Anda di halaman 1dari 32

Cover

i
VISI MISI PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN 2020-2024

VISI
“Menghasilkan Ners Yang Unggul Dalam Bidang Asuhan Keperawatan Medical
Bedah Menuju Global Tahun 2024”
MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang unggul dan berkualitas
dalam bidang asuhan keperawatan medikal bedah dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi bidang keperawatan
2. Menyelenggarakan penelitiankeperawatan berbasis IPTEK yang berfokus
pada masalah keperawatan medikal bedah dan dampaknya terhadap kesehatan
3. Melaksanakan dan mengembangkan pengabdian di bidang keperawatan
kepada masyarakat dengan memanfaatkan hasil penelitian di bidang asuhan
keperawatan medikal bedah

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR VERIFIKASI

iii
Keterangan
No Item
YA TIDAK

1 Cover    
2 Visi Misi    
3 Lembar Pengesahan    
4 Daftar Isi    
5 Materi Sesuai Bahan Kajian    

iv
Pemeriksa
Kaprodi Sarjana Terapan Keperawatan

Ns. Hermansyah,S.Kep.,M.Kep

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, Modul
Praktikum Mata Kuliah Patologi dapat diselesaikan.

Penyusunan Modul Praktikum ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam mencapai
kompetensi yang telah ditetapkan sehingga setelah menempuh mata kuliah praktik ini
mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampikan mengenai Patologi Kesehatan
pada individu, keluarga dan kelompok/komunitas.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan Modul Praktikum Mata Kuliah ini.
v
Bengkulu, 01 Juni 2020

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................................i
VISI MISI PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN
PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN.......................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................................iii
LEMBAR VERIFIKASI..............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR...................................................................................................................v
DAFTAR ISI.................................................................................................................................vi
PRATIKUM I.................................................................................................................................1
A. KONSEP PATOLOGI UMUM.........................................................................................1

vi
PRATIKUM II...............................................................................................................................2
B. PATOLOGI SISTEM SARAF PUSAT............................................................................2
Praktikum 1................................................................................................................................2
Praktikum 2................................................................................................................................2
c. Respon Motorik :................................................................................................................3
PRATIKUM III.............................................................................................................................8
A. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH KAPILER DAN VENA UNTUK
PEMERIKSAAN LABORATORIUM.....................................................................................8
PRAKTIKUM IV.........................................................................................................................13
A. MENGUKUR KADAR HEMOGLOBIN.......................................................................13
1. ALAT-ALAT & REAGEN.............................................................................................13
2. PROSEDUR KERJA........................................................................................................13
B. MENGHITUNG JUMLAH SEL DARAH (Eritrosit, Leukosit, Trombosit)..............14
PRATIKUM V.............................................................................................................................16
A. PEMERIKSAAN FISIK............................................................................................16
B. PEMERIKSAAN SEDIMEN...........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19

vii
PRATIKUM I

A. KONSEP PATOLOGI UMUM


Berikan contoh masing-‐masing 1 contoh penyakit
1. Penyakit Herediter
2. Penyakit Kongenital
3. Penyakit Toksik
4. Penyakit Infeksi
5. Penyakit Traumatik
6. Penyakit Degeneratif
7. Penyakit Imunologik
8. Penyakit Neoplastik
9. Penyakit Gizi
10. Penyakit Metabolik
11. Penyakit Psikogenik
12. Penyakit Idiopatik

Petunjuk Praktikum
a. Untuk membantu anda dalam mengerjakan soal diatas silakan pelajari
kembali materi patologi umum
b. Masing-‐masing contoh penyakit dapat ditemukan di
ICD 10
c. Kode ICD 10 harap dicantumkan

