Anda di halaman 1dari 2

Wahai sahabatku, ingat tidak saat kita pertama kali bertemu?

Ingat tidak bagaimana kita akhirnya


menjadi teman? Ah mungkin kita bahkan tidak begitu dengan jelas mengingat itu. Itu semua
hanyalah soal urusan tanggal sebagai penanda waktu. Adalah yang terpenting semua moment
yang terjadi sebagai penanda persahabatan kita. Sudah berapa banyak hari yang kita lewatkan
bersama? Sudah berapa banyak tempat yang kita kunjungi bersama? Sudah berapa banyak hal
yang kita bahas? Sudah berapa banyak foto yang kita ambil bersama? Dan juga sudah berapa
banya kita bertengkar? Apa kau sempat menghitungnya? Sepertinya, kita tidak pernah ingat
pasti. Namun yang jelas semua adalah bagian dari moment yang kita lewati sebagai penanda
persahabatan kita. Kita mungkin dipertemukan hanya sebatas teman sebaya yang sedang sama-
sama menuntut ilmu. Awalnya kita bahkan tidak tahu kalau Tuhan sudah menuliskan takdir
bahwa kita akan saling bertemu. Namun ternyata hari ini aku harus lebih sering lagi
mengucapkan syukur sebanyak-banyaknya karena telah digariskan untuk bertemu dengan
sahabat terbaik. Awalnya mungkin kita bertemu hanya karena rutinitas di dalam kelas. Karena
jadwal kelas yang memang mengharuskan kita bertemu. Karena tugas yang mengharuskan kita
mau tak mau harus bekerja sama dalam satu kelompok. Namun karena rutinitas dan keharusan
itu kita tidak sempat menyadari bahwa akhirnya kita telah menjadi sahabat baik. Hai sahabat,
ingatkah setiap kali kita mebahas berjam-jam hanya untuk sekedar membahas tempat mana yang
akan kita pilih untuk makan siang bersama? Ingat tidak kita saling beda pendapat untuk
menentukan kemana kita akan menghabiskan waktu liburan kita bersama? Juga saat kita harus
berpikir keras untuk memberikan kejutan sempurna bagi teman kita yang sedang memperingati
hari lahirnya. Ingatkah kita saling bicara hingga larut malam? Membahas hal yang tidak penting.
Membahas diri sendiri, membahas orang lain, membahas lelucon konyol, bahkan membahas
cinta. Masih terkenangkah saat kita tertawa bersama? Tertawa sedari bangun tidur hingga
tertidur lagi. Mentertawakan hidup. Mempertahankan level dopamin agar tidak sampai habis.
Mencoba untuk tetap bahagia meski ditengah rutinitas padat yang membuat sesak. Saat itu kita
bersahabat seperti tidak akan pernah terpisah. Saling berbagi, saling menerima, saling menghibur
saling membantu. Tentu bukan hanya itu. Kita juga saling mengolok-olok. Menggunakan
kelemahan masing-masing untuk saling menyerang. Saling memanggil nama dengan sesuka hati.
Tetapi kita tahu bahwa masing-masing dari kita tidak akan pernah benar-benar marah karena hal
itu. Justru ada kalanya hal itulah yang akan membawa tawa ditengah kesibukan yang
membebani. Sejauh yang kita lewati bahkan banyak hal-hal konyol yang akan mungkin membuat
kita tertawa sendiri saat mengingatnya. Saat itu kita tidak pernah merasakan bahwa satu hari
terlewat. Satu tanggal di dalam kalender sudah berlalu. Waktu terus berjalan. Kita terus tumbuh
bertambah dewasa. Terus menapaki jalan bersama-sama untuk menuju masa depan. Tahukan
engkau bahwa ternyata masa depan itu yang nantinya akan memisahkan kita? Tahukah engkau
meskipun kita berjalan bersama, pada akhirnya kita akan melepas gandengan tangan kita?
Karena sebenarnya tujuan kita tidak pernah benar-benar sama. Apakah engkau mulai menyadari?
Bahwa saat itu semakin dekat. Berhari-hari telah terlewat. Ribuan tanggal dalam kalender sudah
berlalu. Waktu terus berlalu tidak bersedia menunggu. Tapi saat itu tetap semakin dekat. Saat
kita akan berpisah. Saat kewajiban menuntut ilmu yang justru mempersatukan kita sudah
berakhir. Ketika sadar akan berpisah, pada akhirnya kita juga baru akan mulai menyadari kalau
kita telah banyak membuang waktu. Bahwa seharusnya kita lebih banyak lagi bersama. Lebih
banyak lagi berlibur bersama. Lebih banyak lagi mengambil foto bersama. Lebih banyak lagi
saling mengolok-olok dan mungkin bahkan lebih banyak lagi saling bertengkar. Bersamamu aku
tidak pernah merasa bosan. Bersamamu rasanya jatuh tidak pernah benar-benar menyakitkan.
Bersamamu sedihku akan terasa lebih ringan. Bersamamu waktu tersulit akan tetap
menyenangkan. Kini, apakah aku harus mengucapkan selamat tinggal? Ataukah aku bisa
mengucapkan sampai jumpa kembali? Perlahan tapi pasti kita harus saling melepaskan.
Bolehkah aku berpesan kepadamu? Meskipun kita tidak lagi bersama bisakah kau sisakan sedikit
ruang di dalam memorimu? Untuk bisa kusinggahi agar kau tetap mengingatku. Sesekali di
tengah rutinitas barumu bisakah kau kirimkan pesan untukku? Agar aku tahu kau baik-baik saja.
Bisakah kau luangkan waktu untuk sesekali melihat foto-foto kita jaman dahulu? Agar kau ingat
seberapa cupunya kita dulu dan bahwa kini kita telah tumbuh dewasa dan banyak melalui banyak
hal bersama. Terima kasih untuk telah memegang pundakku saat aku putus asa. Terima kasih
untuk telah merengkuh tanganku disaat aku hampir saja terjatuh. Terima kasih untuk telah
mengabulkan setiap permintaan saat aku berada dalam tanggal dimana aku dilahirkan. Terima
kasih untuk tidak pernah meninggalkan aku sendirian. Terima kasih, meskipun rasanya sejuta
ucapan terima kasih tidak cukup mewakili. Sebanyak apapun teman barumu nanti, ingatlah
bahwa aku juga masih sahabatmu dimanapun aku dan kau berada. Berjanjilah padaku untuk tetap
menjaga pertemanan kita sejauh apapun masa depan memisahkan kita. Berjanjilah sampai
jantung tak sanggup lagi memompa darah ke seluruh tubuh. Karena berteman adalah untuk
menjadi tua bersama, bukan untuk menjadi sejarah bahwa kita pernah bersama. Berjanjilah
bahwa ini bukan hanya sekedar janji yang dapat menyublim menjadi gas karena terpapar oleh
waktu.

Anda mungkin juga menyukai