for single
loops, therefore detuning controllers are needed using the BLT and Mc Avoy methods.
The research method is to make mathematical models and determine the specifications of
quadruple tanks. Next make a process simulation and identify the transfer function with
the step test method. Interaction analysis using the Relative Gain Array (RGA) method.
Tuning controller parameters using the Ziegler-Nichols method is then detuned using the
BLT and Mc Avoy methods. Simulation of quadruple tank systems both open loop and
closed loop can run well and can be used to test the reliability of PI-PID controllers with
BLT and Mc Avoy detuning. Based on IAE values, controller with Mc Avoy detuning
are superior compared to controllers with BLT detuning, both at level and temperature
controllers.

Keywords: Controller PI, Detuning, Multivariable process, Quadruple Tank.

Abstrak

Secara umum proses di industri memiliki karakteristik sebagai proses multivariabel


dimana antar variabel satu dengan yang lain saling berinteraksi yang menyebabkan
performa yang kurang baik. Quadruple tank merupakan sistem Multi Input Multi Output
(MIMO) yang dapat digunakan untuk menganalisa dinamika dan skema pengendalian
proses dengan interaksi yang kuat. Desainnya yang sederhana namun dapat mewakili
sistem yang kompleks di industri sehingga controller yang handal dapat diuji
menggunakan sistem ini. Parameter controller hasil tuning menggunakan Ziegler-
Nichols hanya berfungsi dengan baik untuk single loop, maka dari itu diperlukan
detuning controller menggunakan metode BLT dan Mc Avoy. Metode penelitian membuat
model matematika dan menetapkan spesifikasi quadruple tank. Selanjutnya membuat
simulasi proses dan melakukan identifikasi transfer fungsi dengan metode step test.
Analisa interaksi menggunakan metode Relative Gain Array (RGA). Tuning parameter
pengendali menggunakan metode Ziegler-Nichols kemudian di detuning menggunakan
metode BLT dan Mc Avoy. Simulasi sistem quadruple tank baik open loop maupun closed
loop dapat berjalan dengan baik dan dapat digunakan untuk menguji kehandalan
controller PI-PID dengan detuning BLT dan Mc Avoy. Berdasarkan nilai IAE,

56
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

pengendali dengan detuning Mc Avoy lebih unggul dibandingkan pengendali dengan


detuning BLT, baik pada pengendali level maupun temperatur.

Kata kunci: Controller PI, Detuning, Quadruple Tank, Proses Multivariabel.

1. PENDAHULUAN sistem quadruple tank hanya berupa Multi


Industri kimia merupakan serangkaian Input Multi Output (MIMO) 2×2,
proses yang mengolah bahan baku menjadi kemudian dilakukan modifikasi dengan
produk agar memiliki nilai ekonomi yang penambahan coil pemanas pada tangki 1
lebih tinggi. Dalam pelaksanaannya, dan 2 serta penambahan pipa untuk
diperlukan sistem pengendali yang mampu memberikan interaksi antara tangki 1 dan
menjaga kestabilan proses agar didapat tangki 2 dan antara tangki 3 dan tangki 4
hasil yang optimal. (Juwari dkk, 2014). Interaksi tersebut akan
Setiap unit operasi perlu kondisi memberikan hasil yang berbeda bila
operasi yang berbeda-beda, dimana satu dibandingkan dengan sistem quadruple
unit dengan unit yang lain seringkali saling tank tanpa modifikasi, sehingga sistem
mempengaruhi atau berinteraksi. Bahkan menjadi MIMO 4×4.
dalam satu unit proses, antar variabel satu Persamaan yang digunakan adalah
dengan variabel yang lain saling persamaan non-linier yang diturunkan dari
berinteraksi, maka dari itu diperlukan persamaan neraca massa dan persamaan
suatu prototype sederhana yang dapat Bernoulli untuk masing-masing tangki
mewakili dinamika proses multivariabel (Jayaprakash et al., 2014). Persamaan
yang sangat kompleks, yaitu quadruple nonlinier dari proses quadruple tank
tank. Quadruple tank dipilih karena sebagai berikut:
mempunyai desain peralatan yang
sederhana, tetapi dapat mewakili interaksi Persamaan neraca massa:
yang kecil hingga interaksi yang kuat dan [Rate of accumulation] = [Rate of in-flow]
juga mempraktikkan model sistem 4×4 – [Rate of out-flow]
dmT
yang saling berinteraksi.  min  mout (1)
Quadruple tank menjadi sistem dt
patokan untuk menganalisis efek non- dimana:
linear dalam sebuah proses multivariabel. mT = akumulasi massa di dalam tangki
Hal ini membantu merealisasikan sistem min = input mass flow rate
multi loop dalam industri. Proses mout = output mass flow rate
Quadruple-Tank digunakan untuk mT = volume tangki (v) × densitas
mendemonstrasikan efek interaksi dan liquid dalam tangki (ρ)
keterbatasan peforma serta min = volumetric flow rate (qin) ×
menggambarkan kondisi dinamis dalam densitas liquid masuk (ρ1)
sistem kontrol multivariabel (Vijula et al., mout = volumetric flow rate (qout) ×
2013). densitas liquid keluar (ρ2)
Quadruple tank yang digunakan pada
dv 
penelitian ini merupakan hasil modifikasi   qin   qout (2)
yang diusulkan oleh Juwari. Sebelumnya, dt

