Rincian arti dan makna lambang yang tertera pada badge Perisai-Diri (versi Bapak
Pengasuh Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo, Surabaya, 2 Juli 1955) :
b. Manusia bersikap tangan kiri dan kanan sejajar / bunga sepasang dengan kepala
menunduk maknanya :
Kita selalu ingat sebagai umat dan di bawah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dengan
tekun menuju cita-cita Kebenaran serta berusaha mencapai Keluhuran Budi sebagai
manusia dengan memohon berkah kepada Yang Maha Suci.
Lambang ini merupakan tujuan pokok Perisai-Diri. Tujuan utama pendiri Keluarga
Silat Nasional Indonesia Perisai-Diri - Pengasuh kita Bapak Raden Mas Soebandiman
Dirdjoatmodjo, yakni pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani serta
berbudi luhur.
Manusia putih atau berbaju putih tanpa muka maknanya, Keluarga Perisai-Diri
seyogyanya memiliki hati yang suci/bersih, sebagaimana putihnya warna seragam.
Tanpa muka, artinya tidak menonjolkan "aku/ego"nya, ia tidak egois, tidak serakah dan
tidak sombong, lebih mendahulukan kepentingan orang lain dari pada dirinya sendiri.
Muka yang menunduk diartikan, selalu ingat untuk menginstrospeksi dirinya. Harus
selalu sadar akan eksistensi Diri dan Tuhannya. Setiap saat selalu ingat dan sujud
kepada Tuhannya. Harus selalu waspada terhadap kelengahan dirinya. Itulah sebabnya
murid Perisai-Diri yang telah menerima "Kerohanian Perisai-Diri" atau "Olah Batin
Perisai-Diri" diwajibkan untuk selalu membersihkan dirinya. Sulit bagi seseorang harus
menjaga kebersihan batin, karena alat kontrol masih abstrak baginya. Oleh sebab itu,
diajarkan kepadanya apa-apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan setiap saat, antara
lain :
- Tidak berbohong.
- Tidak melanggar pagar ayu.
- Tidak menyakiti orang lain (dan makhluk lain).
- Tidak mencuri.
- Harus menepati janji.
- Apabila niat ada baik, harus dilaksanakan.
ARTI DAN MAKNA LAMBANG PERISAI-DIRI 2
( Kode Etik Perisai-Diri )
c. Bunga Sepasang :
I. Mencipta dan menggali ilmu pencak silat yang bermutu tinggi sebagai Pembelaan
Diri Nasional.
II. Mengembangkan pencak-silat ke seluruh pelosok tanah air / dunia tanpa perbedaan
apa pun.
Makna sayap dapat diambil dari ungkapan "melebarkan sayap" dapat pula diartikan
sebagai alat untuk terbang. Artinya para keluarga Perisai-Diri wajib melestarikan dan
mengembangkan mutu teknik Silat Perisai-Diri dengan sebaik-baiknya dan berupaya
meluaskan jangkauan wilayah keberadaan Silat Perisai-Diri. Pengertian terbang berarti
menjangkau ke luar dari wilayah asalnya. Sedapat mungkin disebarluaskan ke seluruh
dunia sesuai dengan bunyi alinea kelima Mukadimah Anggaran Dasar Keluarga Silat
Nasional Indonesia "PERISAI-DIRI", sebagai berikut :
"...Bahwa oleh karena itu, Silat Nasional Indonesia "Perisai-Diri" sebagai beladiri yang
sesuai dengan kepribadian bangsa harus dikembangkan dan disebarluaskan ke seluruh
pelosok tanah air dan ke seluruh dunia, ..."
Makna segi delapan pada badge tanda tingkat PERISAI-DIRI diartikan, bahwa keluarga
PERISAI-DIRI yang mempelajari silat harus mengerti adanya 8 (delapan) penjuru arah/angin
dari titik tempatnya berada. Kemungkinan arah serangan terhadap dirinya secara wajar, hanya
dari delapan penjuru saja. Hal ini terjadi apabila seseorang itu ada, karena tanpa dia penjuru
pun tidak ada. Demikian pula kemungkinan bila ia akan bergerak, kemungkinan terbanyak
hanya ada delapan penjuru saja. Makna dari arah serangan dan gerak hindaran ini
menunjukkan, bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan adanya manusia dan segala
masalah di sekitarnya, sudah ditentukan oleh Yang Maha Mengatur. Sudah terarah sesuai
kehendak dan rahasia-Nya. Manusia tinggal memilih jalan mana yang akan dipilihnya dan
pilihannya itu merupakan sesuatu yang kelak harus dipertanggungjawabkan.
Kita dapat belajar, bahwa dari arah mana pun masalah itu datang selalu mempunyai jawaban.
Cepat atau lambat dalam menjawab persoalan itu, tergantung dari perilaku kita sehari-hari.
