Anda di halaman 1dari 9

Nama: Dimas Ayub wintara

Nim: 7211143008

PROSEDUR PELAKSANAAN TES HASIL BELAJAR

I.         Perencanaan Evaluasi

Dalam perencanaan evaluasi ada beberapa hal yang harus


diperhatikan, seperti tujuan, kisi-kisi, menulis soal, uji coba
dan analisis soal, revisi dan merakit soal.

1.      Menentukan Tujuan Evaluasi

Dalam melaksanakan evaluasi, tentu guru memiliki maksud


atau tujuan tertentu. Tujuan harus dirumuskan secara
jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal karena tujuan
evaluasi tersebut menjadi dasar untuk menentukan arah dan
ruang lingkup materi evaluasi.

2.      Menyusun kisi-kisi

Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi evaluasi


betul-betul representatif dan relevan dengan materi
pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta
didik.

Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan


distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan
berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi
sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal
menjadi perangkat tes.

3.      Menulis soal

Merupakan salah satu langkah penting untuk dapat


menghasilkan alat ukur atau tes yang baik. Penulisan soal
adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan
yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi.
Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus serta
menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan
maupun bentuk jawabannya.  Kualitas butir soal akan
menentukan kualitas tes secara keseluruhan. 

4.      Uji coba dan analisis soal

Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu


diujicobakan terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk
melihat soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki dan
dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik
digunakan untuk selanjutnya.[1]

Dalam melaksanakan uji coba soal, ada beberapa hal yang


harus diperhatikan, antara lain:

a.       Ruangan tempat tes diusahakan seterang mungkin

b.      Perlu disusun tata tertib pelaksanaan tes

c.       Para pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes


dengan ketat tapi tidak mengganggu suasana tes

d.      Waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya


soal yang diberikan

e.       Peserta didik harus benar-benar patuh mengerjakan


semua petunjuk dan perintah dari penguji

f.       Hasil uji coba hendaknya diolah, dianalisis dan


diadministrasikan dengan baik sehingga dapat diketahui
soal-soal mana yang lemah untuk selanjutnya dapat
diperbaiki kembali

5.      Revisi dan merakit soal

Setelah uji coba dan analisis, kemudian direvisi sesuai


dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda.
Ddengan demikian, ada soal yang masih bisa diperbaiki
dari segi bahasa dan ada juga yang harus direvisi total,
baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif
jawaban (option) bahkan ada soal yang harus disisihkan.
Berdasarkan hasil revisi soal inilah, baru dilakukan
perakitan soal menjadi suatu alat ukur yang terpadu.
Untuk itu, semua hal yang dapat memperngaruhi validitas
skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokan bentuk
soal, penataan soal dan sebagainya harus diperhatikan.[2]
II.      Pelaksanaan Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan


suatu evaluasi sesuai dengan perencanaan evaluasi, baik menggunakan
tes (tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan) maupun non-tes.
Dalam pelaksanaan tes maupun non-tes tersebut akan berbeda satu
dengan lainnya,Dalam praktek, pelaksaan tes hasil belajar dapat
diselenggarakan secara tertulis, lisan maupun perbuatan.[3]

Pada tes tulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk


tertulis dan jawaban juga dalam bentuk tulis. Pada tes lisan, soal-
soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula.
Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian
perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee dan cara
penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil
akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.[4]

A.    Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis

Prosedur Pelaksanaan Tes Tertulis Dalam melaksanakan tes


tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu
sebagaimana di kemukakan berikut ini.

1.    Agar dapat mengerjakan soal tes para peserta tes


mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat
berlangsungnya tes di pilihkan yang jauh dari keramaian,
kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang.

2.    Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-


desakan, tempat duduk di atur dengan jarak tertentu yang
memungkinkantercegahnya kerja sama yang tidak sehat di
antara testee.

3.    Ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan


pertukaran udara yang baik. Ruangan yang gelap atau
remang-remang disamping menyulitkan testee dalam membaca
soal dan menuliskan jawabanya, juga menyulitkan bagi
tester atau pengawas tes dalam menunaikan tugasnya. Ruang
tes yang terlalu terang atau terlalu menyilaukan mata,
disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat
menyebabkan testee cepat menjadi letih.
4.    Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau
kursi yang memiliki alas empat penulis, maka sebelum tes
di laksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas
tulis yang terbuat dari triplex, hardboard atau bahan
lainya, sehingga testee tidak harus menuliskan jawaban
soal tes yang di letakkan di atas paha sebagai alas
tulisnya.