57
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

Densitas konstan ρ = ρ1 = ρ2 Setting parameter pengendali didapatkan


dengan menggunakan Metode Ziegler-
Model nonlinier proses quadruple tank: Nichols yang merupakan sebuah metode
dh standar dalam sistem pengendalian.
Ai i  qini  qouti (3)
dt Namun pada sistem multiloop, tuning
qin hanya bergantung pada input yang pengendali lebih sulit dilakukan karena
disuplai pompa dan qout hanya bergantung adanya interaksi antar control loop.
pada percepatan gravitasi dan level air Karena Ziegler-Nichols hanya berfungsi
pada tangki. qout dapat dijelaskan dengan dengan baik untuk pengendali individual
menggunakan Persamaan Bernoulli dan pada single loop, maka perlu dilakukan
laju alir liquid. Persamaan Bernoulli untuk detuning pengendali dengan cara yang
incompressible liquid yaitu: disarankan oleh Mc Avoy. Gain
1 pengendali harus dikurangi dengan
p   vw2   gh  const. (4)
2 menggunakan harga relative gain-nya.
Dalam proses pengendalian biasanya juga
Permukaan air (vw = 0) dan bagian bawah digunakan beberapa Metode Tuning selain
masing-masing tangki (h = 0), maka dengan menggunakan Metode Ziegler-
didapatkan arus keluar: Nichols dan Mc Avoy untuk memperoleh
qout  ai  vw  ai 2 ghi (5) parameter pengendalian. Metode tersebut
dimana: yaitu Biggest Log-Modulus (BLT) tuning
ai = luasan lubang keluar yang diusulkan oleh Luyben (1996). Salah
g = percepatan gravitasi satu cara untuk mengimbangi interaksi
hi = level air pada tangki loop adalah dengan menggunakan faktor
detuning untuk setiap control loop. Jika
Sehingga didapat persamaan: sebuah model proses MIMO tersedia,
dh beberapa skema detuning untuk
Ai i  ai 2 ghi  qin (6)
dt pengendali Proportional Integral (PI)
q pumpi  kiui (7) yang terdesentralisasi juga tersedia
berdasarkan analisis domain frekuensi.

2. METODE PENELITIAN
2.1 Membuat Model Matematika dan Menetapkan Spesifikasi Quadruple Tank
Model matematika Quadruple tank sebagai berikut:
Persamaan neraca massa
Tangki 1:
𝑑ℎ1
𝐴1 = 𝛾1 𝑘1 𝑢1 + 𝑎3 √2𝑔ℎ3 + 𝑎2 √2𝑔(ℎ2 − ℎ1 ) − 𝑎1 √2𝑔ℎ1 (8)
𝑑𝑡

Tangki 2:
𝑑ℎ2
𝐴2 = 𝑎4 √2𝑔ℎ4 + 𝛾2 𝑘2 𝑢2 − 𝑎2 √2𝑔(ℎ2 − ℎ1 ) − 𝑎2 √2𝑔ℎ2 (9)
𝑑𝑡

Tangki 3:
𝑑ℎ3
𝐴3 = (1 − 𝛾2 )𝑘2 𝑢2 − 𝑎3 √2𝑔ℎ3 − 𝑎3 √2𝑔(ℎ3 − ℎ4 ) (10)
𝑑𝑡

58
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

Tangki 4 :
𝑑ℎ4
𝐴4 = (1 − 𝛾1 )𝑘1 𝑢1 + 𝑎3 √2𝑔(ℎ3 − ℎ4 ) − 𝑎4 √2𝑔ℎ4 (11)
𝑑𝑡

Persamaan neraca energi


Tangki 1:
𝑑ℎ1 𝑇9
𝐴1 𝜌𝐶 = 𝑊3 𝜌𝐶(𝑇3 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) + 𝑊7 𝜌𝐶(𝑇7 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) + 𝑊11 𝜌𝐶(𝑇10 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) + 𝑄1 −
𝑑𝑡
𝑊9 𝜌𝐶(𝑇9 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) (12)

