Anda di halaman 1dari 26

A.

Amibigous genitalia
1. Pengertian Amibigus genetalia
Amibigous genetalia atau kelamin ganda adalah kondisi saat bentuk alat genital atau
kelamin tidak jelas, sehingga terlihat seperti memiliki kelamin ganda, yaitu perempuan dan
laki-laki. Kondisi ini disebabkan oleh kelainan perkembangan organ kelamin saat bayi
masih dalam kandungan.  
Amibiguous genitalia cukup jarang terjadi. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
gangguan hormonal selama masa kehamilan atau akibat kelainan kromosom.
Kelamin ganda merupakan bagian dari kondisi sexual development disorder (DSD).

2. Penyebab Ambiguous Genitalia


Ambiguous genitalia disebabkan oleh gangguan perkembangan organ kelamin saat
bayi masih dalam kandungan. Akibatnya, saat bayi lahir, jenis kelamin yang terbentuk
menjadi tidak jelas. Perlu diketahui bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh
gabungan kromosom sel sperma ayah dan sel telur ibu saat pembuahan.
Gangguan hormonal ibu selama masa kehamilan atau adanya kelainan genetik
pada bayi bisa menyebabkan terjadinya ambiguous genitalia. Namun, pada beberapa
kasus, penyebab terjadinya kelamin ganda tidak diketahui dengan pasti.
Pada bayi yang secara genetik memiliki jenis kelamin laki-laki, ada beberapa
kondisi yang bisa menyebabkan munculnya kelamin ganda, yaitu:

a) Kegagalan pembentukan testis akibat kelainan genetic


b) Kekurangan enxim 5A-reduktase, yaitu enzim yang berperan dalam
pembentukan hormon androgen pada bayi laki-laki
c) Sindrom insensitivitas androgen akibat kurangnya respon tubuh janin
terhadap hormon androgen
d) Kelainan pada struktur dan fungsi testis atau produksi hormon testosteron

Sedangkan penyebab terjadinya ambiguous genitalia pada bayi yang secara


genetik berjenis kelamin perempuan adalah:
a) Adanya paparan hormon androgen yang berlebihan selama masa kehamilan,
misalnya akibat ibu hamil mengonsumsi obat yang mengandung hormon
androgen
b) Adanya tumor yang mengganggu kinerja hormon perkembangan organ
kelamin perempuan
c) Hiperplasia adrenal kongenital, yaitu kondisi genetik yang menyebabkan
produksi hormon androgen terjadi secara berlebihan

3. Gejala Ambiguous Genitalia


Amibigous genitalia dapat diketahui saat bayi masih berada dalam kandungan atau
saat bayi lahir. Bila bayi mengalami ambiguous genitalia, jenis kelaminnya tidak jelas
dan terlihat seperti berkelamin ganda
Beberapa tanda atau gejala yang bisa terlihat saat bayi mengalami ambiguous
genitalia adalah:
a) Pada bayi perempuan
 Labia tertutup dan membengkak, sehingga tampak seperti skrotum
 Klitoris membesar, sehingga terlihat seperti penis kecil
 Lubang saluran kemih (uretra) ada di sekitar klitoris, bisa tepat pada
klitoris atau di bawah klitoris

b) Pada laki-laki
 Letak lubang saluran kemih ada di bawah (hipospadia)
 Penis berukuran kecil atau tampak seperti klitoris yang membesa
 Tidak ditemukannya testis di kantong buah zakar atau skrotum
(kriptokismus)
 Bagian yang seharusnya merupakan skrotum tampak seperti labia

4. Kapan harus ke dokter


Ambiguous genitalia bisa terdeteksi oleh dokter saat bayi baru lahir. Jika Anda tidak
melahirkan di dokter dan bayi Anda terlihat memiliki kelainan seperti yang telah
dijelaskan di atas, segera bawa ia ke dokter agar dapat dilakukan pemeriksaan untuk
mengetahui penyebabnya dan diberikan penanganan yang tepat.

5. Diagnosis Ambiguous Genitalia


Jika bayi lahir dengan ambiguous genitalia, dokter akan menanyakan riwayat
kesehatan ibu selama hamil, termasuk obat atau suplemen yang dikonsumsi. Setelah
itu, dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh pada bayi.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang, seperti:

a) untuk menilai kadar hormon dan enzim yang memengaruhi perkembangan organ
genital bayi, seperti hormon testosteron, reseptor androgen, enzim 5A reduktase

 Pemeriksaan kromosom, untuk menentukan jenis kelamin genetik bayi


 Pemindaian dengan USG, untuk memastikan letak testis pada bayi
dengan kriptokismus
 Biopsi dengan mengambil sampel jaringan kelamin bayi, untuk menentukan
apakah terdapat jaringan ovarium, jaringan testis, atau keduanya (ovotestis)

Pengobatan Ambiguous Genitalia

Pengobatan ambiguous genitalia bertujuan untuk menjaga fungsi seksual dan


kesuburan penderita saat dia dewasa, mencegah tekanan sosial dari masyarakat, serta
menjaga kondisi psikologis penderita, untuk mengatasi ambiguous genitalia adalah:

1. operasi
2. terapi
Komplikasi Ambiguous Genitalia
Jika tidak segera ditangani, ambiguous genitalia dapat meningkatkan risiko terjadinya beberapa
kondisi berikut:

 Infertilitas atau kemandulan


 Gangguan orgasme
 Kanker, termasuk kanker testis
 Gangguan psikis

Pencegahan Ambiguous Genitalia


Ambiguous genitalia sulit dicegah. Namun, ibu hamil dapat melakukan beberapa langkah
berikut untuk menurunkan risiko terjadinya kelainan pada janin:

 Menjalani gaya hidup sehat selama hamil, seperti mengonsumsi makanan yang sehat


dan bergizi seimbang, tidak merokok, serta tidak mengonsumsi minuman beralkohol
 Melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin dan mengonsumsi suplemen sesuai
ajuran dokter
 Tidak menggunakan obat atau suplemen sembarangan, terutama obat yang
mengandung hormon

Amoebiasis atau amebiasis adalah infeksi parasit Entamoebae histolytica atau E. histolytica di


usus. Amebiasis sering terjadi di negara-negara tropis dan negara berkembang yang memiliki sistem
sanitasi yang buruk, termasuk Indonesia.
Infeksi parasit ini terjadi saat larva E. histolytica masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan
atau minuman yang terkontaminasi. Parasit ini juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui kulit saat seseorang bersentuhan dengan tinja yang terkontaminasi oleh parasit
tersebut.
Penyebab Amebiasis
Amebiasis terjadi ketika parasit E. histolytica masuk ke dalam tubuh dan menetap di dalam
usus. Berikut adalah cara penularan E. histolytica:

 Mengonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi histolytica


 Bersentuhan dengan tanah, air, pupuk, atau tinja yang terkontaminasi histolytica
 Bersentuhan dengan benda yang terkontaminasi histolytica, termasuk dudukan toilet
 Melakukan seks anal dengan penderita amebiasis

Seseorang yang sering bepergian ke negara tropis atau daerah yang memiliki banyak kasus
amebiasis berisiko terinfeksi parasit ini. Jika sudah terinfeksi E. histolytica, beberapa faktor
berikut dapat membuat infeksi jadi semakin parah:

 Kecanduan alkohol
 Menggunakan obat kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama
 Mengalami malnutrisi
 Menderita kanker
 Sedang hamil
Gejala Amebiasis
Gejala yang muncul saat seseorang mengalami amebiasis akan muncul  dalam 7–28 hari
setelah terinfeksi parasit. Kebanyakan penderita hanya akan mengalami gejala di bawah ini:

 Diare
 Kram perut
 Buang angin berlebihan
 Sangat lelah

Jika dibiarkan, parasit dapat menembus dinding usus dan menyebabkan luka, Jika kondisinya
sudah parah, penderita bisa merasakan gejala-gejala berikut:

 Nyeri perut bagian atas yang parah


 Disentri atau diare dengan tinja yang bercampur lendir dan darah
 Demam tinggi
 Muntah-muntah
 Perut bengkak
 Sakit kuning (jaundice)

Kapan harus ke dokter

Segera periksakan diri ke dokter bila mengalami gejala amebiasis yang parah, seperti diare
yang berlangsung selama lebih dari 2 minggu, disentri, dan gejala dehidrasi.

