Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan beragama di Indonesia secara yuridis mempunyai landasan yang
kuat sebagai mana termaktub dalam dasar negara maupun Undang-Undang Dasar 1945.
Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung prinsip bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsayang beragamaatau bukan negarayang berdasarkan agama
tertentu dan bukan pula suatunegara sekuler yang memisahkan agama dengan urusan
negara. Indonesia memiliki falsafah negara Pancasila yang mengakui tentang
Ketuhanan. Oleh karena Pancasila sebagai dasar negara dan merupakan sumber dari
segala sumber hukum, maka apapun aturan atau hukum yang terbentuk harus mengacu
pada nilai-nilai Pancasila. Berdasarkan pada Pasal 29 UUD 1945 beserta tafsirnya
tersebut, pemerintah berkewajiban mengatur kehidupan beragama di Indonesia..
Bentuk keikutsertaan pemerintah dalam persoalan agama adalah dengan adanya
pengakuan terhadap beberapa agama di Indonesia.Pengakuanini muncul dalam bentuk
keluarnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.477/74054/1978 yang antara lain
menyebutkan: Agama yang diakui pemerintah, yaitu Islam, Katolik, Kristen/Protestan,
Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu. Karena hal tersebut, maka kelompok kami membuat
makalah dengan judul “Peranan dan Kedudukan Agama-Agama Berdasarkan Pancasila
dan UUD NKRI 145” untuk mengetahui lebih dalam mengenai Agama dan Pancasila

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kedudukan agama-agama berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa?
2. Apa saja tugas negara terhadap agama-agama di Indonesia?
3. Bagaimana interaksi antara Pancasila da agama-agama di Indonesia?
4. Apa nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam praktek kehidupan bernegara di
Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan agama-agama berdasarkan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Untuk mengetahui apa saja tugas negara terhadap agama-agama di Indonesia
3. Untuk mengetahui bagaimana interaksi antara Pancasila da agama-agama di
Indonesia
4. Untuk mengetahui apa nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam praktek
kehidupan bernegara di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Agama-agama Bedasarkan Sila Ketuhanan yang Maha Esa

Berdasarkan pokok pikiran yang terkandung dalam asas Ketuhanan dalam sila 1
(kesatu) Pancasila dan pembukaan UUD NRI 1945, mewajibkan pemerintah dan
penyelenggaraan negara untuk memegang budi pekerti yang luhur. Peraturan
perundang-undangan dan putusan-putusan Kebebasan hakim dalam urusan
keagamaan wajib menghormati dan memperhatikan kaidah imperatif Pancasila,
terutama sila 1 (kesatu) tiang pancang keberadaan agama-agama berasaskan
Ketuhanan. Sila pertama Pancasila mengandung arti negara berdasarkan Ketuhanan,
dan menjamin kemerdekaan dan kebebasan beragama bagi tiap-tiap pemeluknya.

Dapat disimpulkan pula, bahwa kedudukan agama dan keberagamaan, serta


pengakuan dan perlindungan hukum terhadap kebebasan beragama di Indonesia
memperoleh jaminan pengakuan dan perlindungan hukum oleh negara sepanjang
tunduk dan mengikuti Konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Adapun
mengenai bagaimana politik hukum pemerintah terhadap agama dan keberagamaan
ke depan harus lebih responsif serta meningkatkan kajian-kajian tentang agama dan
keagamaan agar penduduk Indonesia dapat menjalankan aktifitas keberagamaannya
dengan bebas sesuai Konsitusi dan peraturan perundang-undangan, demi
meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Agama harus mampu
memberi kontribusi bagi kemajuan bangsa, tidak hanya sekedar kebutuhan
privat primordial tetapi juga memberi peran utama yang menghidupkan ruh dari
falsafah Pancasila itu sendiri.

