Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH IMUNOSEROLOGI II

“SIFILIS”

DISUSUN OLEH:

Nama : Ruwina Wulandari


NIM : PO.71.34.1.20.061
Kelas :3A
Dosen Pembimbing : 1. Hamril Dani, AMAK, S.Pd, M.Kes
2. Yusneli, AMAK, S.Pd, M.Kes
3. Drs. Refai, M. Kes
4. Sri Sulpha Siregar, S.st, M.Biomed

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
PRODI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat


Allah SWT. karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang
SIFILIS. Dalam penyusunan makalah ini, penulis
banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi.
Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.

Palembang, 26 Oktober 2022

Ruwina Wulandari

i
ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
Latar Belakang...................................................................................................................1
Rumusan Masalah..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................2
Definisi Sifilis....................................................................................................................2
Klasifikasi Sifilis................................................................................................................2
Patofisiologi Sifilis............................................................................................................3
Tanda dan Gejala Sifilis.....................................................................................................4
Cara Penularan Sifilis........................................................................................................7
Pemeriksaan Diagnostik untuk Pasien Sifilis....................................................................8
BAB III................................................................................................................................10
KESIMPULAN...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sifilis merupakan penyakit menular seksual yang menginfeksi sebanyak 5% dari


seluruh pekerja seks diseluruh dunia (WHO, 2012). Hasil survey yang dilakukan pada
tahun 2010 menunjukan prevalensi penyakit sifilis yang diderita pekerja seks di
Indonesia dari tahun 2005 – 2007 meningkat dari 7,8% menjadi 14,5%.[1] Sifilis dapat
menular melalui kontak seksual maupun kongenital karena dapat menembus sawar
plasenta. Lesi basah terinfeksi dari penderita memperoleh kontak langsung ke kulit atau
mukosa pejamu yang akan mengakibatkan penularan sifilis.[2]
Penularan yang mudah melalui hubungan seks yang berisiko tinggi pada pekerja
seks di Indonesia membutuhkan perhatian penting dalam mencegah penularan, deteksi
dini, dan manajemen pengobatan dan perawatan sesegera mungkin dibutuhkan agar
penyakit ini dapat disembuhkan.[1] Pengetahuan tentang penularan dan kesadaran
terhadap bahaya penyakit sifilis sangat dibutuhkan agar penyebaran penyakit sifilis tidak
meningkat setiap tahunnya.

Rumusan Masalah
- Definisi Sifilis
- Klasifikasi Sifilis
- Tanda dan Gejala Sifilis
- Cara Penularan Sifilis
- Pemeriksaan Diagnostik untuk Pasien Sifilis
- Kajian Islam terkait Penyakit Menular Seksual
- Studi Kasus
- Rencana Asuhan Keperawatan Pasien Sifilis Sesuai Studi Kasus
- Implementasi Asuhan Keperawatan
- Evaluasi Asuhan Keperawatan

iii
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi Sifilis

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh invasi
bakteri spiral yakni Treponema Pallidum.[2] Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik
dan kronik yang ditandai oleh beberapa tahap yang mudah dbedakan secara klinis.[3]

Schaudinn dan Hoffman (1905), berhasil me nemukan penyebab sifilis yaitu


Treponema pallidum. Organisme ini termasuk dalam ordo Spirochaetales, famili
Spirochaetaceae dan genus Treponema dengan tingkat virulensi yang tinggi Treponema
pallidum berbentuk spiral yang teratur rapat dengan jumlah lekukan sebanyak 8 – 24.
Panjangnya berkisar 6– 15 μm dengan lebar 0,15 μm. Apabila difiksasi, Treponema pallidum
terlihat seperti gelombang dengan panjang gelombang sebesar 1,1μm dan amplitudo 0,2 – 0,3
mm (Djuandi. A, 2000).

