Anda di halaman 1dari 3

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan tuna merupakan salah satu komoditas ekspor andalan dari
Indonesia. Penangkapan tuna dilakukan dengan alat tangkap longline sudah
dimulai sejak tahun 70-an. Jumlah kapal tuna longline juga meningkat dari tahun
ke tahun. Salah satu jenis ikan tuna yang hasil tangkapannya paling banyak
adalah tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Pada tahun 2013, volume Tuna
mencapai 201 ribu ton dengan nilai value sebesar US $ 418 juta (Ditjen P2HP,
2013). Potensi tuna di Indonesia ataupun di dunia tidak dapat diketahui secara
pasti karena ikan ini peruaya jauh yang melintasi batas negara. Untuk itu bila
eksploitasi tuna dilakukan secara terus menerus tanpa memperhatikan
pengelolaannya dikhawatirkan bisa membahayakan kelestariannya. Untuk
mengelola ikan tuna ini maka dibentuklah lima organisasi Regional Fisheries
Management Organization. Sadar akan pentingnya pengelolaan maka Indonesia
telah menjadi anggota CCSBT (Commission for the Conservation of Southern
Bluefin Tuna) dan IOTC (Indian Ocean Tuna Commission) yaitu organisasi
regional untuk pengelolaan tuna (Andamari, dkk. 2012).
Perubahan global secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi
perkembangan perdagangan internasional. Perubahan ini menuntut semua
negara untuk berupaya optimal dalam menghasilkan produk ekspor yang
berdaya saing. Salah satu syarat dalam menghasilkan produk ekspor yang
berdaya saing adalah terjaminya mutu dan keamanan produk khususnya produk
pangan. Kasus penahanan dan penolakan produk pangan di luar negeri telah
banyak terjadi setiap tahunnya. Indonesia sebagai salah satu negara yang
mengekspor produk pangan yang sebagian besar disebabkan oleh masalah
mutu dan keamanan yang dianggap tidak memenuhi persyaratan internasional
(Ditjen P2HP, 2012).
Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dapat
dilakukan untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan tetapi bukan
berarti tanpa resiko (zero risk). HACCP merupakan suatu sistem jaminan mutu
yang berdasarkan pada kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya dapat
timbul di berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan
pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut (Winarno, 2012).
Program Manajemen Mutu Terpadu berdasarkan konsepsi HACCP harus
diterapkan pada seluruh rangkaian proses penanganan dan pengolahan hasil
2

perikanan mulai dari pra panen, pasca panen hingga siap didistribusikan yang
didalam penerapannya melibatkan seluruh masyarakat perikanan baik langsung
maupun tidak langsung (Mangungsong, 2007).
Ikan tuna merupakan salah satu komoditi ekspor utama perikanan
Indonesia yang akhir-akhir ini semakin meningkat. Peningkatan jumlah ekspor
ikan tuna tersebut juga diiringi dengan beberapa kasus penolakan dari Negara
importir yang diantaranya disebabkan oleh belum terpenuhinya persyaratan mutu
dan keamanan pangan. Kasus penolakan ekspor tuna dari Indonesia pada tahun
2012 tercatat sebanyak 49 kasus atau 37,40 % dari jumlah kasus penolakan
keseluruhan ekspor produk perikanan, yang terdiri dari 15 kasus disebabkan oleh
adanya filth, 2 kasus disebabkan adanya Salmonella dan filth, serta 1 kasus
disebabkan produk yang tidak saniter (Sugandhi, 2012). PT Lautan Niaga Jaya
merupakan salah satu perusahaan yang mengolah tuna steak beku untuk ekspor
ke Amerika, Uni Eropa, Jepang, dll sehingga harus menerapkan sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan melalui penerapan HACCP.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam Penyusunan Karya Ilmiah
Praktek Akhir ini penulis mengambil judul PENERAPAN HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point) PADA PROSES PENGOLAHAN TUNA
STEAK BEKU DI PT. LAUTAN NIAGA JAYA, MUARA BARU – JAKARTA
UTARA.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan Laporan Karya Ilmiah Praktek Akhir adalah
1) Mengetahui alur proses pengolahan tuna steak beku
2) Menganalisis penerapan kelayakan dasar unit pengolahan
3) Menganalisis penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
3

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penyusunan Laporan Karya Ilmiah Produk Akhir
yaitu sebagai berikut :
1) Alur proses dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir.
2) Penerapan kelayakan dasar unit pengolahan GMP (Good Manufacturing
Practice) meliputi Persyaratan bahan baku, Persyaratan bahan tambahan,
Penanganan dan pengolahan, Bahan pengemas dan pembungkus,
Pengepakan dan pelebelan, serta penyimpanan. SSOP (Standard Sanitation
Operational Procedur) meliputi Keamanan air, Peralatan yang kontak
langsung dengan produk, Pencegahan kontaminasi silang, Toilet, Proteksi
bahan-bahan kontaminasi, (Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan
bahan toksin), Kesehatan karyawan, serta Pengendalian pest. dan Kuisioner
SKP.
3) Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang terdiri dari
12 langkah pengembangan HACCP.

Anda mungkin juga menyukai