Anda di halaman 1dari 48

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Pengertian Kebijakan Pembiayaan
Menurut istilah kamus bidang ekonomi dan perbankan, makna
kebijakan dapat di artikan sebagai alat (variable instrumental) yang
dipakai sebagai tindakan pada suatu lembaga atau perseorangan untuk
mempengaruhi atau mencapai tujuan yang telah ditentukan (variable
target),
Maksud kebijakan itu adalah kebijakan yang berkaitan dengan
pemberian pembiyaan kepada nasabah, perlu adanya bank untuk membuat
kebijakan dalam pembiyaan kepada nasabahnya guna meminimalisir
terjadinya pembiayaan oleh pihak debitur (nasabah).
Sebuah kebijakan pembiyaan pada prakteknya hampir sama dengan
kebijakan kredit yang diberikan bank konvensional dalam menyalurkan
kreditnya namun pada pembiyaan dibank syariah lebih menekankan pada
aspek syar’i atas pembiyaan yang akan diberikan kepada nasabahnya,
Dalam penetapan kebijakan pembiayaan yang harus diperhatikan
tiga azaz pokok yaitu:
1) Azas Likuidasi
Azas Likuidasi yaitu suatu azas yang mengharuskan bank
untuk tetap dapat menjaga likuiditasnya, karena suatu bank yang
dilkuid akibatnya akan sangat parah yaitu hilangnya kepercayaan
para nasabah dan masyarakat luas.
2) Azas Solvabilitas
Azas Solvablitas yaitu usaha pokok perbankan menerima
simpanan dari masyarakat dan disalurkan dalam bentuk
pembiayaan, masalah inilah yang mendorong top management

19
20

suatu bank untuk dapat mengarahkan sasaran pembiayaan secara


tepat.
3) Azas Rentabilitas
Sebagaimana halnya setiap kegiatan usaha selalu
mengharapkan untuk memperoleh laba, baik untuk
mempertahankan eksistensinya maupun untuk keperluan
mengembangkan dirinya, laba yang diperoleh dari pembiayaan
selisih antara pendapatan dana dengan pembiayaan dana
Dari uraian di atas tujuan dari penetapan kebijakan pembiayaan,
Teguh Pudjo Mulyono dalam bukunya yang berjudul “Menejemen
perkreditan bagi Bank komersil”, (2001,:20-24) yaitu1:
(a) Untuk penyediaan sarana penjagaan atau pengaman terhadap
asser Bank dan dana yang disimpan oleh para deposan secara
memadai agar dana yang ditanamkan ke dalam bank tersebut
dapat dikembangkan hingga dapat memperoleh “Return” yang
optimal.
(b) Sebagai dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembangan
perekonomuan khususnya yang menyangkut kegiatan perbankan
maksudntya sebagai unit perekonomian sudah tentu tidak dapat
melepaskan diri dari setiap perkembangan yang terjadi pada
kegiatan perekonomian yang mengelilinginya.
(c) Sebagai pedoman bagi para pejabat pembiayaan bank yang
bersangkutan dalam menyelesaikan tugasnya.

1
Teguh Pudjo Mulyono dalam bukunya yang berjudul “Menejemen perkreditan bagi Bank
komersil”, (2001,:20-24)
21

a. Sejarah Perkembangan Kebijakan Pemerintah Tentang


perbankan syariah
Cikal bakal perundang-undangan yang dijadikan pedoman
pengoperasian adalah Undang-Undang No. 07 Tahun 1992 tentang
perbankan dan UU No. 10 tahun1998 tentang perubahan atas UU No.
07 Tahun 1992. Melalui UU itu perbankan syariah bisa beroperasi.
Maka dari itu dalam periodisasi perkembangan kebijakan
perbankan Islam diklasifikasikan menjadi 3 periode, yaitu:
1) Periode 1992-1998: Peletakan Dasar Sistem Perbankan Islam2
Periode ini merupakan awal berdirinya dari Bank Syariah di
Indonesia yaitu Bank Muamalah Indonesia (BMI). Yang
diprakarsai oleh para cendekiawan muda dalam organisasi ICMI
dan dukungan MUI. Pada saat itu negara ini dipimpin oleh
kepemerintahan orde baru yang berusaha menjalin hubungan yang
harmonis dengan umat islam. Sehingga kebanyakan kalangan
menilai pada periode ini merupakan puncak akomodasi pemerintah
dengan umat islam
Di tengah gencarnya pendirian BMI maka UU No. 07 Tahun
1992 tentang perbankan disahkan. Tepatnya pada 25 Maret 1992
Oleh Presiden RI. Maka dengan disahkannya UU No. 07 tahun
1992 menempatkan Sistem Perbankan Islam sebagai salah satu
sistem perbankan yang berlaku di Indonesia. Yaitu Bank yang
beroperasi dengan sistem Bagi hasil yang diatur dalam PP No. 72
Tahun 1992 yang dikeluarkan 7 bulan kemudian setelah
disahkannya UU no. 07 tahun 1992. Pada kedua peraturan ini tidak
menyebutkan Bank Syariah ataupun bank Syariah. Namun hanya
sekedar menyebutkan Bank dengan prinsip bagi hasil. Yang hanya
disebutkan dua kali saja dalam pasal 6 dan 13

2
Muslimin Kara, Bank Syariah di Indonesia: analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia
terhadap Perbankan Syariah (Yogyakarta : UII Press, 2005), Cetakan I, 185.
22

Kebijakan Mendasar dalam Periode ini adalah :


a) Larangan Melakukan Dual system of Banking3
Kebijakan ini adalah kebijakan dimana Bank Konvensional
tidak diperbolehkan membuka unit atau cabang Bank Syariah.
Begitu pula sebaliknya. Hal ini tertuang pada pasal 6 PP No.72
1992.
b) Pembentukan Dewan Pengawas Syariah4
Sebagaimana yang tertera dalam pasal 5 PP. No. 72 tahun 1992
menjelaskan bahwa Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib
memiliki dewan pengawas syariah. Hal ini diupayakan adanya
pihak yang memonitoring untuk menghindarkan dari praktek
riba.
2) Periode 1998-1999: Reformasi Kebijakan Perbankan Islam
Periode ini adalah masa bergulirnya kepemerintahan Orde
baru (Suharto) ke Era baru (BJ. Habibie).
Pada masa ini kondisi ekonomi di Indonesia sangat
memprihatinkan.terjadinya krisis ekonomi pada 1997 juga
merambah pada krisis-krisis lain. Sehingga Pada periode ini
muncullah UU No. 10 tahun 19985 tentang Perubahan atas UU No.
07 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam Undang-undang ini
terdapat 43 perubahan dan penambahan6. antara lain: UU No. 5
tahun 1999 tetntang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat7; UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia8

3
Muslimin Kara, Bank Syariah di Indonesia: analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia
terhadap Perbankan Syariah (Yogyakarta : UII Press, 2005), Cetakan I, 191.
4
Muslimin Kara, Bank Syariah di Indonesia: analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia
terhadap Perbankan Syariah (Yogyakarta : UII Press, 2005), Cetakan I, 192.
5
Disahkan pada 10 November 1998 dan di catat dalam lembaran negara no. 182.
6
Luhur Prasetiyo, Subroto, dan Munawir. Undang-Undang Perbankan Syariah: Membaca
Makna dan Posisinya bagi Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia ( Ponorogo, STAIN,
Ponorogo, Press, 2010), 38.
7
Diundangkan pada 5 Maret tahun 1999.
8
Diundangkan pada 17 Mei tahun 1999.
23

Hal itu dilakukan merupakan salah satu bentuk kebijakan


pemerintah untuk memperbaiki negara Indonesia.
“ UU no. 10 1998 memberikan peluang yang sangat luas bagi
perbankan Islam. Yaitu pengakuan secara tegas terhadap
pembiayaan berdasarkan syariah baik di bank Umum maupun
Bank Perkreditan Rakyat”9.
Sebagai UU yang memperbaharui undang-undang
sebelumnya, UU No. 10 1998 tidak merubah semua pasal yang ada
pada UU No. 07 tahun 1992. Perubahannya hanya dilakukan pada
beberapa hal penting saja10.
Perubahan-perubahan pada Undang-Undang No. 10 1998 atas
Undang-Undang No. 07 tahun 1992 tentang perbankan lebih
banyak berkaitan dengan dua aspek. Pertama, semakin kuatnya
kewenangan Bank Indonesia. Kedua, aspek diakomodasinya
sistem perbankan Islam dalam sistem perbankan Nasional11
Aspek pertama dapat dilihat dari pasal 16 bahwa kewenangan
untuk memberi izin usaha, persyaratan dan tata cara bagi bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, merupakan dari Bank
Indonesia, sedangkan UU No. 07 1992 kewenangan itu berada
pada tangan menteri Keuangan. Demikian juga dengan pasal
18,19, 20, 21, dan 22 bahwa kewenangan izin pendirian kantor
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat menjadi kewenagan
Bank Indonesia12.
Sedangkan aspek kedua, dapat dilihat dari perubahan term
yang digunakan yaitu dari “prinsip bagi hasil” menjadi “prinsip
Syariah”. Selain itu, juga semakin tampak dari semakin banyaknya
pengaturan perbankan Islam dalam undang-undang, dibandingkan