Tangki 2:
𝑑ℎ2 𝑇10
𝐴2 𝜌𝐶 = 𝑊5 𝜌𝐶(𝑇5 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) + 𝑊8 𝜌𝐶(𝑇8 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) + 𝑄2 − 𝑊11 𝜌𝐶(𝑇10 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) −
𝑑𝑡
𝑊10 𝜌𝐶(𝑇10 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) (13)

Untuk menghitung laju alir pompa, digunakan persamaan berikut ini:


Laju alir pompa 1:
𝛾2 (𝑎1 √2𝑔ℎ1 + 𝑎3 √2𝑔(ℎ3 − ℎ4 ) − 𝑎2 √2𝑔(ℎ2 − ℎ1 ))
𝑈1 =
𝛾1 𝛾2 − (1 − 𝛾1 )(1 − 𝛾2 )
(14)
−(1 − 𝛾2 )(𝑎2 √2𝑔ℎ2 − 𝑎3 √2𝑔(ℎ3 − ℎ4 ) + 𝑎2 √2𝑔(ℎ2 − ℎ1 ))
𝑈1 =
𝛾1 𝛾2 − (1 − 𝛾1 )(1 − 𝛾2 )

Laju alir pompa 2:


𝛾1 (𝑎2 √2𝑔ℎ2 − 𝑎3 √2𝑔(ℎ3 − ℎ4 ) + 𝑎2 √2𝑔(ℎ2 − ℎ1 ))
𝑈2 =
𝛾1 𝛾2 − (1 − 𝛾1 )(1 − 𝛾2 )
(15)
−(1 − 𝛾1 )(𝑎1 √2𝑔ℎ1 + 𝑎3 √2𝑔(ℎ3 − ℎ4 ) − 𝑎2 √2𝑔(ℎ2 − ℎ1 ))
𝑈2 =
𝛾1 𝛾2 − (1 − 𝛾1 )(1 − 𝛾2 )

2.2 Membuat Simulasi Proses 2.3 Identifikasi Transfer Fungsi


Quadruple Tank Menggunakan Step Test
Simulasi menggunakan Software NI Transfer fungsi dari proses quadruple
LabView 2013 dengan langkah simulasi tank diperoleh dengan cara melakukan
sebagai berikut: identifikasi pada saat sistem dalam
a. Membuat blok diagram model proses keadaan open loop (Seborg et al., 2011).
Quadruple Tank pada Control and Perubahan step yang dilakukan sebesar
Simulation Loop secara closed loop. 5%.
b. Simulasi sistem proses yang telah
dibuat.
c. Menganalisa hasil yang didapatkan.

59
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

2.4 Analisa Interaksi Menggunakan fase adalah -180ᵒ). Frekuensi di mana


Metode Relative Gain Array (RGA) ini terjadi adalah ωu. Kebalikan dari
Analisa interaksi menggunakan bagian nyata dari Gjj(iω) adalah ultimate
metode RGA bertujuan untuk gain.
mendapatkan konfigurasi pairing yang 2. Sebuah detuning faktor F diasumsikan.
tepat untuk sistem MIMO 4×4. Rumus F harus selalu lebih besar dari 1. Nilai
RGA yang digunakan: terbaiknya adalah antara 1,5 dan 4.
T
Perolehan dari semua feedback
λ = K ⨂ [K-1 ] (16) controller Kci dihitung dengan
membagi Ziegler-Nichols Gain KZNi
Dimana λ adalah elemen matriks dari λij oleh faktor F.
dan operator  menunjukkan produk dua 𝐾𝐶𝑖 =
𝐾𝑍𝑁𝑖
(20)
𝐹
matriks (perkalian elemen).
𝐾𝑈𝑖
2.5 Tuning Parameter Menggunakan Dimana: 𝐾𝐶𝑖 = 2,2
Metode Ziegler-Nichols kemudian Kemudian τIi dihitung dengan cara
di Detuning Menggunkaan Metode mengalikan τZNi dari perhitungan
BLT dan Mc Avoy Ziegler-Nicholes oleh faktor F yang
Setting parameter pengendali sama.
didapatkan dengan menggunakan metode 𝜏𝐼𝑖 = 𝜏𝑍𝑁𝑖 × 𝐹 (21)
Ziegler-Nichols. Metode ini mudah 2𝜋
Dimana : 𝜏𝑍𝑁𝑖 =
digunakan dan memberikan hasil yang 1,2𝜔𝑢𝑖

