Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN TUGAS BESAR

MATA KULIAH MODEL DAN KOMPUTASI PROSES

SIMULASI DAN PERANCANGAN DESAIN REAKTOR BATCH NON-ADIABATIS PADA


PEMBENTUKAN 1-BUTENA DENGAN PROSES ALPHABUTOL
MENGGUNAKAN PROGRAM SCILAB 5.5.2

Disusun oleh :

` Muhammad Ibnul Baasith 21030115130202


Neni Dwi Cahyani 21030115120104

Commented [K1]: jaraknya diperhatikan

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Commented [K2]: header footer?????
1.1 Latar Belakang
Teknik kimia (chemical engineering) adalah cabang ilmu teknik atau rekayasa yang
mempelajari pemrosesan bahan mentah menjadi barang yang lebih berguna dan bernilai, baik
berupa barang jadi maupun barang setengah jadi, sehingga memiliki nilai ekonomi yang
tinggi (Paradise, 2014). Reaktor adalah suatu alat proses tempat berlangsungnya reaksi
seperti reaksi kimia. Dengan terjadinya reaksi maka suatu bahan akan berubah menjadi suatu
bentuk bahan yang lainnya. Teknik kimia sangat berkaitan erat dengan reaktor terutama
dalam perancangan reaktor yang didalamnya terdapat pemilihan reaktor sesuai kondisi
operasi, perhitungan neraca massa, neraca energi, kinetika reaksi, dan sebagainya. Salah satu
metode yang digunakan dalam perancangan reaktor adalah metode numerik. Metode numerik
adalah metode penyelesaian permasalahan model matematis dari berbagai bidang baik dalam
bidang teknis maupun sains. Berdasarkan jenis prosesnya reaktor ada 3 jenis yaitu reaktor
kontinyu, reaktor batch, dan reaktor semi-batch sedangkan berdasarkan bentuknya ada
reaktor alir pipa dan reaktor alir tangki berpengaduk (Levenspiel, 1999).
Reaktor batch adalah reaktor yang bekerja dengan sistem batch dan mekanisme
kerjanya sederhana. Sistem batch adalah sistem proses dimana reaksi berjalan unsteadystate,
bergantung terhadap waktu dan tidak ada input maupun output yang keluar selama reaksi
berlangsung. Reaktor batch biasanya digunakan pada industri obat-obatan, industri polimer
dan industri produk yang memiliki banyak reaksi samping (Kusmiyati, 2014). Reaktor batch
dapat diaplikasikan pada proses pembuatan 1-Butena dari etilena dengan proses Alphabutol,
karena penggunaannya yang lebih sederhana dan dapat memperoleh konversi yang tinggi.
Reaksi pembuatan 1-butena ini merupakan reaksi yang memiliki reaksi samping dengan
mereaksikan 1-butena dan etilen yang menghasilkan produk samping yaitu 1-heksena
(Purwandari, 2003).
Penyelesaian model matematis dengan metode numerik ini tidak lepas dari
pemrograman komputer yakni simulasi komputer. Dalam simulasi komputer, selain
diperlukan perangkat keras, juga diperlukan perangkat lunak yang dapat digunakan secara
umum atau gratis yakni Scilab (Sasongko, 2008). Scilab dapat digunakan untuk
menyelesaikan kasus dalam perancangan reaktor. Dengan digunakannya pemrograman
dalam bidang Teknik Kimia, khususnya dalam perancangan reaktor, semua permasalahan
diubah kedalam bentuk matematis. Setelah itu, permasalahan tersebut diubah dalam bentuk
algoritma sehingga dapat diaplikasikan ke dalam program. Hasil dari pemrograman akan
dapat menyelesaikan permasalahan secara singkat dan teliti. Di era globalisasi ini, sudah
menjadi sesuatu yang penting bagi sarjana teknik kimia untuk menguasai Scilab karena dapat
mempermudah penyelesaian model matematis dalam perancangan pabrik, terutama
perancangan reaktor.

1.2 Rumusan Masalah


Penetuan reaktor yang baik dan benar sangatlah menentukan keberlangsungan industri
kimia sehingga dalam perancangan reaktor dibutuhkan perhitungan yang cukup rumit
meliputi perhitungan neraca massa, neraca energi, neraca panas, kinetika reaksi, kecepatan
reaksi dan konversi yang dihasilkan. Oleh karena itu dalam mempermudah penyelesaian
perhitungan tersebut dapat digunakan piranti lunak Scilab. Perangkat lunak ini hampir
menyerupai Matlab, sebagai sebuah program interaktif untuk komputasi numerik dan
visualisasi data. Kelebihan dari aplikasi ini adalah Scilab termasuk aplikasi opensource
sehingga tidak berbayar dan ebih mudah diakses. Dalam simulasi perancangan reaktor batch
untuk proses pembuatan 1-Butena dari etilen memerlukan analisa dan pengolahan data untuk
mendapatkan nilai yang dibutuhkan. Adapun simulasi perancangan ini dilakukan atas dasar
pertimbangan dari sifat reaksi pembuatan 1-Butena dari etilen yaitu reaksi irrverseibel,
eksotermis, monomolekuler dan paralel. Sehingga diperlukan aplikasi Scilab 5.5.2 untuk
mempermudah permodelan matematik yang dapat menyelesaikan perhitungan data yang
dibutuhkan.

1.3 Tujuan
1. Menyusun program untuk perancangan reactor batch pada proses pembuatan 1-butena
dari etilen menggunakan reactor batch berbasis Scilab 5.5.2.
2. Menyusun program komputasi dan proses dengan Scilab 5.5.2 untuk mencari hubungan
waktu dengan konversi yang dihasilkan pada proses pembuatan 1-butena dari etilen
menggunakan reaktor batchpada kondisi non adiabatic.
3. Menyusun program komputasi dan proses dengan Scilab 5.5.2 untuk mencari hubungan
suhu dengan waktu operasi pada proses pembuatan 1-butena dari etilen menggunakan
reaktor batch pada kondisi non adiabatic.
4. Menyusun program komputasi dan proses dengan Scilab 5.5.2 untuk mencari hubungan
konsentrasi dengan waktu operasi pada proses pembuatan 1-butena dari etilen
menggunakan reaktor batch pada kondisi non adiabatic.