9
Diundangkan pada 17 Mei tahun 1999, 195.
10
Diundangkan pada 17 Mei tahun 1999, 196.
11
Diundangkan pada 17 Mei tahun 1999, 197.
12
Diundangkan pada 17 Mei tahun 1999, 197.
24

dengan undang-undang terdahulu. Akomodasi tersebut dapat


dilihat lebih jauh pada pasal 1 ayat 3; ayat 4; ayat 12; ayat 13; ayat
18; dan ayat 23, pasal 6 huruf m, pasal 7 ayat huruf c, pasal 8 ayat
1 dan ayat 2, pasal 11 dan lainnya 13
Sedangkan untuk petunjuk pelaksanaan UU no. 10 tahun 1998
pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) mengeluarkan 2 surat
keputusan direksi Bank Indonesia, yaitu:
a) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir
adalah kebijakan operasional bagi bank Umum berdasarkan
prinsip syariah14.
b) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir
adalah Kebijakan Operasional bagi Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan prinsip Syariah15
3) Periode 1999-2009: Terbentuknya UU No. 21 tahun 2008
Dalam periode 1999-2004 DPR RI komisi IX mewacanakan
rencana penyusunan RUU tentang Perbankan Syariah. Namun
pada periode ini belum mengalami perkembangan signifikan.
Karena keterbatasan waktu dan sangat padatnya tugas-tugas dari
DPR RI. Selanjutnya pada periode 2004-2009 terbentuklah Alat
kelengkapan DPR RI, khususnya pada tahun 2004-2005, RUU
Perbankan Syariah disepakati untuk menjadi salah satu RUU yang
menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) 16.
Pada tanggal 27 Oktober 2005, DPR menugaskan komisi XI
DPR RI untuk membahas dan menyempurnakan draft RUU
Perbankan Syariah sebelum disampaikan ke pemerintah17.

13
Diundangkan pada 17 Mei tahun 1999, 199.
14
Diundangkan pada 17 Mei tahun 1999, 199.
15
Diundangkan pada 17 Mei tahun 1999, 200.
16 http//kolomsebelas, blogspot.com/2008/06/sosialisasi-rou-usul-dpr-ri-tentang, html,

di akses, 12 desember 2011


17
Luhur Prasetiyo, Subroto, dan Munawir. Undang-Undang Perbankan Syariah: Membaca
Makna dan Posisinya bagi Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, 39
25

b. Beberapa prinsip hukum yang dianut oleh sistem perbankan


syariah antara lain:
1) Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari
nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak
diperbolehkan.
2) Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai
akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3) Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang".
Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas
karena tidak memiliki nilai intrinsik.
4) Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan.
Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan
mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5) Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak
diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak
boleh didanai oleh perbankan syariah.

c. Peraturan Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank


Syariah dan Unit Usaha Syariah18
Dalam rangka menjaga kelangsungan usaha dan kualitas
pembiayaan serta meminimalisasi risiko kerugian, Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya,
dimana salah satu upayanya dapat dengan melakukan Restrukturisasi
Pembiayaan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan
kemampuan membayar. Ketentuan ini mengatur hal-hal berupa:

18
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/9/PBI/2011 Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/18/PBI/2088 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
26

1) Kualitas pembiayaan yang dapat dilakukan restrukturisasi.


2) Intensitas berapa kali restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan
dan penetapan kualitas pembiayaan apabila melebihi jumlah
maksimal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan sesuai
ketentuan.
3) Bank wajib menetapkan jumlah maksimal pelaksanaan
restrukturisasi pembiayaan untuk pembiayaan dengan kualitas
Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
4) Laporan restrukturisasi pembiayaan bagi BPRS.
5) Pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan, hendaknya menganut
prinsip universal yang berlaku di perbankan dengan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah.
6) Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan untuk Pembiayaan
dengan kualitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar,
Diragukan, dan Macet.
7) Restrukturisasi Pembiayaan dengan kualitas Lancar dan Dalam
Perhatian Khusus dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali, dan
apabila dilakukan lebih dari 1 (satu) kali digolongkan paling tinggi
Kurang Lancar.

d. Pedoman Penyusunan Kebijakan Pembiayaan19


1) Faktor Penting dalam Kebijakan pembiayaan adalah sebagai
berikut:
a) Bank harus memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat
b) Kebijakan pembiayaan yang jelas
c) Kebijakan pembiayaan berperan sebagai panduan dalam
pelaksanaan semua kegiatan pembiayaan bank.

19
Veitzal Rivai dan Andria Permata Veitzal, Ilamic Financial Management (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2088), 199.
27

d) Kebijakan pembiayaan harus berpedoman pada ketentuan yang


ditetapkan Bank Indonesia.
2) Prinsip Kehati-hatian dalam pembiayaan, dalam pembiayaan 20
harus
a) Kebijakan pokok pembiayaan
b) Kebijakan bank dalam pemberian pembiayaan
c) Pencantuman sektor ekonomi, pasar, dan nasabah yang dinilai
bank mengandung risiko yang tinggi
d) Pencantuman pembiayaan yang perlu dihindari bank
e) Penjabaran mengenai tata cara penilaian kualitas pembiayaan
3) Kebijakan Persetujuan pembiayaan
Kebijakan pembiayaan harus memuat kebijakan persetujuan
pembiayaan yang mencakup : konsep hubungan total pemohon
pembiayaan, penetapan batas wewenang pembiayaan, tanggung
jawab pejabat pemutus pembiayaan, proses persetujuan
pembiayaan, perjanjian pembiayaan, persetujuan pencairan
pembiayaan.
4) Pembiayaan Dokumen dan Adminitrasi pembiayaan
Dokumentasi yang baik dan tertib meliputi :
a) Jenis dokumen pembiayaan yang diperlukan
b) Pengecekan keabsahan dokumen pembiayaan
c) Penyimpanan dan penggunaan dokumentasi pembiayaan yang
mengandung pengawasan ganda.
Adminitrasi pembiayaan mencakup :
a) Pendata usahaan pembiayaan untuk setiap pembiayaan yang
benar, lengkap
b) Tata cara pengadministrasian pembiayaan yang mengandung
unsur pengendalian intern.

20
Veitzal Rivai dan Andria Permata Veitzal, Ilamic Financial Management (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2088), 200.
28

5) Pengawasan Pembiayaan21
a) Objek pengawasan pembiayaan:
1) Pejabat bank yang terkait dengan pembiayaan
2) Semua jenis pembiayaan
b) Fungsi pengawasan pembiayaan
1) Mengawasi dan memonitor pemberian pembiayaan sesuai
dengan kebijakan pembiayaan
2) Mengawasi perkembangan kegiatan nasabah secara off
site dan on site
3) Mengawasi dan memonitor kolektibilitas pembiayaan telah
sesuai dengan ketentuan.
6) Persiapan Bank dalam Penyusunan Kebijakan pembiayaan Bank
a) Persiapan Umum, Pelajari pedoman penyusunan kebijakan
pembiayaan bank.
b) Penyusunan Materi Kebijakan pembiayaan Bank
c) Penyusunan Konsep pembiayaan Bank
d) Finalisasi Kebijakan pembiayaan Bank
7) Bidang kebijakan Pembiayaan
Bidang kegiatan pembiayaan yang perlu dirumuskan dalam
bentuk kebijakan dasar (basic policies) umumnya meliputi hal-hal
berikut22.
a) Segmentasi Pembiayaan
Merupakan salah satu bentuk implementasi dari
pelaksanaan misi dan usaha pencapaian visi bank. Segmentasi
pembiayaan dapat diterapkan dalam bentuk pilihan sektor
usaha nasabah (line of business) atau tipe nasabah (tipe of

21
Veitzal Rivai dan Andria Permata Veitzal, Ilamic Financial Management (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2088), 205.
22
Riyadi, Selamet. Banking Assets and Liability Management. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2006.
29

business). Kebijakan mengenai pilihan segmentasi pembiayaan


berkaitan pula dengan jenis pembiayaan yang disediakan,
daerah atau wilayah pelayanan, sistem penyampaian (delivery
system), dan distribusi pembiayaan
b) Jenis Pembiayaan yang disediakan bagi Nasabah
Jenis pembiayaan yang disediakan oleh bank biasanya
berkaitan erat dengan sektor usaha dan tipe nasabah yang ingin
dilayani. Faktor-faktor yang yang mempengaruhi keputusan
bank adalah bukan hanya tergantung pada kesempatan meraih
potensi pasar yang mereka hadapi, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal, seperti permodalan, kemampuan
organisasi dan sumber daya manusia, kemampuan teknologi
dan sebagainya.
c) Wilayah Pelayanan
Pertimbangan wilayah pelayanan berkaitan dengan
perencanaan jaringan kerja, pembukaan kantor-kantor cabang
dan besar kecilnya kantor-kantor cabang tersebut. Sentra-sentra
ekonomi harus ditelaah terlebih dulu, seperti pertanian,
industri, perdagangan dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan
kebijakan desentralisasi manajemen dan pendelegasian
wewenang.
d) Sistem Penyampaian (Delivery System) Produk dan Jasa
Kebijakan ini berkaitan dengan pola perluasan jangkauan
pemasaran dan penyampaian produk dan jasa bank. sebagian
bank mengutamakan penggunaan jaringan organisasi yang
dimilikinya sendiri seperti kantor cabang, kantor kas, dan
sebagianya. Sebagian bank lain memilih melakukan
outsourcing dengan menggunakan agen-agen sebagai
remarketer.
30