sesuai untuk beberapa loop. Dimana untuk


pengendali PID harga Kc setelah tuning Faktor F dapat dianggap sebagai faktor
merupakan 0,6 dari harga Kc sebelumnya: detuning yang berlaku untuk semua
loop. Semakin besar nilai F, sistem akan
Kc = 0,6 Kcu (17) lebih stabil, tetapi akan lebih lambat
𝑃𝑢
τI = 2
(18) dalam mencapai set point. Metode ini
τD =
𝑃𝑢
(19) menghasilkan pengaturan yang
8 memberikan alasan yang masuk akal
Metode BLT melibatkan empat antara stabilitas dan kinerja dalam
langkah berikut: sistem multivariabel.
1. Menghitung setting parameter dengan 3. Menggunakan nilai F yang ditrial error
metode Ziegler-Nichols untuk setiap dan menghasilkan pengaturan
loop. Gain utama dan frekuensi pengendalian, sebuah plot Nyquist yang
tertinggi ωu, masing-masing fungsi multivariabel dari fungsi skalar
transfer diagonal Gjj(s) dihitung dengan terbentuk. Semakin dekat jarak garis ini
cara Single Input Single Output (SISO) ke titik (-1,0), semakin dekat sistem ini
klasik. Untuk melakukan perhitungan terhadap ketidakstabilan. Oleh karena
numeric ini, nilai frekuensi ωu bisa itu kuantitas W/(1+W) akan mirip
diduga (trial error). Sudut fase dengan fungsi transfer closedloop servo
dihitung, dan frekuensi bervariasi untuk untuk loop SISO G, B/(1 + G, B). Oleh
menemukan titik di mana plot Nyquist karena itu, berdasarkan intuisi dan
Gjj(iω) melewati sumbu negatif (sudut alasan yang empiris, didefinisikan

60
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

sebuah closed loop multivariabel log dimana sinyal error e(t) adalah perbedaan
modulus Lcm, antara set point dan pengukuran
(measurement).
𝑊
𝐿𝑐𝑚 = 20 log |1+𝑊| (22)
3. HASIL DAN DISKUSI
Puncak dalam plot Lcm di seluruh 3.1 Simulasi Steady State
rentang frekuensi adalah Biggest Log Sebelum melakukan simulasi terhadap
max sistem quadruple tank, spesifikasi dan
Modulus, Lcm . parameter proses ditetapkan terlebih
max
4. Faktor F yang bervariasi hingga Lcm dahulu.
sama dengan 2N, di mana N adalah Tabel 1. Spesifikasi Model Quadruple
urutan sistem. Untuk N=1, kasus SISO, Tank
diperoleh +2 dB maksimum untuk Spesifikasi Nilai
kriteria log modulus pada sistem closed Tinggi tangki 50 cm
loop. Untuk sistem 2×2, nilai +4 dB dari Diameter tangki 20 cm
Lmax
cm digunakan, untuk 3×3, 6 dB, dan
Luas alas tangki 314,3 cm2
Diameter lubang pipa 0,925 cm
seterusnya. Kriteria yang secara empiris
bawah
ditentukan ini telah diuji pada sejumlah
Diameter lubang pipa 0,683 cm
besar kasus dan memberikan kinerja
samping
yang masuk akal, yang sedikit
Luas permukaan lubang 0,6723 cm2
konservatif.
pipa bawah
Rumus yang digunakan pada Metode Luas permukaan lubang 0,3665 cm2
Detuning Mc Avoy ditampilkan pada pipa samping
Persamaan 23.
Sistem terdiri dari empat buah tangki
(𝜆 − √𝜆2 − 𝜆) ∗ 𝐾𝐶𝑍𝑁 , 𝜆 > 1
𝐾𝑐𝑖 = { (23) dengan ukuran diameter dan tinggi yang
|𝜆 + √𝜆2 − 𝜆| ∗ 𝐾𝐶𝑍𝑁 , 𝜆 > 1 sama. Pipa keluaran tangki dari bagian
bawah memiliki diameter 0,925 cm.
2.6 Simulasi Quadruple Tank Closed Terdapat interaksi secara horizontal antara
Loop tangki 1 dan 2 serta tangki 3 dan 4 yang
Parameter controller dari hasil tuning dihubungkan oleh pipa dengan ukuran
pada langkah sebelumnya digunakan lebih kecil dibanding ukuran pipa keluaran
untuk simulasi closed loop. Simulasi bagian bawah. Selanjutnya dilakukan
dilakukan dengan memberi perubahan penetapan parameter proses sebagaimana
pada set point. tertera pada Tabel 2. Nilai tersebut
digunakan dalam perhitungan neraca
2.7 Analisa Performa Sistem massa dan neraca energi.
Pengendalian Menggunakan IAE Tabel 2. Parameter Proses
(Integral Absolute Error) Parameter
Rumus IAE yang digunakan : Besaran Nilai
Proses

