Anda di halaman 1dari 22

Mengenai CATATAN RINDU

Ini adalah sebuah peristiwa yang aku tuangkan dalam


bentuk tulisan, kenapa aku menulis? Mungkin karena aku tak
pandai mengingat, maka dari itu aku menulis untuk
mengekspresikan peristiwa yang aku alami. Menulis adalah
sebuah kegiatan yang yang cukup menyehatkan, untuk
tangan misalnya itu sangat baik, dan dengan menulis kita
akan memberi pandangan kita hari ini untuk mereka yang
hidup dimasa depan. Tidak ada kata rugi berekspresi dengan
goresan sebuah tinta dari situ semua peristiwa yang kita
alami akan terlihat lebih indah. Berpikir keras tetap perlu
karena menuangkan kehidupan nyata dalam bentuk tulisan,
dan semua itu harus berkorelasi.

Aku ingin lupa itu yang aku rasakan suatu saat


setelah kamu memilih sebuah kata pergi untuk mengakhiri
suatu peristiwa apik yang pernah kita jalani skenarionya.
Menjauh, ya pergi menjauh dari kehidupanku yang aku tak

1
pernah menginginkan itu. Aku mulai menulis karena merasa
sudah terlalu banyak tulisan yang berserakan di arsip
facebook, instagram, twiter, blogspot dan lainya. Ide demi
ide aku tuangkan secara spontan di pelbagai jejaring sosial
dan terunggah begitu saja, tanpa tertinggal satu pun
diperangkatku. Berangkat dari sana Aku mencoba menggali
dalam-dalam berandaku, mengumpulkan sepotong demi
sepotong yang pernah aku tulis disana. Mungkin semuanya
terlihat seperti curhatan, tapi itulah cara untuk
mengekspresikan diri yang paling mudah, biar kalian
menilainya dari sudut pandang kalian. Aku tak bisa
mengingat semuanya sendiri dengan detail maka dari itu
sebelum lupa akan semuanya aku membuat tulisan ini. Suatu
waktu jika saat aku lupa dan inginku mengenang kisah kasih
bersamamu aku bisa membukanya kapanpun aku mau.

Sampai pada suatu masa, aku mendapat sebuah


gagasan. Membuat ceritaku menjadi rangkaian kisah-kisah
panjang yang saling berkorelasi, Aku tambah dengan kisah-
kisah baru kupadu padan dan sekalian aku hilangkan bagian-
bagian yang tak perlu ada. Akhirnya , kumpulan pemikiran
dan perasaan itu menjadi rangkaian cerita yang bisa
dinnikmati sebagai satu-kesatuan, sekaligus sebagai karya
yang saling berhubungan di tiap bab nya. Belum begitu sulit
aku membuatnya karena kejadian ini belum lama
berlangsung, tak jarang aku juga mendatangi tempat-tempat
yang dulu “aku” dan “kamu” pernah ada disana untuk
sekedar mencari sebuah inspirasi kata karena kamus kataku
serasa belum cukup.

2
Dan pada akhirnya “Catatan Rindu” terpilih sebagai
judul kisah yang pernah aku alami ada “kamu dan “dia”
disana, cukup mewakili seiap titik titik peristiwa dalam tulisan
ini, mulai dari pertemuan, perjodohan, sandiwara yang kita
pernah jalani, kenyataan, patah hati, hingga pengikhlasan.
Semua tersusun secara kronologis kejadian yang ada. Di saat
yang sama ‘Catatan Rindu’ mewakili seluruh tulisanku di
dunia maya selama bertahun-tahun dan menjadikan sebuah
tulisan ini.

Jika sebuah untuk mengingat harus memerlukan


ruang khusus, ‘Catatan Rindu’ adalah jawabanya, yang dapat
dinikmati dikala senggang dapat mengisi dikala bosan dan
mungkin menambah sebuah wawasan dari segi apapun.
Terima kasih dan selamat membaca.

3
Dari sebuah catatan rindu aku mengadu,
tentang rasa yang tak kunjung bersatu.
Mungkin kamu hanyalah datang sebagai tamu,
bukan sebagai kasih seperti yang pernah aku gugu, atau
mungkin kita memang sudah tidak sejalan.
Lantas apa yang aku sesalkan atas rindu yang menggumpal?
Dan lagi aku tak bisa memintamu pulang,
hanya bertahan menunggu lupa yang tak kunjung datang.