Diagnosis Amebiasis
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang yang meliputi:

 Tes tinja, untuk menemukan keberadaan histolytica


 Tes darah, untuk mendeteksi infeksi di darah dan ada tidaknya anemia, serta untuk
menilai fungsi hati
 Pemindaian dengan CT scan atau USG, untuk mendeteksi peradangan atau abses pada
hati atau organ tertentu
 Kolonoskopi, untuk mendeteksi kelainan pada usus besar dan kolon
 Biopsi jarum, untuk mendeteksi keberadaan parasit dengan mengambil sampel dari
abses hati

Pengobatan Amebiasis
Pengobatan untuk amebiasis meliputi:
1 Pemberian obat-obatan

 Obat antibiotik
Antibiotik, seperti metronidazole atau tinidazole, digunakan untuk membunuh parasit di
dalam tubuh. Obat ini biasa diberikan bersama antiparasit, seperti diloxanide furoate.
 Obat antimual
Obat antimual diberikan untuk meredakan mual yang sering terjadi pada penderita
amebiasis.

2. penggantian cairan tubuh

Penderita amebiasis disarankan untuk mengonsumsi banyak air putih dan oralit untuk
mengganti cairan yang hilang akibat diare.

3. operasi

Jika amebiasis menimbulkan perforasi usus (pecahnya usus) atau kolitis parah
(fulminant colitis), dokter akan melakukan operasi untuk mengangkat usus yang
bermasalah. Selain itu, operasi juga bisa dilakukan untuk mengatasi abses hati yang
tidak membaik setelah pemberian antibiotik.

Komplikasi Amebiasis
Amebiasis yang tidak ditangani dapat menyebabkan sejumlah komplikasi, seperti:

 Anemia akibat perdarahan usus, khususnya pada penderita yang mengalami radang


usus (amebic colitis)
 Sumbatan atau obstruksi pada usus akibat gumpalan jaringan pada usus (amoeboma)
 Penyakit liver, misalnya abses hati amebic, yaitu pembentukan abses di jaringan hati
 Sepsis, yaitu penyebaran infeksi parasit ke seluruh tubuh, termasuk otak

Pencegahan Amebiasis
Amebiasis bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Beberapa langkah
yang dapat dilakukan adalah:

 Terapkan kebiasaan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Lakukan terutama


setelah buang air kecil atau buang air besar, sebelum dan sesudah makan atau
mengolah makanan, serta sesudah mengganti popok bayi.
 Cuci sayur atau buah sampai bersih dan kupas sebelum dikonsumsi.
 Cuci peralatan masak sampai bersih sebelum digunakan.
 Rebus air hingga mendidih sebelum diminum.
 Konsumsi susu dan produk susu yang sudah melalui proses pasteurisasi.

Amenorrhea adalah kondisi tidak terjadinya menstruasi atau tidak haid. Kondisi ini bisa
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu amenorrhea primer dan sekunder. Amenorrhea perlu mendapat
penanganan karena bisa menjadi tanda dari penyakit yang serius. Salah satunya tumor pada
kelenjar pituitari.

Penyebab Amenorrhea
Amenorrhea bisa disebabkan oleh beragam kondisi, mulai dari gangguan pada organ
reproduksi, tumor pada kelenjar ptiuitari, hingga gangguan hormonal, berikut adalah beberapa
kondisi atau penyakit yang bisa menyebabkan amenorrhea:
Gangguan pada organ reproduksi
Gangguan pada organ reproduksi
Beberapa gangguan pada organ reproduksi yang bisa menyebabkan tidak terjadinya
menstruasi adalah:

 Tidak terbentuknya rahim, leher rahim (serviks), atau vagina


 Adanya jaringan parut pada rahim akibat sindrom Asherman, komplikasi kuretase, atau
komplikasi operasi caesar
 Adanya obstruksi atau sumbatan di saluran reproduksi

Gangguan hormonal
Penyakit dan kondisi yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan hormonal dan mencetuskan
amenorrhea antara lain:

 Gangguan tiroid, termasuk hipertiroid atau hipotiroid


 Tumor kelenjar ptiutari
 Tumor ovarium
 Kelebihan hormon prolaktin
 PCOS (polycystic ovary syndrome)
 Olahraga dan aktivitas yang berlebihan
 Stres yang berkelanjutan dan tidak dikelola dengan baik
 Penggunaan obat atau preparat hormon, termasuk suntik KB

risiko terjadinya amenorrhea juga meningkat pada wanita yang memiliki riwayat keluarga
dengan kondisi yang sama atau sedang menjalani pelatihan olahraga yang keras.
Gejala amenorra
Normalnya, menstruasi akan mulai terjadi pada rentang usia 11–14 tahun dan berhenti saat
memasuki masa menopause. Saat mengalami amenorrhea, maka tidak terjadi haid atau
menstruasi. Amenorrhea bisa dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

 Amenorrhea primer, yaitu kondisi yang terjadi pada wanita berusia 14–16 tahun yang
tidak kunjung mengalami menstruasi walaupun sudah menunjukkan tanda-tanda
pubertas
 Amenorrhea sekunder, yaitu kondisi yang terjadi pada wanita usia subur yang sudah
pernah haid sebelumnya dan tidak sedang hamil, tetapi tidak mengalami menstruasi
selama 3 siklus berturut-turut atau lebih

Selain tidak mengalami haid, amenorrhea juga dapat disertai dengan beberapa gejala lain
tergantung dari penyebab yang mendasari terjadinya amenorrhea.
Jika disebabkan oleh gangguan hormonal, bisa muncul keluhan tambahan, seperti tumbuhnya
rambut yang berlebihan, perubahan suara menjadi lebih berat, timbulnya jerawat, keluarnya ASI
padahal tidak sedang menyusui, atau rambut rontok.
Kapan harus ke dokter
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda tidak haid selama 3 siklus berturut-turut atau tidak
kunjung mengalami haid pertama di usia lebih dari 15 tahun, terlebih jika muncul keluhan lain,
seperti yang telah disebutkan di atas.

Diagnosis Amenorrhea
Untuk mendiagnosis amenorrhea, dokter akan melakukan tanya jawab seputar keluhan, ada
tidaknya perubahan pola makan atau olahraga, penggunaan obat-obatan tertentu sebelumnya,
dan riwayat kesehatan Anda dan keluarga.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh, termasuk pemeriksaan pada
area panggul dan organ reproduksi.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berupa:

 Tes kehamilan, untuk memastikan apakah amenorrhea disebabkan oleh kehamilan atau
tidak, terutama untuk wanita usia subur yang aktif secara seksual
 Tes darah yang meliputi pemeriksaan hormon prolaktin, tiroid, estrogen, FSH (follicle-
stimulating hormone), DHEA-S (dehydroepiandrosterone sulfate), atau testosterone,
untuk memastikan ada tidaknya gangguan hormonal yang bisa menyebabkan terjadinya
amenorrhea
 Tes pemindaian dengan USG, CT scan, atau MRI, untuk melihat ada tidaknya kelainan
pada organ reproduksi dan tumor pada kelenjar hipofisis (pituitary)

Pengobatan Amenorrhea
Pengobatan untuk amenorrhea akan ditentukan berdasarkan penyebab yang mendasarinya.
Beberapa pilihan pengobatan yang dapat diberikan untuk menangani amenorrhea adalah:
1. Pemberian obat dan terapi hormonal
2. Perubahan gaya hidup
3. operasi

Komplikasi Amenorrhea
Komplikasi amenorrhea tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Jika amenorrhea terjadi
akibat tidak adanya ovulasi, bisa saja terjadi kemandulan (infertilitas). Jika disebabkan oleh
gangguan hormonal, misalnya kurangnya kadar estrogen, risiko terjadinya osteoporosis juga
bisa meningkat.

