Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

NARROW GAUGE (1067) VS STANDARD GAUGE (1435)

DISUSUN OLEH :
VIRGIAWAN SASONGKO 2110451

PRODI TEKNOLOGI BANGUNAN DAN JALUR PERKERETAAPIAN


POLITEKNIK PERKERETAAPIAAN INDONESIA
MADIUN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Narrow Gauge (1067) vs
Standard Gauge (1435)” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Teknologi Prasarana Perkeretaapian. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pengelompokkan jalan rel bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Dadang Sanjaya Atmaja selaku dosen
mata kuliah Teknologi Prasarana Perkeretaapian yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 30 Juni 2022

Virgiawan Sasongko
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini transportasi merupakan bagian penting yang tidak dapat terpisahkan dari
kehidupan manusia. Transportasi memiliki hubungan yang erat dengan jangkauan dan lokasi
kegiatan manusia, barang-barang, jasa bahkan hasil industri. Jika dihubungkan dengan
kehidupan dan kegiatan manusia, transportasi juga mempunyai peranan yang signifikan
dalam aspek-aspek sosial, ekonomi, lingkungan, politik dan pertahanan keamanan (Jaya,
2018).
Terciptanya sistem transportasi yang baik tersebut akan dapat tercapai apabila ada
kesesuaian antara penyediaan sarana dan prasarananya. Alasannya sarana dan prasarana
transportasi merupakan hal yang saling berkaitan dan tidak akan dapat dipisahkan. Sarana
transportasi yang baik tidak akan berfungsi secara efektif jika tidak didukung dengan
prasarana yang baik pula. Dengan terciptanya sebuah sistem transportasi yang baik, maka
masyarakat akan lebih tertarik menggunakan moda transportasi publik (Jaya, 2018).
Perkeretaapian merupakan salah satu transportasi yang memiliki karakteristik dan
keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang
maupun barang secara masal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai
faktor keamanan yang tinggi, dan tingkat pencemaran yang rendah serta lebih efisien
dibanding dengan transportasi jalan raya. Kereta api merupakan alat transportasi masal yang
umumnya terdiri dari lokomotif dan rangkaian kereta atau gerbong. Rangkaian kereta atau
gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang
dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan masal sangat efektif, pemerintah melalui
departemen perhubungan berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat
transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, maupun antarkota (Purwanto, 2008).
Sebagai alat transportasi massal, kereta api adalah angkutan yang efisien untuk jumlah
penumpang yang tinggi sehingga sangat cocok diterapkan pada koridor suatu wilayah yang
padat. Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau dengan jaringan konektivitas perkeretapian
terbesar di Indonesia dalam fungsi operasionalnya salah satunya yaitu jalur kereta api
CirebonCikampek. Jalur ini termasuk dalam Daerah Operasi 3 Cirebon. Peranan jalur kereta
api adalah untuk memandu pergerakan atau perjalanan lokomotif, mendistribusikan beban
roda ke jalan, menjaga biaya operasi, keamanan perjalanan dan kenyamanan penumpang
dalam kisaran yang diterima dan bantalan dalam kondisi baik[1]. Lalu lintas kereta api akan
terus meningkat sesuai dengan perkembangan industri dimana hal tersebut dapat
mempengaruhi kondisi geometri lintasan yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
lintasan. Faktanya, ada beberapa parameter geometri yang mempengaruhi turunnya
penurunan kualitas jalan rel diantaranya yaitu angkatan, listringan, pertinggian, dan lebar spur
(Karunianingrum and Widyastuti, 2020).
Rel merupakan batang yang dipikul oleh penyanggapenyangga (bantalan), maka rel
menderita momen pelengkungan. Oleh karena itu momen perlawanannya harus cukup kuat
untuk menahan momen lengkungan tersebut. Semakin berat lalu lintas pada jalan kereta api
tersebut maka makin dibutuhkan profil rel yang besar. Rel dianggap sebagai suatu balok tidak
terhingga panjangnya, dengan pembebanan beban terpusat dan ditumpu oleh struktur dengan
modulus elastisitas jalan rel (Peraturan Dinas No.10).
Pulau Jawa pada akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 mempunyai sistem
jalur rel kereta api yang hampir menjangkau seluruh wilayahnya. Sistem tersebut merupakan
suatu sistem trunk and feeder perkeretaapian, dimana jalur Jakarta-Semarang-Surabaya dan