2.2 Tugas Negara terhadap Agama-Agama di Indonesia


Secara konstitusional, lahirnya tanggung jawab negara dalam menjamin
kebebasan beragama merupakan konsekuensi yuridis dari ketentuan Pasal 29 UUD
1945 yang menjamin kemerdekaan dari setiap penduduk Indonesia untuk memeluk
agama masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya
itu. Menurut Yusril Ihza Mahendra ketentuan Pasal 29 UUD 1945 tersebut dari aspek
teologi keagamaan, kebebasan memeluk dan menjalankan agama itu bersifat transeden
yang bersumber dari Tuhan.
Indonesia merupakan Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang
berarti, secara prinsip bangsa Indonesia tidak lain dan tidak bukan ialah bangsa yang
beragama walaupun demikian Indonesia bukan negara agama. Negara memberikan
jaminan dan perlindungan bagi hidup dan berkembangnya agama dalam negara, dan
para penganut agama berhak untuk sebebas-bebasnya melaksanakan dan
mengembangkan agamanya sesuai dengan kepercayaan yang dianut.
Bentuk kewajiban negara dalam memberikan perlindungan, penghormatan,
serta pemenuhan bagi kemerdekaan beragama dan berkepercayaaan akan tercapai
dengan memberikan jaminan dan perlindungan bagi warga Negara dalam kemerdekaan
beragama. Disisi lain juga perlunya memberikan pelayanan dan bimbingan bagi warga
Negara dalam beragama, serta melakukan pengawasan terhadap adanya aliran-lairan
kepercayaan dan agama yang dapat membahayakan masyarakat, negara dan bangsa.
Pemerintah dengan otoritas yang dimilikinya dapat melakukan pencegahan atas
penyalahgunaan atau penodaan agama sehingga terwujudnya keamanan dan ketertiban
masyarakat.
Negara juga harus mencegah tindakan main hakim sendiri yang banya merebak
dalam masyarakat. Pemidanaan perlu dilakukan kepada pihak-pihak yang melakukan
kekerasan terhadap pemeluk agama yang dianggap menyimpang oleh masyarakat. Hal
ini dianggap perlu untuk mencegah terjadinya konflik horizontal antara pemeluk agama
yang hal ini dapat mengganggu stabilitas Negara dan berpotensi mengancam integritas
bangsa. Negara juga perlu memasukan dalam kurikulum pendidikan tentang ajaran
pluralisme untuk memperluas wawasan kebangsaan terutama pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan.
Dari aspek legislasi, bentuk tanggung jawab negara dalam memberikan
kebebasan beragama dapat dilakukan dengan membuat aturan hukum dan kebijakan
untuk menciptakan rasa aman dan tentram bagi masyarakat dalam melaksanakan
ibadah, agama dan keyakinannya. Ini merupakan amanat hukum dan HAM, yaitu
bahwa negara mempunyai kewajiban pokok terhadap hak asasi warga negara yaitu:
melindungi (to protect), memenuhi (to fulfill) dan menghormati (to respect) hak asasi
warga negara, dimana hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan turut di
dalamnya.
2.3 Interaksi Antara Pancasila dan Agama-Agama di Indonesia

Agama dan Pancasila memiliki kesamaan fungsi, yaitu sebagai nilai dan alat
untuk mencapai kesejahteraan lahir batin masyarakat. Tidak berlebihan kalau
diibaratkan roda kanan dan kiri sebuah kendaraan. Fungsi roda tersebut sama sebagai
penggerak badan kendaraan untuk menempuh satu tujuan tertentu, namun perannya
yang berbeda. Agama berperan sebagai perekat sosial dan pembina ruhani, sedangkan
Pancasila berperan sebagai pedoman (ideologi) bernegara. Agama adalah rumah besar
yang menyajikan tata kelola mental, spiritual dan seluruh sendi kehidupan manusia,
sedangkan Pancasila adalah rumah besar ragam agama anak bangsa, menyajikan tata
kelola negara supaya terarah pada sasaran. Antara agama dan Pancasila telah terjadi
saling dukung dan saling menguatkan. Pancasila mengakui agama dan juga agama
mengapresiasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila memberi ruang yang luas bagi agama.
Nilai ketuhanan yang terkandung dalam Pancasila adalah inti ajaran agama. Sementara
itu agama menilai positif pada isi Pancasila karena tidak bertentangan dengan doktrin
agama.