Pencegahan Amenorrhea
Jika anak Anda tidak kunjung mengalami menstruasi di usia 15 tahun padahal sudah muncul
tanda pubertas, lakukan pemeriksaan ke dokter, sehingga penyebabnya bisa segera diketahui.
Selain itu, jika amenorrhea berkaitan dengan gaya hidup, Anda dapat menurunkan risikonya
dengan melakukan beberapa cara berikut:

 Menjaga berat badan ideal dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi
seimbang
 Mengelola stres dengan cara yang benar
 Berolahraga dengan rutin
 Beristirahat yang cukup
 Selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan obat atau suplemen apa pun

Amnesia atau hilang ingatan adalah gangguan yang menyebabkan seseorang tidak bisa
mengingat fakta, informasi, atau kejadian yang pernah dialaminya. Gangguan daya ingat pada
penderita amnesia bisa ringan atau berat hingga mengganggu kehidupan penderitanya. 
Amnesia dapat terjadi sementara atau permanen. Hilangnya ingatan pada kondisi ini dapat
berupa hilang ingatan sebagian atau seluruhnya. Umumnya penderita amnesia masih dapat
mengingat identitas dirinya, hanya saja akan kesulitan untuk mengingat hal baru atau
mengingat kejadian di masa lalu.

Gejala Amnesia
Gejala utama amnesia adalah hilangnya ingatan masa lalu atau kesulitan mengingat hal baru.
Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, amnesia dapat dibagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:

Amnesia anterograde
Pada kondisi ini, penderita akan sulit membentuk ingatan baru. Gangguan ini dapat bersifat
sementara atau permanen.

Amnesia retrograde
Pada kondisi ini, penderita tidak bisa mengingat informasi atau kejadian di masa lalu.
Gangguan ini bisa dimulai dengan kehilangan ingatan yang baru terbentuk, kemudian berlanjut
dengan kehilangan ingatan yang lebih lama, seperti ingatan masa kecil.

Amnesia global sementara


Amnesia jenis ini masih belum bisa dimengerti sepenuhnya. Namun, kehilangan ingatan yang
terjadi pada kondisi ini biasanya bersifat ringan dan sementara. Saat mengalami amnesia ini,
penderita akan merasa bingung atau gelisah yang hilang timbul dan berulang.

Amnesia Infantil
Amnesis infantil adalah kondisi yang menyebabkan seseorang tidak bisa mengingat kejadian
yang terjadi dalam 3 hingga 5 tahun awal kehidupannya.
Kapan harus ke dokter
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami penurunan daya ingat, terutama jika
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Pemeriksaan sejak awal diperlukan untuk
mengetahui penyebab dari keluhan yang Anda rasakan.

Penyebab Amnesia
Amnesia terjadi akibat adanya kerusakan pada bagian sistem limbik yang ada di otak. Bagian
ini berperan dalam mengatur ingatan dan emosi seseorang.
Kerusakan pada sistem limbik bisa disebabkan oleh beberapa kondisi berikut:

 Cedera pada kepala, misalnya akibat kecelakaan


 Stroke
 Kejang
 Ensefalitis atau peradangan otak
 Tumor otak
 Penyakit otak degeneratif, seperti penyakit Alzheimer atau demensia
 Kebiasaan mengonsumsi minuman keras dalam jangka waktu yang lama
 Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti benzodiazepine dan obat penenang
 Penurunan pasokan oksigen pada otak, misalnya akibat keracunan karbon monoksida,
gangguan pada pernapasan, atau serangan jantung
 Trauma psikologis, misalnya akibat pelecehan seksual

Diagnosis Amnesia
Dokter akan menanyakan keluhan penurunan dan kehilangan daya ingat yang dialami oleh
pasien, serta riwayat kesehatan dan obat-obatan yang sedang atau pernah dikonsumsi pasien.
Untuk mengetahui penyebab amnesia yang dialami pasien, dokter akan meminta pasien untuk
melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang berikut:

 Tes kognitif, untuk memeriksa kemampuan berpikir dan mengingat


 Tes darah, untuk mendeteksi infeksi pada otak
 MRI atau CT scan, untuk melihat adanya kerusakan, perdarahan, dan tumor otak
 Elektroensefalogram (EEG), untuk mendeteksi aktivitas listrik pada otak

Pengobatan Amnesia
Pengobatan bertujuan untuk memperbaiki gangguan daya ingat dan menangani penyebab yang
mendasari amnesia. Beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan meliputi:

Terapi   

Obat-obatan
Penggunaan alat bantu, seperti smartphone, telepon, dan agenda elektronik, akan membantu
penderita amnesia mengingat aktivitas sehari-hari.
Komplikasi Amnesia
Amnesia dapat menganggu kehidupan sehari-hari penderita. Jika terjadi terus menerus, hal ini
dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Penderita dapat mengalami kesulitan saat
bekerja, sekolah, atau bersosialisasi akibat kondisi ini.
Jika kondisi sudah cukup parah, beberapa penderita bahkan harus mendapat pengawasan atau
tinggal di lembaga rehabilitasi.

Pencegahan Amnesia
Amnesia disebabkan oleh kerusakan pada otak. Cara terbaik yang dapat dilakukan untuk
mencegah amnesia adalah menghindari terjadinya cedera dan gangguan pada otak. Berikut
adalah beberapa hal yang dapat dilakukan:

 Tidak mengonsumsi alkohol secara berlebihan


 Selalu menggunakan perangkat keselamatan ketika berkendara, seperti helm ketika
mengendarai motor atau sabuk pengaman ketika mengendarai mobil
 Melakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami penyakit infeksi agar menurunkan
risiko penyebarannya ke otak
 Segera mencari pertolongan medis jika mengalami gejala stroke atau aneurisma otak,
seperti sakit kepala berat, mati rasa, atau kelumpuhan di satu sisi tubuh

Amputasi adalah hilang atau putusnya bagian tubuh, seperti jari, lengan, atau tungkai. Amputasi bisa
terjadi akibat kecelakaan atau prosedur pemotongan bagian tubuh tertentu untuk mengatasi suatu
kondisi atau penyakit.
Amputasi akibat cedera bisa terjadi secara parsial atau total. Amputasi parsial berarti masih ada
sebagian atau beberapa jaringan lunak yang tersambung, sehingga bagian tubuh penderita
tidak terputus sepenuhnya. Sedangkan pada amputasi total, organ tubuh penderita terputus
seluruhnya.
Adapun amputasi sebagai prosedur pemotongan bagian tubuh dilakukan untuk mencegah
kondisi yang lebih berbahaya, seperti penyebaran infeksi dan kanker, atau jika terdapat jaringan
tubuh yang mati pada organ yang hendak dipotong.