1
PRATIKUM II

B. PATOLOGI SISTEM SARAF PUSAT

Praktikum 1
Mahasiswa menyusun penjelasan informasi satu penyakit di sistem saraf
pusat untuk mudah dipahami oleh masyarakat dalam hal penyebab, proses
penyakit, gejala, dan pencegahan penyakit
Petunjuk Praktikum
Untuk membantu anda dalam mengerjakan soal diatas anda dapat
mengumpulkan bahan sebagai bahan referensi maksimal dalam 5 tahun
terakhir
b. Beberapa buku acuan, misalnya
 Kowalak, Welsh, Mayer. Buku Ajar Patofisiologi. 2017.
USA:: Lippincott Williams & Wilkins
 Price SA, Wilson LM. Patophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processess. 5th edition. Mosby
 Kumar, Abbas, Aster. Robbins Basic Pathology. 9th edition.
Elsevier Kowalak, Welsh, Mayer. Buku Ajar Patofisiologi.
2017. USA
 Mansjoer,dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. 2016. Media
Aeskulapius FKUI
 Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Gajah
Mada University Press
c. Jurnal penelitian

Praktikum 2
Mahasiswa dapat lebih memahami beberapa pemeriksaan fisik yang
dilakukan pada sistem saraf pusat
a. Pemeriksaan tingkat kesadaran
Glasgow Coma Scale : GCS

2
 Nilai terbaik adalah 15 , nilai terendah
adalah 3
 Koma = nilai kurang atau sama dengan 7
 Penilaian atas 3 aspek :
a. Respon membuka mata
 nilai 4 : Spontan membuka mata
 nilai 3 : Membuka mata bila
mendengar suara
 nilai 2 : Membuka mata dengan
sensasi nyeri
 nilai 1 : Tidak membuka mata
terhadap semua rangsangan
b. Respon Bicara
 Nilai 5 : Orientasi baik
 Nilai 4 : Bingung , bisa
membentuk kalimat tetapi
artinya kacau
 Nilai 3 : Mengerti, bisa menyusun kata tetapi
tidak dapat mengucapkan kata/kalimat
 Nilai 2 : Bisa mengeluarkan kata
yang tidak mempunyai arti
 Nilai 1 : Tidak dapat mengeluarkan kata-‐kata dan
pengertian tidak ada
c. Respon Motorik :
 Nilai 6 : Menurut perintah
 Nilai 5 : Dapat melokasi
rangsangan sensorik di kulit
 Nilai 4 : Menolak rangsangan nyeri pada anggota
gerak badan bawah ( withdrawal)

3
 Nilai 3 : Menjauhi rangsangan
nyeri / Fleksi
 Nilai 2 : Ekstensi spontan
 Nilai 1 : Tidak ada gerakan
Skor GCS = nilai respon membuka mata+ respon
bicara + respon motoric
Contoh soal:
Seorang pria usia 70 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS dengan
kondisi mata tertutup walaupun dipanggil dan membuka mata jika
ditepuk berulang kali oleh keluarganya, dan hanya menyahut sepatah
kata tetapi tidak menjawab pertanyaan keluaganya. Tangannya
berusaha menghindari rangsangan nyeri yang diberikan. Hitunglah skor
kesadaran (Glasgow coma scale) pasien tersebut

b. Pemeriksaan motorik 5 skala motorik


• 0 = tidak ada kontraksi sama sekali
• 1= gerakan kontraksi yang sangat
lemah
• 2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat untuk
melawan tahanan atau gravitasi
• 3= cukup kuat untuk mengatasi
gravitasi
• 4= cukup kuat tetapi bukan kekuatan
penuh
• 5= kekuatan kontraksi penuh

c. Pemeriksaan kaku kuduk


 Meningitis menyebabkan spasme leher dan nyeri yang
bertambah berat bila selaput otak meregang
 Fleksi kepala dengan menyentuhkan dagu ke dada, akan
menimbulkan nyeri hebat pada meningitis
 Kadang-‐kadang gerakan leher dihambat oleh spasme hebat pada

