Kata Tuhan dipahami sebagai Dzat Pencipta alam dan seisinya yang memiliki kekuatan dan kekuasaan yang maha mutlak yang dijadikan asas dari suatu kepercayaan. Pengertian Tuhan yang paling umum, adalah Mahatahu (mengetahui segalanya), Mahakuasa (memiliki kekuasaan tak terbatas), Mahaada (hadir di mana pun), Mahamulia (mengandung segala sifat-sifat baik yang sempurna), tak ada yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal abadi. Penganut monoteisme percaya bahwa Tuhan hanya ada satu, serta tidak berwujud memiliki pribadi, sumber segala kewajiban moral, dan hal terbesar yang dapat direnungkan. Banyak filsuf abad pertengahan dan modern terkemuka yang mengembangkan argumen-argument untuk mendukung dan membantah keberadaan Tuhan. Tidak ada kesepahaman mengenai konsep ketuhanan. Konsep ketuhanan dalam agama samawi meliputi definisi monoteistis tentang Tuhan dalam agama Yahudi, pandangan Kristen tentang Tritunggal, dan konsep Tauhid Tuhan dalam Islam. Agama-agama dharma juga memiliki pandangan berbeda-beda mengenai Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Hindu tergantung pada wilayah, sekte, kasta, dan beragam, mulai dari panenteistis, monoteistis, politeistis, bahkan ateistis. Dalam agama Hindu, konsep ketuhanannya bersifat kompleks dan bergantung pada nurani setiap umatnya atau pada tradisi dan filsafat yang diikuti. Kadang kala agama Hindu dikatakan bersifat henoteisme (melakukan pemujaan terhadap satu Tuhan, sekaligus mengakui keberadaan para dewa), tapi istilah-istilah demikian hanyalah suatu generalisasi berlebihan. Oleh karena itu, agama Hindu merupakan sistem kepercayaan yang kaya, mencakup keyakinan yang bersifat monoteisme, politeisme, panenteisme, panteisme, monisme, dan ateisme Sedangkan Tuhan dalam agama Buddha bukanlah Siddharta Gautama. Buddhisme juga menolak adanya sosok mahakuasa sebagai pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta diatur oleh lima hukum kosmis (Niyama Dhamma), yakni Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, dan Dhamma Niyama. Hal ini dipandang oleh banyak orang sebagai perbedaan utama antara Buddhisme dan agama-agama lain. Adapun agama samawi atau dikenal juga sebagai rumpun agama abrahamis (karena meyakini Abraham/Ibrahim sebagai nabi) atau agama langit dimaksudkan untuk menunjuk agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Agama-agama ini dikenal sebagai agama monoteistis karena hanya menekankan keberadaan satu Tuhan. Yahudi dan Islam bahkan menolak visualisasi Tuhan karena menurut mereka tidak ada sesuatu yang dapat menyerupai Tuhan. Meskipun serumpun, dengan sebutan Tuhan yang satu yaitu sebutan Elloh untuk Yahudi, Allah untuk Kristen dan Allah SWT untuk Islam, Namun agama-agama ini menggunakan sebutan/panggilan yang berbeda yang disebabkan oleh perbedaan bahasa dan rentang sejarahnya. Kata "Samawi" berasal dari bahasa Arab As-Samawat ( ) الس==ماواتyang mempunyai arti "langit", menurut paham Islam agama samawi memiliki arti agama dari langit, karena para pengikutnya meyakini agama samawi dibangun berdasarkan wahyu Tuhan melalui perantara malaikat kepada para nabi dan rasul yang kemudian disampaikan kepada umat manusia sebagai panduan jalan hidup. Sedangkan kebalikan dari Agama Samawi mereka sebut sebagai "Agama Ardhi" ( ) أرضyang artinya Agama Bumi. Beberapa pendapat para ahli menyimpulkan bahwa suatu agama disebut agama Samawi jika: 1. Mempunyai definisi Tuhan yang jelas 2. Mempunyai penyampai risalah (Nabi/Rasul) 3. Mempunyai kumpulan wahyu dari Tuhan yang berbentuk lembaran yang ditulis pada kulit hewan, dedaunan, lempengan batu yang diukir dan disebut kitab suci. Di dunia ini agama-agama besar yang diakui sebagai agama samawi adalah Yahudi, Kristen, dan Islam. Agama tersebut mewakili lebih dari setengah dari seluruh pemeluk agama di dunia. Namun, banyak dari para pemeluk agama ini yang menolak pengelompokan agama atau kepercayaan mereka seperti ini dengan alasan bahwa agama mereka pada intinya dan dasarnya mengandung gagasan-gagasan yang berbeda, mengenai Abraham, kitab suci, bahkan konsep ketuhanan dan nama Tuhan dalam masing-masing agama juga berbeda. 