Indonesia sebagai negara Pancasila juga memfasilitasi dan mengakomodasi


penyelenggaraan aktivitas keagamaan setiap warga negara, serta pada saat yang sama
tetap menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk menjalankan keyakinan serta
kepercayaannya masing-masing, tanpa ditentukan oleh Negara. Maka, Pancasila sama
sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama mana pun. Bahkan Pancasila dapat
dianggap sebagai jalan tengah yang mampu mengakomodasi nilai-nilai agama untuk
diterjemahkan dalam konteks bernegara dan dapat dikatakan bahwa pengaruh agama
sangat kuat mewarnai rumusan berbagai isi perundang-undangan, peraturan, serta
regulasi-regulasi turunannya di Indonesia.

Ada beberapa interaksi atau hubungan antara beragama dan berpancasila.

1. Pancasila jangan ditarik menjadi agama, tetaplah pada perannya. Juga agama
jangan ditarik menjadi ideologi terbatas, sebab akan menimbulkan bias konsep.
Aslinya, sebuah ideologi dirumuskan dalam suatu negara untuk tujuan tertentu,
sedangkan agama dibentuk untuk tujuan tanpa batas. Ideologi yang dirumuskan
oleh manusia tidak bisa diminta pertanggungjawaban untuk mengurus
komitmen ruhani, karena di luar nalarnya. Juga sebaliknya, ketika agama
diminta pertanggungjawabannya untuk tujuan atau kepentingan terbatas, ia
akan mengalami bias konsep. Kepentingan jangka pendek atau yang bersifat
sementara akan dipersepsi sebagai kepentingan abadi dan sejati, ketika agama
ditarik secara paksa menjadi ideologi tujuan tertentu. Oleh sebab itu, agama
dapat ditarik untuk perbandingan cara pandang bukan untuk sebuah taktis-
ideologis. Sebagai perbandingan cara pandang, agama bisa dibawa masuk ke
ranah ekonomi, politik, pendidikan, dan budaya yang menghasilkan warna dan
kekhasan.
2. Pancasila sebagai ideologi, pada tingkat makro dapat disandingkan dengan
ideologi lainnya, seperti kapitalisme, komunisme, sosialisme dan ideologi
lainnya. Oleh sebab itu, tidak perlu ada tawaran ideologi alternatif lagi untuk
menggantikan Pancasila, lebih-lebih tawaran ideologi yang rentan. Kita sudah
sepakat bahwa Pancasila sudah final sebagai ideologi negara. Konsep haluan
bernegara kita sudah benar dengan adanya Pancasila.
3. Pancasila sebagai ideologi negara tidak perlu diutak-atik lagi. Sudah sangat
ideal dan sarat makna untuk berbangsa dan bernegara. Boleh saja kita diskusi
ideologi alternatif, karena kita berada di negara demokrasi dan menjamin
kebebasan berpendapat. Namun, Pancasila sudah sangat mewadahi gagasan-
gagasan ideologi alternatif tersebut. Unsur agama terbawa, budaya sudah
terwadahi, persatuan, keadilan, kemanusiaan dan kerakyatan serta unsur-unsur
modernitas terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, Pancasila merupakan
platform ideologi yang ideal.