IAE   e  t  dt
Massa Jenis ρ 1000 kg/m3
(24)
0

61
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

Parameter Skema quadruple tank pada proses


Besaran Nilai
Proses simulasi dengan mengunakan NI LabView
Percepatan g 9,8 m/s2 dapat dilihat pada Gambar 1. Quadruple
Gravitasi tank saling berinteraksi, dimana laju alir
Kapasitas Cp 4220 J/kg
Panas air K pompa 1 (U1) terbagi menjadi 2 aliran
Suhu referensi Tref 0 oC yaitu aliran 3 dan 4 dengan rasio γ1. Sama
halnya dengan laju alir pompa 2 (U2)
Suhu air Tfreshwater 303 K
terbagi menjadi aliran 5 dan 6 dengan rasio
Konstanta k1=k2 1 γ2. Aliran 4 mengisi tangki 4 dan aliran 6
pompa mengisi tangki 3.

Gambar 1. Skema Quadruple Tank pada Simulasi NI LabView 2013

Pada sistem ini, variabel yang Variabel Nilai


dikendalikan yaitu level air pada tangki 1
h1 0,250 m
dan 2 (h1 & h2) serta temperatur air keluar
tangki 1 dan 2 (T9 & T10). Sedangkan h2 0,255 m
variabel yang dimanipulasi yaitu laju alir h3 0,023 m
(U1 & U2) serta panas yang diberikan (Q1 h4 0,022 m
& Q2). Sehingga sistem menjadi MIMO
T9 40 oC
4×4. Diagram blok MIMO 4×4 pada
sistem quadruple tank tertera pada Gambar T10 40 oC
2. Kondisi steady state pada proses U1 0,13 L/s
simulasi tertera pada Tabel 3. U2 0,17 L/s
Tabel 3. Kondisi Steady State Q1 5796 J/s
Variabel Nilai Q2 6827 J/s
γ1= γ2 0,7

62
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

kaitannya dengan level tangki 1 dan 2.


Namun, kenaikan Q2 mempengaruhi
variabel T9 karena aliran berjalan dari
tangki 2 yang membawa aliran panas
menuju tangki 1 sehingga temperatur
tangki 1 (T9) naik, sedangkan perubahan
Q1 hanya mempengaruhi variabel kontrol
T9. Dengan demikian, matriks transfer
Fungsi yang didapat yaitu:

 h1  s    Gp11 Gp12 0 0  U 1  s  
    
 h2  s    Gp21 Gp22 0 0  U 2  s  
(25)
T10  s   Gp31 Gp32 Gp33 0  Q2  s  
    
 T9  s   Gp41 Gp42 Gp43 Gp44   Q1  s  

Berdasarkan hasil step test, matriks


Gambar 2. Blok Diagram Sistem transfer fungsi sistem quadruple tank 4×4
Quadruple Tank yang didapat yaitu:

3.2 Identifikasi Transfer Fungsi dan  30,18e0,98 s 26,04e4,98 s 


 109,98s  1 127,98s  1
0 0 
Analisa Interaksi   (26)
 26,37e4,98 s 30,62e0,98 s 
Identifikasi Identifikasi transfer fungsi 
126,98s  1 108,98s  1
0 0 
Gp   
dilakukan dengan memberikan step  177,52e15,98 s 815,11e0,98 s 1, 47e0,98 s 
 0 
sebesar 5% pada sistem open loop setelah  64,98s  1 53,98s  1 49,98s  1 
 912,94e0,98 s 258, 45e12,98 s 0,12e 29,98 s
1.59e 0,98 s 
 
mencapai keadaan steady. Step test  58,98s  1 82,98s  1 110,98s  1 50,98s  1 
dilakukan pada t=200s diberikan
disturbance dengan mengubah input Selanjutnya analisis interaksi
signal. Input signal yang diubah adalah U1, dilakukan untuk menentukan pasangan
U2, Q1, dan Q2. konfigurasi yang tepat. Karena dengan
Perubahan laju alir (U2) konfigurasi yang tepat dapat
mempengaruhi semua variabel kontrol, meminimalisir adanya interaksi antar
level tangki 1 mengalami kenaikan karena variabel. Hasil perhitungan dengan
adanya penambahan aliran dari tangki 2 Metode RGA yaitu:
menuju tangki 1. Selain itu, penambahan
air dengan suhu yang lebih rendah ke  3,9 2,9 0 0
dalam tangki 2 mengakibatkan temperatur  2,9 3,9 0 0 
 (27)
pada tangki 1 dan 2 menurun. Begitu pula  0 0 1 0
dengan perubahan laju alir (U1) yang  
 0 0 0 1
mempengaruhi semua variabel kontrol.
Selanjutnya perubahan Q1 dan Q2 Hasil Metode RGA menganjurkan untuk
tidak mempengaruhi variabel h1 dan h2, memilih variabel-variabel yang memiliki
karena kenaikan temperatur tidak ada harga elemen RGA yang positif dan

