Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ishafira Kurniaputri

NIM : P27224020277
Absen : 31
Prodi : D3 Kebidanan

Tugas ISBD (Ilmu Sosial Budaya Dasar)


Disini saya akan mendiskripsikan tentang jenis kesenian, budaya, mitos yang ada di lingkungan
sekitar saya, yaitu tentang Kesenian Tari Topeng Ireng yang merupakan suatu tarian khas asal
daerah saya di Boyolali, Jawa Tengah. Berikut adalah penjelasan yang telah saya buat tentang
kesenian tersebut.

Kesenian Tari Topeng Ireng dari Boyolali

KESENIAN TOPENG IRENG

1. SEJARAH TOPENG IRENG

Kesenian Dayakan atau Topeng Ireng banyak berkembang di tengah masyarakat pedesaan, pada
masa 1960-an umat Islam ketika membangun Masjid atau Mushola sering memasang Mustaka
atau Kuba’, sebelum Mustaka tersebut dipasang dikirab dulu keliling desa, kirab tersebut diikuti
oleh masyarakat Islam di sekitar masjid dengan didahului kesenian Lutungan yang diiringi
dengan tetabuhan rebana dan diiringi lagu puji-pujian, antara kesenian Lutungan, iringan rebana
dan syair puji-pujian tersebut terbentuklah kesenian Dayakan.
Kesenian ini gerakannya ada unsur ke-Jawa-an tata rias keIndian-indianan, irah-irahan keIndian-
indianan, sedangkan busana bagian bawah adalah pakaian adat Kalimantan atau suku Dayak,
maka kesenian ini dinamakan Dayakan.
Pada tahun 1995 kata-kata Dayakan dikhawatirkan mengandung unsur SARA    ( unsur
kemusyrikan ), maka kesenian tersebut diubah menjadi kesenian Topeng Ireng, tetapi sejak
tahun 2005 nama Dayakan dipopulerkan lagi. Kesenian ini diilhami oleh film-film Indian seperti
nampak pada jenis busana dan tata riasnya, sedang tata busana bagian bawah terpengaruh oleh
tata busana Dayak, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Seni kebudayaan Dayaan atau Topeng Ireng mengisahkan tentang perjuangan seorang pertapa
untuk membuka lahan hutan untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman, dimana dihutan
tersebut terdapat manusia rimba. Seorang pertapa tersebut melawan para manusia rimba dan
mengajari mereka untuk hidup sebagai manusia biasa, mengajak mereka membuka hutan,
membuka lahan pertanian, dan mengajari seni bela diri.

2.   ARTI TOPENG IRENG

Tarian Topeng Ireng ini, berasal dari kata “Toto Lempeng Irama Kenceng”. Toto berarti Menata.
Lempeng artinya lurus. Irama adalah nada, dan Kenceng berarti Kencang. Topeng Ireng berarti
penarinya berbaris lurus dengan irama yang penuh semangat.

“Tari Topeng Ireng adalah gambaran kebersamaan, kekompakan dan semangat tinggi serta kerja
keras dalam menjalankan kebenaran,” kata Sumardjono sembari menambahkan alunan irama
pada lagu bernuansa religi dengan isi syair agama Islam yang menyatu dengan gerak dan suara
penari sehingga menghadirkan kedinamisan.

Topeng Ireng sebetulnya merupakan metamorfosa dari kesenian tradisional Kubro Siswo. Agar
lebih menarik kaum muda, pengembangan unsur-unsur artistik yang ada dikemas dan
disesuaikan dengan tuntutan kualitas garapan koreografi seni pertunjukan yang inovatif.
Sehingga, seni topeng ireng memiliki daya tarik tersendiri tafsir masyarakat terhadap Dayakan.

Bila dikaitkan antara stereotip mengenai Dayak di atas dengan sebutan Dayakan bagi kesenian
Topeng Ireng. Jelas kiranya bahwa penamaan atau pemberian nama sekelompok individu atau
masyarakat terhadap sesuatu yang dilihatnya adalah berdasarkan interpretasi yang paling
pertama muncul dalam dirinya pada saat melihat sesuatu tersebut. Pada kesenian Topeng Ireng,
individu pertama kali yang melihat kesenian ini pasti akan menghubungkannya dengan stereotip
mereka mengenai Dayak.

Kaitannya dengan keberadaan cerita K.H. Subkhi dalam pementasan,kata Dayak


diinterpretasikan sebagai suatu penggambaran sikap pemberani yang harus dimiliki oleh seorang
prajurit TNI dalam menghadapi penjajahan. Sehingga untuk lebih memudahkan dalam
penyebutan terhadap kesenian ini, maka masyarakat menggunakan interpretasi mereka tersebut,
sehingga terciptalah sebutan Dayakan terhadap kesenian Topeng Ireng ini.
3. TATA CARA DAN MAKNA TARIAN TOPENG IRENG

A. TATA CARA PENTAS

Mereka berdiri dan berebut untuk menempati tempat paling depan. Beberapa saat kemudian alat
musik mulai  dimainkan, pada awalnya suara yang muncul berasal dari alat musik bendhe yang
kemudian diikuti oleh alat musik lain. 5-10 menit instrumen musik tersebut mengalun untuk
memberikan waktu bagi para penari mempersiapkan barisan di tepi arena. Ketika syair lagu
mulai dinyanyikan oleh sang vokalis, satu per satu penari masuk arena pementasan dengan tarian
inti Topeng Ireng sampai terbentuk suatu pola lantai atau pola barisan. Gerakan pola lantai dan
barisan berikutnya mengikuti alunan beberapa lagu dan menyesuaikan dengan dinamika musik
dalam lagu-lagu yang dibawakan non-stop selama kurang lebih 45 menit tersebut. Inilah yang
merupakan babak pertama dalam kesenian Topeng Ireng, yaitu babak Rodat Dayakan.

Selang beberapa saat setelah babak pertama selesai ditampilkan, babak kedua yaitu Montholan
mulai disajikan. Beberapa pemain dengan riasan seperti Punakawan dalam cerita pewayangan
mulai memasuki arena. Dalam babak ini disajikan lawakan-lawakan dengan bahasa Jawa dan
dan syair-syair lagu yang mengundang tawa penonton. Babak ini berlangsung kurang lebih 30
menit. Dalam babak ini pemeran Tokoh Sentral yang menjadi pusat dari cerita yang terkandung
dalam pementasan Topeng Ireng masuk ke arena dan memerankan perannya dalam cerita yang
disajikan. Di tengah cerita, Pemain rodat Dayakan kembali masuk ke arena pementasan sesuai
dengan alur cerita yang ingin disampaikan. Beberapa saat kemudian beberapa pemain dengan
kostum mirip hewan seperti macan, banteng, dan sebagainya memasuki arena dengan gerakan
yang tidak memiliki aturan dan seolah ”liar”. Pada babak ini sudah masuk ke babak ke tiga yaitu
babak Kewanan. Dalam babak ini pemain dari ketiga babak yang ada dan Si Tokoh Sentral

berada di arena pementasan dengan perannya masing-masing. 20 menit kemudian pementasan


diakhiri dengan posisi jatuh atau gerakan mundur yang dilakukan oleh pemain Kewanan. Setelah
itu semua pemain meninggalkan arena pementasan.

B.MAKNA GERAK

Bentuk gerakan tari Topeng Ireng tidak memiliki aturan yang baku hanya terkadang muncul
gerak-gerak yang merupakan ciri khas tari kerakyatan. Ciri khas yang ada dalam kesenian
Topeng Ireng tersebut antara lain adalah banyaknya hentakan kaki dan pengulangan gerak.
Gerak dalam kesenian ini pun tidak dapat terlepas dari iringan yang ada, karena geraknya
mengikuti alunan musik yang dibawakan.

Dalam kesenian Topeng Ireng atau Dayakan ini dibagi menjadi 3 babak pertunjukan yang
memiliki dasar gerakan yang berbeda diantara ketiga babak tersebut. Dalam ketiga babak
tersebut dalam suatu pertunjukan biasanya menyajikan salah satu lakon cerita rakyat yang telah
populer di masyarakat sekitar.
Dijelaskan bahwa dalam kesenian Topeng Ireng terdapat 3 babak tarian, yang terbagi menjadi
Rodat Dayakan, Montholan dan Kewanan. Dalam hubungannya antara si Tokoh Sentral dengan
ketiga babak tersebut adalah ketiga babak itu sebagai pelengkap cerita perjalanan si Tokoh
Sentral. Pada babak Rodat Dayakan terdapat beberap gerakan inti seperti gerak hentakan kaki
seolah-olah seperti serombongan prajurit yang keluar dari persembunyiannya untuk menghadapi
musuh dengan membawa sifat tegas, keras, tidak terkalahkan, dan berani menghadapi segala
tantangan. Hentakan kaki tersebut menggambarkan gertakan yang keras dalam menghadapi
musuh di depannya. Sehingga hanya dengan hentakan kaki saja musuh akan takut terhadapnya.
Gerak yang lain adalah gerak satu kaki diangkat dan tangan dinaikkan ke atas, dalam gerakan ini
secara subjektif peneliti menggambarkan para pemain Topeng Ireng  adalah prajurit yang
memiliki kemampuan bela diri yang baik. Kemampuan bela diri ini mereka tunjukkan ketika
gertakan sudah tidak mampu membuat pihak musuh gentar. Gerakan yang lain adalah gerak
berjongkok menundukkan badan. Penafsiran subjektif peneliti dalam gerakan ini
menggambarkan bahwa prajurit merupakan bawahan dari raja yang memerintah. Jadi mereka
memiliki sifat sendika dhawuh terhadap pemimpinnya ataupun seseorang yang lebih tinggi
kedudukannya daripada mereka.

Babak Montholan dalam interpretasi cerita seorang Tokoh Sentral yang disebutkan adalah
para pengombyong dari si Tokoh Sentral. Pengombyong di sini diartikan sebagai para pengikut
yang menemani perjalanan si Tokoh Sentral. Dengan kebiasaannya menyanyi, menari, dan
melucu, mereka menghibur si Tokoh Sentral ketika ia merasa kelelahan.

Sedangkan dalam babak kewanan ini merupakan penggambaran dari gangguan-gangguan yang
dihadapi oleh si Tokoh Sentral dalam perjalanan pengembaraannya. Gangguan ini berwujud
hewan-hewan liar dan buas seperti macan, singa, sapi liar, banteng, dan sebagainya. Gerakan ini
juga mengandung nasihat bahwa manusia jangan bertingkah laku seperti hewan yang tidak
beradab, tidak berakal, sehingga hidupnya menjadi sia-sia.

C. MAKNA TATA PAKAIAN, RIAS, DAN PROPERTI

Keseluruhan kostum yang dikenakan pada saat pementasan sebagian besar adalah milik pribadi
para pemain Topeng Ireng dari “Perwira Rimba” ini. Mereka mengusahakannya sendiri dengan
memesan semua atribut kostum tersebut pada pembuatnya, dalam arti pihak “Perwira Rimba”
tidak menyediakan kostum terutama kuluk dan binggel (klinthingan).  Hal ini tentu sangat
dipengaruhi oleh rasa “senang” mereka terhadap kesenian Topeng Ireng ini.

Makna secara keseluruhan dari kostum para pemain Topeng Ireng ini juga tidak lepas dari
keidentikan mereka dengan suatu pasukan prajurit berseragam lengkap bahkan bersepatu boat
yang menunjukkan ketegasan dan sikap keras.
Sedangkan dalam riasan, kesenian Topeng Ireng memiliki ciri khas tata rias coreng-moreng
beraneka warna. Tafsir semiotik sebagai pandangan subyektif peneliti terhadap gambar di atas
mengacu pada tafsiran simbol berwarna putih yang terdapat pada bagian depan kuluk yang
dikenakan pemain. Simbol berwarna putih tersebut dapat secara jelas dilihat merupakan gambar
kepala singa. Simbol ini menggambarkan sifat dari binatang singa yang liar dan kuat tak
tertandingi karena sebagai raja hutan. Pada tata rias pada wajah di atas juga menggambarkan
wajah seperti harimau yang seolah ingin menunjukkan kegarangan sifatnya. Simbol di atas

merepresentasikan sifat seorang prajurit yang seharusnya memiliki keberanian, ketangguhan,


dan kekuatan yang tak tertandingi. Sehingga dengan penampilan yang seperti ini diharapkan
musuh saat melihatnya saja sudah gentar. Memang kesenian Topeng Ireng ini seolah seperti
suatu pasukan prajurit yang akan turun berperang melawan musuh dengan segala persiapan dan
propertinya.

D.MAKNA IRINGAN, MUSIK, DAN LAGU

Alat musik yang digunakan sebagai pengiring dalam tari Topeng Ireng ini diantaranya adalah
jidhor, seruling, dhogdhog dan bendhe. Melalui beberapa alat musik yang mudah dijumpai
tersebut, komunitas kesenian Topeng Ireng ini mempertahankan tradisinya. Dengan tujuan awal
sebagai alat syiar agama Islam, para pemusik dalam kelompok tersebut membuat beberapa lagu
yang di dalamnya terkandung tema-tema diantaranya lagu perkenalan,  lagu bernuansa pesan
religi, lagu bernuansa pesan moral dan lagu bernuansa social.

E. MAKNA POLA LANTAI

Pola lantai yang ada dalam kesenian Topeng Ireng adalah pola dinamis, yaitu pola dengan arah
gerak bebas, bisa ke samping, ke depan, ke belakang, ke sudut dan berbagai bentuk pola atau
garis. Bisa lurus, melingkar, spiral, melengkung, persegi, dan sebagainya.