Makin banyak kita berbuat baik dan manfaat bagi lingkungan di sekitar kita, makin banyak
pula kemungkinan bagi kita memperoleh jawaban untuk mengatasinya, dengan catatan : kita
wajib selalu ingat kepada Yang Maha Kuasa. Ingat berarti kita pernah “melihat”-Nya.
Beliaulah yang mengatur alam semesta dengan segala permasalahannya, sehingga pasti hanya
Beliau pulalah yang mengetahui jalan lurus dalam mencapainya, yakni jalan paling dekat dan
paling mudah sebagai penyelesaiannya.
Makna lambang itu apabila diterjemahkan - sesuai dengan kutipan dari Buku Pegangan
Untuk Melatih - menjadi sebagai berikut :
- Lingkaran Rantai melambangkan kesatupaduan dalam kekeluargaan Perisai-Diri.
- Bintang Lima melambangkan Hidup, Kesetiaan, Keteguhan, Keikhlasan dan Kesucian.
- Warna Merah melambangkan ksatria yang memiliki semangat pantang mundur dan militan.
- Warna Kuning Mas melambangkan keluhuran budi.
- Warna Hijau melambangkan keyakinan diri.
- Warna Hitam melambangkan kesentausaan.
ARTI DAN MAKNA LAMBANG PERISAI-DIRI 6
( Kode Etik Perisai-Diri )
Hakekatnya, perilaku yang tak nampak oleh mata, hanya Tuhan yang bisa menilainya.
Permohonan dengan bahasa sendiri dapat mencapai hasil yang lebih baik dan sempurna, justru
karena semua itu terletak pada izin Tuhan semata.
Di dalam agama Islam ada suatu ayat yang bila diterjemahkan secara bebas, berbunyi
sebagai berikut : Tuhan berfirman "Jadilah!, lalu jadi!", maka terjadilah apa yang
direncanakan-Nya. Kesimpulan ayat ini : segala niat baik itu bisa "menjadi" dengan
persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri bagi hamba-Nya.
"Kode etik" Perisai-Diri berpangkal dari "kebersihan hati"nya sendiri. Semua ini
membuat pikiran dan hatinya lebih terbuka, bahwa Perisai-Diri bukanlah sekadar wadah tempat
belajar memukul dan menendang saja. Lebih dari itu, Perisai-Diri merupakan salah satu
jawaban dalam upaya manusia meningkatkan mutu kepribadiannya, meningkatkan kualitas
rohani yang kelak membentuknya menjadi manusia baru, yakni manusia sejati yang sehat
jasmani dan rohani. Manusia yang benar-benar kenal siapa dirinya dan siapa Khaliknya.
Manusia baru yang utuh lahir dan batin. Manusia yang selalu berusaha tanpa putus asa, namun
rela menerima segala sesuatu yang menimpa dirinya secara wajar, karena ia sadar, bahwa
semua ini ada yang mengatur. Dengan segala usaha dan doa ia berusaha mencapai apa yang
diinginkannya, namun di balik semua itu, ia pasrah penuh kepada kehendak Tuhannya.
2. Bagaikan Bumi, ia bersifat sabar luar biasa dan dapat mendukung beban seberat apa
pun. Walau pun diinjak-injak ia mampu menanggung bebannya.
3. Hatinya luas bagaikan samudra, ia mampu menampung segala permasalahan baik itu
yang nampak “bersih” maupun “kotor”. Ia mampu menetralisirnya. Ia memiliki sifat
Pasrah dan Menerima (nerimo) segala cobaan yang luar biasa. Seolah-olah, apabila ia
dipukul pun ia mampu mengucapkan terima kasih kepada yang memukulnya.
d. Suwita.
Seorang yang berpredikat Suwita, memiliki 1 sifat utama, yakni : pasrah sumarah.
Ia pasrah total kepada kehendak Yang Maha Kuasa dan Maha Suci. Ibaratnya apabila
diminta nyawanya pun akan diserahkan demi kebaikan seluruh umat. Dalam kepasrahan
totalnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, apa pun yang dialaminya diterimanya dengan
rasa ikhlas. Senang dan susah tidak menjadi perhatiannya lagi. Baginya sama saja, semua
peristiwa di dunia ini baik yang terkait langsung dengan pribadinya mau pun di dunia luar
diyakininya ada yang mengaturnya. Oleh sebab itu, apapun yang terjadi hanya diamatinya
dengan seksama penuh kearifan. Tidak ada lagi prasangka buruk terhadap orang lain, betapa
pun perlakuan buruk yang diterimanya. Ia tidak pernah marah lagi, semua peristiwa telah
diterimanya dengan ikhlas. Hanya Yang Maha Sucilah yang menjadi tujuan utamanya tidak
kepada yang lain.
---ooo PD ooo---
Limonu Katili
Pendekar Kuning Emas
DKI-Jakarta