0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
1 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang rekomendasi terapi untuk dua kasus pasien asma. Kasus pertama adalah pasien asma dengan riwayat hipertensi yang disarankan untuk diberikan obat inhalasi seperti SABA dan ICS serta menghindari penggunaan beta blocker dan ACEI. Kasus kedua adalah pasien asma kehamilan yang disarankan untuk diberikan SABA, ICS, atau LTRA secara inhalasi karena efek sampingnya lebih rend
Dokumen tersebut membahas tentang rekomendasi terapi untuk dua kasus pasien asma. Kasus pertama adalah pasien asma dengan riwayat hipertensi yang disarankan untuk diberikan obat inhalasi seperti SABA dan ICS serta menghindari penggunaan beta blocker dan ACEI. Kasus kedua adalah pasien asma kehamilan yang disarankan untuk diberikan SABA, ICS, atau LTRA secara inhalasi karena efek sampingnya lebih rend
Dokumen tersebut membahas tentang rekomendasi terapi untuk dua kasus pasien asma. Kasus pertama adalah pasien asma dengan riwayat hipertensi yang disarankan untuk diberikan obat inhalasi seperti SABA dan ICS serta menghindari penggunaan beta blocker dan ACEI. Kasus kedua adalah pasien asma kehamilan yang disarankan untuk diberikan SABA, ICS, atau LTRA secara inhalasi karena efek sampingnya lebih rend
Dosen : Dr. apt. L. Vita. Inandha Dewi, S.Si., M.Sc.
1. Seorang pasien berusia 65 tahun, BB 56 Kg dengan riwayat hipertensi,
tekanan darah biasanya terkontrol namun saat ini meningkat menjadi 160/98 mmHg, mengalami kekambuhan asma, pasien sesak nafas dengan RR 20x/menit, saturasi oksigennya 90%, jelaskan sasaran dan strategi terapi untuk pasien tersebut! Jawab: a. Sasaran terapi pada pasien asma dengan riwayat hipertensi: Serangan asma dan hipertensi teratasi Mengatasi gejala klinis Menghindari faktor pencetus b. Strategi terapi pasien asma dengan riwayat hipertensi Strategi terapi farmakologi Untuk pasien asma dengan riwayat hipertensi dapat diberikan inhlasi. Obat yang diberikan melalui rute inhalasi dapat mempunyai efek samping dan interaksi antar obat yang minimal karena konsentrasi obat di dalam darahnya sedikit. Obat asma yang dapat diberikan dalam bentuk inhalasi pada pasien dengan riwayat hipertensi yaitu SABA seperti albuterol, formoterol dan fenoterol (Aberg et al, 2009). Selain itu pada pasien asma dengan riwayat hipertensi sebaiknya dilakukan pemantauan terapi untuk menoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek samping (Depkes RI, 2009). Selain itu yang perlu diperhatikan pada pasien asma dengan riwayat hipertensi adalah hindari penggunaan obat hipertensi golongan Beta Blocker Non Selektif seperti Propanolol dan Karvedilol. Beta blocker non selektif bekerja dengan menghambat reseptor beta baik beta 1 maupun beta 2. Apabila reseptor beta 2 di bronkus ikut dihambat maka akan terjadi bronkospasme sehingga aliran udara menuju paru- paru menurun dan menyebabkan sulit bernafas. Penggunaan ACEi pada pasien hipertensi dengan asma juga baiknya dapat dihindari karena ACEi dapat meningkatkan kadar bradikidin. Apabila kadar bradikidin meningkat maka dapat mengiritasi bronkus dan menimbulkan respon batuk yang akan memperprah asma yang diderita pasien (Straka et al, 2017). Strategi terapi non farmakologi Terapi non farmakologi pada pada pasien asma dapat dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan dan menghindari agen pencetus asma misalnya bulu kucing, debu, polusi, dll.
2. Seorang wanita berusia 25 tahun dengan kehamilan 14 minggu mengalami
kekambuhan asma, BB pasien 45 Kg, tekanan darahnya 120/80 mmHg, obat apakah yang dapat disarankan untuk pasien tersebut? Jelaskan pertimbangan anda. Jawab: a. Short Acting Beta 2 Agonist (SABA) seperti salbutamol Obat SABA bekerja dengan menstimulus reseptor beta 2 di jalan napas sehingga terjadi relaksasi otot polos dan bronkodilasi. SABA masuk ke kategori C obat kehamilan, namun pada hasil penelitian telaah American Congress of Obstretricians and Gynecologist (ACOG) dan National Hurt, Lung and Blood Institute (NHBLI) berkesimpulan bahwa penggunaan SABA sebagai pelega serangan asma dikategorikan aman untuk kehamilan. b. Inhalasi Kortikosteroid (ICS) Asma harus dikontrol dengan baik selama kehamilan agar tidak mempengaruhi ibu dan janin. Obat asma sebaiknya diberikan secara inhalasi (PIONAS). Obat yang diberikan secara inhalasi dapat mempunyai efek samping minimal karena obat didalam darah lebih sedikit (Reiser and Warrner, 1986). ICS merupakan obat pelega utama pada pasien asma persisten, demikian juga untuk ibu hamil dengan asma persisten. c. Leukotriene Receptor Agonist (LTRA) contohnya montelukast dan zafirlukast Mekanisme kerja LTRA yaitu dengan menghambat ikatan leukotriene dengan reseptor sehingga terjadinya inflamasi, kontraksi otot polos, dan penyempitan jalan nafas dapat dihambat. LTRA termasuk obat kategori B. Penelitian penggunaan montelukast pada kehamilan tidak ditemukan keguguran ataupun kematian janin (Shed and Hays, 2016) d. Kombinasi ICS dengan Long Acting B2 Agonis Penggunaan LABA pada pasien asma harus bersamaan dengan ICS. Kombinasi LABA dan ICS masuk kategori C obat kehamilan dan penggunaannya masih diperdebatkan. Namun penelitian telaah sistematis membuktikan tidak ada hubungan bermakna antara ICS dan LABA dengan malformasi kongenital dan kelahiran prematur (Mangunegoro et al, 2004)