4
otot-‐oto leher
 Spasme dapat demikian hebat sehingga bila anda berusaha
menundukkan kepala ke depan, seluruh tubuh akan terangakat
dari tempat tidur
 Tindakan ini akan meregangkan selaput otak sehingga
menyebabkan nyeri jika terdapat peradangan

d. Pemeriksaan kaku kuduk


 Meningitis menyebabkan spasme leher dan nyeri yang
bertambah berat bila selaput otak meregang
 Fleksi kepala dengan menyentuhkan dagu ke dada, akan
menimbulkan nyeri hebat pada meningitis
 Kadang-‐kadang gerakan leher dihambat oleh spasme hebat pada
otot-‐oto leher
 Spasme dapat demikian hebat sehingga bila anda berusaha
menundukkan kepala ke depan, seluruh tubuh akan terangakat
dari tempat tidur
 Tindakan ini akan meregangkan selaput otak sehingga
menyebabkan nyeri jika terdapat peradangan

b. Pengertian berbagai gangguan gerakan di sistem saraf pusat (Tipe


Hiperkinesia)
Akatisia
• Manifestasi :
• Berkisar dari 5 gerakan kompulsif ringan (biasanya pada
tungkai) hingga gerakan tak terkendali yang hebat
• Sebagian gerakan bersifat volunter disertai kemampuan
Balismus
• Manifestasi:
• Gerakan ekstremitas yang hebat, liar, stereotipik,
dan menyerupai gerakan melontar
• Terdapat ketika pasien dalam
keadaan terjaga atau tidur
• Biasanya terjadi hanya pada
satu sisi tubuh
• Mekanisme: cedera pada nukleus subtalamikus yang
menimbulkan inhibisi pada nukleus tersebut

Khorea
• Manifestasi:
• Kontraksi yang acak, ireguler, involunter, dan cepat
[ada kelompok otot tertentu
• Nonrepetitif
• Berkurang dengan istirahat
dan hilang pada saat tidur
• Meningkat pada saat mengalami stres emosi atau
ketika berupaya melakukan gerakan volunter
• Mekanisme: konsentrasi yang berlebihan atau
peningkatan sensitivitas terhadap dopamin di dalam ganglia
basalis

Hiperaktivitas

6
• Manifestasi:
• Aktivitas yang lama,
menyeluruh, dan meningkat
• Terutama bersifat involunter
• Perubahan yang berkesinambungan pada postur
tubuh atau pelaksanaan aktivitas sederhana secara
berlebihan pada saat yang tidak tepat
• Mekanisme: cedera pada lobus
frontalis dan sistem aktivasi retikuler

Tremor
• Tremor intensional serebelum
• Manifestasi : tremor yang terjadi sekunder karena
melakukan gerakan dan paling hebat ketika
mendekati akhir gerakan
• Mekanisme: kesalahan pada umpan-‐balik dari
gerakan perifer dan gerakan bertujuan yang
disebabkan oleh penyakit pada nukleus dentatus
serta pedunkulus serebelli superior
• Tremor parkinson
• Manifestasi : Kontraksi fleksi dan ekstensi yang
teratur, berirama, dan lambat. Terutama mengenai
persendian metakapofalangeal dan pergelangan
tangan, menghilang ketika melakukan gerakan
volunter
• Mekanisme: Gangguan pada efek inhibisi dopamin
dalam ganglia basalis
Mioklonus
• Manifestasi:
• Kontraksi seperti terkena arus
listrik
• Gerakan ekstremitas seperti
sedang melempar
• Kejadiannya bersifat acak
• Terpicu jika dikagetkan
• Terdapat bahkan pada saat
sedang tidur
• Mekanisme : inhibisi sistem saraf dan pelepasan muatan
neuron yang spontan dalam korteks serebri, serebelum,

7
RAS serta medula spinalis

PRATIKUM III

A. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH KAPILER DAN VENA UNTUK


PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Pengambilan Sample Darah


Untuk kebutuhan pemeriksaan hematologik, sampel
darah dapat diperoleh melalui 2 cara yaitu:

a) Cara Langsung
Biasanya untuk pemeriksaan Faal hemostasis

b) Cara Tidak Langsung

8
Melihat dari jumlah sampel darah yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan, lokasi
pengambilan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

a) Bila jumlah sampel darah yang dibutuhkan sedikit


maka sampel darah diambil dari pembuluh darah
kapiler.
b) Bila jumlah sampel darah yang dibutuhkan > 0,5
ml maka, sampel darah diambil dari pembuluh
darah vena.
2. Pengambilan Sample Darah Kapiler
a. Lokasi
Lokasi pengambilan yang dipilih untuk maksud ini
adalah:

1) Ujung jari tangan (3 atau 4)


2) Cuping daun telinga
3) Ibu jari kaki atau tumit (pada bayi)
Alat-Alat

Alat yang dipakai untuk melakukan tusukan disebut blood


lancet.Bentuknya bermacam-macam, tetapi yang terbaik
tentunya disposible lancet (lancet sekali pakai). Alat ini
harus steril dan tajam serta daya tusuknya mempunyai
kedalaman tertentu ( 3 mm).