63
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

mendekati 1, maka pairing yang dipilih sesuai kondisi steady state. Selanjutnya
adalah: dilakukan perubahan set point pada setiap
variabel control guna menguji kehandalan
h1-U1 h2-U2 controller. Perubahan set point dilakukan
T9-Q1 T10-Q2 pada waktu simulasi mencapai 200 detik.
Perubahan tersebut dilakukan pada
3.3 Analisa Respon Controller PI-PID
masing–masing variabel control h1, h2, T9,
Parameter pengendali PI (untuk level)
dan T10, artinya salah satu variabel
dan PID (untuk temperatur) dicari
dilakukan perubahan set point kemudian
menggunakan Tuning Ziegler-Nichols
dilakukan analisis respon terhadap
dengan hasil pada Tabel 4.
variabel control yang lain.
Pertama dilakukan perubahan set
Tabel 4. Parameter Pengendali PI-PID
point pada variabel h1, respon proses
dengan Tuning Ziegler-Nichols
kemudian di plot ke dalam bentuk grafik,
Parameter PI dan PID
Pairing sehingga dapat diamati pada Gambar 3.
ωC Kcu ωC Kcu Simulasi dilakukan pada sistem closed
h1 - U1 1,6 5,8 3,9 2,6 3,3 - loop, yaitu sistem yang telah dipasang
h2 - U2 1,6 5,7 3,9 2,6 3,3 - controller. Sistem diberikan perubahan set
point pada level h1 sebesar 20% yaitu dari
T10-Q2 1,6 55 3,9 33 2 0,5
0,25m ke 0,3m pada detik ke-200.
T9-Q1 1,6 52 3,9 31 2 0,5

Selanjutnya dari hasil Tuning Ziegler-


Nichols dilakukan detuning menggunakan
Metode BLT dan Mc Avoy.

3.3.1 Detuning BLT


Pada pengendali PI dilakukan (a)
perhitungan parameter dengan
menggunakan Metode Ziegler-Nichols
dengan Detuning BLT didapatkan
parameter seperti tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Parameter Pengendali PI dengan


Detuning BLT
Pairing KZNI τZNI KC τI
h1 - U1 2,7 3,3 0,6 15,5
(b)
h2 - U2 2,6 3,3 0,6 15,5
Gambar 3. Hasil Simulasi (a) Level dan
T10-Q2 25 3,3 5,3 15,5
(b) Temperatur terhadap Perubahan Set
Point h1
Parameter yang telah didapatkan
digunakan untuk simulasi closed loop. Berdasarkan grafik pada Gambar 3a,
Pada awal simulasi, sistem telah stabil level h1 dapat mencapai set point pada

64
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

detik ke-343. Selanjutnya perubahan set analisa grafik pada Gambar 4b, terjadi
point juga dilakukan pada level h2 dari kenaikan temperatur pada tangki 1 (T9)
0,255m ke 0,3m pada detik ke-200. sebesar 1oC karena adanya penambahan
aliran air panas dari tangki 2 ke tangki 1.
Sedangkan pada tangki 2 (T10) terjadi
penurunan temperatur sebesar 2oC karena
jumlah fresh water yang masuk
bertambah.
Naik dan turunnya temperatur pada
kedua tangki dapat teratasi dengan baik
oleh pengendali PI, hal tersebut dapat
(a)
dilihat dari temperatur T9 dan T10 yang
mencapai set point tanpa adanya offset.
Sehingga dapat dikatakan bahwa
pengendali temperatur pada sistem ini
bekerja dengan baik, namun membutuhkan
waktu yang sangat lama untuk mencapai
set point.
Simulasi dilanjutkan dengan
(b)
melakukan perubahan set point pada
Gambar 4. Hasil Simulasi (a) Level dan
temperatur di tangki 1 (T9). Hasil simulasi
(b) Temperatur terhadap Perubahan Set
untuk perubahan set point pada T9 dapat
Point h2
dilihat pada Gambar 5.
Grafik pada Gambar 4a menunjukkan
level h2 dapat mencapai set point pada
detik ke-312. Hasil simulasi pada
perubahan set point h2 dapat diamati pada
Gambar 4.
Adanya perubahan set point pada level
h1 maupun h2 ternyata berpengaruh pada
pengendalian temperatur. Dari grafik hasil (a)
simulasi pada Gambar 3b dapat diamati
bahwa ketika dilakukan perubahan set
point pada h1, maka temperatur tangki 1
(T9) terjadi penurunan sebesar 3oC sebagai
akibat bertambahnya jumlah freshwater
yang masuk. Sedangkan pada tangki 2
(T10) terjadi kenaikan temperatur sebesar
2oC sebagai akibat bertambahnya aliran air (b)
panas dari tangki 1 ke tangki 2. Gambar 5. Hasil Simulasi (a) Level dan
Sama halnya ketika dilakukan (b) Temperatur terhadap Perubahan Set
perubahan set point pada h2. Berdasarkan Point T9