2. Pandangan Tentang Tuhan Secara Subyektif Pengertian Tuhan secara subyektif adalah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan diri dalam hidupnya dikuasai olehnya (sesuatu tersebut). Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan yang dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi Tuhan sebagai berikut: Tuhan ialah yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin, 1989:56). Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Tuhan bisa berbentuk Hawanafsu, uang, ilmu, harta, tahta, wanita dan lainnya. Jadi, misalnya bila seseorang mementingkan uang atau harta hinggga dalam hidupnya dia dikuasai oleh uang atau harta, berarti orang tersebut mempertuhankan uang atau harta dan disebut Tuhannya dia adalah uang atau harta. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki banyak Tuhan yang berbeda-beda tergantung dari sesuatu yang dipentingkannya menurut subyektivitas dirinya. Itulah pengertian Tuhan secara subyektif. 3. Pandangan Tentang Tuhan Secara Obyektif Banyaknya pertanyaan mendasar tentang Tuhan, siapakah Tuhan dan benarkah Tuhan itu ada ? Pada saat pertanyaan itu muncul, sebenarnya sudah menjawab keberadaan-Nya. Karena ketika melontarkan pertanyaan tersebut, pastilah secara rasional menyadari bahwa segala sesuatu pasti ada yang menciptakan. Manusia selalu ingin tahu siapakah Tuhan itu ? Padahal yang tahu tentang Tuhan adalah Tuhan itu sendiri, sedangkan manusia tidak mengetahuinya. Seperti halnya manusia yang tahu tentang dirinya adalah dirinya sendiri. Misalnya seorang anak bernama Jelita, maka yang tahu tentang Jelita adalah Jelita itu sendiri. Ibunyapun tidak tahu tentang Jelita apalagi yang dipikirkan Jelita, pasti tidak tahu. Manusia tidak tahu karena keterbatasan manusia itu sendiri, baik itu dari segi panca indera maupun akal pikiranya. Tuhan adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, maka dengan keterbatasan manusia dan kekuasaannya yang mutlak serta kasih sayangnya Tuhan, Dia memberi tahu tentang siapa dirinya melalui Media yang disebut Wahyu. Wahyu tersebut disampaikan kepada manusia yang disebut Nabi atau Rasul dengan perantara makhluk Tuhan yang suci dan selalu taat yaitu Malaikat. Wahyu yang disampaikan berisi antara lain Nama Tuhan, Berita Ketentuan baik dan Ketentuan Buruk serta adanya hari Kiamat sebagai amal pembalasan Surga atau Neraka. Dari wahyu-wahyu tersebut diketahuilah bahwa Tuhan yang selama ini dicari-cari adalah bernama Allah. Sebutan nama ini Elloh bagi orang Yahudi, Allah untuk kaum Kristen dan Allah Swt untuk penganut Islam. Para ahli ilmu dan filsafat menyatakan bahwa Kronologis tersebut di atas adalah menjadi kriteria sebuah Agama yang dilahirkan dari langit yang disebut Agama Samawi yaitu : 1. Adanya keyakinan kepada Allah 2. Adanya keyakinan terhadap Malaikat sebagai penyampai wahyu 3. Adanya keyakinan wahyu yang terhimpun menjadi Kitab 4. Adanya keyakinan terhadap Nabi sebagai penerima wahyu/Kitab 5. Adanya keyakinan Ketentuan Baik dan Ketentuan Buruk 6. Adanya keyakinan terhadap Hari Pembalasan yaitu Hari Kiamat Keyakinan yang sama terhadap Tuhan sebagai Allah oleh pemeluk agama samawi yang meyakini berita tersebut wahyu Tuhan yang bernama Allah, maka Allah itulah yang dinyatakan sebagai Tuhan secara obyektif. Tuhan yang dinyatakan tidak berdasarkan kepentingan manusia masing-masing, tetapi Tuhan yang dinyatakan mayoritas pemeluk agama di dunia sebagai Allah yang Maha Kuasa, Maha Mutlak dan serba Maha lainnya.