Penyebab Amputasi
Amputasi dapat terjadi akibat cedera parah yang tidak disengaja, atau bisa juga direncanakan
oleh dokter untuk menangani sejumlah penyakit

Amputasi akibat cedera


Cedera ini bisa terjadi akibat sejumlah kondisi seperti berikut:

 Bencana alam, misalnya tertimpa reruntuhan gedung saat gempa


 Serangan binatang buas
 Kecelakaan kendaraan bermotor
 Kecelakaan akibat pekerjaan yang melibatkan mesin atau alat berat
 Luka tembak atau ledakan akibat perang atau serangan teroris
 Luka bakar parah

Amputasi akibat penyakit


Banyak penyakit yang dapat membuat seseorang harus menjalani prosedur amputasi, antara
lain:

 Penebalan pada jaringan saraf (neuroma)


 Frostbite, atau cedera akibat paparan suhu dingin yang ekstrem
 Infeksi yang tidak bisa diobati lagi, misalnya pada kasus osteomielitis atau necrotising
fasciitis yang parah
 Kanker yang sudah menyebar ke tulang, otot, saraf atau pembuluh darah
 Kematian jaringan (gangren), misalnya akibat penyakit arteri perifer atau neuropati
diabetik

Gejala Amputasi
Gejala amputasi yang dapat dialami, terutama pada amputasi akibat cedera, antara lain:

 Rasa sakit, yang tingkat rasa sakitnya tidak selalu sebanding dengan tingkat keparahan
cedera atau perdarahan
 Perdarahan, yang tingkat keparahannya tergantung pada lokasi dan jenis cedera yang
dialami
 Jaringan tubuh rusak atau remuk, tetapi sebagian jaringan masih terhubung dengan
otot, tulang, sendi, atau kulit

Kapan harus ke dokter


Lakukan pemeriksaan rutin ke dokter jika Anda menderita penyakit yang dapat menyebabkan
Anda harus menjalani amputasi, bila tidak ditangani dengan baik, seperti diabetes atau penyakit
arteri perifer.
Selain untuk menjalani terapi rehabilitasi yang akan meningkatkan kemampuan Anda dalam
beraktivitas, kontrol rutin ke dokter juga bertujuan untuk mencegah dan mendeteksi komplikasi
yang mungkin muncul setelah amputasi.
Segera hubungi dokter jika Anda mengalami keluhan berikut setelah amputasi:

 Jahitan di amputasi terbuka


 Sakit di area amputasi atau sekitarnya
 Demam atau menggigil
 Bengkak, kemerahan atau perdarahan di area amputasi
 Keluar cairan, darah, atau nanah dari area amputasi

Penanganan Amputasi
Pada beberapa kasus, bagian tubuh yang terpotong dapat disatukan lagi dengan prosedur
replantasi. Namun sebelumnya, dokter akan terlebih dahulu menentukan tingkat keparahan
cedera dan kondisi psikologis pasien.
Replantasi dilakukan bila bagian tubuh yang akan disambungkan kembali tidak rusak parah dan
diperkirakan dapat berfungsi dengan baik setelah replantasi dilakukan. Tetapi jika dua faktor
tersebut tidak terpenuhi, maka replantasi tidak akan dilakukan.
Bagi pasien yang tidak bisa menjalani replantasi, pasien akan disarankan untuk menggunakan
prostesis atau organ palsu. 

Pemulihan setelah amputasi


Kehilangan anggota tubuh secara permanen akibat amputasi dapat mengurangi rasa percaya
diri dan tentunya kemampuan pasien dalam beraktivitas. Untuk menangani masalah tersebut,
dokter akan menganjurkan pasien menjalani rehabilitasi fisik secara rutin.
Rehabilitasi yang dilakukan meliputi:

 Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot


 Latihan untuk meningkatkan keterampilan motorik, agar pasien bisa menjalani aktivitas
secara mandiri
 Pengobatan dan perawatan untuk menunjang pemulihan dan meredakan rasa nyeri
yang muncul pada area amputasi
 Terapi psikologi untuk mengatasi gangguan emosional yang mungkin dialami oleh
pasien akibat kehilangan organ tubuh
 Penggunaan alat bantu, seperti kursi roda dan kruk

Komplikasi Amputasi
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi setelah amputasi, yaitu:

 Nyeri
 Perdarahan
 Infeksi
 Sulit menggerakkan sendi di dekat organ tubuh yang hilang
 Phantom limb, yaitu sensasi nyeri yang muncul di organ tubuh yang hilang
 Gangguan mental, seperti post-traumatic stress disorder (PTSD), mudah marah,
depresi, dan ingin bunuh diri
 Deep vein thrombosis (DVT)

Pencegahan Amputasi
Amputasi akibat cedera biasanya terjadi secara tiba-tiba tanpa terduga, sehingga sulit untuk
dicegah. Sedangkan cara mencegah amputasi akibat penyakit adalah dengan mencegah
terjadinya penyakit tersebut.
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari amputasi adalah:

 Cegah borok di kaki bila Anda menderita diabetes, karena borok dapat meningkatkan
risiko amputasi.
 Gunakan alat pelindung diri, baik saat berkendara maupun bekerja, terutama bila
pekerjaan Anda melibatkan penggunaan alat-alat berat.

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah gangguan saraf yang dapat memburuk seiring
waktu, hingga menyebabkan kelumpuhan. Pada awalnya, ALS ditandai dengan kedutan otot,
otot melemah, dan gangguan bicara.  
Secara spesifik, ALS menyerang otak dan saraf tulang belakang yang mengendalikan gerakan
otot (saraf motorik). Penyakit ini disebut juga penyakit saraf motorik. Seiring waktu, saraf akan
makin rusak. Akibatnya, penderita ALS kehilangan kekuatan otot, kemampuan bicara, makan,
hingga bernapas
Gejala ALS meliputi:

 Kram atau kaku otot serta kedutan di lengan dan lidah.


 Lengan terasa lemas dan sering menjatuhkan barang.
 Tungkai melemah, sehingga sering jatuh atau tersandung.
 Sulit menegakkan kepala dan menjaga posisi badan.
 Sulit berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari.
 Gangguan bicara, seperti bicara tidak jelas atau terlalu lambat.
 Sulit menelan, mudah tersedak, dan meneteskan air liur dari mulut.

Walaupun mengganggu pergerakan, penyakit yang dikenal dengan nama penyakit Lou Gehrig
ini tidak memengaruhi fungsi indera dan kemampuan untuk mengendalikan buang air kecil
(BAK) maupun buang air besar (BAB). Penderita ALS juga tetap bisa berpikir dengan baik dan
berinteraksi dengan orang lain.

Kapan harus ke dokter


Segera ke dokter bila merasakan perubahan pada otot lengan dan tungkai, kram otot di tungkai,
dan badan terasa lemah selama beberapa hari atau minggu. Pemeriksaan ke dokter juga perlu
dilakukan jika terdapat perubahan pada cara bicara atau berjalan.
ALS merupakan penyakit yang akan mengalami perburukan secara bertahap. Bila memang
terdiagnosis penyakit amyotrophic lateral sclerosis (sklerosis lateral amiotrofik), lakukan kontrol
rutin ke dokter saraf, agar perjalanan penyakit lebih terpantau.

Penyebab Amyotrophic Lateral Sclerosis


Penyebab penyakit ALS atau penyakit Lou Gehrig belum bisa dipastikan. Namun, sekitar 5-10%
kasus ALS diketahui terkait dengan faktor keturunan.
Selain faktor keturunan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ALS diduga terkait dengan
sejumlah kondisi di bawah ini:

 Kelebihan glutamat
Glutamat adalah zat kimia yang berperan sebagai pengirim pesan dari dan ke otak serta
saraf. Namun bila menumpuk di sekitar sel saraf, glutamat dapat menimbulkan
kerusakan pada saraf.
 Gangguan sistem imun
Pada penderita ALS, sistem kekebalan tubuh keliru menyerang sel-sel saraf yang sehat,
sehingga menyebabkan kerusakan pada sel-sel tersebut.
 Gangguan mitokondria
Mitokondria merupakan tempat pembentukan energi di dalam sel. Gangguan dalam
pembentukan energi ini bisa merusak sel-sel saraf dan mempercepat perburukan ALS.
 Stres oksidatif
Kadar radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan stres oksidatif dan
menyebabkan kerusakan pada berbagai sel tubuh.

Faktor Risiko Amyotrophic Lateral Sclerosis


Terdapat sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena ALS, yaitu:

 Berusia antara 40-70 tahun.


 Memiliki orang tua yang menderita ALS.
 Terpapar zat kimia timbal dalam jangka panjang.
 Memiliki kebiasaan merokok.

Diagnosis Amyotrophic Lateral Sclerosis


Tidak ada pemeriksaan yang bisa memastikan ALS. Oleh karena itu, untuk dapat menentukan
ALS, dokter akan bertanya secara rinci mengenai gejala yang dialami pasien, serta melakukan
pemeriksaan fisik.
Untuk menyingkirkan kemungkinan gejala disebabkan oleh penyakit lain, dokter akan
melakukan sejumlah pemeriksaan berikut:

 Elektromiogram (EMG), untuk memeriksa aktivitas listrik otot.