5.    Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara


bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes di letakkan
secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee
untuk membaca dan mengerjakan soal lebih awal dari pada
teman- temanya. Dalam hubungan ini testee harus di beri
tahu bahwa mereka baru boleh memulai mengerjakan soal tes
setelah tanda waktu bekerja di lakukan.

6.    Dalam mengawasi jalanya tes, pengawas hendaknya berlaku


wajar. 

7.    Sebelum berlangsungya tes, hendaknya sudah di tentukan


terlebih dahulu sanksi yang dapat di kenakan kepada testee
yang berbuat curang. Sanksi itu dapat berupa tindakan
mengeluarkan testee dari ruangan atau dengan jalan membuat
berita acara tentang terjadinya kecurangan tersebut, atau
menuliskan kata “curang” di atas kertas pekerjaan estee
yang berbuat curang itu. 

8.    Sebagai bukti mengikuti tes, harus di siapkan daftar


hadir yang harus di tanda tangani oleh seluruh peserta
tes. Dalam mengedarkan daftar hadir tes itu hendaknya di
usahakan agar tidak mengganggu ketenangan jalanya tes. 

9.    Jika waktu yang telah di tentukan telah habis,


hendaknya testee di minta untuk menghentikan pekerjaanya
dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Tester atau
pengawas tes hendaknya segera mengumpulkan lembar-lembar
pekerjaan (jawaban) tes seraya meneliti, apakah jumlah
lembar jawaban tes itu sudah sesuai dengan jumlah testee
yang tercantum dalam daftar hadir tes. 

10.    Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di


kemudian hari, pada berita acara pelaksanaan tes harus di
tuliskan secara lengkap, berapa orang estee yang hadir dan
siapa yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya
(nomor urut, nomor induk, nomor ujian, nama dan
sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-
penyimpangan atau kelainan- kelainan harus di catat dalam
berita acara pelaksanaan ter tersebut.[5]

B.       Teknik Pelaksanaan Tes Lisan 

Beberapa petunjuk praktis ini kiraya dapat dipergunakan


sebagagai pegangan dalam pelaksanaan tes lisan.

1.      Sebelum tes lisan di lakasanakan seyogyanya tester


sudah melakukan inventarisasi sebagai jenis soal yang
akan di ajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut,
sehingga tes lissan dapat di harapkan memiliki validitas
yang tinggi, baik dari segi isi maupun kontruksinya.

2.      Setiap butir soal yang telah di tetapkan untuk di ajukan


dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus
pedoman atau ancar- ancar jawaban betulnya. Karena para
tester atau evaluator berasal dari latar belakang kailmuan
yang berbeda-beda dengan berbagai nilai dan pandangan
dasar yang berbeda pula. Hal ini di maksudkan agar tester
disamping mempunyai kriteria yang pasti dalam
memberikan skor atau nilai kepada testee atas jawaban
yang mereka berikan dalam tes lisan tersebut, juga tidak
akan terpukau atau terkecoh dengan jawaban panjang
lebar atau berbelit-belit yang diberikan oleh testee, yang
menurut testee merupakan jawaban betul dan tepat,
padahal menurut kriteria yang di tentukan sesungguhnya
sudah menyimpang atau tidak ada hubunganya dengan
soal yang di ajukan kepada testee. 

3.      Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes


lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau
nilai hasil tes lisan harus sudah dapat di tentukan di saat
masing-masing testee selesai dites. Hal ini di maksudkan
agar bemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang
diberikan kepada testee itu tidak di pengaruhi oleh
jawaban yang diberikan oleh testee yang lain. 

4.      Tes hasil belajar yang di laksanakan secara lisan


hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah
dari evaluasi menjadi diskusi. Tester harus senantiasa
menyadari bahwa testee yang ada di hadapanya adalah
testee yang sedang “diukur” dan “dinilai” prestasi
belajarnya setelah nereka menempuh proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian apabila
terjadi bahwa jawaban yang diberikan oleh testee yang
sekalipun menyimpang dari kriteria yang telah di tentukan,
namun sebenarnya tidak dapat disalahkan atau tidak
sepenuhnya salah, cukup di berikan skor atau nilai dan
tidak perlu disangkal atau diperdebatkan, yang dapat
mengakibatkan kegiatan evaluasi berubah menjadi
kegiatan diskusi.[6]

5.      Dalam rangka menegakkan prinsip objektivitas dan


prinsip keadilan, dalam tes yang di laksanakan secra lisan
itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan
angina segar” atau “memancing-mancing” dengan kata-
kata, kalimat-kalimat, atau kode tertentuyang sifatnya
menolong testee tertentu alasan “kasihan” karena tester
menaruh “rasa simpati” kepada testee yang di hadapinya
itu. Menguji pada hakekatnya adalah “mengukur” dan
bukan “membimbing” testee. 

