DISUSUN OLEH :
NIM : 222106039
KELAS :A
SEMESTER : I (SATU)
DOSEN PENGAMPU :
UNIVERTAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN (PPKN)
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugrah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugasPENGETASAN KEMISKINAN DALAM
PRESPEKTIF KEKRISTENANtepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak sekali kelemahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan daatang.
Gunungsitoli20November 2022
Penyusn:
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Hambatan dalam Pengentasan Kemiskinan.............................................................
C. Upaya Pengentasan Kemiskinan.............................................................................
D. Bentuk-bentuk Kemiskinan.....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. TUJUAN WAWANCARA.....................................................................................
B. DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA.........................................................
C. NAMA-NAMA SUMBER......................................................................................
D. WAKTU PELAKSANAAN....................................................................................
E. URAIAN HASIL WAWANCARA.........................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
A. KESIMPULAN.......................................................................................................
B. SARAN....................................................................................................................
LAMPIRAN.......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Makna “miskin” secara umum dipahami sebagai kondisi tidak memiliki harta dan
kemampuan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling mendasar
(primer) yaitu: makanan, air, kesehatan dan pendidikan serta tempat tinggal. Seseorang yang
hidup dalam situasi kemiskinan tidak mampu menikmati kesejahteraan secara ekonomis dan
sosial, sehingga ia mengalami kesulitan untuk meningkatkan kualitas hidup sebagaimana yang
seharusnya. Dalam konteks ini kita dapat melihat hubungan yang erat antara kesejahteraan
hidup dengan kualitas hidup. Seseorang disebut sejahtera apabila mampu meningkatkan
kualitas hidupnya. Makna kesejahteraan bukan sekadar sejahtera secara ekonomis saja, tetapi
juga secara sosial, kesehatan dan tingkat pendidikan serta makna hidup. Itu sebabnya kualitas
hidup manusia mencakup keseluruhan aspek, yaitu ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan
dan makna hidup.
Salah satu faktor yang tidak dapat disangkal untuk mencapai kesejahteraan hidup
adalah faktor ekonomi. Walau faktor ekonomi tidak lebih tinggi daripada kebutuhan sosial,
kesehatan, pendidikan dan makna hidup tetapi tanpa didukung oleh kemampuan ekonomis
kita tidak dapat mencapai kualitas hidup yang seharusnya. Karena itu salah satu faktor
pengentasan kemiskinan adalah perlunya peningkatan kemampuan ekonomis yang didukung
oleh keahlian, pendidikan, pelatihan, cara pandang, mentalitas dan spiritualitas serta iman.
Dengan demikian upaya pengentasan kemiskinan bersifat holistik, yaitu terintegrasinya setiap
segi dalam kesatuan sehingga menghasilkan sinergi spiritual untuk meraih tahap-tahap
kualitas hidup.
Upaya pengentasan kemiskinan sering gagal karena faktor penghambat tidak diselesaikan
lebih dahulu, yaitu:
1. Kemiskinan kultural/budaya yaitu lemahnya nilai-nilai dan pola hidup yang terbentuk
sebagai budaya dalam mental seseorang sehingga ia cenderung mengembangkan sikap
apatisme, malas, serba tergantung, tidak memiliki inisiatif dan mudah menyerah/tidak
ulet.
2. Orientasi spiritualitas yang keliru sebab ia menganggap segala sesuatu yang terjadi
dalam hidup ini merupakan takdir Allah, sehingga cenderung bersikap pasif dan
pasrah. Ia tidak memahami bahwa Allah menjadikan manusia sebagai mandataris-Nya
untuk mengelola dengan keahlian, tekun dan bertanggungjawab.
3. Kebiasaan hidup yang buruk yaitu: mabuk, pesta-pora, konsumerisme
4. Managemen waktu yang salah sehingga menyia-nyiakan kesempatan, menunda
pekerjaan, tidak disiplin dan melakukan hal-hal yang tidak berguna.
5. Tidak memiliki prioritas hidup, sehingga seluruh waktu dan tenaga dicurahkan untuk
hal-hal yang tidak terlalu penting dan bermakna. Karena itu makna hidup perlu
ditemukan dalam tujuan hidup yang utama dan bernilai abadi.
