Materi Kabinet Wilopo
Materi Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo merupakan kabinet ke-3 yang dibentuk setelah dibubarkannya Negara Republik
Indonesia Serikat. Kabinet tersebut terbentuk pada tanggal 30 Maret di tahun 1952. Sardiman (2008:
116) dalam bukunya yang berjudul Sejarah 3 SMA Kelas XII Program Ilmu Sosial menjelaskan bahwa
komposisi dari Kabinet Wilopo terdiri dari PNI, Masyumi, PSI, PKRI (Partai Katolik Republik
Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Parindra, Partai Buruh, dan PSII.
-KABINET- natasya
Menteri Luar Negeri: Wilopo (berhenti 29 April 1952) dilanjutkan oleh Mukarto (diangkat 29 April
1952)
Menteri Pertahanan: Sri Sultan HB IX (berhenti 2 Juni 1953) dan Wilopo (diangkat 2 Juni 1953)
Menteri Sosial: Anwar Tjokroaminoto (berhenti 9 Mei 1953) dan Pandji Suroso (diangkat 9 Mei 1953)
Terbentuknya Kabinet Wilopo ini didasari dengan bubarnya Kabinet Sukiman-Suwiryo yang terjerat
kasus MSA.
Pada tanggal 1 Maret 1952, Soekarno menunjuk Sidik Djojosukarto dari partai PNI dan Prawoto
Mankusasmito dari Partai Masyumi untuk menjadi formatur kabinet.
Soekarno berharap ditunjuknya kedua tokoh politik ini dapat membangun kabinet yang kuat serta
mendapat dukungan yang cukup dari parlemen.
Namun, keinginan Soekarno tidak dapat terpenuhi, karena Sidik dan Prawoto tidak mendapat
dukungan penuh dari parlemen.
Kabinet Wilopo ini menjadi kabinet zeken, artinya kabinet ini berisikan jajaran para tokoh yang ahli
dalam bidangnya, bukan hanya dari partai politik tertentu.
Pada masa Kabinet Wilopo bertugas, Wilopo merumuskan enam program kerja, yaitu:
Organisasi Negara
Kemakmuran
Memajukan tingkat penghidupan rakyat dengan mempertinggi produksi nasional, terutama bahan
makanan rakyat
Keamanan
Menjalankan segala sesuatu untuk mengatasi masalah keamanan dengan kebijaksanaan sebagai
negara hukum dan menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara serta
memperkembangkan tenaga masyarakat untuk menjamin keamanan dan ketentraman
Perburuhan
Luar Negeri
Mengisi politik luar negeri yang bebas dengan activiteit yang sesuai dengan kewajiban kita dalam
kekeluargaan bangsa-bangsa dan dengan kepentingan nasional menuju perdamaian dunia.
Semasa Kabinet Wilopo berlangsung, muncullah berbagai gerakan separatisme yang kemudian
mengganggu stabilitas pemerintahan.
Kabinet Wilopo jatuh karena dianggap bersalah terhadap penyelesaian persoalan tanah perkebunan
di Sumatera Utara (Peristiwa Tanjung Morawa) milik modal asing.
Peristiwa di Tanjung Morawa ini terjadi karena pemerintahan telah menyerahkan kembali tanah Deli
Planters Vereeniging atau DVP, yang sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya.
Penyerahan ini pun berlangsung pada masa Kabinet Wilopo. Saat itu, polisi dikerahkan untuk
mengusir para petani yang menggarap DVP tanpa izin.
Akibatnya, pada 2 Juni 1953, Wilopo resmi mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.