2. Pengertian Bank Syariah23


Kata bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti meja.
Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam
bentuk pembiayaan dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan
kelahiran dua gerakan renaissance islam modern, neorevivalis dan
modernis24, tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan
etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari
segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan al-Qur’an dan
Assunah.
Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, Bank Islam
tumbuh dengan sangat pesat, sesuai dengan analisis Prof Khursid Ahmad
dan laporan Internasional Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999
tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan islam yang beroperasi di
seluruh dunia baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di
Eropa, Australia maupun Amerika25.
Secara filosofis bank syariah adalah bank yang aktivitasnya
meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang
di anggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia islam
dewasa ini. Belakangan ini para ekonomi Muslim telah mencerahkan
perhatian besar guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga
dalam transaksi perbankan dan keuangan yang lebih sesuai dengan etika
islam. Upaya ini dilakukan dalam upaya pembangunan model teori

23
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), 61.
24
Abdullah saeed, Islamic Banking and Interest A studyof the prohibition of riba and is
contempotary interpectatio (Leiden Ej Bril, 1996).
25
Khursid Ahmad “Islamic Finance and banking, The Challenge, dalam Imtizuddin Ahmad,
The islamic Society of north America, 1999.
31

ekonomi yang bebas bunga dan pengujiannya terhadap pertumbuhan


ekonomi alokasi dan distribusi pendapatan26.
Oleh karena itu, mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa
disebut dengan bank syariah didirikan didasarkan pada alasan filosofis
meupun praktik, Alasan filosofisnya dilarangnya riba dalam transaksi
keuangan maupun nonkeuangan (Allah menghalal jual beli dan
menngharamkan riba. (Qs. Al -Baqarah (2):275) dan alasan praktisnya
adalah sistem perbankan berbasis bunga atau konvensional mengandnng
beberapa kelemahan (Zaenal Arifin, 2002, 39-40), yaitu:
a. Transaksi berbasis bunga melamggar keadilan dan kewajaran bank,
Dalam bisnis hasil yang diperoleh setiap perusahaan selalu tidak,
peminjam sudah berkewajiban utttuk membayar tingkat bunga yang
disetujui walaupun perusahaannya mungkin rugi. meskipun
perusahaan untung namun bisa jadi bunga yang harus dibayarkan
melebihi keuntungannya, Hal ini jelas bertentangan dengan norma
keadilan dalam islam.
b. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan
kebangkrutan, Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif
masyarakat secara keseluruhan, selain dengan penganggaran sebagian
besar orang lebih dari itu, beban utang makin menyulitkan upaya
pemulihan ekonomi dan mempengaruhi penderitaan suatu masyarakat.
c. Dalam sistem bunga, Bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha
kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan
pendapatan bunga mereka, setiap rencana bisnis yang di ajuhkan
kepada mereka selalu di ukur dengan kriteria itu. Jadi, bank yang
bekerja dengan sistem ini tidak mempunyai insentif untuk membantu
mana usaha yang berguna bagi masyarakat dan para pekerja, selain itu
menyebabkan misallocation sumber daya dalam masyarakat islam.

26
Rukmana dan Amir Machmud, Bank Syariah (Bandung, Erlangga, 2010), 5.
32

Berangkat dari beberapa sistem perbankan konvensional tersebut,


maka perbankan syariah diharapkan mendapatkan kebebasan dalam
mengembangkan produk sendiri sesuai dengan teori perbankan syariah.
Jika kebebasan ini dapat diwujudkan, secara ideal akan memberikan
manfaat, yaitu: (a) terpeliharanya aspek keadilam bagi para yang
bertransaksi, (b) lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbankan
konvensional, (c) dapat memelihara kestabilan nilai tukar mata uang
karena selalu terkait dengan transaksi riil bukan sebaliknya, (d)
tranparansi menjadi sifat yang melekat dan (e) memperluas aplikasi
syariah dalam kehidupan masyarakat muslim.
1) Fungsi Bank Syariah27
Terdapat 4 fungsi pada perbankan syariah yaitu:
a) Menejer Investasi (mudharib)
Menejer Investasi adalah bahwa bank tersebut merupakan menejer
investasi dari pihak dana yang dihimpun, karena besar kecilnya
pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana yang
dihimpun sangat tergantung pada keahlian, kehati – hatian dan
profesionalisme dari bank syariah.
b) Investor (Shahih al maal)
Dalam fungsi ini bank syariah bertindak sebagai investor
maksudnya adalah bank menginvestasikan dana yang dimilkinya
maupun dana nasabah yang dipercayakan dengan menggunakan
alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi
hasil yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan
pemiliknya.

27
Amir Machmud dan rukmana, Bank Syariah (Jakarta: Erlangga, 2010), 6.
33

c) Fungsi sosial
Memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat melalui dana
qord (pinjaman kebaikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai
dengan prinsip-prinsip islam.
Lima transaksi yang lazim digunakan praktik perbankan syariah,
yaitu:
(1) Transaksi yang tidak mengandung riba
(2) Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara
jual beli (murabahah).
(3) Transaksi yang di tujukan untuk mendapatkan jasa dengan
cara sewa (ijarah).
(4) Transaksi yang di tujukan untuk mendapatkan modal kerja
dengan cara bagi hasil (mudharabah).
(5) Transaksi deposito, tabungan giro yang imbalannya adalah
bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan (wadiah).
2) Sasaran Bank Syariah
Sasaran utama pendirian bank syariah adalah untuk menyebarkan
kemakmuran ekonomi dalam struktur islam dengan mempromosikan
dan menggabungkan prinsip islam dalam area bisnis. Point sasarannya
adalah sebagai berikut28.
a) Menawarkan jasa keuangan: aturan dan hukum dari bank syariah
dengan tepat menerapkan prinsip islam untuk transaksi keuangan,
dimana riba dan gharar diidentifikasikan sebagai tidak islami,
pendorong utamanya adalah kearah keuangan yang berbagi risiko
dan fokus pada kegiatan yang halal. Fokusnya adalah menawarkan
transaksi perbankan yang melekat pada prinsip syariah dan
menolak transaksi bank konvensional yang berdasarkan bunga.

28
Velthzal Rival dan Arviyan Arifin, Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010),
33
34

b) Menjaga stabilitas nilai uang: islam mengakui uang sebagai alat


tukar dan bukan sebagai komoditi, dimana harga dapat digunakan.
Jadi, sistem tanpa bunga membawa stabilitas dalam nilai uang
sehingga bisa menjadi alat tukar yang dapat dipercaya dalam unit
transaksi.
c) Pengembangan ekonom: bank syariah mengembangkan ekonomi
melalui faslitas seperti murabahah dll dengan prinsip pembagian
keuntungan dan kerugian yang khusus. Hal ini membangun relasi
yang langsung dan dekat antara hasil atas investasi bank dan
keberhasilan operasi dari bisnis oleh pengusaha dimana akan
berdampak pada perkembangan ekonomi suatu Negara.
3) Peranan Bank Syariah Bagi Masyarakat29
a) Sebagai Lembaga Penyimpan Dana (Tempat Menabung)
Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil (mudharabah)
kepada nasabah yang menabungkan uangnya di bank, artinya
nasabah tidak akan pernah dapat menghitung dengan pasti berapa
jumlah uangnya yang akan bertambah setiap bulannya bila mereka
telah menabung dalam jumlah tertentu. Namun, nasabah dapat
mengetahui pasti atau bagian yang menjadi haknya dan berapa
porsi atau bagian yang menjadi hak pihak bank syariah.
b) Sebagai Lembaga Pembiayaan (Investasi) 30
Bank syariah tidak hanya menjalankan fungsi sebagai
lembaga keuangan penghimpun dana, namun sebagai lembaga
tempat masyarakat dapat memperoleh pembiayaan untuk
keperluan peningkatan usaha ataupun untuk pemenuhan kebutuhan
yang sifatnya konsumtif seperti rumah dan kendaraan bermotor.