1. Pendekatan karitatif yaitu pola ajar berupa pemberian berbagai kebutuhan primer
dalam jangka waktu tertentu seperti memberi “sembilan kebutuhan pokok” untuk
meringankan beban kemiskinan yang berakibat rentan terhadap penyakit dan problem
sosial. Karena itu pendekatan karitatif hanya boleh dilakukan dalam jangka waktu
pendek dan tidak boleh terus-menerus sebab tujuan utama diakonia adalah
pemberdayaan kualitas hidup seseorang.
2. Pendekatan reformatif yaitu pola ajar yang sifatnya memberdayakan dengan
memberikan pelatihan, pembinaan, dan pendampingan sehingga yang bersangkutan
mengalami perubahan paradigma dan pengembangan keahlian. Dengan demikian ia
dapat mengatasi setiap persoalan hidup dan keluarganya dengan daya inisiatif yang
tinggi dan memiliki kemampuan yang terus berkembang. Karena itu dengan bantuan
reformatif seseorang semakin diperlengkapi dengan kemampuan yang semakin
memadai. Ia berkembang dan mampu menjadi seorang yang profesional dalam bidang
pekerjaannya.
3. Pendekatan transformatif yaitu pola ajar yang mampu mengembangkan para anggota
masyarakat sebagai komunitas untuk saling menginspirasi, berbenah dan
mengembangkan diri sehingga menciptakan kondisi sosial, budaya dan ekonomi serta
tingkat pendidikan untuk mencapai suatu kualitas hidup yang lebih tinggi. Dengan
pendekatan transformatif tersebut perubahan bukan hanya bersifat personal atau suatu
kelompok kecil tetapi suatu komunitas dalam lingkup yang lebih luas. Karena saling
menginspirasi dan memberdayakan, maka perubahan dengan peningkatan kualitas
hidup yang lebih tinggi bergerak secara sentrifugal yaitu gerak yang semakin meluas
dan melebar.
Ketiga pendekatan tersebut seharusnya bukan suatu pilihan tetapi suatu tahapan agar upaya
pengentasan kemiskinan menjadi upaya yang bersifat struktural dan kultural. Dengan
demikian upaya pengentasan kemiskinan yang bersifat karitatif hanyalah pintu masuk dalam
suatu periode tertentu agar dapat mengembangkan pola pendekatan yang bersifat reformatif
dan pada akhirnya mencapai pendekatan yang bersifat transformatif. Kesalahan terbesar bagi
beberapa kalangan atau lembaga termasuk pelayanan gerejawi adalah hanya terbatas pada
pendekatan karitatif belaka. Akibatnya justru menjadi bumerang. Mereka yang dibantu bukan
semakin keluar dari lingkaran kemiskinan, sebaliknya mereka semakin mengembangkan
kebiasaan tergantung dan pasif. Seharusnya pendekatan karitatif dilaksanakan dalam jangka
waktu yang relatif pendek tetapi mengutamakan pendekatan reformatif dalam jangka waktu
yang lebih panjang sehingga menghasilkan kemandirian dan pemberdayaan yang sesuai
dengan talenta atau karunia setiap orang.
D. Bentuk-bentuk Kemiskinan
Situasi kemiskinan sering merupakan situasi yang kompleks, saling terjalin dalam suatu
sistem. Secara garis-besar kemiskinan dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Kemiskinan Absolut: Arti kemiskinan yang absolut adalah suatu kondisi kekurangan
ekonomis secara ekstrim dalam jangka waktu yang panjang. Dalam kondisi
kemiskinan absolut, seseorang atau suatu keluarga tidak dapat memperoleh kebutuhan
dasar seperti makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, pendidikan dan perlindungan
yang layak. Karena itu dalam kemiskinan absolut, seseorang atau keluarga hanya
dapat bertahan dari sisa-sisa yang dimiliki. Setelah itu ia akan kehilangan semuanya
termasuk tempat tinggal, harta milik dan kesempatan yang ada. Karena itu tidaklah
mengherankan dalam kondisi kemiskinan absolut seseorang atau suatu keluarga
menjadi sangat egoistis dan tidak peduli dengan kehidupan orang lain.
2. Kemiskinan Relatif: Arti kemiskinan relatif adalah suatu kondisi kekurangan secara
ekonomis dengan pendapatan di bawah rata-rata anggota masyarakat pada umumnya
sehingga ia tidak mampu memenuhi berbagai kebutuhan sebab terlilit oleh hutang
yang sulit dibayar. Dalam konteks kemiskinan relatif seseorang masih dapat memiliki
tempat tinggal dan pekerjaan, namun jumlah pendapatan dia begitu minim. Dengan
kondisi kemiskinan relatif seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan yang paling
dasar (primer) namun serba terbatas.