Klasifikasi Sifilis

Menurut cara penularannya, sifilis dapat dibedakan menjadi sifilis didapat dan
sifilis kongenital. Sifilis didapat dibedakan menjadi sifilis dini dan sifilis lanjut.
Menurut ECDC (2009) sifilis dini adalah sifilis yang terjadi kurang dari satu tahun
setelah transmisi bakteri. Sifilis dini dibagi menjadi sifilis primer, sifilis sekunder, dan
infeksi laten dini. Sedangkan sifilis lanjut adalah sifilis yang terjadi lebih dari 1 tahun
setelah transmisi bakteri. Sifilis lanjut diklasifikasikan menjadi infeksi laten lanjut, dan
sifilis

2
tersier yang termasuk didalamnya adalah neurosifilis, gummatosa, dan sifilis
kardiovaskular.[5]
Sifilis kongenital dapat diklasifikan menjadi sifilis kongenital dini yang terjadi
pada dua tahun pertama kehidupan dan sifilis kongenital lanjutan.[5]

Patofisiologi Sifilis

Bakteri penyebab sifilis yaitu T. Pallidum ditemukan di eksudat lesi lembab


mukosa atau kutaneus. Transmisi bakteri tersebut terjadi melalui hubungan kontak
seksual antar kutan atau mukosa walaupun dapat terjadi di lokasi ekstra genital yaitu
transmisi melalui transplasenta sehingga disebut sifilis kongenital.[6]

Rangkaian perjalanan penyakit sifilis terbagi atas empat tahap yakni primer,
sekunder, laten, dan lanjut.[6]

ifilis Primer

Pada tahap ini, sifilis berkembang pada tempat awal invasi bakteri penyebabnya.
Bakteri T. Pallidum berkembang biak pada jaringan epitel berjalan melalui kelenjar
getah bening ke nodus limfe sekitar yang merangsang terjadinya respon imun humoral
dan respon imun selular. Reaksi tersebut menyebabkan munculnya reaksi peradangan
jaringan sekitar berupa granulomatosa yang disebut chancre.[6]

Sifilis Sekunder

Pada sifilis sekunder, manifestasi klinis yang dihasilkan berbeda dengan sifilis
primer. Pada tahap ini, reaksi peradangan bersifat sistemik. Setelah melalui nodus limfe
pada kelanjar getah bening, bakteri yang telah berproliferasi menyebar ke sistem
vaskular melalui vena sehingga lesi peradangan yang berupa papula dapat ditemukan di
hampir semua permukaan kulit terutama pada daerah genital, telapak tangan dan telapak
kaki serta tempat – tempat perlipatan yang lembab seperti perlipatan selangkangan,
lipatan ketiak, dan mukosa oral.[6]

3
Pada akhir fase ini, terdapat periode dimana sistem imun dapat menekan
terjadinya infeksi meskipun tanpa menjalani pengobatan sehingga lesi yang terdapat di
permukaan kulit sembuh dan menghilang seketika. Namun, pemeriksaan serologi
menunjukkan hasil positif bakteri T. Pallidum meskipun tidak terlihat manifestasi
secara klinis pada pasien sifilis. Fase ini merupakan pertanda peralihan dari sifilis
sekunder ke sifilis laten.[6]

Sifilis Laten

Fase laten merupakan fase peralihan dari sifilis dini ke tahap sifilis lanjut. Pada
fase laten, manifestasi lesi papular menghilang akibat sistem imun humoral dan selular
berhasil menekan infeksi bakteri penyebab. Namun hasil pemeriksaan serologi
menunjukkan hasil positif pada penderita sifilis dini yang tidak menjalani pengobatan.

Sifilis Tersier

Fase tersier merupakan fase paling parah dan dapat menyebabkan kematian.
Patogenesis dari manifestasi tahap tersier masih belum sepenuhnya diketahui. Namun,
hipotesis yang diyakini saat ini adalah terjadinya hipersensitivitas dari sistem imun
yang sangat hebat sehingga menyebabkan kerusakan pada kulit, dan jaringan lunak yang
disebut gumma. Guma adalah lesi granulomatosa yang terbentuk akibat kumpulan kecil
sel – sel makrofag mencoba menyekat bakteri penyebab sifilis yang akhirnya terlihat
seperti nodul kecil yang berbatas tegas.