1. Sebelum melakukan penusukan, keadaan setempat perlu diperhatikan dengan seksama


terhadap adanya,
a. Bekas-bekas luka (cicatrix)

9
b.Tanda-tanda peradangan
c. Dermatitis atau edema, dll.
2. Keadaan ini merupakan indikasi kontra untuk pengambilan di tempat itu. Juga perlu
diperhatikan keadaan tangan penderita yang pucat, sianosis perlu dipijat-pijat dahulu
dan digosok-gosok atau direndam di dalam air hangat agar peredaran darahnya menjadi
lancar/lebih baik
3. Penusukan pada ujung jari sebaiknya dilakukan pada tepinya, oleh karena di daerah ini
persyarafan sedikit sehingga rasa nyeri berkurang.
4. Penusukan pada cuping daun telinga pada umumnya tidak begitu nyeri dibandingkan
dengan penusukan pada ujung jari dan penusukan harus dilakukan pada tepinya juga.
Bahwa perdarahan bila terjadi di daerah cuping daun telinga sulit dihentikan.
5. Oleh karena itu bila sudah diduga pasien menderita penyakit gangguan perdarahan,
sebaiknya penudukan tidak dilakukan di cuping daun telinga.
6. Apabila pasien yang akan “dikerjain” takut, berilah penjelasan sebelumnya tentang apa
yang akan dilakukan dan manfaatnya, sehingga pasien menjadi kooperatif.
Prosedur Kerja

 Tempat yang akan ditusuk harus didesinfeksi


dahulu dengan alkohol 70% atau desinfektan
lainnya, lalu biarkan kering.
 Kulit setempat ditegangkan dengan memijat
antara dua jari.
 Lakukan penusukan. Penusukan hendaknya
dilakukan dengan cepat tetapi tepat, sehingga
terjadi luka yang dalamnya sekitar 3 mm.
 Tetesan darah pertama hapus dengan kapas
kering dan bersih, karena darah ini sangat
mungkin masih bercampur dengan alkohol.
 Gunakanlah tetesan darah berikutnya sebagai
sampel darah untuk pemeriksaan.
Kendala

1. Apabila kulit disekitarnya tidak kering (basah oleh alkohol atau keringat) maka,
pengambilan sampel darah akan menjadi sulit oleh karena darah segera akan
menyebar dan sampel darah ini tidak boleh dipakai, oleh karena sudah tercampur

10
bahan-bahan lain.
2. Apabila di tempat penusukan tidak baik atau penusukan kurang dalam maka,
darah yang keluar kurang lancar. Usaha melancarkan keluarnya darah melalui
pemijatan tidak dibenarkan oleh karena sampel darah yang didapat sudah
bercampur dengan cairan jaringan, sehingga terjadi pengenceran  akibatnya pada
pemeriksaan seperti pengukuran kadar Hb ataupun penghitungan jumlah sel darah
akan didapat hasil yang lebih rendah.

3. Pengambilan Sample Darah vena


Lokasi

Pada umumnya semua vena yang cukup besar


dan lokasinya superficial (dipermukaan) dapat
digunakan untuk pengambilan sampel darah.Tetapi
pada prakteknya yang sering digunakan adalah vena di
daerah fossa cubiti terutama vena mediana cubiti.Pada
anak-anak yang kecil atau bayi, kalau perlu maka
sampel darah dapat diambil dari vena jugularis externa,
vena femoralis, dan bahkan dari sinus sagitalis superior.