PEMBAHASAN
A. TUJUAN WAWANCARA
1. Untuk Mengetahui Pandangan Gereja Tentang Kemiskinan Menurut Alkitab?
2. Untuk Mengetahui Apa Penyebab Terjadinya Kemiskinan?
3. Untuk Mengetahui Peran Pemuda dalam Mengatasi Kemiskinan?
4. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Kemiskinan menurut Alkitab?
5. Untuk Mengetahui Upaya Yang Harus Dilakukan dalam Mengatasi Kemiskinan?
C. NAMA-NAMA SUMBER
1. Bapak Pendeta Sekhi Zato Harefa, S.Th
2. Bapak Pendeta Yuliman Harefa, S.Th (Sebagai Fungsional)
3. Elnur Kurnia Paskah Telaumbanua ( Jemaat )
4. Anugrah Laoli ( Jemaat)
5. Ika Kristiani Telaumbanua ( Pemuda )
6. Teti Oi Nike Gulo ( Pemuda )
7. Kevin Harefa ( Pemuda )
D. WAKTU PELAKSANAAN
1. Narasumber : Bapak Pendeta Sekhi Zato Harefa, S.Th
Waktu : Jumat, 18 November 2022
Tempat : Rumah Dinas Pendeta Moawo
2. Narasumber : Bapak Pendeta Yuliman Harefa, S.Th (Sebagai Fungsional)
Waktu : Sabtu, 19 November 2022
Tempat : Rumah Dinas Pendeta Moawo
3. Narasumber : Elnur Kurnia Paskah Telaumbanua ( Jemaat )
Waktu : Selasa, 15 November 2022
Tempat : Rumah Narasumber
4. Narasumber : Anugrah Laoli ( Jemaat)
Waktu : Rabu, 16 November 2022
Tempat : Rumah Narasumber
5. Narasumber : Ika kristiani Telaumbanua ( Pemuda )
Waktu : Rabu, 16 November 2022
Tempat : Rumah Narasumber
6. Narasumber : Teti Oi Nike Gulo ( Pemuda )
Waktu : Rabu, 16 November 2022
Tempat : Rumah Narasumber
7. Narasumber : Kevin Harefa ( Pemuda )
Waktu : Rabu, 16 November 2022
Tempat : Rumah Narasumber
5) Menurut bapak, apa yang menjdi Upaya Yang Harus Dilakukan dalam Mengatasi
Kemiskinan?
Jawaban : Menurut saya, kita sebagai manusia harus Berusaha dalam memenuhi
kebutuhan kita sendiri. Kita harus memperbanyak berdoa agar tuhan membukakan
jalan di setiap usaha yang kita lakukan. Tidak malas bekerja dan membuka
lapangan kerja untuk orang-orang yang membutuhkannnya.
2. Narasumber : Bapak Pendeta Yuliman Harefa, S.Th (Sebagai
Fungsional)
1) Menurut bapak, Bagaimana Pandangan Gereja Tentang Kemiskinan Menurut
Alkitab?
Jawaban : kemiskinan menurut pandangan alkitab yaitu; kekurangan kebutuhan
miskin itu miskin harta, dan miskin ilmu, kasih sayang secara rohani tidak punya
pemahaman yang tepat tentang kebenaran. Tidak punya pengetahuan tentang
kebenaran yang memadai tentang Tuhan dan ajaran-ajarannyaatau relijius.
Dimana miskin dalam secara harta(Materi), ilmu(pengetahuan), dan rohani(kasih
sayang) karena dalam Alkitab (Matius 19:22) Ketika orang itu mendengar
perkataan itu, pergilah ia dengar sedih, sebab banyak hartanya. Karena
kemiskinan tidak di anggap sebagai kehendak Allah Justru Allah melawan
kemiskinan dengan cara memberi perhatian yang khusus kepada orang miskin
dan lemah.
5) Menurut bapak, apa yang menjdi Upaya Yang Harus Dilakukan dalam
Mengatasi Kemiskinan?