Pemaknaan dari masing-masing pola lantai masih terkait dengan gerakan Rodat Dayakan yang
diidentikkan dengan tarian Prajuritan. Sehingga pola lantai yang ada merupakan penggambaran
dari sifat yang dimiliki prajurit ketika menghadapi musuh dan melindungi kerajaannya.
Diantaranya terdapat pola barisan yang menunjukkan sikap suatu pasukan prajurit yang tegas,
dengan pemimpin yang berani dan mampu memimpin pasukannya dengan baik. Selain itu
terdapat pola barisan yang menunjukkan suatu pasukan prajurit yang kuat dan kokoh dengan
keberadaan pemimpin di tengah-tengah mereka. Pemimpin yang bisa diandalkan ketika berada
di depan, dan pemimpin yang mampu memberi dorongan yang baik kepada pasukannya ketika
berada di belakang.
Ada pula barisan yang menggambarkan suatu pasukan prajurit yang kuat dalam pertahanannya.
Tidak dapat dimasuki dari sisi manapun. Pemimpin berada di depan sedang bagian belakang
ditutup dengan barisan pasukan. Selain itu terdapat pola barisan yang menggambarkan pasukan
yang menempatkan posisi pemimpin di tengah, dan posisi pasukan yang berada di segala
penjuru membentuk suatu pertahanan yang baik sehingga akan memudahkan untuk
mengalahkan musuh. Kemudian digambarkan pula posisi pemimpin dan pasukannya saling
menyebar. Hal ini diartikan sebagai upaya mengelabuhi musuh agar tidak secara jelas terlihat
keberadaannya oleh musuh.

Menurut beberapa informan, makna kesenian Topeng Ireng terutama yang disajikan oleh
kelompok “Perwira Rimba” ini secara keseluruhan, dalam arti bukan makna dari tiap-tiap
unsurnya adalah terdapat suatu bentuk cerita  perjuangan para prajurit atau tentara RI dalam
upaya melindungi sang Tokoh Sentral yaitu K.H. Subkhi yang berasal dari Kauman, Parakan
dari ancaman serangan musuh (penjajah). Dalam cerita ia melarikan diri untuk mengungsi ke
hutan untuk menghindari penjajah.

Cerita ini pada pementasan kesenian Topeng Ireng disajikan dalam tiga babak berturut-turut,
yaitu pada babak Rodat Dayakan, Montholan dan Kewanan. Pada babak Rodat Dayakan para
pemainnya menggambarkan dirinya sebagai tentara nasional atau prajurit TNI yang berjuang
dengan turut mendampingi dan melindungi K.H. Subkhi dalam pengungsiannya ke hutan. Para
prajurit tentara ini digambarkan berbondong-bondong membentuk barisan sebagai pengawal
dalam perjalanan K.H Subkhi ke hutan. Para prajurit tersebut berusaha melindungi beliau karena
mereka tidak mau tokoh yang sangat berperan dalam pengadaan persenjataan mereka menjadi
target penjajah.

Kemudian pada babak Montholan digambarkan terdapat rombongan pengombyong dari K.H.


Subkhi yang selalu bergurau dalam perjalanan ke hutan tersebut. Gurauan tersebut ditunjukkan
dengan nyanyian dan tebak-tebakan lucu.

Gurauan dari para pengombyong tersebut mampu melepaskan kepenatan dan kelelahan dalam


perjalanan rombongan K.H. Subkhi tersebut dalam pengungsiannya ke hutan. Dalam
pengungsian ke hutan ini rombongan K.H. Subkhi diganggu oleh hewan-hewan buas penunggu
hutan yang dalam kesenian Topeng Ireng “Perwira Rimba” digambarkan pada babak Kewanan.
Namun karena kesaktian yang dimiliki oleh K.H. Subkhi hewan-hewan buas tersebut dapat
dilumpuhkan oleh beliau. Babak ini menjadi akhir dari keseluruhan babak yang ada pada
pertunjukan kesenian Topeng Ireng.
F. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM TOPENG IRENG

Di dalam kesenian Topeng Ireng terkandung nilai sosial. Nilai atau fungsi sosial tersebut dapat
dilihat dari pelaksanaan pementasan Topeng Ireng sendiri hadir di masyarakat sebagai salah satu
bentuk kegiatan sosial yang apabila ditelusuri lebih dalam merupakan kepentingan bersama.
Dengan kata lain, Topeng Ireng adalah sebuah karya dari masyarakat yang diwujudkan dalam
sebuah komunitas bentuk seni tari dan hidup dalam lingkungan kerakyatan, yang merupakan
budaya yang lahir dari keragaman kebutuhan anggota masyarakat tersebut. Kehadiran komunitas
kesenian dalam masyarakat dapat dilihat dari antusiasme para pemain dalam memerankan setiap
adegan. Pada keterlibatan mereka dalam komunitas kesenian ini banyak disebabkan oleh alasan
sosial, diantaranya untuk menambah wawasan dan pengalaman hidup serta menambah teman
atau saudara.

Anda mungkin juga menyukai