Alat-Alat

1. Syringe (semprit dan jarum)


Semprit, harus bersih, dan kering. Syarat steril tidak mutlak
kecuali, sampel darah untuk biakan. Besarnya semprit
tergantung pada jumlah sampel darah yang dibutuhkan.

 Jarum yang digunakan pada umumnya


adalah jarum NO. 2 (ukuran Eropa) atau
Gage 18-21 (ukuran USA). Pada anak-anak
yang kecil dan bayi dapat digunakan jarum
yang lebih kecil (wing needle – jarum
bersayap) oleh karena kecilnya vena pada
anak-anak atau bayi tersebut.

11
 Pada saai ini sudah banyak dijumpai
disposible spuit yang bersih, kering, dan
steril yang hanya sekali pakai. Juga ada alat
yang disebut vacutainer, yaitu alat
pengambilan sampel darah yang berupa
tabung dengan tutup karet dimana ruang di
dalam tabung hampa udara.

2. Torniquete (pembendung)
Torniquete dapat diganti dengan alat lain seperti
slang plastik (bekas infus), yang penting
fungsinya sebagai alat pembendung.

3. Botol (tempat penampung Sampel Darah)


 Syarat, botol harus bersih, kering, dan mempunyai tutup.
 Volume botol tidak boleh terlalu besar untuk jumlah sampel darah yang
akan ditampung.
 Botol diisi antikoagulan atau tidak, tergantung kebutuhan jenis
pemeriksaan, tetapi antara botol yang berisi antikoagulan dan tidak
harus dipisahkan
Prosedur Kerja
1. Torniquete dipasang pada lengan atas pasien.
2. Sekitar daerah vena yang akan ditusuk
didesinfeksi dengan alkohol 70% atau
desinfektan lainnya, lalu biarkan kering.
3. Vena difiksasi dengan menegangkan kulit pada
bagian distal dari vena tersebut dengan
pertolongan ibu jari kiri.
4. Dengan lubang jarum menghadap ke atas, vena
ditusukkan pelan-pelan. Bila ujung jarum telah

12
masuk ke dalam vena, maka akan dirasakan
tekanan yang tiba-tiba berkurang. Vena yang
besar dapat langsung, sedangkan vena yang
agak kecil lebih baik jarum dimasukkan dahulu
diantara kulit dan vena lalu baru menembus
vena.
5. Bila berhasil segera akan terlihat darah
memasuki semprit dan pengambilan
dilanjutkan denganmenarik toraknya pelan-
pelan sampai didapatkan jumlah darah yang
diinginkan.
6. Torniquete dilepas.
7. Sepotong kapas steril ditempelkan pada luka
tempat penusukan, lalu jarum dikeluarkan
pelan-pelan.
8. Pasien diminta untuk meneruskan menekan
sepotong kapas tadi selama 1 – 2 menit sambil
mengangkat lengannya ke atas.
9. Jarum dilepaskan dari semprit lalu sampel
darah dimasukkan pelan-pelan ke dalam botol
yang telah disediakan supaya tidak timbul buih.
Sebaiknya darah dialirkan melalui dinding
botol waktu menuangnya Bila menggunakan
antikoagulan maka segera botol penampung
dikocok pelan-pelan supaya darah bercampur
baik dengan antikoagulan.

13
PRAKTIKUM IV

A. MENGUKUR KADAR HEMOGLOBIN


Hemoglobin (Hb) darah dengan HCl 0,1N akan
berubah menjadi asam hematin. Kemudian kadar
asam hematin ini diukur dengan
membandingkan warnanya dengan warna standar
secara visual.