Jawaban: meningkatkan insentif bagi petani dan dan memperbaiki hasil dalam
pekerjaan dan meningkatkan pekerjaaan petani dan sll mengandalkan Tuhan
dalam setiap pekerjaan dalam bekerja keras. Dalam firman Tuhan (Amsal 10:4)
Tangan yang lambat membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan
kaya. Dan selalu mendoakan pemerintah supaya mereka juga dapat bisa di beri
wawasan oleh Tuhan.
ANALISIS JURNAL
Berdasarkan hasil wawancara Bapak Pdt. Sekhi zato harefa dan Bapak P.dt Yuliman
harefa yaitu; bahwa kemiskinan adalah memiliki pengertian ganda secara material diartikan
sebagai orang yang tidak cukup makan, dan tidak dapat menghidupi dirinya sendiri, punya
utang, dan tidak memiliki baju/pakaian tidak banyak. kasih sayang secara rohani tidak punya
pemahaman yang tepat tentang kebenaran. Tidak punya pengetahuan tentang kebenaran yang
memadai tentang Tuhan dan ajaran-ajarannya atau relijius. Dimana miskin dalam secara harta
(Materi), ilmu (pengetahuan), dan rohani (kasih sayang) karena dalam Alkitab (Matius 19:22)
Ketika orang itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengar sedih, sebab banyak hartanya.
Karena kemiskinan tidak di anggap sebagai kehendak Allah Justru Allah melawan
kemiskinan dengan cara memberi perhatian yang khusus kepada orang miskin dan lemah.
Makna “miskin” secara umum dipahami sebagai kondisi tidak memiliki harta dan
kemampuan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling mendasar
(primer) yaitu: makanan, air, kesehatan dan pendidikan serta tempat tinggal. Seseorang yang
hidup dalam situasi kemiskinan tidak mampu menikmati kesejahteraan secara ekonomis dan
sosial, sehingga ia mengalami kesulitan untuk meningkatkan kualitas hidup sebagaimana yang
seharusnya. Dalam konteks ini kita dapat melihat hubungan yang erat antara kesejahteraan
hidup dengan kualitas hidup. Seseorang disebut sejahtera apabila mampu meningkatkan
kualitas hidupnya. Makna kesejahteraan bukan sekadar sejahtera secara ekonomis saja, tetapi
juga secara sosial, kesehatan dan tingkat pendidikan serta makna hidup. Itu sebabnya kualitas
hidup manusia mencakup keseluruhan aspek, yaitu ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan
dan makna hidup.
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Masalah kemiskinan bukan hanya menjadi masalah bagi Indonesia, tetapi juga
menjadi masalah yang serius bagi setiap negara-negara yang masuk dalam kategori
dunia ketiga. Krisis yang terjadi sejak tahun 1997 juga berdampak terhadap angka
kemiskinan di Indonesia. Meskipun jumlah peningkatannya masih terjadi controversy,
kemiskinan tetap masih menjadi masalah yang serius yang perlu dicarikan solusinya
oleh bangsa Indonesia. Dalam masyarakat “gereja” kemiskinan memang telah menjadi
salah satu masalah sentral yang dibicarakan dalam Teologi Kekristenan Kontemporer.
Namun sayangnya usaha-usaha ini masih terbatas pada level individual charity.
Kelupaan atau ketidakmengertian Gereja atas tanggung jawabnya pada masalah
kemiskinan ini memang dapat dimengerti karena: pertama, Ke-ambigious-an istilah
miskin dalam Alkitab; kedua, Cara pandang dunia yang dikotomis; dan ketiga,
ketakutan yang berlebih-lebihan terutama dari kalangan Injili (Evangelical) pada
paham dari gerakan Injil Sosial (Social Gospel). Gelombang Neo-Marxism dan gap
yang begitu lebar antara negara kaya dan negara miskin telah merubah agenda teologi
yaitu teologi yang bukan hanya sebagai filsafat dan ilmu melainkan sebagai kekuatan
untuk mengubah dan membebaskan. Kata kunci: Gereja, Kemiskinan, Teologi,
Keadilan Sosial.
B. Saran
Demikianlah tugas makalah ini tentunya masih banyak kekurangan yang harus
dilengkapi, untuk mencapai kesempurnaan. saya hanyalah manusia biasa yang penuh
dengan kekurangan, untuk itu saya mohon dengan segala kerendahan hati, untuk
memberikan Saran dan kritiknya yang bersifat membangun, dengan harapan agar
makalah ini bisa memjadi salah satu pedoman bagi pembaca dan untuk menamah
wawasan supaya leih baik lagi.
LAMPIRAN