Jakarta-JogjaSurabaya menjadi trunk sedangkan jalur-jalur lain yang menuju pelosok-pelosok
sebagai feeder. Jalur-jalur tersebut berperan sangat penting untuk angkutan penumpang dan
pengiriman logistik dengan cepat ke seluruh wilayah pulau jawa karena pada waktu itu belum
terdapat jalan dengan perkerasan yang memadai seperti saat ini (Anugrah, 2015).
Setelah Indonesia merdeka, banyak jalur di Pulau Jawa khususnya jalur-jalur yang
menuju pelosok daerah menjadi kurang terawat dan tidak aktif. Hal tersebut mengakibatkan
masyarakat tidak memiliki pilihan lain untuk bepergian dan melakukan pengiriman barang
selain menggunakan angkutan jalan. Dengan semakin besarnya ketergantungan masyarakat
terhadap angkutan jalan, timbullah banyak sekali permasalahan lain seperti kemacetan,
kecelakaan lalu-lintas, serta umur perkerasan jalan yang pendek (Anugrah, 2015).
Karakteristik lalu lintas kereta api di Indonesia berbeda pada setiap lokasi. Di Pulau
Jawa, moda angkutan kereta api lebih banyak digunakan untuk angkutan penumpang dengan
frekuensi yang tinggi namun beban (load) yang rendah. Sebaliknya di Pulau Sumatera,
angkutan kereta api dimanfaatkan untuk angkutan barang dengan frekuensi lalu lintas yang
rendah namun beban (load) yang tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini lokasi
penelitian ditetapkan pada daerah operasional kereta api dengan karakteristik lalu lintas yang
berbeda-beda agar dapat diketahui hubungan antara frekuensi, beban lalu lintas dan nilai
parameter TQI (Wantana, Widyastuti and Prastyanto, 2021).
Peraturan Menteri Perhubungan nomor 60 Tahun 2012 menjelaskan bahwa jalan rel
merupakan satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton atau konstruksi lain yang
terletak di permukaan, di bawah dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang
fungsinya mengarahkan jalannya kereta api dan sebagai pijakan mengelindingnya roda kereta
api dan meneruskan beban dari roda kereta api kepada bantalan (Jaya, 2018).
Kelas jalan rel yang ada di indonesia dapat dibagi berdasarkan lebar jalan rel yang ada
di Indonesia. Lebar jalan rel tersebut dibagi atas lebar lebar jalan rel 1067 mm dan lebar jalan
rel 1435 mm.
1.2 Rumusan Masalah
a. Seperti apa perkeretaapian di Indonesia?
b. Mampu memahami perbedaan antara narrow gauge dengan standard gauge?
c. Apa kelebihan narrow gauge dan standard gauge?
d. Apa kekurangan narrow gauge dan standard gauge?
e. Mana yang lebih cocok digunakan di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
a. Menambah wawasan tentang pengelompokkan lebar jalan rel yang digunakan di
dunia.
b. Mampu memahami perbedaan klasifikasi lebar jalan rel narrow gauge (1067) dan
standard gauge (1435).
c. Memberikan pengetahuan kepada khalayak tentang klasifikasi lebar jalan rel yang
belum mereka dapat sebelumnya. A a a aa a a w ww w w w w w w ww w w w w w
w w q q q q q qapa apa apa apa apa p j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j g g g gg g g g g
gg gg g g g g g g g g g g g g g g g g gg g g g g t t t t t t t t t t t t t k k k k k k k k k k k
kkk
w q q q q q qapa apa apa apa apa p j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j g g g gg g g g g gg gg g
g g g g g g g g g g g g g g g gg g g g g t t t t t t t t t t t t t k k k k k k k k k k k k k k w q q
q q q qapa apa apa apa apa p j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j g g g gg g g g g gg gg g g g g
g g g g g g g g g g g g gg g g g g t t t t t t t t t t t t t k k k k k k k k k k k k k k w q q q q q
qapa apa apa apa apa p j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j g g g gg g g g g gg gg g g g g g g g
g g g g g g g g g gg g g g g t t t t t t t t t t t t t k k k k k k k k k k k k k k w q q q q q qapa
apa apa apa apa p j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j g g g gg g g g g gg gg g g g g g g g g g g
g g g g g g gg g g g g t t t t t t t t t t t t t k k k k k k k k k k k k k k w q q q q q qapa apa
apa apa apa p j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j g g g gg g g g g gg gg g g g g g g g g g g g g
g g g g gg g g g g t t t t t t t t t t t t t k k k k k k k k k k k k k k w q q q q q qapa apa apa
apa apa p j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j j g g g gg g g g g gg gg g g g g g g g g g g g g g g g
g gg g g g g t t t t t t t t t t t t t k k k k k k k k k k k k k k w q q q q q qapa apa apa apa apa
p jjjjjjjjj j