29
Velthzal Rival dan Arviyan Arifin, Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010),
219.
30
Velthzal Rival dan Arviyan Arifin, Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010),
221.
35

Bank syariah dalam hal ini, berperan sebagai lembaga pembiayaan


atau investasi kepada masyarakat.
c) Sebagai Lembaga Pemberi Jasa31
Bank syariah sebagai lembaga keuangan tidak hanya
fungsinya sebagai tempat menyimpan atau melakukan memperoleh
pembiayaan saja, bank syariah juga melayani beberapa keperluan
nasabah yang berkaitan dengan kebutuhan nasabah akan jasa
perbankan syariah.
4) Prinsip Bank Syariah32
Bank syariah adalah berdasarkan prinsip islam dan tidak
mengizinkan pembayaran dan penerimaan bunga, tetapi pembagian
keuntungan. Bank syariah punya tujuan yang sama persis dengan bank
konvensional kecuali bank syariah dijalankan dibawah hukum islam.
Karakteristik bank syariah yang terkenal adalah keadilan dan
kesamaan melalui pembagian keuntungan dan kerugian dan melarang
bunga. Prinsip untuk bank syariah sebagai berikut:
a) Melarang Bunga
Bunga secara keras dilarang oleh islam dan dipahami sebagai
haram (tidak diiznkan). Islam melarang kaum muslim untuk
menerima atau member bunga. Islam hanya mengizinkan satu jenis
pinjaman itu adalah Qordhul hasan (pinjaman yang murah hati
dimana peminjam tidak dikenakan bunga dan tambahan jumlah
dari uang yang dipinjam.
b) Pembagian yang seimbang
Riba dilarang dalam islam. Bank menyediakan dana untuk
modal dengan wirausaha berbagi risiko bisnis dan dalam
pembagian keuntungan. Ialsm mendorong orang muslim untuk

31
Velthzal Rival dan Arviyan Arifin, Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010),
223.
32
Velthzal Rival dan Arviyan Arifin, Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010),
293.
36

menanam uang mereka dan menjadi partner dengan tujuan berbagi


keuntungan dan risiko dalam bisinis meskipun posisinya sebagai
kreditur. Dalam islam, pembiayaan didasarkan pada iman dimana
pemberi pinjaman dan peminjam harus berbagi risiko bisnis secara
seimbang, konsep dari pembiayaan risiko dan hasilberbeda antara
bank syariah dengan bank konvensional, diman peminjam harus
membayar pokok pinjaman dengan bunga, tanpa memperhatikan
untung atau rugi dari usaha.
c) Uang sebagai “Modal Potensial”
Dalam islam, uang hanya alat pertukaran. Tidak ada nilai
dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, seharusnya tidak diijinkan
menilai tinggi terhadap uang, melalui pembayaran bunga tetap,
ketika menyimpan di bank atau ketika meminjam kepada
seseorang. Uang diperlakukan sebagai “modal potensial”, akan
menjadi modal riil hanya katika uang digabung dengan sumber
daya yang lain yang bertanggung jawab untuk menjalankan
aktivitas yang produkitf, islam meyakini waktu nilai uang, tetapi
hanya ketika hal itu diperlakukan sebagai modal, bukan ketika itu
sebagai modal potensial, prinsip ini mendorong muslim untuk
menginvestasikan uang kedalam bisnis secara berbeda,
penimbunan uang adalah haram. Uang punya daya beli tetapi
hanya untuk tujuan digunakan untuk meningkatkan daya beli tanpa
aktivitas yang produktif.
d) Melarang Gharar
Sistem keuangan islam melarang penimbunan dan melarang
transaksi yang dimiliki karakteristik gharar (ketidakpastian yang
tinggi) dan masysir (iudi). Dibawah ini larangan ini transaksi
ekonomi yang dimasuki harus bebas dari ketidakpastian, risiko dan
spekulasi. Dalam hukum bisnis gharar berarti bank terlibat pada
37

bisnis yang dimana bank tidak memiliki pengetahuan yang cukup


atau pula transaksi yang sangat berisiko.
e) Kontrak yang Suci
Bank syariah memegang tanggung jawab kontrak dan
berkewajiban untuk memberikan informasi secara utuh. Hal ini
dimaksudkan untuk menguragi risiko asimetri informasi dan risiko
moral. Pihak yang disebut dalan kontrak harus memiliki
pengetahuan yang baik tentang produk yang dimaksud untuk
mempertukarkan sebagai hasil dari transaksi mereka. Lebih jauh
lagi, tiap pihak tidak bisa menentukan sebelumnya jaminan
keuntungan, ini didasarkan prinsip “ketidakpastian keuntungan”,
dengan penilaian yang ketat, tidak mengizinkan konsumen
bertanggung jawab untuk membayar pokok pinjaman ditambah
jumlah nilai inflasi. Dibalik larangan ini adalah untuk melindungi
yang lemah dari eksploitasi.
f) Kegiatan Syariah yang Disetujui
Bank syariah mengambil bagian dalam aktivitas bisnis yang
tidak melanggar hukum syariah, contoh: Investasi pada bisnis yang
berhubungan alcohol dan berjudi adalah sangar dilarang. Bank
syariah diharapkan untuk membangun Syariah Supervisory Board
terdiri dari hukum syariah yang bertindak sebagai auditor syariah
yang independen dan penasehat untuk bank. Mereka bertanggung
jawab untuk meyakinkan bahwa kegiatan dari bank syariah tidak
bertentangan dengan etika islam.

3. Pengertian Pembiayaan Bermasalah


Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. untuk itu,
sebelum masuk kemasalah pengertian pembiayaan perlu diketahui apa itu
bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai
tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengelolaan
38

barang (produksi). Pelaku bisnis dalam menjalankan bisnis memerlukan


sumber modal, jika pelaku tidak memiliki modal secara cukup maka ia
akan berhubungan dengan pihak lain, seperti bank, untuk mendapatkan
suntikan dana dengan melakukan pembiayaan33.
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan.
Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang mengalami
kesulitan didalam penyelesaian kewajibanya baik dalam bentuk
pembiayaan kembali pokoknya atau pembiayaan bagi hasilnya.
Ketidaklancaran nasabah dalam membayar angsuran pokok dapat
dikatakan sebagai pembiayaan yang bermasalah. Pembiayaan bermasalah
dapat terbagi menjadi tiga kategori yaitu:
a) Pembiayaan yang kuraag lancar yang memiliki kriteria sebagai
berikut:
1) Terdapat tunggakan angsuran lebih dari 1 bulan dan kurang dari 2
bulan, jika jadwal angsurannya kurang lebih dari 1 bulan.
2) Terdapat tunggakan angsuran lebih dari 1 bulan dan kurang dari 6
bulan, jika jadwal angsurannya adalah 2 bulan atau 3 bulan.
3) Tunggakan angsuiran melampaui 6 bulan dan kurang dari 12
bulan, jika jadwal angsuran yang ditetapkan adalah 6 bulan atau
lebih.

33
Arviyan Arifin dan Velthzal Rival. Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010) ,
681
39

b) Pembiayaan yang diragukan, kriterianya adalah sebagai berikut:


1) Pembiayaan tersebut tidak termasuk pada kriteria kurang lancar
2) Pembiayaan masih bisa diselamatkan dan jaminannya bernilai
sekurang-kurangnya75% dari hutang.
3) Pembiayaan tidak dapat diselamatkan tetapi jaminannya bernilai
sekurang-kurangnya 100% dari hutang.
c) Pembiayaan yang macet, kruterianya adalah sebagai berikut:
1) Pembiayaan tersebut tidak memenuhi kriteria lancar dan
diragukan.
2) Memenuhi kriteria diragukan belum ada pelunasan atau usaha
penyelamatan penyelamatan pembiayaan
3) Penyelamatan pembiayaan tersebut telah diserahkan kepada
pengadilan negeri atau telah ditujukan penggantian ganti rugi
kepada perusahaan asuransi.

a. Tujuan Pembiayaan34
Secara umum, tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tujuan
pembiayaan untuk tingkat mikro, secara makro, pembiayaan bertujuan
untuk:
1) Peningkatan ekonomi umat, yaitu masyarakat yang tidak dapat
akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat
melakukan akses ekonomi. Dengan demikian, dapat meningkatkan
taraf ekonominya.
2) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk
pengembangan usaha untuk membutuhkan dana tambahan. Dana
tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiyaan.

34
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008), 5-6.
40

Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak minim dana,


sehingga dapat digulirkan.
Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
a) Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka
memilki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha, setiap
pengusaha menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk
menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana
yang cukup.
b) Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan agar
mampu menghasilkan laba yang maksimal, maka pengusaha harus
mampu meminimalkan resiko yang mungkin timbul. Resiko
kekuragan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan
pembiayaan.
Sehubungan dengan aktivitas bank islam, maka pembiayaan
merupakan sunber pendapatan bank islam, sehingga tujuan
pembiayaan bank islam adalah untuk mrmrnuhi kepentingan
stakeholder yakni:
(1) Pemilik
Melalui pendapatan sumber di atas para pemilik mengharapkan
akan memperoleh penghasilan atau dana yang ditanamkan pada
bank tersebut.
(2) Karyawan
Para pegawai mengaharapkan dapat memperoleh kesejahteraan
dari bank yang dikelolanya.
(3) Masyarakat
(a) Pemilik dana
Sebagaimana pemilik dana mereka mengaharapkan dari dana
yang diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil
41

(b) Debitur yang bersangkutan


Para debitur dengan penyediaan dana baginya, mereka
terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau
terbantu untuk mengadaan barang yang diinginkannya
(pembiayaan konsumtif).
(4) Pemerintah
Akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam
pembiayaan pembangunan negara, disamping itu akan diperoleh
pajak (berupa pajak penghasilan serta keuntungan yang diperoleh
oleh bank dan juga perusahaan-perusahaan.
(5) Bank
Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan,
diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan
usahanya agar tetap bertahan dan meluas jaringan usahanya,
sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayani.

b. Fungsi Pembiayaan35
Fungsi Pembiayaan bagi masyaarakat antara lain:
1) Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan
perdagangan dan perekonomian
2) Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat
3) Memperlancar arus barang dan arus uang

c. Unsur Pembiayaan36
Pembiayaan pada dasarnya diberikan atas dasar kepercayaan.
Dengan demikian, pemberian pembiayaan adalah pembrei
kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang diberikan benar – benar