65
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

Sistem diberi perubahan set point pada Adanya perubahan set point pada
temperatur di tangki 1 (T9) dari 40°C ke temperatur (T9 dan T10) tidak
50°C pada waktu simulasi 200 detik. menyebabkan gangguan pada pengendali
Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar level yang ditunjukkan oleh Gambar 5a
5b, respons proses mengalami error steady dan 6a. Karena tidak ada interaksi antara
state pada detik ke-4945. Hal ini terjadi Q1 dan Q2 dengan h1 dan h2. Sehingga
karena adanya interaksi secara horizontal ketika dilakukan perubahan set point
antara tangki 1 dan tangki 2 dengan level temperatur, maka tidak ada perubahan
tangki 1 lebih rendah dari level tangki 2 pada level. Respons proses tetap stabil
yang menyebabkan air mengalir dari pada set point awal.
tangki 2 ke tangki 1. Saat temperatur di
tangki 1 dinaikkan, temperatur tidak bisa 3.3.2 Detuning Mc Avoy
mencapai set point baru karena tangki 1 Selain dilakukan detuning dengan
mendapat supply freshwater terus menerus Metode BLT, pada penelitian ini juga
dari tangki 2. dilakukan detuning parameter pengendali
Hasil simulasi untuk perubahan set dengan Metode Mc Avoy sebagai
point pada T10 dapat dilihat pada Gambar pembanding. Hasil detuning dengan
6. Namun, ketika dilakukan perubahan set Metode Mc Avoy tertera pada Tabel 6.
point pada tangki 2 (T10) dari 40°C ke
50°C pada waktu yang sama. Gambar 6b Tabel 6. Parameter Pengendali PI–PID
menunjukkan respons proses dapat dengan Detuning Mc Avoy
mencapai set point pada detik ke-14139. Pairing Kc τI τD
Interaksi antar tangki 1 dan 2 tidak h1 - U1 1,41 3,26 -
berpengaruh karena level tangki 2 lebih h2 - U2 1,38 3,26 -
tinggi daripada level tangki 1. T10-Q2 17,71 1,95 0,49
T9-Q1 16,66 1,95 0,49

Sama halnya dengan simulasi pada


Metode BLT, Metode Mc Avoy juga
dilakukan perubahan set point pada waktu
simulasi mencapai 200 detik. Pertama
(a) dilakukan perubahan set point h1, respon
proses dapat diamati pada Gambar 7.

(b)
Gambar 6. Hasil Simulasi (a) Level dan
(b) Temperatur Terhadap Perubahan Set
Point T10 (a)

66
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

Temperatur juga mengalami


gangguan saat diberikan perubahan set
point pada level. Berdasarkan grafik hasil
simulasi pada Gambar 7b menunjukkan
bahwa ketika dilakukan perubahan set
point pada h1, temperatur tangki 1 (T9)
(b) mengalami penurunan sebesar 3oC,
Gambar 7. Hasil Simulasi (a) Level dan sedangkan pada tangki 2 (T10) mengalami
(b) Temperatur Terhadap Perubahan Set kenaikan sebesar 2oC. Hal tersebut juga
Point h1 terjadi ketika dilakukan perubahan set
point pada h2. Hasil grafik pada Gambar
Pada proses tersebut diberikan perubahan 8b, temperatur tangki 1 (T9) mengalami
set point pada level (h1) dari 0,25m ke kenaikan sebesar 1oC, sedangkan
0,3m pada waktu simulasi 200 detik. temperatur tangki 2 (T10) mengalami
Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar penurunan temperatur sebesar 2oC.
7a, respons proses dapat mencapai set Selanjutnya dilakukan simulasi
point tanpa adanya offset pada detik ke- dengan memberikan perubahan set point
290. Sama halnya ketika dilakukan pada T9. Hasil simulasi untuk perubahan
perubahan set point pada level h2 dari set point pada T9 dapat dilihat pada
0,255m ke 0,3m pada waktu yang sama. Gambar 9.
Hasil pada Gambar 8a menunjukkan
respons proses dapat mencapai set point
tanpa adanya offset pada detik ke-248.
Hasil simulasi pada perubahan set point h2
dapat diamati pada Gambar 8.