 Pemeriksaan MRI, untuk melihat sistem saraf yang bermasalah.
 Uji sampel darah dan urine, untuk mengetahui kondisi kesehatan penderita secara
umum, adanya kelainan genetik, atau adanya faktor penyebab lain.
 Pemeriksaan kecepatan hantar saraf, untuk menilai fungsi saraf-saraf motorik tubuh.
 Pengambilan sampel (biopsi) jaringan otot, untuk melihat kelainan pada otot.
 Pemeriksaan pungsi lumbal, untuk memeriksa sampel cairan otak yang diambil melalui
tulang belakang.

Pengobatan Amyotrophic Lateral Sclerosis


Pengobatan ALS bertujuan untuk menghambat perkembangan penyakit dan mencegah
komplikasi. Metode pengobatan yang dapat diberikan antara lain:

Obat-obatan
Untuk mengatasi ALS, dokter dapat memberikan obat-obatan berikut:

 Baclofen dan diazepam, untuk meredakan gejala kaku otot yang mengganggu aktivitas


sehari-hari.
 Trihexyphenidyl atau amitriptyline, untuk membantu pasien yang mengalami kesulitan
menelan.
 Riluzole, untuk memperlambat progresivitas kerusakan saraf yang terjadi pada ALS.

Terapi
Terapi pada ALS dilakukan untuk membantu fungsi otot dan pernapasan. Terapi yang dapat
diberikan adalah:

 Terapi pernapasan, untuk membantu pasien yang mengalami kesulitan bernapas akibat
melemahnya otot-otot
 Terapi fisik (fisioterapi), untuk membantu pasien bergerak serta menjaga kebugaran
tubuh, kesehatan jantung, dan kekuatan otot pasien.
 Terapi bicara, untuk membantu pasien berkomunikasi dengan baik.
 Terapi okupasi, untuk membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
 Pengaturan asupan nutrisi, dengan menyediakan makanan yang mudah ditelan, namun
tetap mencukupi kebutuhan gizi pasien.

ALS tidak bisa diobati sepenuhnya. Akan tetapi, berbagai pengobatan di atas dapat meredakan
gejala dan membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari.

Komplikasi Amyotrophic Lateral Sclerosis


Seiring perkembangan ALS, penderita bisa mengalami sejumlah komplikasi berikut:

 Kesulitan berbicara. Kata-kata yang diucapkan penderita ALS menjadi tidak jelas dan
sulit dipahami.
 Kesulitan bernapas. Kondisi ini bisa menyebabkan gagal napas, yang merupakan
penyebab utama kematian pada penderita ALS.
 Kesulitan untuk makan, yang bisa menyebabkan penderita kekurangan nutrisi dan
cairan.
 Demensia, yaitu penurunan daya ingat dan kemampuan dalam membuat keputusan.

Amyotrophic lateral sclerosis merupakan penyakit yang sulit dicegah karena penyebabnya
belum diketahui. 
Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang
sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, organ tubuh tidak
mendapat cukup oksigen, sehingga membuat penderita anemia pucat dan mudah lelah.
Anemia dapat terjadi sementara atau dalam jangka panjang, dengan tingkat keparahan yang
bisa ringan sampai berat. Anemia merupakan gangguan darah atau kelainan hematologi yang
terjadi ketika kadar hemoglobin (bagian utama dari sel darah merah yang mengikat oksigen)
berada di bawah normal.
Orang dewasa dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya di bawah 14 gram per
desiliter untuk laki-laki, dan di bawah 12 gram per desiliter untuk wanita. Apabila kadar
hemoglobin di bawah 8 gram per desiliter, anemia sudah tergolong berat dan disebut
dengan anemia gravis.
Penyebab Anemia
Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau hemoglobin. Akibatnya,
sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen dan tidak berfungsi secara normal
(hipoksemia).
Secara garis besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:

 Produksi sel darah merah yang kurang.


 Kehilangan darah secara berlebihan.
 Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat.

Berikut ini adalah jenis-jenis anemia yang umum terjadi berdasarkan penyebabnya:
1. Anemia akibat kekurangan zat besi
Kekurangan zat besi membuat tubuh tidak mampu menghasilkan hemoglobin (Hb). Kondisi ini
bisa terjadi akibat kurangnya asupan zat besi dalam makanan, atau karena tubuh tidak mampu
menyerap zat besi, misalnya akibat penyakit celiac.
2. Anemia pada masa kehamilan
Ibu hamil memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah dan hal ini normal. Meskipun demikian,
kebutuhan hemoglobin meningkat saat hamil, sehingga dibutuhkan lebih banyak zat pembentuk
hemoglobin, yaitu zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Bila asupan ketiga nutrisi tersebut
kurang, dapat terjadi anemia yang bisa membahayakan ibu hamil maupun janin.
3. Anemia akibat perdarahan
Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi secara perlahan dalam waktu
lama atau terjadi seketika. Penyebabnya bisa cedera, gangguan menstruasi, wasir, peradangan
pada lambung, kanker usus, atau efek samping obat, seperti obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS). Selain itu, anemia karena perdarahan juga bisa merupakan gejala cacingan
akibat infeksi cacing tambang yang menghisap darah dari dinding usus.
4. Anemia aplastik
Anemia aplastik terjadi ketika kerusakan pada sumsum tulang membuat tubuh tidak mampu lagi
menghasilkan sel darah merah dengan optimal. Kondisi ini diduga dipicu oleh infeksi, penyakit
autoimun, paparan zat kimia beracun, serta efek samping obat antibiotik dan obat untuk
mengatasi rheumatoid arthritis.
5. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika penghancuran sel darah merah lebih cepat daripada
pembentukannya. Kondisi ini dapat diturunkan dari orang tua, atau didapat setelah lahir akibat
kanker darah, infeksi bakteri atau virus, penyakit autoimun, serta efek samping obat-obatan,
seperti paracetamol, penisilin, dan obat antimalaria.
6. Anemia akibat penyakit kronis
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses pembentukan sel darah merah, terutama bila
berlangsung dalam jangka panjang. Beberapa di antaranya adalah penyakit Crohn, penyakit
ginjal, kanker, rheumatoid arthritis, dan HIV/AIDS.
7. Anemia sel sabit (sickle cell anemia)
Anemia sel sabit disebabkan oleh mutasi (perubahan) genetik pada hemoglobin. Akibatnya,
hemoglobin menjadi lengket dan berbentuk tidak normal, yaitu seperti bulan sabit. Seseorang
bisa terserang anemia sel sabit apabila memiliki kedua orang tua yang sama-sama mengalami
mutasi genetik tersebut.
8. Thalasemia
Thalasemia disebabkan oleh mutasi gen yang memengaruhi produksi hemoglobin. Seseorang
dapat menderita thalasemia jika satu atau kedua orang tuanya memiliki kondisi yang sama.

Gejala Anemia
Gejala anemia sangat bervariasi, tergantung pada penyebabnya. Penderita anemia bisa
mengalami gejala berupa:

 Lemas dan cepat lelah


 Sakit kepala dan pusing
 Sering mengantuk, misalnya mengantuk setelah makan
 Kulit terlihat pucat atau kekuningan
 Detak jantung tidak teratur
 Napas pendek
 Nyeri dada
 Dingin di tangan dan kaki

Gejala di atas awalnya sering tidak disadari oleh penderita, namun akan makin terasa seiring
bertambah parahnya kondisi anemia.