14
1. ALAT-ALAT & REAGEN
Hemometer Sahli-Adams, terdiri dari
 Warna standar
 Tabung hemometer dengan skala dalam g%
dan % dari normal
 Pipet Sahli yang mempunyai volume 20 cmm
 Pengaduk dari glas
 Pipet
 Larutan HCl 0,1N
 Aquades
2. PROSEDUR KERJA
a. Tabung hemometer diisi dengan larutan HCl
0,1N sampai tanda 2 g%.
b. Sampel darah dihisap dengan pipet Sahli
sampai tanda 20 cmm.
c. Bagian ujung luar pipet dibersihkan dengan
kertas saring.
d. Darah segera ditiup dengan hati-hati ke dalam
larutan Hcl 0,1N dalam tabung hemometer
tanpa menimbulkan gelembung udara.
e. Pipet dibilas dengan cara meniup dan
menghisap HCl 0,1N yang ada dalam tabung
hemometer beberapa kali. Juga bagian luar
pipet Sahli dibilas beberapa kali dengan
beberapa tetes larutan HCl 0,1N atau aquades.
f. Tunggu 10 menit, memberi kesempatan
terbentuknya asam hematin (95%).
g. Asam hematin ini kemudian diencerkan dengan
aquades tetes demi tetes sambil diaduk sampai
didapatkan warna yang warna standard.
h. Meniskus larutan dibaca dan dinyatakan dalam
g% (g/dl).
3. Nilai Rujukan
♂ Laki-laki : 13,5 – 18,0 g/dl

♀ Perempuan : 12,0 – 16,0 g/dl

15
B. MENGHITUNG JUMLAH SEL DARAH (Eritrosit, Leukosit, Trombosit)
Darah diencerkan serta diwarna dengan larutan
tertentu, lalu sel- sel darah dihitung dalam kamar
hitung dibawah mikroskop.
1. Alat-Alat & Reagen
a. Hemocytometer dengan pipet
pengencer Thoma ( skala E : 0,5 – 101;
L : 0,5 – 11; T : 0,5 – 101 )
b. Mikroskop
c. ( Objective : E : 45X; L : 10X; T : 45X )
d. Reagen

 Eritrosit : Larutan Hayem dengan komposisi sebagai


berikut, HgCl2......................................0,25
NaCl.....................................................
NaSO4...................................................
Aquades ad..........................................

 Leukosit : Larutan Turk dengan komposisi sebagai


berikut, Glacial acetic acid.........................3 ml
Gentian violet 1% (w/v).............................
Aquades................................................

 Trombosit : Larutan Rees Ecker dengan komposisi


sebagai berikut,
Sodium citrat..........................................
Brillian crecyl blue....................................

Aquades.......................................

2. Prosedur Kerja

16
a. Kamar hitung Improved Neubauer disiapkan di
glas penutup.
b. Hisap sampel darah dengan pipet pengencer Thoma
Tanda 0,5 (E, L, T), kemudian disusul dengan larutan
pengencer,
🢩 larutan Hayem sampai dengan
tanda 101  (E),
🢩 larutan Turk sampai dengan
tanda 11  (L),
🢩 larutan Rees Ecker sampai
dengan tanda 101  (T).
c. Kocok pipet pengencer (dengan
membentuk angka 8).
d.Tiga tetes pertama dibuang, kemudian kamar hitung
diisi dengan tetesan beri-kutnya secukupnya.
e. Biarkan beberapa menit agar sel
mengendap.
f. Lakukan penghitungan sel dalam kamar hitung 4
persegi pada kotak-kotak dengan kode,
g. ABCDE :  Eritrosit
h. 1,2,3,4 :  Lekosit, : 
Trombosit (lihat gambar )
i. Jumlah Eritrosit = 10.000
N/cmm
j. Jumlah Leukosit =50 N/cmm Jumlah Trombosit
=500 N/cmm
3. Prosedur Kerja

E L T
R E R
I U O
T K M
R O B
O S O
S I S
I T I
T ( T
( (
X
X X
1

17
1 0 1
0 3 0
6 / 3

/ u /
u l u
l l
)
) )
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
4 4 4 1
, , , 5
6 2 5 0

– – 1 4
1 4
6 5 , 0
, , 0
2 4

PRATIKUM V

A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Bau
Urine yang baru, pada umumnya tidak begitu berbau
keras.Baunya disebut psing, disebabkan oleh asam-asam yang

18
mudah menguap. Bau dapat dipengaruhi oleh makanan maupun
minuman. Apabila urine dibiarkan lama maka akan berbau
amonia, oleh karena terjadi pemecahan ureum. Aceton memberi
bau manis sedangkan kuman-kuman memberi bau busuk pada
urine.