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori


Berdasarkan ukurannya, lebar jalan rel dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu
narrow gauge dengan lebar jalan rel 1067 mm, standard gauge dengan lebar jalan rel 1435
mm, broad gauge dengan lebar jalan rel 1520 mm, dan iberian gauge dengan lebar jalan rel
1668 mm. Di Indonesia sendiri saat ini menggunakan lebar jalan rel yang berbeda-beda pada
setiap cakupan daerah pengoperasian. DAOP (Daerah Operasi) yang berada di pulau Jawa
menggunakan sepur jenis narrow gauge dengan lebar 1067 mm, sedangkan DIVRE (Divisi
Regional) yang terletak di Pulau Sumatera menggunakan sepur jenis standard gauge dengan
lebar 1435 mm.
Menurut Saputro dkk., (2020) penggunaan jalur dengan tipe narrow gauge dengan
lebar jalan rel 1067 mm di dunia saat ini berjumlah 10,49%, penggunaan jalur dengan tipe
standard gauge dengan lebar jalan rel 1435 mm sebesar 67,45%, sedangkan penggunaan jalur
dengan tipe broad gauge dengan lebar jalan rel 1520 mm dan penggunaan jalur dengan tipe
iberian gauge dengan lebar jalan rel 1668 mm berjumlah sama, yaitu 22,06%.
Saputro dkk., (2020) juga menambahkan bahwa jalur sepur sempit atau narrow
gauge dengan lebar jalan rel 1067 mm secara teknis dirancang untuk memiliki kecepatan
maksimum hanya hingga 120 km/jam dan hanya mampu menahan tekanan gandar tidak lebih
dari 20 ton. Begitu juga dengan ukuran lokomotif, kereta api dan gerbong yang relatif kecil
karena dibatasi oleh adanya tekanan gandar. Produsen rolling stock untuk pengukur sempit
1.067 mm sangat terbatas, sehingga harus pesanan khusus. Jalur dengan tipe standard gauge
yang memiliki lebar jalan rel 1435 mm secara teknis dirancang untuk kecepatan maksimum
hingga lebih tinggi dari 250 km/jam dan bahkan di China kecepatan dalam uji coba mencapai
400 km/jam. Tekanan gandar dapat dirancang dari 20 hingga 30 ton, sehingga ukuran
lokomotif, kereta api, dan gerbong lebih besar, sehingga berdampak pada kapasitas beban
menjadi lebih tinggi. Produsen Rolling stock untuk pengukur standar gauge dengan lebar
jalan rel 1435 mm memiliki banyak pilihan karena pengguna jenis kereta api seperti itu
tersebar di seluruh dunia. Mb m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m
Mb m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m Mb m m m m m m m m m
m m m m m m m m m m m m m m m Mb m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m
m m m m Mb m m m m m m m m m m m m