Tanda dan Gejala Sifilis

Sifilis Primer

Gambar 1. Chancre sifilis primer pada area anal (a) penis (b) dan mukosa oral (c).[4]

4
Lesi khas pada sifilis berupa papula yang muncul pada tempat kontak seksual
pada 10 – 90 hari setelah paparan. Lesi tersebut berkembang hingga diameter 0,5 – 1,5
cm dan setelah satu minggu akan menjadi lembab bernanah dan berbatas jelas yang
disebut chancre pada sifilis primer. Ulserasi memiliki dasar cerah tanpa eksudat. Harus
diperhatikan bahwa ulserasi genital yang berdiameter 1 – 2 cm tidak menyebabkan
nyeri.[4]

Penyebaran sifilis melalui kontak seksual mengakibatkan tempat manifestasi


chancre yang paling sering adalah di genital, perineal, dan anal. Pada laki – laki,
chancre biasanya ditemukan pada penis dan pada perempuan ditemukan pada labia,
vagina, dan serviks. Pada laki – laki heteroseksual, diagnosis sifilis dapat ditegakkan
pada tahap primer karena chancre dapat terlihat langsung pada organ genital.
Sedangkan, pada laki – laki homoseksual yang letak chancre-nya berada pada anal dan
perineal memberikan kerancuan diagnosis dengan hemoroid yang kadang disertai
perdarahan rektal. Pada perempuan, diagnosis juga sulit ditegakkan sampai berlanjut
pada tahap sekunder karena munculnya chancre tidak terlihat dan tidak terasa nyeri.[4]

Sifilis Sekunder

Gambar 2. Papula pada telapak tangan dan telapak kaki (a), kondiloma lata pada vulva
(b), dan ulkus mukosa pada lidah (c).[4]

Setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, beberapa manifestasi lanjutan


sifilis mulai bermunculan yang dikarakteristikan oleh demam ringan, malaise, sakit
tenggorokan, sakit kepala, pembesaran kelenjar limfe, dan ruam pada mukosa.[4]

5
Perubahan manifestasi pada sifilis sekunder menandakan penyebaran T.
Pallidum ke vaskular sistemik dan kelenjar getah bening. Pada tahap ini, papula simetris
mulai bermunculan pada batang tubuh dan ekstremitas termasuk telapak tangan dan
telapak kaki. Papula berwarna merah atau merah kecoklatan dengan diameter 0,5 – 2
cm. Papula biasanya bersisik, lembut, dan berbentuk folikel atau pustular (bisul) .[4]

Kondiloma lata adalah lesi abu – keputihan yang ditemukan pada area yang
hangat dan lembab. Kondiloma lata dimanifestasikan sebagai kutil daerah genital –
perianal yang juga dapat ditemukan pada perlipatan selangkang dan ketiak. Pada bagian
mukosa oral, ulkus mukosa (jejak siput) sebagai lesi khas yang terjadi pada sifilis
sekunder.[3],[4]

Sifilis sekunder
adalah penyakit sistemik dan pemeriksaan oleh ahli dermatologi sangat
dibutuhkan untuk diagnosis banding selain manifestasi pada kulit harus dipastikan
terjadinya gejala lain seperti limfadenopati biasanya epitroklear, malaise, demam,
penurunan berat badan, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan rasa gatal.[4]