Kapan harus ke dokter


Periksakan diri Anda ke dokter apabila merasa cepat lelah atau mengalami gejala anemia yang
makin lama makin memburuk.
Bila Anda menderita anemia yang memerlukan pengobatan jangka panjang atau bahkan rutin
menerima transfusi darah, maka Anda perlu melakukan kontrol rutin ke dokter untuk memantau
perkembangan penyakit..
Bagi ibu hamil, menurunnya Hb merupakan hal yang normal. Untuk menjaga kesehatan ibu dan
janin, periksakan kehamilan secara rutin ke dokter kandungan. Dokter kandungan akan
memberikan suplemen untuk mencegah anemia saat kehamilan.
Bila Anda menderita kelainan genetik yang menyebabkan anemia, misalnya thalasemia, atau
memiliki keluarga yang menderita penyakit tersebut, disarankan untuk konsultasi dengan dokter
sebelum berencana memiliki keturunan.

Diagnosis Anemia
Untuk menentukan apakah pasien menderita anemia, dokter akan melakukan hitung darah
lengkap. Dengan memeriksa sampel darah pasien, dokter dapat mengetahui kadar hemoglobin
yang terdapat dalam darah.
Kadar hemoglobin normal tergantung pada usia, kondisi, dan jenis kelamin. Seseorang bisa
dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobin berada di bawah angka berikut:

 Anak-anak: 11-13 gram per desiliter.


 Ibu hamil: 11 gram per desiliter.
 Laki-laki: 14-18 gram per desiliter.
 Perempuan: 12-16 gram per desiliter.

Melalui tes darah, dokter juga akan mengukur kadar zat besi, hematokrit, vitamin B12, dan
asam folat dalam darah, serta memeriksa fungsi ginjal. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk
mengetahui penyebab dari anemia.
Selain tes darah, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan lain untuk mencari penyebab
anemia, seperti:

 Endoskopi, guna melihat apakah lambung atau usus mengalami perdarahan.


 USG panggul, guna mengetahui penyebab gangguan menstruasi yang menimbulkan
anemia.
 Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, guna mengetahui kadar, bentuk, serta tingkat
kematangan sel darah dari ‘pabriknya’ langsung.
 Pemeriksaan sampel cairan ketuban saat kehamilan guna mengetahui kemungkinan
janin menderita kelainan genetik yang menyebabkan anemia.

Pengobatan Anemia
Metode pengobatan anemia tergantung pada jenis anemia yang diderita pasien. Perlu
diketahui, pengobatan bagi satu jenis anemia bisa berbahaya bagi anemia jenis yang lain. Oleh
karena itu, dokter tidak akan memulai pengobatan sebelum mengetahui penyebabnya dengan
pasti.
Beberapa contoh pengobatan anemia atau obat kurang darah berdasarkan jenisnya adalah:

 Anemia akibat kekurangan zat besi

Kondisi ini diatasi dengan mengonsumsi makanan dan suplemen zat besi. Pada kasus yang
parah, diperlukan transfusi darah.

 Anemia pada masa kehamilan

Kondisi ini ditangani dengan pemberian suplemen zat besi, vitamin B12 dan asam folat, yang
dosisnya ditentukan oleh dokter.

 Anemia akibat perdarahan

Kondisi ini diobati dengan menghentikan perdarahan. Bila diperlukan, dokter juga akan
memberikan suplemen zat besi atau transfusi darah.

 Anemia aplastik
Pengobatannya adalah dengan transfusi darah untuk meningkatkan jumlah sel darah merah,
atau transplantasi (cangkok) sumsum tulang bila sumsum tulang pasien tidak bisa lagi
menghasilkan sel darah merah yang sehat.

 Anemia hemolitik

Pengobatannya dengan menghentikan konsumsi obat yang memicu anemia hemolitik,


mengobati infeksi, mengonsumsi obat-obatan imunosupresan, atau pengangkatan limpa.

 Anemia akibat penyakit kronis

Kondisi ini diatasi dengan mengobati penyakit yang mendasarinya. Pada kondisi tertentu,
diperlukan transfusi darah dan suntik hormon eritropoietin untuk meningkatkan produksi sel
darah merah.

 Anemia sel sabit

Kondisi ini ditangani dengan suplemen zat besi dan asam folat, cangkok sumsum tulang, dan
pemberian kemoterapi, seperti hydroxyurea. Dalam kondisi tertentu, dokter akan memberikan
obat pereda nyeri dan antibiotik.

 Thalassemia

Dalam menangani thalassemia, dokter dapat melakukan transfusi darah, pemberian suplemen


asam folat, pengangkatan limpa, dan cangkok sumsum tulang.

Komplikasi Anemia
Jika dibiarkan tanpa penanganan, anemia berisiko menyebabkan beberapa komplikasi serius,
seperti:

 Kesulitan melakukan aktivitas akibat kelelahan.


 Masalah pada jantung, seperti gangguan irama jantung (aritmia) dan gagal jantung.
 Gangguan pada paru-paru, misalnya hipertensi pulmonal.
 Komplikasi kehamilan, antara lain melahirkan prematur atau bayi terlahir dengan berat
badan rendah.
 Gangguan proses tumbuh kembang jika anemia terjadi pada anak-anak atau bayi.
 Rentan terkena infeksi.

Pencegahan Anemia
Beberapa jenis anemia, seperti anemia pada masa kehamilan dan anemia akibat kekurangan
zat besi, dapat dicegah dengan pola makan kaya nutrisi, terutama:

 Makanan kaya zat besi dan asam folat, seperti daging, sereal, kacang-kacangan,
sayuran berdaun hijau gelap, roti, dan buah-buahan
 Makanan kaya vitamin B12, seperti susu dan produk turunannya, serta makanan
berbahan dasar kacang kedelai, seperti tempe dan tahu.
 Buah-buahan kaya vitamin C, misalnya jeruk, melon, tomat, dan stroberi.
Untuk mengetahui apakah asupan nutrisi Anda sudah cukup, berkonsultasilah dengan dokter
spesialis gizi. Bila Anda memiliki keluarga penderita anemia akibat kelainan genetik, seperti
anemia sel sabit atau thalasemia, konsultasikan dengan dokter sebelum merencanakan
kehamilan, agar kondisi ini tidak terjadi pada anak.
Anemia aplastik adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmampuan sumsum tulang
memproduksi sel darah baru dalam jumlah yang cukup. Kondisi ini akan menyebabkan jumlah salah
satu atau semua jenis sel darah mengalami penurunan.
Anemia aplastik lebih sering terjadi pada orang dewasa muda usia 20 tahun-an atau lansia.
Beberapa gejala awal anemia aplastik adalah lelah, pucat, sesak napas, dan pusing. Penderita
anemia aplastik juga mudah mengalami infeksi karena kekurangan leukosit atau sel darah putih
(leukopenia).
Gejala Anemia Aplastik
Setiap jenis sel darah memiliki fungsi yang berbeda. Leukosit (sel darah putih) berperan penting
dalam imunitas tubuh, eritrosit (sel darah merah) dan hemoglobin berperan dalam penyaluran
oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh, sedangkan trombosit (keping darah) berperan
penting dalam proses pembekuan darah.
secara umum, beberapa gejala yang muncul saat seseorang mengalami anemia aplastik
adalah:

 Lelah dan lemas


 Pucat
 Pusing
 Sakit kepala
 Demam
 Munculnya ruam perdarahan di kulit
 Infeksi yang berulang dan lama sembuh
 Mimisan

Kapan harus ke dokter


Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala yang disebutkan di atas. Segera
periksakan ke dokter jika Anda mengalami perdarahan yang sulit berhenti atau mengalami
infeksi yang berulang dan sulit sembuh.