●● ●● ●●●● ●

4
5
TATAPAN RAGU
Kali Pertama

Ini kisahku yang bermula dari ketidaksengajaan yang


menumbuhkan perasaan nyaman. Aku hanya sebuah anak
rantau dari kota sebelah yang mencari bahan untuk modal
mengejar misi kehidupan, dan tinggal di tempat kerabatku
disana aku merasa ada semuanya, ada oksigen, air, tanah dan
sebagainya. Kala itu aku yang belum tau menau tentang
sebuah makna cinta tidak sengaja telah dihadapkan pada
suatu keadaan dimana seorang yang aku sebut “Dia”
mempunyai rasa padaku, saat pertemuan pertama kami yang
akupun tak tau jelasnya kapan pertemuan itu berlangsung. Ya
memang dalam sebuah hidup ada kejadian yang kadang kita
tidak pernah terpikirkan. Hanya sebuah rasa heran
bercampur penasaran yang mengelilingi otakku, aku bimbang
harus aku sambut dengan cara apa rasa dari orang yang tidak
pernah aku tau sebelumnya.

6
Salah duga, Ponsel berdering dan pikirku itu adalah
sebuah salam kenal dari dia yang mendapat nomor dari
seorang karibku, Ternyata salah, itu pesan singkat dari
seorang yang aku sebut “Kamu” mengajak bertemu sebagai
kawan baik dia untuk sebuah rencana mempertemukanku
dalam sebuah acara. Pertemuan yang bukan kemauanku, tapi
mau tak mau aku mengiyakan untuk menghargai setiap
usahanya. Sebuah usaha yang tak aku yakini akan
keberhasilannya karena tanpa ada kemauan dari semua
orang terlibat termasuk aku.

Sore yang cukup riang dengan langit biru yang


cemerlang menjadi tanda, waktu itu lari menjadi pilihanku
sebelum kamu memutuskan akan menemuiku ditempat yang
sesederhana itu dengan membawa semua rencana yang
telah kamu buat kamu susun sendiri ataukah ada pihak lain
yang sepemikiran denganmu, aku tak tau. Peluh membasahi
seluruh tubuhku sembari menunggu kehadiran seorang yang
akupun tak pernah tau juga sebelumnya sampai berubah
menjadi dingin, titik koordinat telah didapatkan dan kamu
terlihat menhampiriku dengan sedikit senyum kecil yang
sampai detik ini masih meracuni sebagian pikirku, ya racun
yang tak pernah aku temui penawarnya.

Sedikit canggung itu yang terjadi saat seorang kamu


berbincang dengan menatapku, tak bisa dipungkiri aku yang
tak berani melihatmu selalu menjadi bahan ejekanmu sore
itu lebih epatnya kode untukku agar mau menatapmu.
Dengan kamu sedikit memaksa aku mencoba memandang
matamu dan benar tak sengaja tatapanku ternyata

7
menembus sebagian dimensi dipikiranmu, dimensi yang dari
awal tak aku inginkan adanya telah muncul seketika itu.
Sebuah obrolan yang niat awalnya membahas sebuah
rencana berubah dan bertambah tema-tema lainya, itu
membuatku sedikit larut dan mulai memahami sebagian dari
karaktermu mulai dari cara bicara hinga bahasa tubuhmu
yang menunjukan perasaan biasa saat bertatapan dengan
orang baru berbeda denganku.

Aku sempat terbesit sebuah pikir yang mana


bertanya-tanya apakah kamu memang butuh seorang teman
berbincang apa kamu seperti ini pada semua orang??? Kamu
tak perlu menjawab karena aku belum butuh waktu itu, tak
begitu berasa senja sudah berubah semakin layu
menandakan obrolan kita akan berakhir sampai disini dimana
semakin aku nyaman denganmu, aku yang awalnya canggung
merasa takut obrolan macam ini tidak bisa berlanjut
dikemudian hari, tapi ahh entahlah toh kamu juga
menemuiku mungkin karena melancarkan rencana yang kau
buat itu dan aku sudah mencium bau-bau perjodohanku
dengan dia. Bagaimana mungkin berniat menjodohkan dua
mahluk yang salah satu tidak mengetahui lawan jenis yang
akan dijodohkan? Sedangkan pada tatapan pertamamu aku
sudah merasakan sedikit goncangan pada sebagian
perasaanku.

