Setiap kejahatan menimbulkan reaksi sosial, baik yang dilakukan secara formal
melalui sistem peradilan, maupun yang dilakukan secara non formal oleh
masyarakat. Dalam perspektif legal, reaksi sosial dilakukan karena telah terjadi
pelanggaran terhadapa sebuah larangan serta konsekuensi terhadapa larangan
tersebut. Bagi penganut penganut retalisasi, penghukuman adalah sebuah
keharusan moral, sehingga adalah salah apabila penghukuman tidak dilakukan atas
sebuah pelanggaran. Dalam perspektif psikologi, reaksi sosial adalah sebuah ekspresi
kemarahan atau keinginan untuk melakukan pembalasan terhadap kejahatan yang
telah menyakitkan atau merugikan korban. Penghukuman dapat dilihat sebagai
sebuah ‘reflek sosial’ yang muncul secara otomatis. Sementara dalam perspektif
utilitarian, penghukuman adalah sebuah upaya memberikan manfaat dalam bentuk
pencegahan pengulangan kejahatan, baik yang dilakukan melalui pembentukan rasa
takut karena sifat penghukuman yang sejatinya menyakiti, maupun yang dilakukan
melalui reformasi perilaku pelanggar. Tujuan penghukuman beragam dan kadang
bertentangan. Penghukuman bukan hanya berkaitan dengan apa yang menjadi
komponennya, kepada siapa dikenakan, siapa yang melaksanakan, namun juga apa
yang menjadi tujuan dan pembenarannya (Newburn,2007:516-51).
Edwin Sutherland, et.al dalam bukunya Principles of Criminology (1992:3)
menjelaskan bahwa subjek kajian krimonologi sebagai bidang ilmu terbagi menjadi
tiga, yaitu; sosiologi hukum pidana; sosiologi kejahatan dan psikologi sosial perilaku
kriminal; serta sosiologi penghukuman dan koreksi (permasyarakatan). kriminologi
dengan demikian tidak hanya merupakan disiplin ilmu yang mempelajari kejahatan
dan penyimpangan sebagai gejala sosial, namun juga mempelajari proses
pendefinisian kejahatan secara sosiologis kedalam hukum pidana, serta reaksi yang
diberikan oleh negara dan masyarakat terhadap kejahatan dalam bentuk upaya
pengendalian, upaya pencegahan maupun penghukuman. Secara ringkas,
kriminologi menurut Sutherland adalah studi tentang pembuatan hukum,
pelanggaran hukum, dan reaksi masyarkat terhadap pelanggaran (Newburn,2007:5).
pada dasarnya ketiga subjek tersebut berkaitan satu dengan yang lain. Sosiologi
hukum berkaitan dengan penghukuman karena hukum menegaskan secara legal
reaksi yang dilakukan terhadap kejahatan. Sosiologi hukum pun berkaitan dengan
sosiologi kejahatan dalam hal kriminalisasi dan dekriminallisasi. Sedangkan sosiologi
kejahatan berkaitan dengan penghukuman dalam konteks proposionallitas, tanggung
jawab pidana, serta penentuan bentuk atau program reformasi kepada pelanggar
hukum.
Bagaimana hubungan kriminologi dengan penologi, selain bahwa penologi
adalah salah satu subjek dari kajian kriminologi? Keduanya merupakan disiplin yang
koheren. Dari sisi paradigma modern-positivme, teori kriminologi yang menjelaskan
realitas kejahatan adalah dasar bagi bentuk dan metode penghukuman atau
pembinaan terhadap pelanggar hukum. Sedangkan dari sisi posmodernisme,
pewacanaan tentang kejahatan sekaligus pewacanaan mengenai pengendalian
kejahatan dan penghukuman. Hal inilah yang menjelaskan mengapa teori penologi,
khususnya yang menjadi pembenaran atau tujuan penghukuman, selalu dimulai oleh
penjelasan tentang apa hakekat (realitas objektif) kejahatan itu ( dalam paradigma
modern positivisme) atau bagaimana konstruksi sosial tentang kejahatan itu (dalam
paradigma posmodernisme).
Sumber https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/4433/1/DIKTAT
%20KRIMINOLOGI.pdf
https://www.academia.edu/33016962/SEKILAS_PERKEMBANGAN_TEORI_PENOLOGI
BMPSOSI4302/3SKS/MODUL 1