Sifilis Tersier

Manifestasi dan gejala sifilis tersier biasanya mulai muncul tiga tahun atau lebih
setelah sifilis primer terjadi. Pada tahap ini lesi khas berupa guma. Guma merupakan
lesi berbentuk seperti ulkus, depigmentasi sentral, dan hiperpigmentasi perifer yang
pada waktu yang lama akan terbentuk jaringan parut. Pada awitan pertama, kemunculan
guma tidak menunjukkan tanda – tanda peradangan dan keras. Namun, setelah beberapa
bulan guma mulai melunak mulai dari bagian tengah dan tanda – tanda peradangan
mulai muncul diikuti oleh perforasi guma yang mengeluarkan cairan seropurulen (pus)
yang berwarna kekuningan dan berbau tidak sedap. Kemudian, tempat – tempat
perforasi tersebut meluas menjadi ulkus dan jaringan nekrotik.[3]

Sifilis tersier dapat menyerang beberapa jaringan lain selain genital dan kutan
yakni menyerang sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sifilis kongenital.[3]

6
Sifilis Kardiovaskular

Sifilis yang menyerang sistem kardiovaskular paling sering menyerang aorta


dengan menyebabkan aortitis sehingga megakibatkan inkompetensi aorta dan
menyerang lengkung aorta yang mengakibatkan aneurisma aorta yang ditandai dengan
suara serak, batuk keras, stridor dan disfagia. Sedangkan, jika menyerang aorta asendens
mengakibatkan erosi iga, gagal jantung kanan, dan kolaps paru.[3]

Neurosifilis

Neurosifilis dibagi menjadi meningovaskular, paresis generalisata, dan tabes


dorsalis. Sifilis meningovaskular dapat timbul 5 tahun setelah infeksi primer dan timbul
sebagai meningitis, palsi saraf kranial, dan kadang – kadang hemiplegia.[3]

Sifilis paresis generalisata dapat terjadi 10 – 30 tahun setelah infeksi primer


dengan disfungsi korteks global sehingga menyebabkan gangguan kognitif, tremor,
kejang, dan akhirnya demensia.[3]

Sifilis tabes dorsalis dapat terjadi 15 – 35 tahun setelah infeksi awal.


Manifestasinya berupa nyeri yang menonjol, hilangnya modalitas sensorik (postural,
suhu, nyeri dalam dan superfisial), hipotonia, gangguan refleks, ataksia, dan gangguan
kandung kemih.[3]

Sifilis Kongenital

Sifilis kongenital disebabkan oleh infeksi in – utero dan bermanifestasi dini


dengan bicara sengau, ruam makulopapular, osteokondritis, hepatosplenomegali, dan
anemia. Dapat bermanifestasi lanjut sebagai keratitis interstitial dahi menonjol, tuli,
susunan gigi abnormal, dan artropati rekuren.[3]

Cara Penularan Sifilis

Sifilis dapat ditularkan melalui kontak seksual atau melalui transplasental yang

7
terjadi pada sifilis kongenital. Transmisi melalui kontak seksual terjadi akibat paparan
lesi mukosa lembab dan lesi kutaneus dari sifilis primer atau sekunder.[4] Sedangkan,
sifilis kongenital terjadi akibat bakteri T. Pallidum dapat menembus sawar plasenta dan
menginfeksi neonatus.[2]
Bakteri T. Pallidum menyebar melalui aliran darah yang dimulai pada periode
inkubasinya. Transmisi melalui plasenta terjadi segera setelah onset infeksi terjadi dan
dapat diketahui pada usia sembilan minggu kehamilan.[4]

Pemeriksaan Diagnostik untuk Pasien Sifilis

Beberapa pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi


keberadaan bakteri T. Pallidum pada tubuh seseorang. Uji pemeriksaan yang dilakukan
berupa tes serologik menggunakan serum darah sebagai sampel pemeriksaan. Beberapa
jenis tes serologik yang dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit sifilis adalah
sebagai berikut :

Uji nontreponemal
Uji non – treponemal menggunakan antigen non – spesifik yang merupakan uji
awal sebelum uji treponemal. Jika uji non – treponemal positif maka pemeriksaan
dilanjutkan ke uji treponemal.[4]

Uji Wasserman
Uji ini dilakukan untuk mengukur kadar antibodi Wassermann yang timbul
sebagai respon terhadap kardiolipin yang merupakan antigen penting bagi T. Pallidum.[4]

