Beliau adalah Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-
Syaibani. Imam Ibnu al-Atsir mengatakan, “Tidak ada di kalangan Arab rumah yang lebih
terhormat, yang ramah terhadap tetangganya, dan berakhlak yang mulia, daripada
keluarga Syaiban.” Banyak orang besar yang terlahir dari kabilah Syaiban ini, di antara
mereka ada yang menjadi panglima perang, ulama, dan sastrawan. Beliau adalah
seorang Arab Adnaniyah, nasabnya bertemu denga Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Guru pertama Ahmad bin Hanbal muda adalah murid senior dari Imam Abu
Hanifah yakni Abu Yusuf al-Qadhi. Ia belajar dasar-dasar ilmu fikih, kaidah-kaidah ijtihad,
dan metodologi kias dari Abu Yusuf. Setelah memahami prinsip-prinsip Madzhab Hanafi,
Imam Ahmad mempelajari hadits dari seorang ahli hadits Baghdad, Haitsam bin Bishr.
Tidak cukup menimba ilmu dari ulama-ulama Baghdad, Imam Ahmad juga
menempuh safar dalam mempelajari ilmu. Ia juga pergi mengunjungi kota-kota ilmu
lainnya seperti Mekah, Madinah, Suriah, dan Yaman. Dalam perjalanan tersebut ia
bertemu dengan Imam Syafii di Mekah, lalu ia manfaatkan kesempatan berharga
tersebut untuk menimba ilmu dari beliau selama empat tahun. Imam Syafii mengajarkan
pemuda Baghdad ini tidak hanya sekedar mengahfal hadits dan ilmu fikih, akan tetapi
memahami hal-hal yang lebih mendalam dari hadits dan fikih tersebut.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah belajar dengan Imam Syafii, Imam Ahmad mampu secara mandiri
merumuskan pendapat sendiri dalam fikih. Imam Ahmad menjadi seorang ahli hadits
sekaligus ahli fikih yang banyak dikunjungi oleh murid-murid dari berebagai penjuru
negeri Islam. Terutama setelah Imam Syafii wafat di tahun 820, Imam Ahmad seolah-
olah menjadi satu-satunya sumber rujukan utama bagi para penuntut ilmu yang senior
maupun junior.
Dengan ketenarannya, Imam Ahmad tetap hidup sederhana dan menolak untuk
masuk dalam kehidupan yang mewah. Beliau tetap rendah hati, menghindari hadiah-
hadia terutama dari para tokoh politik. Beliau khawatir dengan menerima hadiah-hadiah
tersebut menghalanginya untuk bebas dalam berpendapat dan berdakwah.
Abu Dawud mengatakan, “Majelis Imam Ahmad adalah majelis akhirat. Tidak
pernah sedikit pun disebutkan perkara dunia di dalamnya. Dan aku sama sekali tidak
pernah melihat Ahmad bin Hanbal menyebut perkara dunia.”
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada tahun 813-833, dunia Islam dipimpin oleh Khalifah al-Makmun, seorang
khalifah yang terpengaruh pemikiran Mu’tazilah. Filsafat Mu’tazilah memperjuangkan
peran rasionalisme dalam semua aspek kehidupan, termasuk teologi. Dengan demikian,
umat Islam tidak boleh hanya mengandalkan Alquran dan sunnah untuk memahami
Allah, mereka diharuskan mengandalkan cara filosofis yang pertama kali dikembangkan
oleh orang Yunani Kuno. Di antara pokok keyakinan Mu’tazilah ini adalah bahwa
meyakini bahwa Alquran adalah sebuah buku dibuat, artinya Alquran itu adalah makhluk
bukan kalamullah.
Al-Makmun percaya pada garis utama pemikiran Mu’tazilah ini, dan ia berusaha
memaksakan keyakinan baru dan berbahaya tersebut kepada semua orang di
kerajaannya –termasuk para ulama. Banyak ulama berpura-pura untuk menerima ide-
ide Mu’tazilah demi menghindari penganiayaan, berbeda halnya dengan Imam Ahmad,
beliau dengan tegas menolak untuk berkompromi dengan keyakinan sesat tersebut.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Imam Ahmad wafat di Baghdad pada tahun 855 M. Banan bin Ahmad al-
Qashbani yang menghadiri pemakaman Imam Ahmad bercerita, “Jumlah laki-laki yang
mengantarkan jenazah Imam Ahmad berjumlah 800.000 orang dan 60.000 orang
wanita .”
Warisan Imam Ahmad yang tidak hanya terbatas pada permasalahn fikih yang ia
hasilkan, atau hanya sejumlah hadits yang telah ia susun, namun beliau juga memiliki
peran penting dalam melestarikan kesucian keyakinan Islam dalam menghadapi
penganiayaan politik yang sangat intens. Kiranya inilah yang membedakan Imam Ahmad
dari ketiga imam lainnya.