6.      Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan


tersebut mengandung makna bahwa tas lisan itu
mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai
menimbulkan rasa takut, gugup, atau panic di kalangan
testee. Karena itu, dalam mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada testee, tester harus menggunakan kata
yang halus, bersifat sabar dan tidak emosional.
Penggunaan kalimat-kalimat yang sifatnya “menteror”,
yang meimbulkan tekanan psikis pada testee, haruslah di
cegah. 

7.      Sekalipun acapkali sulit untuk diwujudkan, namun


sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar
yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang
disediakan bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal-soal
atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut. Harus
diusahakan terciptanya keseimbangan alokasi waktu,
antara testee yang satu dengan testee yang lain. 

8.      Pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dalam tes lisan


hendaknya di buat bervariasi, dala arti bahwa inti pesoalan
yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan
pertanyaanya dibuat berlainan atau beragam. Hal ini
dimaksudkan agar testee yang dites lebih akhir (karena
sudah memnperoleh informasi dari testee yangyang telah
dites terdahulu), jangan sampai memperoleh nasib yang
lebih mujur ketimbang testee yang dites lebih awal. 

9.      Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu


berlangsung secara individual (satu demi satu). Hal ini di
maksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee yang
lain. Misalnya apabila dalam tes lisan itu secara serempak
tester berhadapan dengan dua orang testee atau lebih dan
pertanyaan yang sedang di ajukan kepada testee yang
mendapat kesempatan lebih awal tidak mungkin dapat di
jawab oleh testee berikutnya, maka mental testee yang
belum di tes itu akan menjadi menurun, sehingga akan
mempengaruhi jawaban- jawaban berikutnya. Selain itu
hal tersebut diatas juga dimaksudkan agar tidak
memberikan “angin segar” kepada testee yang belum
dites, sebab mereka mempunyai kesempatan yang lebih
luas untuk menyiapkan jawabannya ketimbang testee yang
sedang atau sudah selesai dites. [7]

C.    Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan 

Tes perbuatan pada umumnya di gunakan untuk mengukur


taraf kompetensi yang bersifat ketrampilan (psikomotorik),
dimana penilaianya dilakukan terhadap proses penyelesaian
tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah
melaksanakan tugas tersebut. Karena tes ini bertujuan ingin
mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini di
laksanakan secara individual. Hal ini di maksudkan agar masing-
masing individu yang dites akan dapat di amati dan dinilai secara
pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilanya dalam
melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing
individual tersebut. Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester.

1.      Tester harus mengamati dengan teliti, cara yang


ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang di
tentukan. 

2.      Agar dapat di capai kadar obyektivitas setinggi


mungkin, hendaknya testr jangan berbicara atau berbuat
sesuatu yang data mempengaruhi testee yang sedang
mengerjakan tugas tesebut. 

3.      Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan


tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instumen
berupa lembar penilaian yang di dalamya telah ditentukan
hal-hal apsajkah yang harus di amati dan di berikan penil.
[8]

III.             MONITORING PELAKSANAAN EVALUASI

1.      Fungsi Pemantauan

Pemantauan memiliki 2 fungsi pokok, yaitu untuk


mengetahui kesesuaian pelaksanaan program dengan
perencanaan dan untuk mengetahui seberapa pelaksanaan
pelaksanaan program yang sedang berlangsung dapat
diharapkan akan menghasilkan perubahan yang
diiinginkan.

2.      Sasaran Pemantauan

Sasaran pemantauan adalah menemukan hal-hal berikut:

a.       Sejauh mana pelaksanaan program telah sesuai


dengan rencana program

b.      Sampai sejauh mana pelaksanaan program telah


menunjukkkan tanda-tanda tercapainya tujuan
program.

c.       Apakah terjadi dampak tambahan yang positif


meskipun tidak direncanakan.

d.      Apakah terjadi dampak sampingan yang negatif,


merugikan atau kegiatan yang mengganggu.

3.      Teknik dan alat pemantauan

a.       Teknik pengamatan partisipatif dengan


menggunakan lembar pengamatan, catatan lapangan
dan alat perekam elektronik.

b.      Teknik wawancara, secara bebas atau terstruktur.


c.       Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi
seperti daftar hadir, satuan pelajaran, dsb.[9]

Anda mungkin juga menyukai