35
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, 7.
36
Velthzal Rival dan Arviyan Arifin, Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010),
701.
42

harus diyakini dapat dikembalikan oelh penerima pembiayaan sesuai


dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama.
Berdasarkan hal di atas, unsure-unsure dalam pembiayaan tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Adanya dua pihak, yaitu pemberi pembiayaan (shahibul mal) dan
penerima pembiayaan (mudharib). Hubungan pemberi pembiayaan
dan peneriam pembiayaan merupakan kerja sama yang saling
menguntungkan, yang di artikan pula sebagai kehidupan tolong
menolong sebagaiman firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah
(5):2 yaitu:

           

         

          

         

            

  

“Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebijakan takwa,


dan janganlah tolong-menolonng dalam (mengerjakan) dosa dan
pelanggaran”37

37
Qs. Al-Maidah 5,2”.
43

Tafsir ayat di atas adalah ayat yang sebelumnya berisi


memerintahkan dan ayat ini melarang. Demikian kebiasaan Al-
Qur’an menyebut dua hal yang bertolak belakang secara
bergantian ditemukan lagi disini. Dapat juga dikatakan bahwa
ayat yang lalu berbicara secara umum, termasuk uraian tentang
apa yang dikecualikan-Nya. Ayat ini merinci apa yang
disinggung di atas. Rincian ini dimulai dengan hal-hal yang
berkaian dengan haji dan umtah, yang pada ayat yang lalu telah
disinggung yakni tidak menghalalkan berbicara ketika sedang
dalam keadaan berihram. Disini sekali lagi Allah menyeruh
orang-orang beriman, “hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah dalam ibadah haji dan dan
umrah bahkan semua ajaran agama dan jangan melanggar
kehormatan bulan-bulan haram, yakni Dzul Qa’idah, Dzulhijah,
Muharram dan Rajab. jangan mengganggu binatang al-hadya,
yakni binatang yang akan disemblih di mekka dan sekitarnya,
dan yang dijadikan persembahan kepada Allah, demikian juga
jangan mengganggu al-qala’id, yaitu binatang-binatang yang
dikalungi lehernya sebagai tanda bahwa ia adalah persembahan
yang sangat istemewa dan jangan”, dan jangan juga menggaggu
para pengunjung Baitullah, yakni siapapun yang ingin
melaksanakan ibadah haji atau umrah, sedang mereka
melakukan hal tersebut, dalam keadaan mencari dengan
sungguh-sungguh karunia keuntungan duniawi dan keridhaan
ganjaran ukhrawi dari Tuhan mereka.
Apabila kamu telah bertahallul menyelesaikan ibadah ritual
haji atau umrah, atau karena satu dan lain sebab sehingga kamu
tidak menyelesaikan ibadah kamu, misalnya karena sakit atau
terkepung musuh, maka berburuhlah jika kamu mau.
44

Yang dimaksud dengan orang-orang yang mengunjungi


Baitullah Allah kaum musyrikin yang ketika turunnya ayat itu,
masih diperbolehkan mengunjungi Ka’bah untuk untuk
melaksanakan haji atau umrah, bukan untuk tujuan lain,
misalnya untuk mengganggu kaum muslimin. Itu sebabnya ayat
ini tidak menyatakan mengunjungi Mekah, salah satu alasan
yang menguatkan penafsiran ini bahwa orang-orang Muslim
terlarang mengganggu mereka kapan dan dimana pun, sehingga
dengan dengan larangan khusus itu, pastilah ia bukan ditujukan
terhadap orang-orang beriman. Namun, kiranya dengan bahwa
orang-orang musyrik saja ketika ini tidak boleh diganggu pada
saat mereka akan melaksanakan haji, maka lebih-lebih lagi umat
Islam selanjutnya perlu juga dicatat bahwa ijin bagi kaum
musyirikin untuk melaksanakan haji sesuai tradisi Nabi Ibrahim
as, bahkan izin bagi mereka untuk memenuhi Masjid al-Haram.
Satu riwayat menyatakan bahwa larangan ini harus
berkenaan dengan rencana beberapa kaum muslimin untuk
merampas unta-unta yang dibawa oleh serombongan kaum
musyrikin dari suku penduduk Yamamah, dibawah pimpinan
Syuraih Ibn Dhubai’ah yang digelar al-Hutham, dengan alasan
bahwa unra-unta ini adalah milik kaum muslimin yang pernah
mereka rampas38.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwa yang dimaksud
dengan ‘uqud ialah perjanjian yang telah di adakan Allah
terhadap hambah-hambahNya, yaitu apa saja yang telah Dia
haramkan dan apa yang Dia halalkan, apa-apa yang telah Dia
wajibkan dan apa-apa yang telah Dia bataskan dalam Al-Qur’an
seluruhnya bahwa semua itu tak boleh dilanggar.

38
Tafsir M.Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbah (Tanggerang, Lentera Hati, 2005), `10-12
45

Lain lagi kata Ar-Raghib ‘Uquditu ada tiga macam


perjanjian antara Allah dengan hambahNya, perjanjian antara
hamba dengan dirinya sendiri dan perjanjian antara dirinya
sendiri dengan orang lain.
Masing-masing perjanjian tersebut, ada yang diwajibkan
menunaikannya oleh akal manusia sendiri yang telah Allah
anugrahkan padanya, yaitu perjanjian yang bisa diketahui oleh
akal dengan mudah dan dengan pemikiran yang sederhana
sekalipun hal ini ditunjukkan.
Dihalalkan binatang ternak kepadamu itu, dengan tetap
tidak dihalalkan berburu bagimu pada saat yang telah
diharamkan Allah, yakni tetap tak boleh kamu anggap halal
binatang itu dengan memburu dan memakannya, sedang kamu
dalam keadaan ihram haji, umrah atau kedua-duanya atau ketika
kamu masuk ke tanah haram.
Jadi berburu binatang itu tidak halal bagi orang yang
berada di tanah haram, sekalipun dia tidak dalam keadaan
ihram, dan juga tidak halal bagi orang yang sedang dalam
keadaan ihram hajo maupun umrah, sekalipun ia berada diluar
batas tanah haram, yakni, di kala ia telah berniat memasuki
ibadah ini dan telah memulai pekerjaan-pekerjaannya, seperti
talbiyah dan memakai pakaian tanpa berjahit yang
diselubungkan39.
2) Adanya kepercayaan shahibul mal kepada mudharib yang
didasarkan atas prestasi dan potensi mudharib.
3) Adanya persetujuan, berupa kesepakatan pihak shahibul mal
dengan pihak lainnya yang berjanji membayar dari mudharib
kepada shahibul mal. Janji membayar tersebut berupa instrument

39
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (Semarang, Tohaputra Semarang,
1987), 76.
46

(credit instrument), sebagaimana firman Allah SWT dalam surat


Al-Baqarah (2):282 yaitu:

        

          

         

            

          

         

        

         

           

           

       

            

            

  


“Hai orang yang beriman jika kamu melakukan hutang
piutang sampai pada masa yang tertentu, maka hendaklah
kamu tulis dan harus yang menulis surat hutang itu seorang
penulis yang adil (jujur) dan jangan sampai menolak penulis itu
untuk menulis sebagaimana yang di ajarkan Allah, itulah ia
harus menulis sedang yang mendikte adalah orang yang
47

berhutang, hendaknya bertaqwa benar-benar kepada


Tuhannya, dan jangan mengurangi sedikitpun daripadanya,
maka jika orang yang berhutang itu bodoh atau lemah atau
tidak sanggup mendikte, mka hendaknya walinya yang mendikte
dengan jujur (Adil). Dan perlakukan pada dua orang laki-laki
sebagai saksi, jika tidak ada dua orang lelaki, maka boleh satu
lelaki dan dua wanita yang kalian setujui untuk menjadi salsi,
jika yang satu lupa (tersesat/terpengaruh) maka dapat
diingatkan oleh yang lain. Dan jangan menolak para saksi jika
dipanggil untuk memberikan persaksiannya dan jemu untuk
mrnulis hutang piutang itu baik kecil maupun besae sampai
pada masanya, yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan
lebih kuat untuk persaksian, juga lebih menjamin tidak ragu
kecuali jika dagangan itu kontan yang berlaku di antara kamu,
maka tidak berdosa jika tidak kamu nulis dan persaksikanlah
jika kamu berjual beli dan memperberat kepada penulis atau
saksi, jika kamu memperberat kepada penulis atau saksi maka
perbuatan itu sebagai fasiq (penyalagunaan tuntunan agama)
dan bertaqwalah kepada Allah dalam mengikuti semua
tuntunan ajaranNya, perintah dan laranganNya dan Allah tetap
mengajarkan kebaikan kepadamu dan Allah mengetahui segala-
galongannya40.

inilah ayat yang terpanjang ayat al-qur’an Ibnu Abbas ra,


berkata: “Ketika turun ayat yang mengenai hutang piutang ini,
tiba-tiba Rosulullah saw bersabda, “sesungguhnya yang pertama
ingkar janjin adalah Adam as, ketika Allah menciptakannya
kemudian mengusap punggungnya dam keluar semua anak
cucunya hingga hari kiamat dan ketika ia melihat satu persatu
pada seorang pemuda yang tampan gemilang, lalu ia bertanya
“siapakah itu?”. dijawab, “putramu Dawud”, ia bertanya,
“berapakah umurnya?”, “umurnya enam puluh tahun”, lalu ia
berdoa,” ya Tuhan tambahkanlah umurnya”, jawab Tuhan
“\Tidak, kecuali jika dipotong dari umurmu, sedang umur Adam
seribu tahun, maka tambahkan kepada Dawud empat puluh
tahun, maka ditulis perjanjian itu dan disaksikan oleh malaikat,