2. Warna
Dalam keadaan normal urine berwarna
kuning muda yang disebabkan oleh karena adanya
urochrome.Perubahan non patologik pada umumnya
disebabkan oleh bahan- bahan atau obat-obatan yang
dimakan.(Sebutkan perubahan-perubahan warna yang
dapat terjadi pada urine, baik yang bersifat fisiologik
maupun yang patologik)

3. Buih
Bila urine dikocok akan timbul buih berwarna putih. Buih
berwarna kuning dapat disebabkan oleh,pigmen empedu
(bilirubin) phenylazodiamino-pyridine

4. Kekeruhan
Urine yang baru dan normal pada umumnya jernih.
Kekeruhan yang timbul pada umumnya dapat disebabkan
oleh karena,

1 Fosfa 2 Urat
. t . amo
amor rf
f
- -
warn war
anya nan
putih ya
kuni
ng
cokl
at
- -
hilan hila
g bila ng

19
diber bila
i dipa
asam nas
kan
- -
terda terd
pat apat
pada pad
urine a
yang urin
alkalis e
yan
g
asam
3 Darah : merah sampai coklat

4 Pus : seperti susu tetapi,


jernih setelah disaring
5 Kuman-kuman: pada umumnya tetap keruh setelah
disaring/dipusingkan.
Pada urethritis terlihat benang-benang
halus.

5. Volume
Pada praktikum ini pengukuran volume tidak
dikerjakan. Orang dewasa normal produksi urine per 24
jam adalah sekitar 1,5 Jumlah ini sangat bervariasi yakni
tergantung pada,luas permukaan tubuh pemakaian cairan
kelembaban udara atau penguapan.

B. PEMERIKSAAN SEDIMEN
1. Prinsip
Putarlah sejumlah urine dengan kecepatan rendah, lalu
periksa endapan (sedimen) yang terbentuk di bawah
mikroskop.

2. Alat-alat dan Reagen


a. Tabung reaksi
b. Objek glas
c. Glas penutup
d. Mikroskop

20
e. Centrifuge (+ tabung centrifuge)
f. Sampel urine

3. Prosedur Kerja
a. Tuangkan sejumlah 8 ml sampel urine ke dalam sebuah tabung centrifuge
b. Pusingkan pada kecepatan rendah selama 5 menit
(agar tidak merusak bentukan-bentukan tertentu)
c. Kemudian buang supernatannya
(decantheer sehingga tersisa lebih kurang 0,5 ml)
d. Kocok lagi biar homogen, ambil 1 tetes dan taruh di atas glas objek, tutup dengan glas
penutup
e. Amati di bawah mikroskop dengan posisi mendatar Pengamatan dilakukan dengan sinar
lemah,
f. turunkan kondensor
g. diafragma agak tertutup

4. Interpretasi
a. Dengan objektif 10X
 Periksa seluruh lapangan pandang secara sepintas lalu
selanjutnya diperhatikan apabila ditemukan adanya
kristal- kristal dan torak.
 Hitung jumlahnya perlapangan pandang kecil (/lpk).

b. Dengan objektif 45X

1) Perhatikan dan hitunglah


perlapangan pandang besar bentukan-
bentukan yang lain
2) Jumlah torak dilaporkan rata-
ratanya perlapangan pandang kecil (/lpk).
 Jumlah rata-rata eritrosit dan lekosit dilaporkan

21
perlapangan pandang besar (/lpb).
 Unsur-unsur sedimen yang
kurang bermakna cukup dilaporkan
dengan tanda

+  a
, d
a
+  b
+ a
, n
y
a
k
+  b
+ a
+ n
, y
a
k

s
22
e
k
a
l
i
Gambar Sel Leukosit

DAFTAR PUSTAKA
Afida, MA. 2005. Pemeriksaan Hitung Jenis menggunakan Sediaan Apus Buffy coat pada
Penderita Leukopenia. Karya Ilmiah. Program Pendidikan Dokter Spesialis I
(PPDS I) Bagian Patologi Klinik FK UNDIP / RS Dr. Kariadi, Semarang.

Arif, M. 2015. Penuntun Praktikum Hematologi. Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar.