Janganlah membenturkan Pancasila dengan penyimpangan perilaku. Lalu ditarik


secara paksa bahwa seolah-olah Pancasila tidak bermakna dalam proses berbangsa dan
bernegara. Sampai kiamat pun penyimpangan perilaku akan terus terjadi, karena
penghuni dunia ini, khususnya negeri kita, adalah manusia asli, bukan malaikat atau
manusia setengah dewa, yang memiliki potensi alami untuk menjadi baik dan tidak
baik. Tapi, ini bukan artinya toleransi dan rasionalisasi untuk melegalkan
penyimpangan perilaku. Tetap saja Setiap penyimpangan perilaku harus kita usahakan
untuk dieliminasi dan dibatasi ruang geraknya. Namun, yang dimaksud adalah bahwa
tidak bisa mengambinghitamkan Pancasila hanya gara-gara masih terdapat
penyimpangan perilaku dalam berbangsa dan bernegara, terutama oleh para pemegang
kekuasaan di negeri ini pada berbagai level dan berbagai sektor.
Agama dan Pancasila sudah harmoni makna, apabila alat ukur yang digunakan
bukan kepentingan tertentu dan terbatas. Dengan kepentingan tertentu hal yang sudah
jelas duduk perkaranya menjadi abu-abu. Pancasila dan agama yang jelas-jelas sudah
sangat harmoni menjadi tidak jelas dan konflik. Seolah-olah Pancasila di satu lembah
dan agama di lembah lain yang tidak pernah terjadi komunikasi substansi. Jadi,
kepentingan tertentu yang menjadikan bias persepsi kita. Substansi bernegara yang
ideal sudah terkandung di dalam Pancasila, dan secara objektif merupakan turunan
ajaran agama.

2.4 Nilai-Nilai yang Harus Dikembangkan Dalam Praktek Kehidupan Bernegara di


Indonesia

Nilai berarti sesuatu yang ideal, merupakan sesuatu yang dicita-citakan,


diharapkan dan menjadi keharusan, yang berfungsi mendorong, mengarahkan sikap
dan perilaku manusia. Nilai yang terkandung dalam Pancasila bersifat universal, yang
diperjuangkan oleh hampir semua bangsa-bangsa di dunia. Nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila memiliki daya tahan dan kemampuan untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup
bangsa perlu diimplementasikan untuk membangkitkan karakter bangsa yang semakin
menurun. Nilai-nilai karakter bangsa yang bersumber dari dan mengakar dalam
budaya bangsa Indonesia, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
berwujud atau mewujudkan diri secara statik menjadi dasar negara, ideologi nasional
dan jati diri bangsa, sedangkan secara dinamik menjadi semangat kebangsaan.

Sebagai dasar negara nilai-nilai karakter bangsa tersebut melandasi segala


kegiatan pemerintahan negara, baik dalam pengelolaan pemerintahan negara maupun
dalam membangun hubungan dengan negara-negara lain. Nilai-nilai karakter bangsa
dalam hal ini juga menjadi etika bagi penyelenggara negara. Sebagai jati diri bangsa,
nilai tersebut berwujud menjadi sikap dan perilaku yang nampak pada atau
ditunjukkan oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Misalnya, bagaimana seseorang bangsa Indonesia harus bersikap dan
berperilaku dalam kebersamaan sebagai anggota masyarakat, bagaimana ia harus
bersikap dan berperilaku sebagai komponen bangsa, serta bagaimana ia harus bersikap
dan berperilaku sebagai warga negara Indonesia.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan nilai karakter dalam
kehidupan berbangsa teridentifikasi sejumlah nilai sebagai berikut:

1. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat di percaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku
etnis, sikap, pandapat, dan tindakan orang lain yang berbeda darinya.
4. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sunggguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk meng hasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas.
8. Demokrasi: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa ingin tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan
didengar.
10. Semangat kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa, diatas kepentingan kelompok taupun
individu.
11. Cinta tanah air : Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat / komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul,dan bekerjasama dengan orang lain.
14. Cinta damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebijakan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-
upaya untuk memperbaiki kerusakana alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memeberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnyya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Ayu, dan Rifdan. 2014. PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEWARGANEGARAAN


DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PRAMUKA DI SMA NEGERI 1 KAHU
KABUPATEN BONE. Jurnal Tomalebbi, 1(3), 21-22.

Ruslan, Heri. 2020. Harmonisasi Agama dan Pancasila. URL :


https://www.republika.co.id/berita/qc1s68469/harmonisasi-agama-dan-pancasila.
Diakses pada tanggal 07 Mei 2022.

Budiyono. Hubungan Negara dan Agama dalam Negara Pancasila. URL :


https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/view/305/265. Diakses pada tanggal
07 Mei 2022.

Anda mungkin juga menyukai