40
Al-Baqarah (2):282
48

kemudian Adam didatangi malaikat yang akan mencabut


rohnya, ia berkata, “ umurku masih tersisa empat puluh tahun,
“kemudian diberi tahu bahwa Adam telah memberikan umurnya
kepada putranya Dawud. Adam “tidak”’, maka Allaha
memperlihatkan kepadanya surat catatan perjanjian dan
disaksikan oleh malaikat”. (HR. Ahmad)/.
Ayat ini berupa tuntunan Allah kepada hambahNya yang
mukmin jika mereka dalam muamalah hutang piutang supaya
ditulis, supay tertentu kadarnya, waktunya dan mudah untuk
persaksiannya sehingga tidak ragu41.
Tafsir ayat di atas, inilah prinsip umum yang hendak
ditetapkan. Maka, menulis ini merupakan sesuatu yang
diwajibkan dengan nash, tidak dibiarkan manusia memilihnya
(untuk melakukan atau tidak melakukan) pada waktu
melakukan transaksi secara bertempo (utang piutang), karena
sesuatu hikmah yang akan dijelaskan pada akhir nash.
Ini merupakan tugas bagi orang yang menulis utang
piutang itu sebagai sekretaris, bukan pihak-pihak yang
melakukan transaksi. Hikmah mengundang pihak keriga bukan
salah satu dari kedua belah pihak yang melakukan transaksi ,
ialah agar lebih hati-hati. Juru tulis ini diperintahkan
menulisnya dengan adil (benar) tidak boleh condong kepada
salah satu pihak dan tidak boleh mengurangi atau menambahkan
sesuatu dalam teks yang disepakati itu42

41
Salim Bahreiay, H. Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsier (Surabaya, PT Bina Ilmu, 1987),
513-514.
42
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Jakarta, Gema Insani Press, 2000), 391-392.
49

4) Adanya penyerahan barang, jasa atau uang dari shahibul mal


kepada mudharib.
5) Adanya unsur waktu (time element). Unsur waktu merupakan
unsur esensial pembiayaan, pembiayaan terjadi karena unsur
waktu, lebih dilihat dari shahibul mal maupun dilihat dari
mudharib, misalnya: pemilik uang memberikan pembiayaan
sekarang untuk konsumsi lebih besar di masa yang akan datang.
Produsen memerlukan pembiayaan karena adanya jarak waktu
antara produksi dan konsumsi.
6) Adanya unsure resiko (degree of risk) baik di pihak shahibul mal
maupun di pihak mudharib. Risiko di pihak shahibul mal adalah
risiko gagal bayar (risk of default), baik karena kegagalan usaha
(pinjaman komersial) atau ketidakmampuan membayar (pinjaman
konsumen) atau karena ketidaksediaan membayar. Risiko dipihak
mudharib adalah kecurangan dari pihak pembiayaan, antara lain
berupa shahibul mal yang bermaksud mencaplok perusahaan yang
diberi pembiayaan atau tanah yang dijaminkan.

d. Jenis-jenis Pembiayaan (kredit)43


1) Pembiayaan modal kerja syariah
Modal kerja adalah modal yang digunakan untuk mendukung
operasional perusahaan sehari-hari sehingga perusahaan dapat
beroperasi secara normal dan lancar.
2) Pembiayaan investasi syariah
Yang dimakud dengan investai adalah penanaman dana
dengan maksud untuk memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan
dikemudian harl, mencakup hal-hal antara lain44.

43
Adi Warman A.Karim, Bank Islam (Jakarta, PT Gaja Grafindo, 2011), 235.
44
Adi Warman A.Karim, Bank Islam (Jakarta, PT Gaja Grafindo, 2011), 236.
50

a) Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa


keuntungan dalam bentuk financial atau uang (Finansial
Bonafi)
b) Badan-badan usaha yang mendapat pembiayaan investasi dari
bank harus mampu memperoleh keuntungan financial agar
dapat hidup dan berkembang serta memenuhi kewajiban
kepada bank investasi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)
kategori yaitu:
(1) Investasi pada masing-masing komponen aktiva lancar
(2) Investasi pada aktiva tetap atau proyek
(3) Investasi pada efek atau surat berharga
3) Pembiayaan konsumtif syariah45
Secara definisi konsumsi adalah kebutuhan individual
bersifat meliputi kebutuhan baik barang maupun jasa yang
dipergunakan untuk tujuan usaha. Dengan demikian yang
dimaksud dengan pembiayaan komsumtif adalah jenis pembiayaan
yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya
perorangan.
Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah,
pembiayaan konsumtif dapat dibagi menjadi lima (5) bagian, yaitu:
a) Pembiayaan Konsumen Akad murabahah
b) Pembiayaan Konsumen Akad IMBT
c) Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah
4) Pembiayaan Letter of Credit
Secara definitif yang dimaksud dengan pembiyaan Letter of
Credit (L/C) adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka
memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah.

45
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004), 244.
51

5) Pembiayaan L/C Impor


Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Nomor
14/DSN-MUI/XI/2002, akad yang dapat digunakan untuk
pembiayaan L/C impor adalah:
a) Wakalah bi Ujrah
b) Wakalah bil Ujrah dengan Qord
c) Murabahah
d) Salam atau Istisna dan murabahah
6) Pembiayaan L/C Ekspor
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Nomor:
35/DSN-MUI/IX/2002, akad yang dapat digunakan untuk
pembiayaan L/C Ekspor adalah:
a) Wakalah bi Ujrah
b) Wakalah bil Ujrah dengan Qord
c) Wakalah bil Ujrah dan mudharabah
7) Jenis Pembiayaan dilihat dari Jangka Waktu46
a) Short term (pembiayaan jangka pendek) ialah suatu waktu
pembiayaan yang berjangka waktu maksimum satu tahun.
Dalam pembiayan jangka pendek termasuk pembiayaan untuk
tanaman musiman yang berjangka waktu lebih dari satu tahun.
Dilihat dari sisi perusahaan pembiayaan jangka pendek dapat
berbentuk:
b) Pembiayaan penjual, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh
penjual kepada pembeli, dimana penjual menyerahkan barang-
barangnya lebih dahulu baru kemudian menerima
pembayarannya dari pembeli.

46
Veitzal Rivai dan Andria Permata Veitzal, Ilamic Financial Management (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2088), 11.
52

8) Jenis Pembiayaan Dilihat Menurut Lembaga Yang Menerima


pembiayaan47
a) Pembisyssn untuk bsdsn usaha, usaha pemerintah daerah, yaitu
pembiayaan yang diberikan kepada perusahaan/badan usaha
yang dimiliki oleh pemerintah.
b) Pembiayaan perorangan, yaitu pembiayaan yang diberikan
bukan perusahaan tetapi kepada perseorangan.

e. Kualitas Pembiayaan48
Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas
risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah
pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar
bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya, jadi unsure utama dalam
menentukan kualitas tesebut adalah waktu pembayaran bagi hasil,
pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan
diperinsci atas:
1) Pembiayaan Lancar (pass)
Pembiayaan yang digolongkan lancar apabila memenuhi
kriteria antara lain:
a) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu
b) Memiliki mutasi rekening yang aktif, atau
c) Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai
(cost sollateral)
2) Perhatian Khusus (special mention)
Pembiayaan digolongkan pembiayaan dalam perhatian
khusus apabila memenuhi kriteria:

47
Andiria Permata dan Veithzal, Veitzal Rivai, Islamic Financial Management (Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2008), 14
48
Velthzal Rival dan Arviyan Arifin, Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010),
742.
53

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga bagi hasil


yang belum melampaui Sembilan puluh hari, atau
b) Kadang-kadang terjadi cerukan, atau
c) Mutasi rekening relatif aktif, atau
d) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikan, atau
e) Didukung oleh pinjaman beru
2) Kurang Lancar (Substandart)
Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan kurang
lancar apabila memenuhi kriteria:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil
b) Sering terjadi cerukan. atau
c) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah, atau
d) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan
lebih dari Sembilan puluh hari, atau
e) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur,
atau
f) Dokumentasi pinjaman yang lemah
3) Diragukan (Doubtful)
Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan
diragukan apabila memenuhi kriteria:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga
b) Terjadi serukan yang bersifat permanen, atau
c) Terjadi wanprestsi lebih dari 180 hari, atau
d) Terjadi kapitalisasi bunga, atau
e) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian
pembiayaan maupun pengikatan jaminan
54

4) Macet (Loss)
Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan macet
apabila memenuhi kriteria:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga
b) Kerugian operasionalnya dikutip dengan pinjaman baru, atau
c) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai wajar

f. Prinsip-prinsip pemberian pembiyaan (kredit) 49


Dalam melakukan penilaian kriteria-ktiteria serta aspek-aspek
penilaiannya tetap sama, begitu pula dengan ukuran-ukuran yang
ditetapkan sudah menjadi standar penilaian bank. Biasanya kriteria
penilaian yang umum dan harus dilakukan oleh bank untuk
mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan,
dilakukan dengan anilisis 5C dan 7P50.
Penilaian dengan analisis 5 C adalah sebagai berikut:
1) Character
Character merupakan sifat atau watak seseorang, sifat atau
watak dari orang-orang yang akan diberikan pembiayaan (kredit)
benar-benar dapat dipercaya, untuk membaca watak atau sifat dari
calon debitur dapat dilihat dari latar belakang si nasabah, baik yang
bersifat latar belakang pekerjaan maupun bersifat pribadi.
2) Capacity
Capacity adalah analisis untuk mengetahui keuangan nasabah
dalam mambayar pembiayaannya dari penilaian ini dapat terlihat
kemampuan nasabah dalam mengelola bisnis.

49
Data Intern bank Muamalat Indonesia cabang Cirebon bagian remidail.
50
Kasmir, Dasar- dasar perbankaan (Jakarta, PT Gaja Grafindo Persada, 2003), 117.
55

3) Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak
dapat dilihat dari laporan keuangan. Analisis capital juga harus
menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini,
termasuk presentasi modal yang digunakan untuk membiayai
proyek yang akan dijalankan.
4) Condition
Dalam menilai pembiayaan (kredit) hendaknya dinilai kondisi
ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan produksi untuk
dimasa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang
usaha yang dibiayai hendaknya benar – benar memiliki prospek
yang baik, sehingga kemungkinan pembiayaan bermasalah relatif
kecil.
5) Colleteral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupun non fisik, jaminan hendaknya melebihi
jumlah pembiyaan yang di berikan.
Selanjutnya penilaian suatu pembiayaan dapat pula dilakukan
dengan analisis 7P51 pembiayaan (kredit) dengan unsur penilaian
sebagai berikut:
a) Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah
lakunya sehari-hari maupun kepribadian masa lalunya.
b) Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi
tertentu atau golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal,
loyalitas serta karakternya.

51
Data Intern bank Muamalat Indonesia cabang Cirebon bagian remidail.
56

c) Purpuse
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil
pembiayaan (kredit), termasuk jenis pembiayaan yang di inginkan
nasabah.
d) Prosfec
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak atau dengan kata lain mempunyai
prosfek atau sebaliknya.
e) Payment
Merupakan ukuran bagaiman cara nasabah mengembalikan
pembiayaan (kredit) yang di ambil atau dari sumber mana saja
dana untuk mengembalikan pembiayaan (kredit).
f) Profitablity
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam
mencari laba. Profitablity di ukur dari periode ke periode, apakah
akan tetap sama atau akan semakin meningkat.
g) Protection
Tujuannya bagaimana menjaga agar pembiayaan (kredit) yang
diberikan mendapatkan jaminan perlindungan.

g. Aspek-aspek penilaian pembiayaan (kredit)


Dalam praktiknya disamping menggunakan alisis 5 C dan analisis
7 P, maka penilaian pembiayaan layak atau tidak untuk diberikan
dapat dilakukan dengan menilai seluruh aspek yang ada. Penilaian
dengan seluruh aspek yang ada dikenal dengan nama studi kelayakan
usaha, penilaian dengan model ini biasanya digunakan untuk proyek-
proyek yang bernilai besar dan berjangka waktu panjang.
57

Aspek- aspek yang dinilai antara lain meliputi:


1) Aspek yuridis/hukum
Yang dinilai dalam aspek ini adalah masalah legalitas badan
usaha serta izin-izin yang dimilki perusahaan yang mengajukan
pembiayaan, penilaian dimuali dengan meniliti keabsahan dan
kesempurnaan akte pendirian perusahaan, kemudian juga diteliti
keabsahannya dari dokumen atau surat-surat penting lainnya
seperti:
a) Surat Izin Usaha Industri (S.I.U.I) untuk sektor industry
b) Surat Izin Usaha Perdagangan (S.I.U.P) untuk sektor
perdagangan
c) Tanda Daftar Perusahaan (TOP)
d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
e) Keabsahan surat-surat yang dijaminkan misalnya sertifikat
tanah dan sertifikat deposito
f) Serta dokumen-dokumen yang di anggap penting lainnya.
seperti KTP
2) Aspek pasar dan pemasaran
Produk yang dihasilkan sekarang ini dan di masa yang akan
datang, sehingga diketahui prosfek pemasaran produk tersebut.
Yang perlu diteliti dalam aspek ini adalah:
a) Hasil penjualan atau produksi minimal 3 bulan yang lalu atau 3
tahun yang lalu.
b) Rencana penjualan dan produksi minimal 3 bulan atau 3 tahun
ayng akan datang.
c) Peta kekuatan pesaing yang ada, seperti market share yang
dikuasai
d) Prosfek produk secara keseluruhan.
58

3) Aspek keuangan
Aspek yang dinilai adalah sumber dana yang dimiliki untuk
membiayai usahanya dan bagaimna penggunaan dana tersebut, dari
cast flow ini akan terlihat pendapatan dari biaya –biaya sehingga
dapat dinilai layak atau tidak usaha tersebut, termasuk keuntungan
yang diharapkan.
Penilaian bank dari segi aspek keuangan biasanya mencakup
antara lain:
a) Rasio likuiditas
b) Rasio solvabilitas
c) Rasio remabilitas
d) Payback period
e) Net Present Value (NPV)
f) Profitability Index (PI)
g) Internal Rate of Return (IRR)
h) dan Break Even Point (BEF).

4) Aspek sosisl ekonomi


Aspek sosial ekonomi adalah menganalisis dampaknya yang
timbul akibat adanya proyek terhadap perekonomian masyarakat
dan sosial masyarakat secara umum seperti:
a) Menigkatkan ekspor barang atau sebaliknya mengurangi
ketergantunga terhadap impor
b) Mengurangi pengangguran
c) Meningkatkan pendapatan masyarakat
d) Tersedianya sarana dan prasarana
e) Membuka isolasi daerah tertentu
59

h. Penyaluran pembiayaan (kredit) 52


1) Perencnaan Penyaluran pembiayaan (kredit)
Perencanaan penyaluran pembiayaan harus dilakukan secara
realistis dan objektif agar pengendalian dapat berfungsi dan tujuan
tercapai, rencana penyaluran pembiayaan harus didasarkan pada
keseimbangan antara jumlah, sumber dan jangka waktu dana agar
tidak ,menimbulkan masalah terthadap tingkat kesehatan dan
likuidasi bank53.
Prosedur penyaluran pembiayaan menjadi tugas dan tanggung
jawab atau job description dari departemen (bagian) pemasaran
suatu bank.
a) Syarat-syarat karyawan bagian pembiayaan
Dalam penyaluran pembiayaan profesionalitas karyawan
sangat dibutuhkan, Untuk itu diperlukan karyawan bagian
pembiayaan dengan syarat:
(1) Jujur dan bermoral baik serta ahli dibidang pembiayaan
(2) Adil dalam memberika pelayanan terhadap semua nasabah
bank
(3) Mengetahui hukum-hukum perjanjian dan perikatan
agunan pembiayaan
Prosedur yang harus dipatuhi dalam penyaluran
pembiayaan, antara lain:
(1) Calon debitur menulis nama, alamat, agunan dan jumlah
pembiayaan yang di inginkan pada formulir aplikasi
permohonan pembiayaan.
(2) Calon debitur mengajukan jenis pembiayaan yang di
inginkan

52
Velthzal Rival dan Arviyan Arifin, Islamic Bankiing (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010),
773.
53
Malayu Hasibuan, dasar-dasar perbankan (Jakarta. PT Bumi Aksara,2009), 90.
60

(3) Analisis pembiayaan dengan cara mengikuti asas 5C,7P


dan 3 R dari permohonan pembiayaan tersebut

i. Sebab-sebab pembiayaan bermasalah


Dalam menjalankan operasionalnya sebuah lembaga keuangan
yang aktivitas utamanya ialah simpan pinjam akan dihadapkan pada
permasalahan yang sering terjadi akhir – akhir ini, dimana hal tersebut
juga merupakan sebuah resiko yang akan terjadi dari peminjaman atau
aktivitas simpan pinjam yaitu ketidakmampuan nasabah atau
peminjam untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan yang
sering dikenal dengan istilah pembiayaan bermasalah
Terjadinya pembiayaan bermasalah biasanya disebabkan oleh dua
faktor yaitu:
1) Faktor internal yaitu faktor penyebab terjadinya pembiayaan
bermasalah yang di akibatkan oleh pihak bank itu sendiri, antara
lain ialah:
a) Adanya tindak kecurangan dari aparat pengelola kredit atau
pembiayaan
b) Bank terlalu mengejar target
c) Petugas bank terlalu ,memfokuskan terhadap jamunan
d) Kurangnya pengetahuan sacara teknis para para pengelola
kredit atau pembiayaan
2) Faktor eksternal yaitu faktor penyebab terjadinya pembiayaan
bermasalah yang dikarenakan oleh pihak luar selain bank, faktor
tersebut di antaranya:
a) Adanya penyalagunaan fasilitas pembiayaan atau kredit
b) Itikad buruk dari debitur
c) Debitur melarikan diri
d) Nasabah mempunyai hutang atau cicilan kepada selain bank
seperti arisan, kredit barang, dan lain-lain.
61

j. Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah54


Sebagian besar dari jumlah perbankan yang beroperasi hampir
semua bank akan mengalami kredit macet atau pembiayaan
bermaaslah dimana nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi
angsuran dari pembiayaan tersebut.
Setelah diketahui penyebab terjadinya kemacetan dalam
pembiayaan bermasalah atau kredit macet maka untuk mengatasinya
bank harus melakukan penyelamatan yang nantinya tidak
menimbulkan kerugian dengan memberikan keringanan kepada
debitur yang berupa jangka waktu, pembayaran atau jumlah angsuran
terutama bagi nasabah yang terkena musibah atau dengan melakukan
penyitaan bagi nasabah yang sengaja melakukan tunggakan/lalai
dalam pembayarannya.
Penyelamatan terhadap pembiayaan bermasalah (kredit macet)
dapat dilakukan dengan beberapa metode di antaranya yaitu:
1) Rescheduling
Yaitu dengan cara:
a) Memperpanjang waktu pembiayaan
Dalam hal ini debitur diberikan keringanan dalam masalah
jangka waktu pembiayaan, misalnya dengan perpanjangan
jangka waktu pembiayaan dari yang tadinya 6 bulan menjadi
12 bulan sehingga pihak debitur mempunyai waktu yang lama
untuk mengembalikannya
b) Memperpanjang jangka waktu angsuran
Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka
waktu pembiayaan dalam hal ini jangka waktu angsuran
pembiayaan yang diperpanjang dalam pembayarannya, seperti
yang tadinya 36 kali maka setalah diberi perpanjangan jangka
54
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, 311.
62

waktu angsuran menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja jumlah
angsuranpun menjadi mengecil seiring dengan dengan
penambahan jumlah angsuran
2) Reconditoning
Dapat dilakukan dengan cara mengubah berbagai persyaratan
yang ada yang telah diberikan pada debitur sebelumnya, seperti:
a) Kapitalisasi bunga atau bagi hasil, yaitu dengan cara bunga
atau bagi hasil yang telah ditentukan sebelumnya itu dijaidikan
sebagai hutang pokok dengan kata lain debitur hanya
membayar pokoknya saja tanpa ada perhitungan bagi hasil
b) Punundaan pembayaran bagi hasil sampai waktu tertentu,
maksudnya ialah hanya bunga atau bagi hasil yang dapat
ditunda pembayarannya sedangkan pokok pinjamananya tetap
harus dibayar denagn seperti biasanya.
c) Penurunan suku bunga/bagi hasil, hal ini dimaksudkan untuk
meringankan beban nasabah sebagai contoh jika bagi hasil
pertahun sebelumnya dibebankan kepada nasabah sebanyak
17% dari keuntungan, maka akan diturunkan menjadi 15%
kebijakan ini tergantung dari pertimbangan bank yang
bersangkutan
Penurunan bagi hasil ini akan mempengaruhi jumlah angsuran
yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu
meringankan nasabah.
d) Pembebanan bunga atau bagi hasil, pembebasan suku bunga ini
diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan kalau nasabah
tidak akan mampu lagi membayar pembiayaan tersebut. Akan
tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar
pokok pinjamannya sampai lunas.
63

3) Restructuring
Biasanya hal ini dapat dilakukan dengan cara menambah
jumlah pembiayaan, yaitu dengan memberikan jumlah pinjaman
lagi untuk dapat meneruskan usahanya dengan memberikan jumlah
pinjaman lagi untuk dapat meneruskan usahanya sehingga dengan
begitu debitur akan dapat melunasi angsurannya, yang kedua ialah
dengan cara menambah equity yaitu dengan menyetor uang tunai
fam berikutnya ialah tambahan dan pemilik.
4) Kombinasi
Cara ini merupakan kombinasi dari ketiga jenis metode di atas
tadi yakni rescheduling atau restructuring dengan reconditioning
5) Penyitaan jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah
sudah benar-benar tidak punya itikad baik atau tidak mampu lagi
untuk membayar semua hutang-hutamgnya.
Pada Bank syariah Yogyakarta upaya penyelesaian
pembiayaan bermasalah yang dilakukan ialah disesuaikan
berdasarkan pada penggolongan pembiayaan bermasalah yaitu55:
a) Pembiayaan potensial bermasalah dilakukan dengan cara:
(1) Pembinaan anggota
(2) Pemberitahuan dengan surat teguran
(3) Kunjungan lapangan atau silaturahmi oleh bagian
pembagian pembiayaan kepada nasabah
(4) Upaya preventif dengan penanganan rescheduling yaitu
penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta
memperkecil jumlah angsuran juga dapat dilakukan
dengan reconditoring yaitu memperkecil mergin
keuntungan atau bagi hasil

55
Muhammad, 2005, hlm 315
64

b) Pembiayaan kurang lancar. Dilakukan dengan cara:


(1) Membuat surat teguran atau peringatan
(2) Kunjungan lapangan atau silaturahmi oleh bagian
pembiayaan kepada nasabah secara lebih sungguh-
sungguh
(3) Upaya penyehatan dengan cara reconditoring, yaitu
penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta
memperkecil jumlah angsuran. juga dapat dilakukan
dengan reconditoring yaitu memperkecil margin
keuntungan atau bagi hasil.
c) Pembiayaan diragukan atau macet, dapat dilakukan dengan
cara:
(1) Rescheduling yaitu menjadwal kembali jangka waktu
angsuran serta memperkecil jumlah angsuran
(2) Reconditoning yaitu memperkecil mergin keutnungan atau
bagi hasil usaha

k. Dampak Pembiayaan Bermasalah atau Kredit Macet


JIka sebuah bank mengalaami permasalahan tersebut, yakni kredit
atau pembiayaan bermasalah maka akan mempunyai dampak bagi
bank yang bersangkutan di antaranya ialah:
1) Bank akan mengalami kerugaian yang sangat besar
2) Laba usaha dari operasional bank tersebut akan menerun
3) Modal akan semakin menurun
4) Bank tersebut akan dilikuidasi
5) Tidak tercapainya rencana dan target kerja
6) Reputasi bank semakin tidak baik yang akan berakibat pada
berkurangnya atau berpindahnya pemilik dana
7) Investor baru tidak berminat untuk menginvestasikan modalnya.
65

4. Pengerian Efektivitas
Efektif adalah berhasil, tapat guna56, Efektif adalah bekerja dengan
tepat guna dalam menghasilkan produk dan jasa sesuai dengan permintaan
masyarakat57.
Efektivitas adalah bila suatu sasaran atau tujuan yang telah dicapai
sesuai dengan apa yang direncanaka 58, dan menurut Soewarno
Handayaningrat efektivitas bisa di artikan sebagai alat untuk mengukur
sejauh mana kelompok dan organisasi efektif mencapai tujuannya 59. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas itu merupakan
suatu sistem yang akan ditetapkan dalam sebuah kelompok atau organisasi
untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
Efektivitas mengandung terjadinya suatu efek atau akibat yang
dikehendaki, jadi perbuatan seseorang yang efektif adalah perbuatan yang
menimbulkan akibat sebagian yang dikehendaki oleh orang lain60.
Produktivitas kerja mengandung dua konsep utama, yakni efisiensi
dan efektivitas. Efisiensi mengukur tingkat sumber daya, baik sumber
daya manusia, keuangan maupun alam yang dibutuhkan untuk memenuhi
tingkat pelayanan yang dikehendaki. sedsngkan efektivitas mengukur hasil
dan mutu pelayanan yang dicapai dengan kata lain, efektifvitas adalah
ukuran tentang seberapa jauh sumber daya di gunakan untuk mencapai
tujuan yang di inginkan61

56
Annida Santosa dan Priyatno, Kamus Lengkap Bahasa Indoneisia (Surabaya Kartika,
1995), 100.
57
Bambang Wiryanto, perkembagan bisnis islami dan sumber daya insane yang produktik
(Bobos. 2004), 16.
58
Soewarno Handayaningrat , pengantar studi ilmu admiinitrasi dan menejemen (Jakarta,
CV Haji Masagung, 1994), 16.
59
Riana Penggabean, Efektivitas program dana bergulir bagi koperasi dan UKM (II
Kerangka berpikir), 2.
60
Liang GIE, Filsafat bagi pengembangan Negara (Jakarta, Bulan Bintang, 1988), 151.
61
Slamet Saksono, Undang-undang perburua (Jakarta, Pustaka Binama Pustaka, 1998),
113.
66

Efektivitas dalam penerapan kebijakan pembiayaan bank syariah ini


sangat berpengaruh terhadap kelancaran nasabah dalam membayar
kewajibannyn. Efektif atau tidaknya penerepan kebijakan pembiayaan ini
bisa dilihar dari seberapa banyak nasabah yang mengalami pembiayaan
bermasalah, apabila pembiayaan bermasalah itu relatif sedikit maka
penerapan kebijakan pembiayaan oleh bank syariah sudah dikatakan
efektif akan tetapi jika yang terjadi sebaliknya nasabah masih banyak yang
melakukan pembiayaan bermasalah maka kebijakan pembiayaan yang
diterapkan bank syariah masih belum efektif dan diperlukan penanganan
lebih lanjut oleh pihak intern bank syaariah agar bank tidak mengalami
kerugian yang disebabkan oleh pembiayaan.

Anda mungkin juga menyukai