Penyebab Anemia Aplastik


Anemia aplastik terjadi karena kerusakan pada sel punca di sumsum tulang. Kerusakan ini
menyebabkan produksi sel darah melambat atau menurun. Hal ini akan menyebabkan jumlah
sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah berkurang.
Beberapa kondisi dan penyakit yang bisa menyebabkan anemia aplastik adalah:

 Penyakit autoimun
Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun menyerang sel-sel sehat, termasuk sel
punca di dalam sumsum tulang. Jika penyakit autoimun ini tidak mendapat penanganan,
maka risiko terjadinya anemia aplastik akan meningkat.
 Kelainan genetik
Anemia aplastik bisa disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan orang tua
kepada anak.
 Infeksi virus
Infeksi virus juga dapat merusak sumsum tulang. Beberapa jenis virus yang sering
dikaitkan dengan munculnya anemia aplastik adalah virus hepatitis, Epstein-Barr,
cytomegalovirus, parvovirus B19, dan HIV.
 Radioterapi dan kemoterapi
Dua jenis pengobatan ini sering dilakukan untuk mengatasi kanker. Namun, terkadang
pengobatan ini turut merusak sel punca di dalam sumsum tulang dan meningkatkan
risiko terjadinya anemia aplastik.
 Penggunaan obat-obatan tertentu
Obat-obatan tertentu, seperti antibiotik dan obat yang digunakan untuk
mengatasi rheumatoid arthritis, dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang dan
meningkatkan risiko terjadinya anemia aplastik.
 Paparan bahan kimia
Paparan bahan kimia, seperti pestisida, insektisida, dan benzene, yang terjadi terus-
menerus juga dapat menyebabkan anemia aplastik.
 Kehamilan
Kehamilan terkadang membuat sistem kekebalan tubuh ibu hamil menyerang dan
merusak sumsung tulang.

Selain kondisi dan penyakit yang disebutkan di atas, anemia aplastik bisa disebabkan oleh
faktor yang belum diketahui. Kondisi ini sering disebut dengan anemia aplastik yang idiopatik.

Diagnosis Anemia Aplastik


Untuk mendiagnosis anemia aplastik, dokter akan menanyakan keluhan yang Anda alami, dan
riwayat penyakit, obat-obatan yang sedang dikonsumsi, serta riwayat kesehatan keluarga.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, dan untuk memastikan diagnosis,
dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berupa:

 Tes darah
Tes darah dilakukan untuk melihat kadar sel darah merah, sel darah putih,  trombosit,
dan kadar hemoglobin. Pasien diduga mengalami anemia aplastik jika jumlah salah satu
atau ketiga sel darah berada jauh di bawah batas normal.

 Biopsi sumsum tulang


Pemeriksaan biopsi sumsum tulang dilakukan dengan mengambil sampel sumsum
tulang untuk selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat jumlah sel-sel
induk. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain.

Pengobatan Anemia Aplastik


Pengobatan anemia aplastik tergantung pada kondisi pasien dan tingkat keparahannya. Berikut
adalah jenis-jenis pengobatan pada anemia aplastik:
1. Antibiotik dan antivirus
Penderita anemia aplastik rentan mengalami infeksi. Oleh karena
itu, antibiotik atau antivirus akan diberikan oleh dokter untuk mencegah dan mengatasi infeksi.
2. Transfusi darah
Jika kadar dan jumlah sel darah berkurang drastis, transfusi darah bisa dilakukan untuk
meredakan gejala dan mencukupi kebutuhan sel darah.
3. Imunosupresan
Pemberian imunosupresan dilakukan untuk menekan aktivitas sistem imun yang merusak
sumsum tulang. Imunosupresan akan diberikan kepada penderita anemia aplastik yang
disebabkan oleh penyakit autoimun. Beberapa jenis obat yang bisa digunakan
adalah ciclosporin atau kortikosteroid.
4. Transplantasi sel punca
Transplantasi sel punca atau tranplantasi sumsum tulang dilakukan untuk menggantikan sel
yang rusak dengan sel yang sehat. Metode ini biasanya dilakukan pada penderita yang berusia
di bawah 40 tahun dan memiliki donor yang cocok, misalnya saudara kandung.
Metode ini juga bisa dilakukan kepada penderita anemia aplastik yang gejalanya tidak membaik
setelah menggunakan imunosupresan. Namun, tidak selamanya transplantasi sel punca
berjalan lancar. Pada beberapa kasus, tubuh pasien bisa menolak sel punca yang dicangkok
dari pendonor. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya.
5. Stimulan sumsum tulang
Pemberian obat, seperti filgrastim, pegfilgrastim, dan epoetin alfa, bisa dilakukan untuk
merangsang sumsum tulang agar bisa memproduksi sel darah yang baru. Metode ini sering
dikombinasikan dengan pemberian imunosupresan.

Komplikasi Anemia Aplastik


Jika tidak mendapat penanganan, anemia aplastik bisa menyebabkan komplikasi berupa:

 Infeksi parah atau perdarahan.


 Hemochromatosis, yaitu penumpukan zat besi di tubuh. Ini bisa terjadi akibat sering
melakukan transfusi darah.

Pencegahan Anemia Aplastik


Belum ada cara untuk mencegah anemia aplastik. Namun, untuk menurunkan risiko terjadinya
kondisi ini, hindarilah paparan zat kimia, seperti pestisida, insektisida, pelarut organik, atau
penghilang cat.
Bila Anda sudah menderita anemia aplastik, ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan
untuk mencegah kondisi ini bertambah parah serta mencegah munculnya komplikasi, yaitu:

 Rajin mencuci tangan, terutama setelah menggunakan toilet atau beraktivitas di luar
ruangan.
 Menghindari olahraga yang melibatkan kontak fisik untuk mencegah perdarahan.
 Beristirahat secara cukup setelah menjalani aktivitas yang padat.
 Melengkapi imunisasi, khususnya pada anak-anak.
Anemia defisiensi besi adalah satu jenis anemia yang disebabkan kekurangan zat besi
sehingga terjadi penurunan jumlah sel darah merah yang sehat. Zat besi diperlukan tubuh untuk
menghasilkan komponen sel darah merah yang dikenal sebagai hemoglobin. Saat tubuh
mengalami anemia defisiensi besi, maka sel darah merah juga akan mengalami kekurangan
pasokan hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dalam sel darah merah untuk
disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Tanpa pasokan oksigen yang cukup dalam darah, tubuh
juga tidak mendapat oksigen yang memadai sehingga dapat merasa lemas, lelah, dan sesak
napas.
Pada dasarnya, penyebab anemia defisiensi besi bervariasi. Kondisi ini bisa terjadi saat
seseorang tidak mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi dengan cukup, tubuh tidak
bisa menyerap zat besi, tubuh kehilangan zat besi melalui darah, atau saat seseorang hamil.
Tanda dan gejala
 Gejala yang muncul pada anemia defisiensi besi meliputi:

 Mudah lelah dan lemah.


 Nafsu makan menurun, terutama pada bayi dan anak-anak.
 Nyeri dada, detak jantung menjadi cepat, dan sesak napas.
 Pucat.
 Pusing atau pening,
 Kaki dan tangan dingin.
 Kesemutan pada kaki.
 Lidah bengkak atau terasa sakit (glositis).
 Makanan terasa aneh.
 Telinga berdengung.
 Kuku menjadi rapuh atau gampang patah.
 Rambut mudah patah atau rontok.
 Mengalami kesulitan dalam menelan (disfagia)

Seseorang dinyatakan mengalami anemia defisiensi zat besi saat kadar hematokrit dan
hemoglobin dalam darah sangat rendah, yang dapat dilihat melalui pemeriksaan hitung darah
lengkap. Kadar hematokrit normal pada pria adalah 38 hingga 50 persen, dan pada wanita
berkisar antara 34 hingga 44 persen. Sementara hemoglobin normal pada wanita dewasa
adalah 12 hingga 15,5 g/dL, dan pada pria dewasa adalah 13,5 hingga 17,5 g/dL. Sedangkan
wanita hamil dapat digolongkan menderita anemia saat kadar hemoglobin kurang dari 11
g/dL. Apabila kadar hemoglobin di bawah 8 gram per desiliter, anemia sudah tergolong berat
dan disebut dengan anemia gravis.
erdapat banyak faktor yang bisa menyebabkan anemia defisiensi besi. Kondisi tersebut antara
lain:

 Makanan yang sedikit mengandung zat besi. Mengonsumsi makanan dengan sedikit


kandungan zat besi dalam waktu lama dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat besi.
Makanan yang sarat zat besi terdapat pada daging, telur, atau sayuran berdaun hijau.
Setiap hari, orang dewasa setidaknya membutuhkan zat besi sebanyak 8 mg.
Kebutuhan itu bertambah besar pada anak-anak dan wanita berusia 50 tahun, yaitu
sejumlah 18 mg.
 Masa kehamilan. Wanita hamil sering mengalami anemia defisiensi besi karena
simpanan zat besi dalam tubuhnya digunakan untuk memenuhi volume darah
tubuhnya yang meningkat, sekaligus memenuhi kebutuhan hemoglobin untuk
perkembangan janin.
 Perdarahan. Perdarahan dapat mengakibatkan seseorang kehilangan sel darah merah,
sehingga zat besi dalam darah juga berkurang. Kondisi ini umumnya dialami wanita
yang mengalami menstruasi dengan perdarahan yang banyak atau berlebihan. Selain
itu, beberapa kondisi medis seperti polip pada usus, luka dalam lambung, serta kanker
usus, juga dapat menyebabkan perdarahan di dalam tubuh sehingga tubuh rentan
mengalami defisisensi zat besi. Di samping itu, konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid,
seperti ibuprofen atau diclofenac, secara terus menerus juga dapat menyebabkan
perdarahan pada lambung yang mengakibatkan tubuh kekurangan zat besi.
 Malabsorpsi Zat Besi. Zat besi dalam makanan yang kita konsumsi diserap dalam usus
halus. Gangguan pada usus halus, seperti penyakit Celiac atau pasca operasi
usus, dapat membatasi kemampuan usus dalam menyerap nutrisi dari makanan,
termasuk zat besi, sehingga bisa menyebabkan seseorang mengalami anemia defisiensi
besi. Selain itu, konsumsi obat maag, teh, kopi, susu, produk makanan dari susu, serta
makanan dengan tingkat asam fitat yang tinggi, misalnya sereal, dapat menghambat
penyerapan zat besi dari makanan.

Selain penyebab yang sudah disebutkan, terdapat beberapa faktor yang membuat seseorang
lebih rentan terkena anemia defisiensi besi, yaitu:

 Vegetarian.  Orang yang tidak mengonsumsi daging atau vegetarian lebih berisiko


mengalami anemia defisiensi besi, , jika tidak menggantinya dengan makanan sarat zat
besi lainnya.
 Wanita dalam masa subur. Kondisi ini memungkinkan untuk hamil atau mengalami
menstruasi yang berlebihan, sehingga berisiko mengalami anemia defisiensi besi.
 Masalah pada bayi. Bayi yang lahir prematur, memiliki berat badan lahir yang rendah,
atau kurang asupan air susu juga berisiko mengalami anemia kekurangan zat besi.
 Mendonorkan darah secara rutin. Donor darah secara rutin dapat mengurangi simpanan
zat besi dalam tubuh sehingga memicu tubuh kekurangan zat besi, terutama jika tidak
diimbangi makanan sarat zat besi.

Diagnosis anemia defisiensi zat besi dapat diperoleh melalui pemeriksaan darah. Tes hitung
darah lengkap dapat menunjukkan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, dan hematokrit
(persentase sel darah merah dalam darah). Anemia ditandai dengan kadar hemoglobin dan
hematokrit yang lebih rendah dari normal.
Selain tes hitung darah lengkap untuk melihat anemia, tes darah lainnya juga dapat dilakukan
untuk:

 Melihat banyaknya zat besi dalam darah, dan ferritin atau proteinyang menyimpan zat
besi dalam tubuh.
 Melihat kemampuan tubuh mengikat zat besi (transferrin and total iron-binding capacity)
dan jumlah sel darah merah tidak matang (retikulosit), yang biasanya rendah dalam
anemia defisiensi zat besi.
 Melihat ukuran dan bentuk sel darah merah melalui apusan darah tepi (peripheral blood
smear). Anemia defisiensi besi umumnya ditunjukkan dengan ukuran sel darah merah
yang lebih kecil dari normal dan warna darah yang lebih pucat.
Penanganan anemia defisiensi besi dilakukan untuk mengembalikan kadar zat besi yang
diperlukan tubuh, serta mengatasi penyebab anemia tersebut. Di bawah ini adalah pilihan
penanganan yang dapat dilakukan.

Meningkatkan Asupan Zat Besi 


Penderita anemia defisiensi zat besi memerlukan tambahan asupan zat besi dari makanan.
Oleh karena itu, para penderita disarankan untuk lebih banyak mengonsumsi:

 Daging merah, ayam, serta ati ayam.


 Kacang-kacangan seperti kacang hitam, kacang hijau, kacang merah.
 Makanan laut atau boga bahari seperti tiram, kerang dan ikan.
 Sayuran berdaun hijau, seperti bayam dan brokoli.
 Sereal yang diperkaya zat besi.
 Buah kering, seperti kismis dan aprikot.

Di samping mengonsumsi makanan sarat zat besi, penderita juga dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung vitamin C untuk membantu tubuh
dalam menyerap zat besi, serta membatasi makanan atau minuman yang dapat menghambat
penyerapan zat besi, seperti kopi, susu, teh, makanan yang sarat asam fitat.

Mengonsumsi Suplemen Penambah Zat Besi


Suplemen penambah zat besi merupakan penanganan utama yang dilakukan dokter untuk
memperbaiki defisiensi zat besi yang dialami pasien. Umumnya, pasien diminta mengonsumsi
150-200 mg setiap hari. Namun, dosis tersebut akan disesuaikan dokter berdasarkan kadar zat
besi dalam tubuh pasien. Pemberian suplemen penambah zat besi ini biasanya dilakukan
selama beberapa bulan untuk dapat memperbaiki defisiensi zat besi. Jika usus tidak bisa
menyerap zat besi dengan baik, penambah zat besi dapat diberikan melalui infus.
Konsumsi suplemen sebaiknya dilakukan dalam keadaan perut kosong. Namun jika konsumsi
suplemen ini mengganggu lambung, suplemen dapat dikonsumsi saat makan. Guna membantu
penyerapan zat besi dalam tubuh, maka konsumsi suplemen sebaiknya diikuti dengan
konsumsi minuman atau makanan yang sarat vitamin C.
Keluhan penderita anemia defisiensi zat besi biasanya akan berkurang dalam waktu satu
minggu setelah terapi. Dokter juga akan memantaunya dengan tes darah.
Mengatasi penyebab anemia defisiensi zat besi
Jika anemia defisiensi zat besi disebabkan oleh perdarahan atau gangguan penyerapan zat
besi, maka penanganan dapat dilakukan melalui pemberian obat. Contohnya adalah
kontrasepsi oral untuk wanita yang mengalami menstruasi dengan perdarahan berlebihan, atau
antibiotik untuk mengatasi infeksi dalam usus. Sedangkan untuk perdarahan karena polip,
tumor, atau miom, dokter dapat mengatasinya dengan melakukan prosedur operasi.
Transfusi sel darah merah
Saat penanganan dengan suplemen tidak dapat mengatasi gejala yang dialami penderita
dengan cepat, biasanya pada anemia yang berat dengan Hb rendah, maka dokter dapat
melakukan transfusi sel darah merah.
Anemia yang tidak tertangani dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi yang
membahayakan. Salah satunya adalah masalah pada jantung, seperti detak jantung yang cepat
dan tidak beraturan. Kondisi ini dapat memicu kardiomegali atau gagal jantung. Untuk wanita
hamil, komplikasi yang timbul dari anemia defisiensi besi adalah kelahiran prematur atau berat
badan lahir yang rendah pada bayi.
Pada bayi dan anak-anak, komplikasi yang dapat muncul adalah gangguan pertumbuhan.
Selain itu, anak-anak penderita anemia ini juga rentan terkena infeksi. Kondisi ini dapat dicegah
dengan memberi asi pada bayi selama 1 tahun, dan memberi sereal yang diperkaya zat besi
(setelah bayi berusia 6 bulan) sampai bayi bisa mengonsumsi makanan padat lainnya.

Anda mungkin juga menyukai