Dan sebuah kalimat “ayo pulang” darimu


membuatku enggan beranjak dari kursi panjang tempat kita
berdua duduk mengobral cerita yang mengundang tawa
meskipun sedikit malu, mungkin karena ini tahap awal

8
bertemu. kamu mulai beranjak dari tempatmu duduk dan
aku mulai berharap untuk kamu bisa duduk kembali dilain
waktu denganku meskipun ditempat yang sesederhana ini,
kamu menjauh sembari menggingatkanku tentang hari kapan
rencana itu akan direalisasikan. Aku ingat betul perbincangan
pertama kita mulai dari team bola favorit yang sama sampai
keinginan memiliki mobil yang sama tanpa ada perjanjian
sebelumnya, positif saja mungkin hanya sebuah kebetuan.

Sepulang dari tempat itu aku masih merasa biasa saja


beda kali saat ditempat kejadian perkara, rutinitasku pun
berjalan seperti biasanya seakan tak pernah ada yang spesial
hari itu hanya ucapan terima kasihmu yang aku baca dilayar
ponselku dan aku tak membalasnya karena aku tak pernah
ingin rasa yang lebih itu tumbuh. Berawal dari itu malam
panjang yang biasanya hanya aku habiskan dengan hal-hal
yang berbau kesendirian berubah arah saat setiap ponselku
berdering yang berawal dari rencana berubah menjadi
obrolan biasa, aku akui belum ada sedikit rasa untukmu dan
untuk dia waktu itu mengingat kalian berdua adalah teman.

9
●● ●● ●●●● ●

“Dari sebuah pertemuan kita akan belajar menerima, dan


belajar bahwa menerima bukan berarti harus memiliki.
Sebuah obrolan nyaman belum menjadi penentu suatu
hubungan terciptakan.”

●● ●● ●●●● ●

10
11
AKU MULAI MENYELAMI
RASAMU
Kali Kedua

Malam itu pun datang sebuah ajakan mesra seolah


berdalih membicarakan kembali rencana mempertemuanku
dengan dia, namun menurutku sebenarnya kau hanya ingin
ditemani dan didengar olehku yang masih merasa canggung
menatap berbicara atau bahkan untuk berjalan denganmu.
Pada hari itu aku yang sudah sampai dirumah terbius kamu
untuk datang memenuhi ajakan itu, aku khawatir rasa yang
sebatas menghargai usaha berubah menjadi sesuatu hal yang
beda, pasti kalian tau maksudku bukan?. Waktu itu aku
mencoba peruntungan kalau saja aku bisa sejalan denganmu
maka aku tidak akan tertarik dengan siapapun lagi selain
dirimu, tanpa memikirkan ada seorang dia di lain sisi.

12
Pertemuan kedua ditempat yang sama dengan segala
keramaian muda mudi waktu itu cuckup membuat aku
semakin yakin bahwa kamu tidak hanya sekedar berbincang
soal rencana, tapi untuk hal yang lebih dari itu hanya saja kita
sebagai manusia sebenarnya tidak bisa memvonis perasaan
seseorang yang baru beberapa hari kenal. Ada bermacam
rasa takut yang menyelimuti waktu itu, takut pertemuan kita
akan terekspose dan menjadi bahan perbincangan teman
yang menyadarinya, takut akan berjalan dengan cara
beriringan ataupun duduk berdampingan denganmu. Kamu
menghubungi bertanya di mana, bertanda jarak kita semakin
dekat dan benar kau menemuiku dengan menenteng sebuah
coklat dingin yang sengaja untuk menambah tinta-tinta
dilukisan kenangan saat kamu tidak dapat menemuiku lagi
suatu saat nanti, itu pikiran terburuk saat itu yang tak
pernah aku harapkan terjadi adanya.

Aku tak perduli tak ada yang tau tentang ini, tapi aku
yakin semesta pernah menjadi saksi dan mengakui
keberadaan kita malam itu. Seasik mungkin seriang mungkin
mengubur dalam rasa malu dan takutku untuk menyambut
kedatanganmu dan akan membuatmu merasa terhibur
dengan caraku sendiri.

Derap kaki mulai menjalankan perannya saat aku


terangkat dari bangku panjang dari kesendirian dan berjalan
seiring denganmu, tatapan demi tatapan kamu lemparkan
padaku seolah itu tanda yang aku tidak tau artinya sampai
tangan dinginmu dengan sengaja menjamah tanganku untuk
menggandengnya. Mungkin memang salah waktu itu aku

13
yang masih remaja dengan segala pikiran labil ku, aku
menjadi seorang yang sangat naif awalnya berpikir takut
karena tanpa ada suatu hubungan yang mendasari
pertemuan kita yang tak lebih dari seorang asing yang baru
bertemu dan selanjutnya berpikiran bahwa ini merupakan
bagian dari sebuah kedekatan, namun yang terpenting aku
harus mencoba tetap terlihat biasa tanpa ada pikir yang
berkeliaran diotakku.

Duduk dibangku ditepian taman menjadi tujuan


akhirmu setelah lelah berjalan menyusuri malam dengan aku
yang belum tau posisiku jadi apa di sini, malam itu rasaku
semakin menjadi jadi aku takut rasa ini akan sepihak,
memberontak tanpa ada yang melerainya. Tatapan dinginmu
mulai mengajakku keruang dimana kita dapat bercanda
tertawa lepas tanpa memperdulikan seseorang disekitar kita.
Benar-benar menjadi yang tak terlupakan obrolan malam
yang menghantarkanku pada fantasi untuk merajut asa
dengan seorang kamu yang baru beberapa hari aku kenal dan
aku akan mencoba mengakhiri masa pencarianku di kamu.
Mungkin semua orang akan berpikir sama denganku saat
bertemu denganmu, wajahmu mempunyai pesona tersendiri
yang akan menjerat setiap orang yang menatapmu.

Gelap malam dengan temaram lampu taman


memperjelas rasa yang tidak pernah aku hiraukan
sebelumnya, kepalamu bersandar dibahuku malam itu.
Ingatkah kau tentang bahu ini? Ahh mungkin tidak, kamu
terlalu pelupa untuk mengingat kejadian itu, akupun tidak
menaruh harapan besar kamu akan mengingatnya. Dan kata

14
“aku ngantuk” menjadi sebuah tanda untuk ajakan pulang,
aku mencoba memahaminya, tapi apa yang kamu katakan
seolah ingin berlama-lama duduk denganku dan aku tidak
pernah menyangka kau akan mengatakannya. Mungkin
kalian tak akan mengira hal yang aku idamkan kemarin sore
itu terjadi dan busur rasa telah mengenaiku tepat pada
sasaranya.

Pada dasarnya setiap rasa pasti ada konsekuensinya


tinggal kuat atau tidaknya kalian menghadapinya, aku
mengantarmu pulang sampai kamu masuk dan mengucapkan
“sampai bertemu besok”, perlu kalian tahu bahwa yang di
maksud besok ada rencana yang telah disusunnya di
realisasikan dan aku hanya mengiyakan tanpa bercakap
panjang karena bimbang niat awal dan kenyataan kini sudah
tak sejalan. Gelisah, gelisah dan gelisah menjadi penghantar
tidurku yang tak lain memikirkan apa yang akan terjadi esok
dan tanpa sadar pikiran-pikiran itu telah berhasil membuat
aku tumbang.

15
●● ●● ●●●● ●

“Ingatkah kau tentang bahu ini? Kepalamu pernah bersandar


lirih dengan segala pengaduan yang kau alami, suara
sendumu masih terngiang jelas digendang telingaku.”

●● ●● ●●●● ●

16
17
KATAMU BAHAGIA ITU
SEDERHANA
Kali Ketiga

Mentari dari ufuk timur mulai menampakkan


seringainya menyusup disela jendela kamarku sembari
mengingatkan tentang sebuah pertemuan pada hari itu,
bukan dia tapi kamu yang pagi-pagi sudah membuat
ponselku bernada nada dan ending dari obrolan singkat,
kurang jelas, dan padat adalah sebuah tanda bahwa aku
harus membawakan sarapan pagi ketempatmu aku paham
betul apa maksud pagi itu. Aku masih mencoba untuk
bersikap biasa karena mengingat niatan awal adalah demi
kawanmu, ditempatmu aku singgah membawa sebungkus
harapan yang kamu pesan melalui kode kode singkat,
menunggu dan menunggu itu sangat jenuh sekali akhirnya
kamu pun keluar dengan mata sayu menandakan kamu baru
bangun dari tidur setelah membangunkanku tadi pagi.

18
Dengan melihatmu aku enggan untuk makan pagi itu.
Senyum dan sapaan lembutmu cukup untuk mengisi
lambungku, aku hanya butuh minum dan untuk itu hanya
bisa dengan cara meminta tolong kepadamu. Sedikit banyak
waktu bercanda menjadi ciri khas utama kita sebelum
akhirnya kamu merubah segalannya.

Sebuah kabar singkat seorang dia akan tiba di


tempatmu, rasa gugup bercampur bingung apa yang harus di
lakukan aku takut saat bersamanya aku tidak senyaman saat
denganmu. Waktu telah tiba dengan kebingungan yang
menjadi mahkota dikepalaku aku, kamu dan dia berangkat
menuju sebuah tempat yang sama sekali tak pernah aku
datangi sebelumnya, ya sebuah pantai dengan pasir
putihnya. Mencoba merelakan aku untuk bisa dekat dengan
kawanmu, aku akui kamu sangat hebat bersandiwara seakan
kamu tak pernah ada rasa padaku aku tau itu, menyibukkan
diri dengan berfoto ria tidak akan melepas pandanganmu
sepenuhnya padaku. Aku yang hanya berjalan menyusuri
pantai dengan obrolan-obrolan kaku yang tak seasik dirimu
menyambutku pertama kali, mungkin perbandingan ini
memiliki dasar tertentu.

Sebuah ketidaksengajaan gambar yang membuatmu


sedikit tersenyum dan selalu berkata “bahagia itu sederhana”
adalah foto yang diambil temanmu menunjukkan aku terlihat
seperti mengandeng mesra kedua tanganmu. Sementara dia
hanya membelakangiku, ingin rasanya terulang kembali
melihatmu tersenyum akupun senang. Dan benar firasatku
tentang kenyamanan itu kamu memenangkanya, tapi aku

19
tidak bisa menempatkan posisiku saat itu peranku terlalu
berat untuk dijalankan. Sampai akhirnya kamu berbisik pelan
kepadaku “sakit” awalnya aku tak mengerti maksud dari
katamu dan setelah aku telaah dalam dalam, boom!!! aku
meledak sikap biasaku telah kamu tumpas habis dan diriku
dipenuhi segala pikir untuk memilih antara kamu dan dia,
tapi dengan segala pasti kamu akan memenangkanku
semesta pasti mendukungmu.

Memang hidup adalah soal pilihan tapi tak jarang


soal itu berubah menjadi isian, dan aku ingin mengisikan
namamu dalam soal itu. Tapi entahlah waktu itu aku tidak
cukup nyali untuk memilih ataupun mengisi, setiba aku
dikamar tempatku menikmati kesendirian yang aku ingat
hanya kalimatmu bahwa bahagia itu sederhana, Kamu
menghubungiku memecah fantasi yang baru aku bangun
tentangmu. Lagi lagi hanya sebuah kata sakit yang keluar dari
mulutmu, aku pecah karena harus dihadapkan pada sebuah
pilihan yang tak seharusnya aku berhak memilih. Aku merasa
sangat hina kala itu disukai dua orang yang berteman baik
dan aku harus memilih salah satu dari mereka. Dan kalian tau
apa yang aku katakan, hanya sebuah pilihan untuk menjauh
dari keduanya dan membangun sebuah tembok penghalang
yang seakan akan mereka tak pernah hadir dikehidupanku.

Sekat demi sekat telah aku bangun untuk


menghalanggi rasaku terhadapmu yang pernah terbangun,
mungkin belum waktunya ‘kita’ ada sehingga semesta
memberikan jeda untuk itu. Aku yang ceroboh selalu
mengiyakan apapun katamu, kurang berani dalam

20
menggungkapkan rasa pada awalnya dan menjadi sok biasa
saat bersamamu. Atas segala pertimbangan aku akan
membuat keputusan yang menurutku baik untuk kamu
waktu itu.

Aku memintamu untuk tidak menghubungiku lagi


tapi aku tidak meminta dirinya, mungkin cara agar aku
terbebas dari sebuah kasus yang menjeratku adalah
semacam itu, aku tidak sendiri dalam mengambil sebuah
keputusan itu karena sebelumnya aku telah meminta nasihat
dari kawan kawan yang sempat aku tanyai. Saat itu aku
berpikir lebih baik membunuh rasaku sendiri daripada harus
menyakiti salah seorang dari kamu ataupun dia, sial
ekspektasiku diawal terlalu berlebihan sehingga akibat yang
ditimbulkan juga lumayan.

21
●● ●● ●●●● ●

“Bahagia itu sederhana, sesederhana aku mendambamu tapi


tak kunjung temu, Sesederhana aku memilihmu tapi tak
dapat memilikimu, cinta memang suka memberi kejutan.”

●● ●● ●●●● ●

22

Anda mungkin juga menyukai