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu menyusun program untuk perancangan reactor batch pada proses
pembuatan 1-butena dari etilen berbasis Scilab 5.5.2
2. Mahasiswa mampu menyusun program komputasi dan proses dengan Scilab 5.5.2 untuk
mencari hubungan waktu dengan konversi yang dihasilkan pada proses pembuatan 1-
butena dari etilen menggunakan reaktor batch pada kondisi non adiabatic.
3. Mahasiswa mampu menyusun program komputasi dan proses dengan Scilab 5.5.2 untuk
mencari hubungan suhu dengan waktu operasi pada proses pembuatan 1-butena dari
etilen menggunakan reaktor batch pada kondisi non adiabatic.
4. Mahasiswa mampu menyusun program komputasi dan proses dengan Scilab 5.52 untuk
mencari hubungan konsentrasi dengan waktu operasi pada proses pembuatan 1-butena
dari etilen menggunakan reaktor batch pada kondisi non adiabatic.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Jenis-jenis Reaktor
Reaktor kimia adalah sebuah alat industri kimia, dimana digunakan sebagai
tempat berlangsungnya reaksi antar reaktan sehingga menjadi produk yang lebih
berharga. Tujuan pemilihan reaktor adalah : Mendapat keuntungan yang besar, Biaya
produksi rendah, Modal kecil/volume reaktor minimum, Operasinya sederhana dan
murah, Keselamatan kerja terjamin, Polusi terhadap sekelilingnya (lingkungan) dijaga
sekecil-kecilnya. Pemilihan jenis reaktor dipengaruhi oleh fase zat pereaksi dan hasil
reaksi, tipe reaksi dan persamaan kecepatan reaksi, ada tidaknya reaksi samping,
kapasitas produksi, harga alat (reaktor) dan biaya instalasinya, serta kemampuan reaktor
untuk menyediakan luas permukaan yang cukup untuk perpindahan panas.
Jenis-jenis reaktor kimia yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut :
1. Reaktor batch
Reaktor jenis ini merupakan reaktor yang sering kali digunakan untuk
memperoleh data-data kinetika reaksi yang nantinya dapat discale-up pada skala
industri. Reaktor batch sering digunakan pada industri obat-obatan karena dapat
dengan mudah dioperasikan untuk memproduksi obat yang berbeda-beda setiap
harinya. Produk kimia lain yang juga diproduksi menggunakan reaktor ini yaitu
polimer, dan produk yang memiliki banyak reaksi samping
Secara umum, reaktor batch merupakan reaktor dalam sistem tertutup dengan
massa total dalam reaktor tetap, volume atau densitas dalam reaktor mungkin
bervariasi, terjadi perubahan energi dalam reaktor selama reaksi, waktu tinggal
setiap komponen sama, serta beroperasi secara unstedy-state karena komposisi
berubah seiring waktu. Reaktor batch hanya dapat memproduksi dalam skala kecil
dan membutuhkan banyak tenaga kerja karena produksi berlangsung tiap batch,
namun pengoperasian dan perawatannya lebih mudah. Selain itu, reaktor batch juga
lebih fleksibel untuk memproduksi dua atau lebih produk, modal awal relatif rendah,
kontrol proses lebih mudah dan keseragaman kualitas terjamin.

Gambar 2.1 Batch reactor (Aryo, 2011)


Neraca massa reaktor batch :
[Input] [output] + [pembentukan karena reaksi] = [akumulasi]

Dalam reaktor batch, tidak ada aliran masuk dan keluar , A adalah reaktan, maka
dNA
[0] [0] + [-rAV] =
dt
dNA
= -rAV
dt
dX
NAo = -rAV
dt
X dX X dX C dCA
untuk densitas konstan, t = NAo0 A = CAo 0 A = C A
rA V rA Ao rA
X dX X dX
untuk densitas berubah, t = NAo0 A = CAo 0 A
rA vo (1+XA) rA (1+XA )

Neraca energi reaktor batch :


dT
UA(Ta-T) + (-HRX)(-rA)V = NtCp dt

(Levenspiel.O, 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd ed.)

2. Continous Stirred Tank Reactor (CSTR)


Reaktor ini umumnya digunakan untuk reaksi fase cair, namun dapat pula
untuk tujuan eksperimental reaksi fase gas maupun reaksi katalitis. Reaktor ini
dapat dirangkai seri atau paralel dengan reaktor sejenis atau berbeda jenis seperti
PFR. Secara umum karakteristik CSTR adalah sebagai berikut :
1) Berbentuk tangki dengan aliran input dan output reaktor dalam sistem
tertutup.
2) Dilengkapi dengan pengaduk dan diasumsikan pencampuran homogen,
sehingga tidak ada variasi suhu, konsentrasi dan laju reaksi di dalam reactor.
3) Densitas arus input berbeda dengan arus output sehingga laju alir
volumetriknya dapat berbeda.
4) Dapat dioperasikan steady-state maupun unsteady-state.
5) Dapat dilengkapi alat penukar panas untuk mengontrol suhu.
6) Arus output reaktor mempunyai komposisi dan sifat kimia yang sama dengan
yang di dalam reaktor
Dari kondisi umum CSTR di atas, reaktor jenis ini memiliki kelebihan yaitu
kontruksinya sederhana dan biaya pembuatannya murah, mudah dalam
pengaturan suhu saat kondisi steady-state, dapat dilengkapi dengan alat kontrol
otomatis sehingga mempermudah pengoperasian, mudah perawatannya, dengan
adanya pengadukan maka viskositas larutan tidak terlalu tinggi sehingga
kemungkinan penyimpanan kinerja reaktor kecil, dapat disusun secara multistage
untuk Namun beberapa kekurangan dari CSTR antara lain konsentrasi reaktan
relatif rendah dibanding konsentrasi saat masuk reaktor dikarenakan arus output
sama dengan yang ada di dalam reaktor. Pada kebanyakan reaksi, umumnya laju
reaksi menurun seiring dengan penurunan konsentrasi reaktan, akibatnya untuk
mencapai konversi yang diinginkan akan diperlukan volume reaktor yang lebih
besar agar konsentrasi reaktan dalam reaktor mendekati konsentrasi inputnya.
Selain itu, produk pada CSTR sesuai dengan desain awal reaktor sehingga kurang
fleksibel, shutdown dan start-up harus terjadwal, dan karena beroperasi steady-
state maka keseragaman kualitas produk sulit dicapai.
Gambar 2.2. Continous stirred tank reactor
(Fogler, 2004)
Neraca massa CSTR :
[Input] [output] + [pembentukan karena reaksi] = [akumulasi]
dNA dNA
[FAo] [FA] + [rAV] = , dimana =0
dt dt
FAo X
V=
rA

Karena FAo = CAOvo, maka volume reaktor sebagai fungsi space time () untuk
reaksi fase cair
dan densitas konstan (v=vo) ,
V CAo X
==
vo rA

Neraca energi CSTR :


dT
UA(Ta-T) + (-HRX)(-rA)V = NtCp
dt

(Levenspiel.O, 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd ed.)


3. Plug Flow Reactor (PFR)

Gambar 2.3. Plug Flow Reactor (Niken, 2006)


Umumnya reaktor jenis ini terdiri dari pipa-pipa yang disusun paralel, dapat digunakan
untuk fase cair dan fase gas. Perbedaan jenis reaktor ini dengan CSTR terletak pada
karakteristik pengadukannya.Secara umum, karakteristik reaktor plug-flow yaitu :
1) Aliran berada dalam pipa, arus input dan output belum tentu mempunyai laju alir
yang sama.
2) Berada dalam sistem tertutup
3) Massa dalam reaktor belum tentu tetap
4) Tidak ada pengadukan dalam arah axial (arah aliran), hanya ada dalam arah radial,
sehingga sifat dan komposisi seragam dalam arah ini
5) Densitas, sifat dan komposisi bervariasi dalam arah axial (arah aliran)
6) Dapat dioperasikan steady-state maupun unsteady-state
7) Dapat dilengkapi dengan alat penukar panas
Kekurangan reaktor ini dibanding CSTR yaitu reaktor jenis PFR relatif sulit dikontrol
serta perawatan dan perbaikannya juga tidak semudah CSTR. Namun kelebihan dari
reaktor ini adalah dapat digunakan untuk sistem reaksi dengan laju alir cukup tinggi baik
fase gas atau cair.
Neraca massa PFR :
dF
Saat kondisi steady-state, dVA = 0

2.1.2 Kondisi Operasi


1. Kondisi Adiabatis
Kondisi adiabatis adalah kondisi proses yang berlangsung tanpa adanya
pertukaran panas atau kalor antara sistem dan lingkungannya (Q=0). Biasanya
reaktor dengan kondisi adiabatis tidak menggunakan alat penukar panas seperti jaket
pemanas atau pendingin. Pada kondisi adiabatis, temperatur akan naik dalam reaksi
eksotermis dan turun dalam reaksi endotermis.
Neraca energi reaktor batch sistem adiabatis :
(HRx ) X
T = T0 + i Cpi

Neraca energi CSTR sistem adiabatis :


(HRx ) X i Cpi (TT )
T = T0 + i Cpi
atau XNE =
HRx

Neraca energi Plug Flow reaktor sistem adiabatis :


(HRx ) X i Cpi (TT )
T = T0 + i Cpi
atau XNE =
HRx

(Levenspiel.O, 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd ed.)


2. Kondisi Non-Adiabatis
Kondisi non-adiabatis merupakan kondisi proses yang berlangsung dengan
adanya pertukaran panas antara sistem dan lingkungannya (Q 0) sehingga reaktor
dengan kondisi ini biasanya mempunyai jaket yang menyelimuti reaktor sebagai
alat penukar panas.
Neraca energi reaktor batch sistem non-adiabatis :
dT (rA V)(HRx ) UA(T Ta )
=
dt Ni Cpi
Neraca energi CSTR sistem non-adiabatis :
UA
( (T Ta )) + i Cpi (T To )
FAO
XNE =
HRx
UA(T Ta ) + mCp (T To )
XNE =
HRx FAO
Neraca energi Plug Flow reaktor sistem non-adiabatis :
dT UA(Ta T) + rA HRx (T)
=
dV FAO ( i Cpi + Cp X)
dT UA(Ta T) + rA HRx (T)
=
dV Fi Cpi
Jika suhu pendingin atau pemanas bervariasi di sepanjang reaktor, maka selain
neraca energi dalam reaktor juga harus memperhitungkan neraca energi
pendingin/pemanas
dTa UA(Ta T)
=
dV mCpc
(Levenspiel.O, 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd ed.)
2.1.3 Panas Reaksi
1. Reaksi Endotermis
Reaksi endotermis adalah reaksi yang menyebabkan adanya transfer kalor dari
lingkungan ke sistem, sehingga reaksi ini disebut reaksi yang menyerap panas.
Reaksi endotermis ditandai dengan adanya penurunan suhu sistem, dan mempunyai
entalpi yang bernilai positif (H > 0). Contoh reaksi endotermis antara lain yaitu
reaksi fotosintesis, cracking alkana, reaksi dekomposisi termal, dan reaksi
dehidrogenasi.

2. Reaksi Eksotermis
Reaksi eksotermis adalah reaksi yang melepaskan panas, karena
menyebabkan adanya transfer kalor dari sistem ke lingkungan. Reaksi eksotermis
selalu ditandai dengan adanya kenaikan suhu sistem saat reaksi berlangsung,
dengan nilai entalpi bertanda negatif (H < 0) dikarenakan energi yang dilepaskan
lebih besar daripada energi yang digunakan untuk reaksi. Contoh reaksi eksotermis
antara lain yaitu reaksi pembakaran, reaksi netralisasi asam basa, reaksi korosi
seperti oksidasi logam, reaksi polimerisasi, dan reaksi respirasi.
Untuk menentukan apakah reaksi berjalan eksotermis atau endotermis perlu
pembuktian dengan menggunakan panas pembentukan standar (Hof) pada 1 atm
dan 298,15 K dari reaktan dan produk.
Ho reaksi = Hof produk - Hof reaktan
Jika Hof reaksi berharga negatif maka reaksi akan bersifat eksotermis, sebaliknya
jika berharga positif reaksi akan bersifat endotermis
(J.M. Smith et al., 2001).

2.1.4 Jenis Reaksi


1. Reaksi Seri
Reaksi seri atau reaksi konsekutif yaitu dari reaktan terbentuk produk antara
yang aktif kemudian lebih lanjut berubah menjadi produk lain yang stabil. Contoh
reaksi seri adalah sebagai berikut :

k1 k2
A R S
Reaksi seri yang terkenal pada skala industri adalah reaksi antara etilen-oksida
dan ammonia berurutan terbentuk mono-etanol-amin, kemudian reaksi berlanjut
terbentuk di-etanol-amin dan produk akhir adalah tri-etanol-amin.
k1
C2H4O + NH3 HOCH2CH2NH2
EO
(HOCH2CH2NH)2NH (HOCH2CH2)3N

2. Reaksi Paralel
Reaksi paralel atau reaksi samping (competitive reaction) yaitu dari reaktan
yang sama dihasilkan produk yang berbeda melalui jalur reaksi yang berbeda
pula. Contoh reaksi paralel adalah sebagai berikut :

k1
A R k1 R
atau A
k2
A S k2 S

Contoh reaksi paralel yang cukup terkenal pada skala industri adalah reaksi
oksidasi terhadap etilen akan dihasilkan produk yang diinginkan adalah etilen
oksida sementara selama terjadi reaksi oksidasi sebagian etilen terbakar
sempurna dan dihasilkan produk yang tidak diinginkan adalah uap air dan
karbon dioksida.

C2H4 + O2 C2H4O
C2H4 + 3 O2 2CO2 + 2 H2O

(Levenspiel.O, 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd ed.)


2.1.5 Jenis Proses Reaksi
1. Reaksi Monomolekuler
Di dalam reaksi monomolekuler/unimolekuler, molekul reaktan tunggal
terisomerisasi atau terdekomposisi untuk menghasilkan satu atau lebih produk.
Contoh reaksi monomolekuler adalah reaksi-reaksi dekomposisi seperti yang
digambarkan berikut ini :
AC
AC+D
ACD
2. Reaksi Bimolekuler
Reaksi bimolekular adalah satu reaksi dimana dua molekul pereaksi yang sama
atau tidak bergabung menghasilkan satu atau sejumlah molekul produk. Contoh
reaksi bimolekuler adalah reaksi-reaksi asosiasi (kebalikan reaksi dekomposisi)
seperti berikut ini :
A + B AB
2A A2
maupun reaksi pertukaran
A + BC + D
2A C + D
(Levenspiel.O, 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd ed.)

2.1.6 Jenis Proses Reaksi


1. Reversibel
Reaksi reversibel merupakan reaksi dapat balik atau berlangsung dalam dua
arah. Dalam reaksi ini, hasil reaksi dapat kembali membentuk zat-zat pereaksi.
Reaksi reversibel akan berlangsung bolak-balik terus menerus dan berhenti ketika
terjadi suatu keadaan yang setimbang dimana laju reaksi ke arah kanan sama
dengan laju reaksi ke arah kiri. Reaksi reversibel digambarkan sebagai berikut :
aA + bB cC + dD
2. Reaksi Irreversibel
Reaksi irreversibel merupakan reaksi satu arah, yang hanya terjadi pada
pembentukan zat-zat hasil reaksi saja. Reaksi ini juga disebut dengan reaksi
berkesudahan, dimana hasil reaksi tidak dapat diubah lagi menjadi zat pereaksi.
Reaksi irreversibel dapat digambarkan sebagai berikut :
aA + bB cC + dD

Reaksi dapat balik (reversible) atau searah (irreversible) dapat ditentukan


secara thermodinamika yaitu berdasarkan persamaan vant Hoff:
G0 /RT H0
=
dT RT^2

dengan:
Go = -RT ln K
sehingga:
ln K HR 0
=
dT RT 2
Jika Ho merupakan entalpi standar (panas reaksi) dan dapat diasumsikan konstan
terhadap temperatur, persamaan di atas dapat diintegrasikan menjadi:
K HR 0 1 1
ln = [( ) ( )]
K1 R T T1
Harga K yang sangat besar K >>1 mengindikasikan bahwa reaksi tersebut bersifat
serah (irreversibel) sedangkan harga K yang kecil, K << 1 menandakan bahwa
reaksi tersebut bersifat dua arah (reversibel).
(Levenspiel.O, 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd ed.)

2.2 Studi Kasus


2.2.1 Deskripsi Proses
Studi kasus yang akan diselesaikan dalam perancangan reaktor ini adalah reaksi
pembentukan 1-butena dari etilena dengan proses Alphabutol. Reaksi pembentukan
C4H8 dari C2H4 berdasarkan urutan mekanisme sebagai berikut :
Reaksi utama :
2CH2=CH2(l) CH2=CH-CH2-CH3(l)
Etilena Butena-1

Reaksi samping :
CH2=CH-CH2-CH3(l) + C2H4(l) CH2=CH-CH2-CH2-CH2-CH3(l)
Butena-1 Etilena 1-Heksena
Pada reaksi utama, Etilena akan bereaksi membentuk Butena-1,kemudian disisi lain,
karena reaksinya bersifat paralel maka Butena-1 yang terbentuk akan bereaksi
kembali dengan etilena dan menghasilkan 1-Heksena sebagai reaksi samping, semua
senyawa direaksikan dalam fase cair (liquid). Reaksi pembentukan 1-Butena ini
merupakan reaksi monomolekuler yang termasuk reaksi paralel karena Butena-1 yang
dihasilkan dapat bereaksi dengan Etilena menghasilkan produk samping yaitu 1-
Heksena .
Reaksi sintesis ini Reaktor dioperasikan pada tekanan 20 atm dan temperature 50 C. Commented [K3]: sesuaikan scipad

Pemilihan kondisi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kondisi tersebut


merupakan kondisi optimum untuk pembentukan 1-butena dari senyawa etiena.

2.2.2 Reaktor Batch Untuk Pembuatan Senyawa 1-Butena


Proses pembuatan 1-butena dari etilen akan direaksikan di dalam reactor batch,
dengan reaksi utama sebagai berikut :
2CH2=CH2(l) CH2=CH-CH2-CH3(l)
Etilena Butena-1
Reaksi dilakukan pada suhu 55 C dan pada tekanan 20 atm. Reaktor tersebut
dirancang dengan, Voume Reaktor : 100 L Commented [K4]: m3 ajaaa

Kondisi operasi tersebut diatur untuk memperoleh hasi sesuai dengan tujuan dari
perancangan dan simulasi laporan ini yaitu untuk menentukan :
a. Hubungan waktu dengan konversi yang dihasilkan pada proses pembuatan 1-
butena dari etilen menggunakan reaktor batch pada kondisi non adiabatic.
b. Hubungan suhu dengan waktu operasi pada proses pembuatan 1-butena dari etilen
menggunakan reaktor batch pada kondisi non adiabatic.
c. Hubungan konsentrasi dengan waktu operasi pada proses pembuatan 1-butena
dari etilen menggunakan reaktor batch pada kondisi non adiabatic.

2.2.3 Tinjauan Termodinamika


Pada perancangan reaktor ini, reaktor yang akan dirancang adalah reaktor batch
dengan pengaduk dan non-adiabatis sehingga diperlukan jaket reaktor sebagai alat
penukar panas. Untuk mengetahui jenis reaksi dan arah reaksinya maka perlu
dilakukan perhitungan H dan niai K nya. Berikut adalah data H dan G dari
masing-masing senyawa dalam proses pembentukan 1-Butena :
H298 etilena = 52500 kJ/kmol
H298 1-Butena = -500 kJ/kmol
H298 1-Heksena = -42000 kJ/kmol
G298 etilena = 68500 kJ/kmol
G298 1-Butena = 70400 kJ/kmol
G298 1-Heksena = 87600 kJ/kmol
a. Panas reaksi standar (Hr)
Reaksi utama : 2CH2=CH2(l) CH2=CH-CH2-CH3(l)
H reaksi = H f produk - H f reaktan
o o o

H298 = (HF 298 1-Butena) (HF 298 etilena)


H298 = -500 (2 x 52500)
H298 = -105500 kJ/kmol
Karena Hf bernilai negative maka reaksi utama bersifat eksotermis.
Reaksi samping : CH2=CH-CH2-CH3(l) + C2H4(l) CH2=CH-CH2-CH2-
CH2-CH3(l)
H reaksi = H f produk - H f reaktan
o o o

H298 = (HF 298 1-Heksena) (HF 298 etilena + HF 298 1-Butena)


H 298 = -42000 (52500 + (-500))
H 298 = -94000 kJ/kmol
Karena Hf bernilai negative maka reaksi samping bersifat eksotermis.

b. Konstanta kesetimbangan (K) pada keadaan standar


Go = -RT ln K
Go pada reaksi utama adalah sebagai berikut :
Go = Gof produk - Gof reaktan
G298 = (HF 298 1-Butena) (HF 298 etilena)
G298 etilena = 68500 kJ/kmol
G298 1-Butena = 70400 kJ/kmol
G298 = 70400 (2 x 68500)
G298 = -66600 kJ/kmol
G0
ln K298 =
RT
66600 /
ln K298 =
(8,314 )298

K298 = 4.724 x 1011


Suhu Operasi : 50 C
Konstanta kesetimbangan (K) pada T= 50 C = 323 K Commented [K5]: sesuaikan scipad

0
K HR 1 1
ln K = [( R
) ( )]
T T
298 1

K 105500 1 1
ln = [( )( )]
4,72410^11 8,314 323 298

K = 1.276 x 1013
Karena nilai K >>> 1 maka reaksi berjalan secara irreversible
(J.M Smith et al., 2001)
2.2.4 Tinjauan Kinetika
Ditinjau dari kinetika reaksi, kecepatan reaksi dipengaruhi oleh kenaikan
suhu, adanya pengadukan/factor tumbukan dan penambahan katalis. Hal ini
dapat dijelaskan oleh persamaan Arrhenius yaitu:

=
dengan :
k = kontanta laju reaksi
A = faktor frekuensi tumbukan
T = temperatur
EA = energi aktivasi

Dari rumus tersebut apat diihat bahwa nilai k (kontanta laju reaksi) berbanding lurus dengan
nilai T (Temperatur). Sehingga semakin tinggi suhu maka semakin besar pula konstanta
kecepatan reaksi yang dihasilkan.
Berdasarkan referensi, reaksi pembentukan 1-butene ini diketahui bahwa harga:
A = 7,1 x 10-3 m3/kmol.det
Ea= 37,7 kcal/kmol K =157,84 kJ/kmol K
T operasi : 50 C = 323 K
Maka :

k = A.e


157,84 Commented [K6]: sesuaikan scipad
k1 = 7,1 x 10-3 m3/kmol.det x e
(8,314 /) 323

k1 = 0,006694

236
k2 = 5,25 x 10-3 m3/kmol.det x e
(8,314 /) 323

k2 = 0,004808
Sehingga diperoeh nilai k1 (reaksi utama) sebesar 0,006694 dan nilai k2 (Reaksi samping)
sebesar 0,004808
(Purwandari, 2003)
BAB III
METODE PENYELESAIAN

3.1 Permodelan Kasus


Pada proses alphabutol reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Reaksi utama :
2CH2=CH2(l) CH2=CH- CH2-CH3(l)
Etilena Butena-1

Reaksi samping :
CH2=CH-CH2-CH3(l) + C2H4(l) CH2=CH-CH2-CH2-CH2-CH3(l)
Butena-1 Etilena 1-Heksena

Reaktan:
C2H4 Produk utama: C4H8
Produk samping:
C6H12

Gambar 3.1 Permodelan reactor batch


Pada neraca massa reaktor batch, terdapat akumulasi di dalam reaktor sehingga reaktor
batch bergantung terhadap waktu.
3.1.1 Neraca Massa untuk Reaktor Batch
Persamaan neraca massa pada reactor batch sebagai berikut:

[ ][ ] + [ ] = [ ]

Dalam reaktor batch, tidak ada aliran yang masuk maupun keluar dari reaktor selama reaksi
berlangsung (input = output = 0). Sehingga persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi:

[ ] = [ ]


. =

Dimana = 0 0 .
0 0 .
. =

0 .
. =


=
0
Dimana
V = volum reaktor (liter)
NA0 = mol reaktan A (mol/menit)
XA = konversi
-rA = laju reaksi terhadap A

3.1.1.1 Kecepatan Reaksi


Reaksi dengan proses alphabutol butanol untuk mengkonversi etilen menjadi
1-butena merupakan reaksi monomolekular irreversible, dengan reaksi sebagai
berikut:
k1
2CH2=CH2(l) CH2=CH-CH2-CH3(l)
(A) (B)

k2
CH2=CH-CH2-CH3(l) + C2H4(l) CH2=CH-CH2-CH2-CH2-CH3(l)
(B) (A) (C)
Berdasarkan reaksi tersebut, didapatkan persamaan keceparan reaksi sebagai berikut:
= 1 . 2 2.
1
= . 2 2.
2 1
= 2.

3.1.1.2 Stoikhiometri
Konsentrasi dari A adalah mole A per unit volume sesuai dengan persamaan
berikut:

CA =

Untuk reaksi gas atau cair pada reaktor batch maka volume dianggap konstan (V = V0 ).
Dengan menganggap A (2CH=CH) sebagai pereaktan pembatas maka stoikiometri reaksi
tersebut dapat disusun sebagai berikut :

Reaksi utama:
Tabel 3.1 Stoikhiometri reaksi utama
2CH2=CH2(l) CH2=CH-CH2-CH3(l)

2A B
Awal NA0 -
Reaksi -NA0XA (1/2)NA0XA
Sisa NA0(1-XA) (1/2)NA0XA

Reaksi samping:
Tabel 3.2 Stoikhiometri reaksi samping
CH2=CH-CH2-CH3(l) + C2H4(l) CH2=CH-CH2-CH2-CH2-CH3(l)
B A C
Awal (1/2)NA0XA NA0(1-XA)
Reaksi NA0(1-XA)XA NA0(1-XA)XA NA0(1-XA)XA
Sisa NA0[1/2XA-(1-XA)XA] NA0(1-XA)(1-XA) NA0(1-XA)XA

= 0 (1- )(1 )
1
= 0 [ (1- )( )]
2
= 0 (1- )( )
Untuk reaksi gas, maka volume dianggap konstan (v=v0) sehingga berlaku juga
persamaan berikut :
= 0 (1- )(1 )
1
= 0 [ (1- )( )]
2

= 0 (1- )( )

3.1.1.3 Kombinasi
Untuk menyelesaikan persoalan yang ada maka persamaan neraca massa,
kecepatan reaksi, dan stokhiometri dikombinasikan menjadi persamaan tunggal sebagai
berikut :

= .


= 0

k1C 2A + k2 CA CB
=
2 2
2 0
k1C A0 (1-2XA+X A) + k2CA0 ((1-XA)(1-XA).CA0 [1/2XA-(1-XA).(XA)]
=
0
2 2
= k1CA0 (1-2XA+X A) + k2CA0(1-X A)(1-XA).[1/2XA-(1-XA).(XA)]

3.1.2 Neraca Panas Reaktor Batch Non Adiabatis


Neraca panas pada reaktor batch dapat disusun sebagai berikut :


[ ] [ ]+[ ] [
] = [ ]



Pada reaktor batch, tidak ada aliran masuk dan keluar reaktor selama reaksi berlangsung.
Kecepatan kerja berupa pengadukan (Ws) dianggap sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Energi yang masuk adalah panas dari sekeliling yang masuk sistem, sedangkan akumulasi
energi reaktor berasal panas reaksi serta dari entalpi produk hasil reaksi. Dalam persamaan
dapat ditulis sebagai berikut :

= [()()] +


UA(Ta-T) + (-HRX)(-rA)V =
(Fogler, 2006)

dengan nilai sebagai berikut:


Q = UA(Ta-T)
A = luas permukaan (10 m2)
U = koefisien perpindahan panas menyeluruh (100 W/m2 0C)
Ta = suhu jaket pendingin (27 0C)
T = suhu operasi (55 0C)
Q 0 (non adiabatis)
ni = mol produksi hasil reaksi
Cpi = kapasitas panas hasil reaksi
Sehingga persamaan di atas menjadi sebagai berikut:
( ) + [( )( ) ]
=

3.2 Algoritma Penyelesaian


Dari pemodelan kasus reaktor di atas, diperoleh dua persamaan utama, yaitu
persamaan dari neraca massa dan persamaan dari neraca panas seperti berikut :
2 2

= k1CA0 (1-2XA+X A) + k2CA0(1-X A)(1-XA).[1/2XA-(1-XA).(XA)] (persamaan1)
=
()+[( )( ) ]

(persamaan 2)

Sedangkan perubahan konsentrasi reaktan dan produk dapat dirumuskan sebagai berikut:

= -k1C2A -k2CACB (persamaan 3)


= 1/2k1C2A k2CACB (persamaan 4)


= k2CACB (persamaan 5)

dengan nilai :
k1 = A
k2 = A
i = koefisien stoikhiometri
-rA = f(T, XA)
Empat persamaan tersebut memiliki variabel yang bergantung sama lain sehingga kedelapan
persamaan tersebut harus diselesaikan secara simultan. Penyelesaian persamaan diferensial
simultan menggunakan scilab dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungsi subprogram
penyelesaian diferensial yaitu ode yang terdapat pada scilab (Setia Budi, 2010). Setelah
penyelesaian diferensial menggunakan scilab, kemudian dibuat grafik konversi, suhu dan
konsentrasi terhadap waktu untuk mencapai konversi yang diinginkan dan suhu yang telah
dicapai pada waktu tersebut.
3.3 Logika Pemograman Commented [K7]: pakai shape yaa

Mulai

C0, TR,UA ,Cp,


H, E1,E2
R,A1,A2

E1
RT
k1 = Ae
E2
RT
k2 = Ae

function
ydot=fungsi(t,y)
ydot(1)
.
.
ydot(5)
endfunction

y0=[0;Tr;ca0;cb0;cc0]
t0=0
t=0:10:300

ydot=ode(y0,t0,t,fungsi)

Hubungan t vs XA,
Hubungan T Vs t, dan
Hubungan Ca vs t

Selesai

3.4 Bahasa Pemrograman


clear
clc
disp(" TUGAS BESAR MATA KULIAH MODEL DAN KOMPUTASI PROSES 2017")
disp("-----------------------------------------------------------------------------------------------------")
disp(" SIMULASI DAN PERMODELAN REAKTOR BATCH NON ADIABATIS PADA PEMBUATAN 1
BUTENA DENGAN PROSES ALPHABUTOL ")
disp(" Disusun oleh : 2/SENIN PAGI")
disp(" Muhammad Ibnul Baasith 21030115130202")
disp(" Neni Dwi Cahyani 21030115120104")
disp(" DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK")
disp(" UNIVERSITAS DIPONEGORO ")
disp(" SEMARANG")
disp("-------------------------------------------------------------------------------------------------------")
lmbr=readxls('E:\A_TUBES\DATABASE.xls');
dtlb1=lmbr(1); //Data BM - MP-BP
dfnamakom=dtlb1(:,2); //daftar nama komponen

tulisbs=["BANK DATA";"MEMILIH KOMPONEN";"Pilih Senyawa";"Etilen, Butena,1-Heksena"];

nokomp=1; k=0;
while nokomp>0
nokomp=x_choose(dfnamakom,tulisbs,'Selesai');
if nokomp > 0 then
k=k+1;

IDkom(k)=dtlb1(nokomp,1); //no identitas komponen


namakom(k)=dtlb1(nokomp,2); //daftar nama komponen
C1(k)=dtlb1(nokomp,4);
C2(k)=dtlb1(nokomp,5);
C3(k)=dtlb1(nokomp,6);
C4(k)=dtlb1(nokomp,7);
C5(k)=dtlb1(nokomp,8);
end
end
C1A=evstr(C1(1)); //C1 Etilen
C2A=evstr(C2(1)); //C2 Etilen
C3A=evstr(C3(1)); //C3 Etilen
C4A=evstr(C4(1)); //C4 Etilen
C5A=evstr(C5(1)); //C5 Etilen
C1B=evstr(C1(2)); //C1 1-Butena
C2B=evstr(C2(2)); //C2 1-Butena
C3B=evstr(C3(2)); //C3 1-Butena
C4B=evstr(C4(2)); //C4 1-Butena
C5B=evstr(C5(2)); //C5 1-Butena
C1C=evstr(C1(3)); //C1 1-Heksena
C2C=evstr(C2(3)); //C2 1-Heksena
C3C=evstr(C3(3)); //C3 1-Heksena
C4C=evstr(C4(3)); //C4 1-Heksena
C5C=evstr(C5(3)); //C5 1-Heksena
Tr=55+273 // suhu kondisi operaasi reaktor (kelvin)
Tk=25+273 //suhu kondisi standar (kelvin)
Ta=27+273 // suhu pendingin masuk (kelvin)
UA=(100*10) // koefisien perpindahan panas menyeluruh kali luas area perpindahan panas
deltaH1=-105500 //Delta H Reaksi utama(j/mol)
deltaH2=-94000// Delta H Reaksi samping(j/mol) Commented [K8]: kalo bisa ambil dr xls yaa
Ea1=157.84//energi aktivasi Reaksi utama(j/mol)
Ea2=236//energi aktivasi Reaksi samping(j/mol)
A1=7.1*10^-3//faktor tumbukan reaksi utama(liter/mol.det)
A2=5.25*10^-3//faktor tumbukan reaksi utama(liter/mol.det)
R=1.987/0.239006//(j/mol K)
k1t=A1*exp(-Ea1/(R*Tr)) //konstanta kecepatan reaksi utama
k2t=A2*exp(-Ea2/(R*Tr))//konstanta kecepatan reaksi samping
k1=k1t
k2=k2t
V=100 //volume (liter)
na0=12000 // mol etilen
nb0=0 //mol 1-butena
nc0=0 //mol 1-heksena
ca0=na0/V //konsentrasi etilen awal
cb0=nb0/V //konsentrasi 1-butena awal
cc0=nc0/V //konsentrasi 1-heksena awal
function ydot=fungsi(t, y)//menghitung persamaan secara simultan
cpa=(C1A+C2A*C3A*coth(C3A/y(2))-C5A*C4A*tanh(C5A/y(2)))-(C1A+C2A*C3A*coth(C3A/Tk)-
C5A*C4A*tanh(C5A/Tk))//Etilen
cpb=(C1B+C2B*C3B*coth(C3B/y(2))-C5B*C4B*tanh(C5B/y(2)))-(C1B+C2B*C3B*coth(C3B/Tk)-
C5B*C4B*tanh(C5B/Tk))//1-Butena
cpc=(C1C+C2C*C3C*coth(C3C/y(2))-C5C*C4C*tanh(C5C/y(2)))-(C1C+C2C*C3C*coth(C3C/Tk)-
C5C*C4C*tanh(C5C/Tk))//1-Heksena Commented [K9]: cp yaws bukan itu
na=na0*(1-y(1))*(1-y(1))
nb=na0*((0.5*y(1))-((1-y(1))*y(1)))
nc=na0*(1-y(1))*y(1)
ca=ca0*(1-y(1))*(1-y(1))
cb=ca0*((0.5*y(1))-((1-y(1))*y(1)))
cc=ca0*(1-y(1))*(y(1))
ra1=-k1*(ca^2)
ra2=-k2*ca*cb
ratotal=-k1*(ca^2)-k2*ca*cb
zigma=((na*cpa)+(nb*cpb)+(nc*cpc))
ydot(1)=((k1*ca^2)+k2*ca*cb)/ca0 //konversi
ydot(2)=((UA*(Ta-y(2)))+((-(deltaH1)*V*-ra1)+(-(deltaH2)*-ra2*V)))/zigma //suhu
ydot(3)=ra1+ra2 //CA
ydot(4)=(0.5*-ra1)+ra2 //CB
ydot(5)=-ra2 //CC
endfunction
y0=[0;328;ca0;cb0;cc0]
t0=0
t=0:10:300
ydot=ode(y0,t0,t,fungsi)
t=t'
y=ydot'
disp(ca0,'Konsentrasi Umpan etilen (kmol/liter)=')
disp(cb0,'Konsentrasi 1-butena (kmol/liter)=')
disp(V,'Basis Volume Total Reaktan (liter) =')
disp(Tr,'Suhu Umpan Reaktor (Kelvin)=')
disp('Simulasi Hasil Percobaan Reaksi Menggunakan Reaktor Batch Non Adiabatis:')
disp('Hubungan Waktu Tinggal dengan Konversi, Suhu, dan Konsentrasi')
disp('--------------------------------------------------------------------------------------')
disp(' Waktu Konversi Suhu C etilen C 1-butena C 1-heksena')
disp('--------------------------------------------------------------------------------------')
disp([t,y])
disp('--------------------------------------------------------------------------------------')
clf
subplot(2,2,1)
plot2d(t,y(:,1),3)
xtitle('hubungan waktu tinggal dengan konversi','waktu (menit)','konversi')
legend('t vs Xa')
subplot(2,2,2)
plot2d(t,y(:,2),2)
xtitle('hubungan waktu tinggal dengan suhu','waktu (menit)','suhu (Kelvin)')
legend('t vs T')
subplot(2,2,3)
plot2d(t,y(:,3),5)
plot2d(t,y(:,4),7)
plot2d(t,y(:,5),3)
xtitle('hubungan konsentrasi reaktan dan produk dengan waktu tinggal','waktu(menit)','konsentrasi (kmol/L)')
legend(['Etilen','1-Butena','1-Heksena'],1)
BAB IV
HASIL SIMUASI DAN ANALISA
Analisa Hasil

4.2.1 Hubungan Konversi Terhadap Waktu Tinggal

Gambar 4.1 Hubungan konversi terhadap waktu tinggal


Dari hasil simulasi perhitungan perancangan reactor batch non-adiabatis untuk
reaksi pembentukan 1-Butena dari Etilena diperoleh hubungan konversi terhadap
waktu tinggal yang menunjukkan semakin lama waktu tinggal dalam reaktor maka
konversi yang dihasilkan semakin besar. Hal ini dikarenakan konversi dalam reaktor
batch merupakan fungsi waktu, sesuai dengan persamaan :
Commented [K10]: dijabarin
=

(Levenspiel, 1999)
Sehingga dengan semakin lama waktu, maka semakin banyak zat pereaktan yang
bereaksi membentuk produk, sehingga konversi yang dihasilkan semakin besar. Dari
grafik tersebut menunjukkan d a r i m e n i t k e - 7 0 h i n g g a m e n i t k e 3 0 0
konversi tidak mengalami kenaikan yang signifikan (kenaikan sangat kecil) tiap
pertambahan waktu, hal ini menunjukan bahwa reaktan teah mencapai konversi
optimal, dan hanya sedikit reaktan yang dapat bereaksi. Reaktor batch non adiabatis
ini disimulasikan dengan waktu operasi selama 300 menit dan diperoleh konversi
yang tinggi yaitu sebesar 0,9869409.
4.2.2 Hubungan Suhu Terhadap Waktu Tinggal

Gambar 4.2 Hubungan suhu terhadap waktu tinggal

Dari hasil simulasi perhitungan perancangan reactor batch non-adiabatis untuk


reaksi pembentukan 1-Butena dari Etilena diperoleh hubungan waktu tinggal dengan
suhu operasi , semakin lama waktu operasi p a d a reaktor batch maka suhu reaktor Commented [K11]: kok gni

j u g a semakin tinggi. Hal ini dikarenakan sifat reaksi yang terjadi dalam reaktor ini Commented [K12]: kok gni

adalah eksotermis. Reaktor non adiabatis bekerja dengan adanya perpindahan kalor,
sehingga suhu reaktor meningkat seiring berjalannya waktu. Hal tersebut dapat terlihat
pada persamaan berikut :
( ) + [( )( ) ] Commented [K13]: sumber
=

Reaksi eksotermis yaitu reaksi yang membebaskan kalor, kalor mengalir dari
sistem ke lingkungan (terjadi penurunan entalpi), entalpi produk lebih kecil daripada
entalpi pereaksi. Oleh karena itu, perubahan entalpinya bertanda negatif. Pada reaksi Commented [K14]: sumber

eksotermis umumnya suhu sistem menjadi naik, adanya kenaikan suhu inilah yang
menyebabkan sistem melepas kalor ke lingkungan. Untuk mendapatkan produk secara
optimum maka suhu harus dijaga pada kondisi suhu operasi dengan cara memasang jaket
pendingin pada reaktor. Hal ini dilakukan agar kenaikan suhu operasi tidak terlalu naik Commented [K15]: sumber

(masih pada range suhu operasi).


4.2.3 Hubungan Konsentrasi Reaktan dan Produk terhadap Waktu Tinggal

Gambar 4.3 Hubungan konsentrasi terhadap waktu tinggal

Grafik tersebut menunjukkan adanya hubungan antara konsentrasi terhadap


waktu tinggal, dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi reaktan (etilen)
mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu tinggal. Hal ini dikarenakan
semakin lama waktu tinggal, maka semakin banyak etilen yang bereaksi untuk
membentuk produk, sehingga reaktan tersebut mengalami pengurangan konsentrasi
dari konsentrasi awal sebelum bereaksi.
Sedangkan konsentrasi produk utama 1-butena mengalami peningkatan
konsentrasi sampai menit ke 40. Selanjutnya 1-butena mengalami fase konstan dan
cenderung sedikit turun seiring bertambahnya waktu, hal ini dikarenakan 1-butena
membentuk produk samping 1-heksana. Sehingga waktu optimum pembentukan 1-
butena adalah 40 menit.
Pada Produk 1-heksena menunjukkan semakin lama waktu tinggal maka
konsentrasinya semakin meningkat. Namun pada menit ke 75 tidak mengalami
kenaikan yang signifikan dan cenderung konstan, hal ini dikarenakan 1-heksena
merupakan produk samping. Pada grafik konsentrasi produk juga menunjukkan
konsentrasi produk utama 1-butena lebih besar dari konsentrasi produk samping
yaitu 1-heksena. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah mol produk etilen lebih
besar daripada jumlah mol produk samping lainnya, seperti dapat dilihat dari
persamaan stoikiometri berikut ini :

k1
2CH2=CH2(l) CH2=CH-CH2-CH3(l)
(A) (B)
k2
CH2=CH-CH2-CH3(l) + C2H4(l) CH2=CH-CH2-CH2-CH2-CH3(l)
(B) (A) (C)

Dimana :
mol etilen : NA0(1-XA)(1-XA),
mol 1-butena : NA0[1/2XA-(1-XA)(XA)],
mol 1-heksena : NA0(1-XA)XA.

Commented [K16]: gausah


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil simulasi dengan scilab 5.5.2 diperoleh hasil bahwa proses pembuatan 1-
Butena dari etilen dapat dilakukan dalam reaktor batch pada kondisi non adiabatis dengan
susunan reaksi seri dan monomolekular serta reaksinya bersifat eksotermis.

2. Hubungan antara konversi terhadap waktu tinggal yang diperoleh dalam perancangan
reaktor batch non-adiabatis pembuatan 1-butena ini menunjukkan bahwa semakin lama
waktu tinggal dalam reaktor maka konversi yang dihasilkan semakin besar. Hal ini
disebabkan semakin lama waktu, maka semakin banyak reaktan yang bereaksi menjadi
produk, namun perubahan konversi tiap satuan waktu sangat kecil (tidak signifikan)
karena reaktan teah mencapai konversi optimalnya.

3. Hubungan antara suhu terhadap waktu tinggal yang diperoleh dalam perancangan reaktor
batch non-adiabatis pembuatan 1-butena ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu
tinggal, maka suhu operasinya juga semakin meningkat.

4. Hubungan antara konsentrasi reaktan dan produk terhadap waktu tinggal dalam
perancangan reaktor batch non-adiabatis pembuatan 1-butena ini menunjukkan semakin
lama waktu tinggal maka konsentrasi reaktan semakin menurun sedangkan konsentrasi
produk semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama waktu, maka semakin
banyak reaktan yang akan bereaksi membentuk produk.

5.2 Saran
1. Pengambilan data penunjang perhitungan perancangan reactor dari literature yang jelas.
2. Perhitungan perancangan reaktor menyesuaikan spesifikasi reaktor yang ada dipasaran.
3. Perhitungan perancangan reaktor seperti neraca massa dan neraca panas dilakukan dengan
teliti.
4. Melakukan analisa kelayakan ekonomi pada perancangan reaktor
DAFTAR PUSTAKA

Chemical Reactors. http://www.essentialchemicalindustry.org/processes/chemical-reactors.html,


diakses pada tanggal 1 November 2016
Fogler,H.S. 2006. Element of Chemical Reaction Engineering, 3rd ed., Prentice-Hall, Engle
Cliffs., New Jersey.
Levenspiel, Octave. 1999. Chemical Reaction Engineering, 3rd ed., John Wiley and Sons, Inc.,
New York
Perry, Robert H and Green, Don W. 1999. Perrys Chemical Engineers Handbook, 8th ed.,
McGraw-Hill Book Co., Singapore.
Purwandari, Yunita. 2003. Praprancangan Pabrik 1-Butena Proses Alphabutol Kapasitas
50.000 Ton/Tahun. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro: Semarang
Smith, J.M., Vannes, H.C., and MM. Abbot. 2001. Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics, 6th ed., McGraw-Hill Book Co., Singapore.
LAMPIRAN
LEMBAR ASISTENSI

DIPERIKSA TANDA
NO TANGGAL KETERANGAN TANGAN
1.

Anda mungkin juga menyukai