2.2 Analisis
Menurut Hilton (2006), sebagian besar negara di Eropa menggunakan jalur dengan
tipe standad gauge dengan lebar jalan rel 1435 mm. Saputro dkk., (2020) menambahkan
bahwa Inggris Raya merupakan negara pertama yang membangun dan mengembangkan
sistem perkeretaapian modern, dan berdampak pada perkeretaapian di dunia. Menurut
Alvarez (2010), standard gauge juga merupakan pengukur utama di sebagian besar negara
Eropa (Prancis, Jerman, Italia, Yunani, Inggris, Polandia, Swiss, Austria, Denmark, Swedia,
Norwegia). Menurut Wong dkk.,(2018), adalah jalur kereta api yang menghubungkan
KazakhstanRussia dan Belarus yang juga menggunakan pengukur 1.520 mm. Di bagian lain
Eropa Timur, Ukraina menggunakan pengukur standar dengan lebar jalan rel 1435 mm dan
pengukur lebar dengan lebar jalan rel 1520 mm. Perubahan penggunaan track gauge di Eropa
Timur ke sepur 1520 mm adalah karena kecepatan rata-rata untuk kereta penumpang
direncanakan 170 km/jam, dan kecepatan tertinggi di bagian terbaik 240 km/jam (Kakulis,
2011). B b b b b b b bb b b b b b b b b bb b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b b
Dalam pengoperasian perkeretaapian dengan track gauge 1.067 mm (narrow gauge),
keterbatasan utama adalah kemampuan tekan gandar yang mempengaruhi kapasitas beban
dan kecepatan operasi maksimum kereta api yang berdampak pada kapasitas beban termasuk
waktu sirkulasi kereta api dan gerbong kereta api. Pengoperasian kereta api dengan sepur
standar 1.435 mm yang memiliki kemampuan tekan gandar berat dan kecepatan maksimal
operasi yang tinggi akan membuat kapasitas produksi beban lebih tinggi, produktif dan
sangat efisien (Saputro, Ricardianto and Mulyani, 2020).
Saputro dkk., (2020) menyatakan bahwa kelebihan track dengan narrow gauge 1.067
mm adalah dapat dikembangkan dengan radius yang kecil, struktur yang lebih kecil, rel yang
lebih ringan, jembatan dan terowongan yang lebih kecil, penggunaan rolling stock yang lebih
kecil dan ringan sehingga biaya pembangunan lebih murah, sehingga penghematan yang
lebih besar sehingga akan sangat baik untuk digunakan untuk kawasan pegunungan
(railsytem.net, 2019). Keuntungan lain, penghematan lahan ketika area yang tersedia terbatas
dan cakupan pekerjaan yang lebih kecil dibandingkan dengan dua alat ukur (Gailienė et al.,
2018). Kelemahan kereta api dengan pengukur sempit 1.067 mm adalah sulitnya
dikembangkan baik untuk kecepatan maksimum, untuk meningkatkan tekanan gandar,
kapasitas beban atau stabilitas ketika kereta double decker dioperasikan. Beberapa kelemahan
berdasarkan (Gailienė et al., 2018), seperti, (1) sebagian besar bahan khusus tersedia terbatas;
(2) bahan terbatas, jalur ganda lebih mahal, ini juga penting ketika suku cadang diperlukan
selama operasi; (3) mesin kontruksi trek harus sesuai dengan solusi struktural yang tidak
standar; (4) platform tidak dapat dipasang di satu sisi trek tersebut; (5) kurangnya standar
untuk desain trek ganda.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Saat ini, di era kemajuan teknologi transportasi saat ini, filosofi transportasi yang
mengatakan bahwa transportasi saat ini harus mengacu pada filosofi transportasi masa depan,
yaitu lebih besar, lebih cepat, lebih aman, lebih murah / terjangkau, rekreasi. Jadi, kereta api
dengan sepur standar 1.435 mm sangat tepat. Oleh karena itu, perencanaan infrastruktur dan
rolling stock harus mengikuti prinsip-prinsip filosofi transportasi masa depan.
Pengembangan jaringan kereta api masa depan tidak lagi diarahkan ke kereta api dengan
pengukur 1.067 mm, begitupun dengan Indonesia, harus mampu menyesuaikan
perkembangan transportasi yang ada. . Pengembangan jaringan kereta api masa depan akan
selalu berorientasi pada kecepatan tinggi sehingga, suka atau tidak suka, harus
dikembangkan dengan sepur standar 1.435 mm.
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, B. R. (2015) ‘DENGAN JALUR DOUBLE TRACK DAN LEBAR SEPUR


1435mm JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015 Faculty of Civil Engineering and Design
Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2015’.

Api, P. T. K. (no date) ‘Perhitungan Overall Equipment Effectiveness ( Oee ) Untuk Alat
Berat Pemeliharaan Jalan Rel’, 10(2088–9038).

Saputro, S. E., Ricardianto, P. and Mulyani, H. (2020) ‘Jurnal Penelitian Transportasi Darat’,
22, pp. 25–36.

Karunianingrum, D. I. and Widyastuti, H. (2020) ‘Penilaian Indeks Kualitas Jalan Rel (Track
Quality Index) berdasarkan Standar Perkeretaapian Indonesia (Studi Kasus : Cirebon-
Cikampek)’, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 18(1), p. 81. doi: 10.12962/j2579-891x.v18i1.5710.

Jaya, F. H. (2018) ‘EVALUASI STRUKTUR ATAS KOMPONEN JALAN REL


BERDASARKAN PASSING TONNAGE ( Studi Kasus : Jalan Rel Lintas Tanjung Karang –
Bekri )’, 8(1), pp. 33–45.

Fistcar, W. A. et al. (2021) ‘Study Perilaku Bantalan Beton Untuk Lebar Sepur 1067 mm
dengan Variasi Nilai Track Quality Index ( TQI )’, 5, pp. 36–47.

Purwanto, D. (2008) ‘Pengujian Bantalan Beton Untuk Track Jalan Kereta Api Sepur 1435
Mm Menggunakan Standar Uji Arema’, pp. 11–18.

Wantana, A. H., Widyastuti, H. and Prastyanto, C. A. (2021) ‘Prediksi Nilai Track Quality
Index (TQI) Berdasarkan Data Frekuensi dan Beban Lalu Lintas untuk Lebar Sepur 1067’,
Jurnal Penelitian Transportasi Darat, 22(2), pp. 131–142. doi: 10.25104/jptd.v22i2.1590.

Anda mungkin juga menyukai