Uji Flokulasi
Uji flokulasi dibagi menjadi dua jenis yakni Veneral Disease Research Laboratory
(VRDL) dan Rapid Plasma Reagin (RPR). VRDL dilakukan dengan menambahkan
reagen VRDL kedalam serum dengan hasil positif (reaktif) jika terdapat flokulasi
(gumpalan) butir – butir gelap.[4]
Peoses pengujian menggunakan Rapid Plasma Reagin (RPR) hampir sama
dengan VRDL hanya RPR sensitivitasnya lebih tinggi karena antigen lebih mirip
dengan antigen T. Pallidum daripada antigen VRDL.[4]

8
Uji Treponemal
Uji treponemal dikenal dengan nama Treponema Pallidum Hemaaglutination
Assay (TPHA). Uji tersebut bertujuan untuk memdeteksi langsung antibodi spesifik
terhadap antigen T. Pallidum yang digunakan untuk mengonfirmasi uji non –
treponemal. Hasil positif yang konsisten biasanya dihasilkan pada sifilis sekunder yang
tidak diberikan manajemen pengobatan.[4]

9
BAB III

KESIMPULAN

Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang kronis, progresif, dan
mematikan. Di Indonesia dari tahun 2005 – 2007 prevalensi penyakit sifilis pada wanita
pekerja seks meningkat dari 7,8% menjadi 14,5%. Sifilis disebabkan oleh transmisi
bakteri T. Pallidum transmukosal dan transplasental. Sifilis dapat dibedakan menjadi
sifilis dini yang termasuk didalamnya adalah sifilis fase primer, sekunder, laten dan
sifilis lanjut yang termasuk didalamnya adalah fase tersier. Pemeriksaan diagnostik
dapat dilakukan untuk mendeteksi keberadaan bakteri T.Pallidum dalam vaskular.
Pemeriksaan tersebut antara lain uji non – treponemal dan uji treponemal.
Dari hasil pengkajian, implementasi dan evaluasi terhadap penyakit sifilis dan
mendukung gerakan promosi kesehatan pencegahan keparahan penyakit sifilis Dalam
pandangan Islam, Islam sangat melarang dan mengharamkan adanya perzinahan karena
benyak mengakibatkan ke-mudharatan daripada manfaatnya. Penyakit dari tubuh
seseorang dapat tersebar ke tubuh orang yang lain melalui kontak seksual. Seseorang
yang berganti – ganti pasangan yang bukan mahram-nya dengan kata lain
mengakumulasikan penyakit – penyakit dari pasangan – pasangannya ke dalam
tubuhnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. N.I. Majid., L. Bollen., G. Morineau., SF. Daily., DE. Mustikawati., N. Agus.,


AS. Anartati., C. Natpratan., R. Magnani. Syphilis Among Female Sex Workers
in Indonesia: Need an Opportunity of Intervention. Sex Transform Infect
Journal. 2010 Oktober ; 86(5):377-83.

2. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses
– Proses Penyakit. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.

3. Mandal. Wilkins. Dunbar. 2004. Lecture Notes: Penyakit Infeksi Edisi


Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.

4. Holmes, King K., Sparling, P. Frederick., Stamm, Walter E., Piot, Peter.,
Wasserheit, Judith N., Corey, Lawrence., Cohen, Myron S., Watts, D. Heater.
2008. Sexually Transmitted Disease Fourth Edition. USA: McGraw - Hill
Companies.

5. French P., M Gomberg., M Janier., B Schmidt., P van Voorst Vader., H Young.


IUSTI: 2008 European Guidelines on the Management of Syphilis. International
Journal of STD & AIDS 2009; 20: 300–309.

6. McCance, Kathryn L., Huether, Sue E. 2006. Pathophysiology : The Biologic


Basic for Disease in Adult and Children Fifth Edition. USA : Elsevier Mosby.

11

Anda mungkin juga menyukai