Agilatun, F. 2007. Hubungan antara Jumlah Leukosit dengan Kejadian Syok pada
Penderita Demam Berdarah Dengue Dewasa di RSUP DR. Kariadi
Semarang. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Univesitas
Diponegoro, Semarang.

Bain BJ, Lewis SM, Bates I. 2006. Basic Haematological Techniques. In : Lewis SM,
Bain BJ, Bates I eds. Dacie and Lewis - Practical Haematology. 10th ed.
Churchill Livingstone. London

Budiwiyono, I. 1995. Prinsip Pemeriksaan Preparat Apus Darah Tepi. Dalam : Imam
BW, Purwanto AP ed. Workshop Hematologi III Keganasan Hematologik.
Pembacaan Preparat Darah Hapus (Workshop Hematologi III). Bagian
Patologi Klinik FK UNDIP. Semarang. Hal.19-26.
Chairlan, Lestari E. Pedoman Teknik Dasar untuk
Laboratorium Kesehatan. Ed 2.

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Dalimoenthe, NZ. 2002. Penilaian Sediaan Hapus Darah Tepi dan Sumsum Tulang.
Dalam: Kursus Penyegar Pemeriksaan Morfologi Sediaan Hapus Darah Tepi
dan Sumsum Tulang. Bagian Patologi Klinik FK UNPAD, Bandung.

23
Fischbach, FT. 2009. A Manual of Laboratory
Diagnostic Tests. 8 Ed. Lippincott.

Philadelphia.

Freud M, Hecner F, Dany F alih bahasa. 2012. Atlas Hematologi. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Gandasoebrata, R. 2011. Penuntun Laboratorium Klinik.
Dian Rakyat. Jakarta. Hoffbrand AV, Pettit JE and Moss
PAH. 2005. Essensial Haematology. 4. Ed,

Blackwell Science, Ltd. Oxford.

Kee, JL. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.Alih bahasa Sari
Kurnianingsih et,al. Edisi 6. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Kosasih EN, Kosasih AS. 2008. Tafsiran Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Klinik.

Edisi kedua. Karisma Publishing


Group.Tangerang.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2011.


Pedoman Interpretasi Data Klinik.

Diakses tanggal 13 Oktober 2016.

Levin E, et al. 2008. Implementation of Buffy Coat Platelet Component Production:


Comparison to Platelet-Rich Plasma Platelet Production. Transfusion. 48: 1-
7.

Masihor J, dkk. 2013. Hubungan Jumlah Trombosit dan Jumlah Leukosit pada Pasien
Anak Demam Berdarah Dengue. Jurnal e-Biomedik (eBM). 1(1):391-395.

Nugrahani CK, dkk. 2005. Uji Diagnostik Apusan Buffy Coat dengan Pewarnaan Gram
pada Sepsis Neonatorum. Berkala Ilmu Kedokteran. 37 (1): 1-6.

Purwanto. 2002. Pemeriksaan Laboratorium pada Penderita Deman Berdarah Dengue.


Media Litbang Kesehatan. XII(1): 14-19.

24
Richmond, C., Reyes., M.D., Emmanuel Edwin, R., Dy, M.D., and Shirley Cresswell,
HCLD. 2002. ‘The utility of buffy coat Gram stain for the detection of
bacteremia in patients with sepsis. Phil J Microbiol Infect Dis. 31 (2): 70- 73.

Sacher RA, McPherson RA. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Alih bahasa, Brahm UP, Wulandari, D. Edisi 11. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Santosa, B. 2010. Differential Counting berdasarkan Zona Baca Atas dan Bawah pada
Preparat Darah Apus. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. 2010,
Semarang, Indonesia.Hal 1.

Turgeon, ML. 2004. Clinical Hematology Theory and Procedures. 4th ed. Little Brown
and Company. Boston.

Wahid AA, Purwaganda, W. 2015. Jurnal Ilmu-ilmu Kesehatan. Jurnal Kesehatan


Rajawali. 5(9):3-6.

Widmann, EK. 2001. Tinjauan Klinik atas Hasil


Pemeriksaan Laboratorium. Edisi

10. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai