DISUSUN OLEH :
VIRGIAWAN SASONGKO 2110451
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Narrow Gauge (1067) vs
Standard Gauge (1435)” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Teknologi Prasarana Perkeretaapian. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pengelompokkan jalan rel bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Dadang Sanjaya Atmaja selaku dosen
mata kuliah Teknologi Prasarana Perkeretaapian yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Virgiawan Sasongko
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Analisis
Menurut Hilton (2006), sebagian besar negara di Eropa menggunakan jalur dengan
tipe standad gauge dengan lebar jalan rel 1435 mm. Saputro dkk., (2020) menambahkan
bahwa Inggris Raya merupakan negara pertama yang membangun dan mengembangkan
sistem perkeretaapian modern, dan berdampak pada perkeretaapian di dunia. Menurut
Alvarez (2010), standard gauge juga merupakan pengukur utama di sebagian besar negara
Eropa (Prancis, Jerman, Italia, Yunani, Inggris, Polandia, Swiss, Austria, Denmark, Swedia,
Norwegia). Menurut Wong dkk.,(2018), adalah jalur kereta api yang menghubungkan
KazakhstanRussia dan Belarus yang juga menggunakan pengukur 1.520 mm. Di bagian lain
Eropa Timur, Ukraina menggunakan pengukur standar dengan lebar jalan rel 1435 mm dan
pengukur lebar dengan lebar jalan rel 1520 mm. Perubahan penggunaan track gauge di Eropa
Timur ke sepur 1520 mm adalah karena kecepatan rata-rata untuk kereta penumpang
direncanakan 170 km/jam, dan kecepatan tertinggi di bagian terbaik 240 km/jam (Kakulis,
2011). B b b b b b b bb b b b b b b b b bb b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b
Dalam pengoperasian perkeretaapian dengan track gauge 1.067 mm (narrow gauge),
keterbatasan utama adalah kemampuan tekan gandar yang mempengaruhi kapasitas beban
dan kecepatan operasi maksimum kereta api yang berdampak pada kapasitas beban termasuk
waktu sirkulasi kereta api dan gerbong kereta api. Pengoperasian kereta api dengan sepur
standar 1.435 mm yang memiliki kemampuan tekan gandar berat dan kecepatan maksimal
operasi yang tinggi akan membuat kapasitas produksi beban lebih tinggi, produktif dan
sangat efisien (Saputro, Ricardianto and Mulyani, 2020).
Saputro dkk., (2020) menyatakan bahwa kelebihan track dengan narrow gauge 1.067
mm adalah dapat dikembangkan dengan radius yang kecil, struktur yang lebih kecil, rel yang
lebih ringan, jembatan dan terowongan yang lebih kecil, penggunaan rolling stock yang lebih
kecil dan ringan sehingga biaya pembangunan lebih murah, sehingga penghematan yang
lebih besar sehingga akan sangat baik untuk digunakan untuk kawasan pegunungan
(railsytem.net, 2019). Keuntungan lain, penghematan lahan ketika area yang tersedia terbatas
dan cakupan pekerjaan yang lebih kecil dibandingkan dengan dua alat ukur (Gailienė et al.,
2018). Kelemahan kereta api dengan pengukur sempit 1.067 mm adalah sulitnya
dikembangkan baik untuk kecepatan maksimum, untuk meningkatkan tekanan gandar,
kapasitas beban atau stabilitas ketika kereta double decker dioperasikan. Beberapa kelemahan
berdasarkan (Gailienė et al., 2018), seperti, (1) sebagian besar bahan khusus tersedia terbatas;
(2) bahan terbatas, jalur ganda lebih mahal, ini juga penting ketika suku cadang diperlukan
selama operasi; (3) mesin kontruksi trek harus sesuai dengan solusi struktural yang tidak
standar; (4) platform tidak dapat dipasang di satu sisi trek tersebut; (5) kurangnya standar
untuk desain trek ganda.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Saat ini, di era kemajuan teknologi transportasi saat ini, filosofi transportasi yang
mengatakan bahwa transportasi saat ini harus mengacu pada filosofi transportasi masa depan,
yaitu lebih besar, lebih cepat, lebih aman, lebih murah / terjangkau, rekreasi. Jadi, kereta api
dengan sepur standar 1.435 mm sangat tepat. Oleh karena itu, perencanaan infrastruktur dan
rolling stock harus mengikuti prinsip-prinsip filosofi transportasi masa depan.
Pengembangan jaringan kereta api masa depan tidak lagi diarahkan ke kereta api dengan
pengukur 1.067 mm, begitupun dengan Indonesia, harus mampu menyesuaikan
perkembangan transportasi yang ada. . Pengembangan jaringan kereta api masa depan akan
selalu berorientasi pada kecepatan tinggi sehingga, suka atau tidak suka, harus
dikembangkan dengan sepur standar 1.435 mm.
DAFTAR PUSTAKA
Api, P. T. K. (no date) ‘Perhitungan Overall Equipment Effectiveness ( Oee ) Untuk Alat
Berat Pemeliharaan Jalan Rel’, 10(2088–9038).
Saputro, S. E., Ricardianto, P. and Mulyani, H. (2020) ‘Jurnal Penelitian Transportasi Darat’,
22, pp. 25–36.
Karunianingrum, D. I. and Widyastuti, H. (2020) ‘Penilaian Indeks Kualitas Jalan Rel (Track
Quality Index) berdasarkan Standar Perkeretaapian Indonesia (Studi Kasus : Cirebon-
Cikampek)’, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 18(1), p. 81. doi: 10.12962/j2579-891x.v18i1.5710.
Fistcar, W. A. et al. (2021) ‘Study Perilaku Bantalan Beton Untuk Lebar Sepur 1067 mm
dengan Variasi Nilai Track Quality Index ( TQI )’, 5, pp. 36–47.
Purwanto, D. (2008) ‘Pengujian Bantalan Beton Untuk Track Jalan Kereta Api Sepur 1435
Mm Menggunakan Standar Uji Arema’, pp. 11–18.
Wantana, A. H., Widyastuti, H. and Prastyanto, C. A. (2021) ‘Prediksi Nilai Track Quality
Index (TQI) Berdasarkan Data Frekuensi dan Beban Lalu Lintas untuk Lebar Sepur 1067’,
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, 22(2), pp. 131–142. doi: 10.25104/jptd.v22i2.1590.