(a)

(a)

(b)
Gambar 9. Hasil Simulasi Pengendali (a)
Level dan (b) Temperatur Terhadap
Perubahan Set Point T9
(b)
Gambar 8. Hasil Simulasi Pengendali (a) Berdasarkan hasil simulasi pada
Level dan (b) Temperatur Terhadap Gambar 9b, respons proses mengalami
Perubahan Set Point h2 error steady state pada detik ke-448.
67
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

Hasil simulasi pada perubahan set bahwa pengendali dengan Detuning Mc


point T10 dapat diamati pada Gambar 10. Avoy mampu mengatasi gangguan pada
Lain halnya dengan hasil respon Gambar level sistem quadruple tank.
9b yang mengalami error steady state, Pada pengendali temperatur, nilai IAE
hasil respon Gambar 10b dapat mencapai pada Detuning Mc Avoy masih tergolong
set point pada detik ke-429. besar meskipun tidak sebesar nilai IAE
pada Detuning BLT. Hal ini karena
kecepatan respon pengendali temperatur
terhadap adanya gangguan masih lamban.
Pada Gambar 9b dan 10b menunjukkan
bahwa temperatur membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk mencapai set point.
(a)

Tabel 7. Nilai dari IAE pada Respon


Closed Loop Sistem Quadruple Tank
Detuning BLT
Perubahan
PI (level) PI (temperatur)
Set point
h1 h2 T9 T10
(b) h1 2,06 0,23 7922,3 5694,6
h2 0,51 0,68 3270,1 4659,2
Gambar 10. Hasil Simulasi (a) Level dan
T9 0,28 0,06 25761,2 24066
(b) Temperatur Terhadap Perubahan Set T10 0,28 0,06 1510,2 20118,4
Point T10
Detuning Mc Avoy
Level h1 maupun h2 (Gambar 9a dan Peruba-
PID
han PI (level)
10a) tidak mengalami gangguan ketika (temperatur)
Set point
diberi perubahan set point pada temperatur h1 h2 T9 T10
(T9 dan T10). Hal ini sama dengan hasil 2,9E-
h1 1,33 322,12 230,36
pada simulasi dengan Metode BLT. 04
2,2E-
Respons level tetap stabil pada set point h2 0,63 134,16 193,74
04
awal. 2,3E- 1,4E-
Tahap terakhir dari penelitian ini T9 12229 0,01
08 08
adalah melakukan analisis performa sistem 2,3E- 1,4E-
T10 62,86 917,84
pengendalian menggunakan perbandingan 08 08
nilai IAE. Respon yang baik adalah yang
memiliki nilai IAE paling kecil. Nilai IAE 4. KESIMPULAN
hasil simulasi tertera pada Tabel 5. Simulasi sistem quadruple tank baik
Berdasarkan nilai IAE, Metode Detuning open maupun closed loop dapat berjalan
Mc Avoy menunjukkan nilai IAE yang dengan baik dan dapat digunakan untuk
lebih kecil daripada Metode Detuning menguji kehandalan controller PI-PID
BLT, baik pada pengendali level maupun dengan Detuning BLT dan Mc Avoy.
temperatur. Berdasarkan nilai IAE, diperoleh hasil
Pada pengendali level, nilai IAE pengendali dengan Detuning Mc Avoy
sangat kecil sehingga dapat dikatakan lebih unggul dibandingkan pengendali

68
Journal of Research and Technology, Vol. 6 No. 1 Juni 2020
P-ISSN: 2460 – 5972
E-ISSN: 2477 – 6165

dengan Detuning BLT, baik pada Luyben, W. L. (1996). Process Modeling,


pengendali level maupun temperatur. Simulation, and Control for Chemical
Engineers.
Seborg, D., Edgar, T., Mellicamp, D., dan
DAFTAR PUSTAKA Doyle III, F. (2011). Process
Jayaprakash, J., Senthilrajan, T., dan T, H. Dynamics and Control. John Wiley &
B. (2014). Analysis of Modelling Sons, 595.
Methods of Quadruple Tank System, Vijula, P. D. A., Anu, K., P, H. M., dan S,
11552–11565.
P. P. (2013). Mathematical Modelling
Juwari, Renanto, Hisyam, A., dan Rahayu,
S. P. (2014). Dynamic Model and of Quadruple Tank System, 3(12),
Interaction of Modified Quadruple 261–265.
Tanks System.

69

Anda mungkin juga menyukai