Anda di halaman 1dari 8

Konsep Audit

2.1. Audit

2.1.1. Pengertian dan jenis-jenis audit

Ada beberapa pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli di bidang akuntansi, antara lain:
Menurut Alvin A.Arens dan James K.Loebbecke :
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on
the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be
done by a competent independent person”.

Menurut Mulyadi :
“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian haisl-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.

Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan
oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan
bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Dalam melaksanakan audit faktor-faktor berikut harus diperhatikan:
1). Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan
sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut, 2). Penetapan entitas ekonomi dan periode
waktu yang diaudit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggungjawab auditor, 3). Bahan bukti harus
diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit, 4). Kemampuan auditor
memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang
diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.

Audit pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : audit laporan keuangan, audit kepatuhan,
dan audit operasional.
1) Audit laporan keuangan (financial statement audit). Audit laporan keuangan adalah audit yang
dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat
apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil
audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor
pelayanan pajak.
2) Audit kepatuhan (compliance audit). Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa
sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam
audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari
manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut
fungsi audit internal, karena oleh pegawai perusahaan.
3) Audit operasional (operational audit). Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik
aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional,
auditor diharapkan melakukan pengamatan yang obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap
operasional-operasional tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk : 1). Menilai kinerja, kinerja
dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan, standar-standar, dan sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh
manajemen, 2). Mengidentifikasikan peluang dan, 3). Memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau
tindakan lebih lanjut. Pihak-pihak yang mungkin meminta dilakukannya audit operasional adalah
manajemen dan pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta
dilaksanakannya audit tersebut.

2.1.2. Tujuan dan manfaat audit independen

Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kewajaran laporan keuangan diukur berdasarkan asersi terkandung dalam setiap unsur yang disajikan
dalam laporan keuangan, yang disebut dengan asersi manajemen.

Asersi manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori :
1) Keberadaan atau kejadian (existency or occurence). Asersi ini merupakan pernyataan manajemen
aktiva, kewajiban, dan ekuitas yang tercantum dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca serta
apakah pendapatan dan beban yang tercantum dalam laporan rugi laba benar-benar terjadi selama
periode akuntansi.
2) Kelengkapan (completeness). Kelengkapan berarti semua transaksi dan akun-akun yang seharusnya
tercatat dalam laporan keuangan telah dicatat. Asersi kelengkapan berlawanan dengan asersi
keberadaan. Jika asersi keberadaan tidak benar maka akun akan dinyatakan terlalu tinggi, sementara jika
asersi kelengkapan tidak benar, maka akun akan dinyatakan terlalu rendah. Asersi kelengkapan
berkaitan dengan kemungkinan hilangnya hal-hal yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan,
sedangkan asersi keberadaan berkaitan dengan penyebutan angka yang seharusnya tidak dimasukkan.
3) Hak dan kewajiban (rights and obligations). Auditor harus memastikan apakah aktiva memang
menjadi hak klien dan apakah kewajiban merupakan hutang klien pada tanggal tertentu.
4) Penilaian atau alokasi (valluation or allocation). Asersi ini menyangkut apakah aktiva, kewajiban,
ekuitas, pendapatan, atau beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat.
5) Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure). Asersi ini menyangkut masalah apakah
komponen-komponen laporan keuangan telah diklasifikasikan, diuraikan, dan diungkapkan secara tepat.
Pengungkapan berhubungan dengan apakah informasi dalam laporan keuangan, termasuk catatan yang
terkait, telah menjelaskan secara gamblang hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaannya.

2.1.3. Independensi

Masalah utama yang dihadapi oleh akuntan publik saat ini adalah berkurangnya kekuasaan mereka
dalam melaksanakan penugasan. Seorang akuntan yang independen dituntut untuk bertindak sesuai
dengan peraturan perundangan dan kode etik profesi. Fenomena hubungan antara akuntan publik
dengan klien telah menjadi pusat perhatian bagi para pembuat keputusan, seperti investor, kreditor,
dan pemegang saham.

Mereka sangat menyadari adanya kemampuan yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan.
Pertama, kemampuan yang berkaitan dengan kecenderungan manajemen perusahaan untuk
memanipulasi kinerja laporan keuangan perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan penilaian yang
positif atas tanggung jawabnya sebagai pihak yang mengelola perusahaan. Kecenderungan ini dikenal
dengan istilah window dressing, biasanya dilakukan dengan cara memperbaiki laporan keuangan
sedemikian rupa sehingga tampak lebih baik dari semestinya.
Berbeda dengan profesi lain, auditor tidak dapat bertindak untuk kepentingan kliennya sebagaimana
pengacara dengan kliennya. Meskipun dibayar oleh klien akuntan publik bekerja bagi kepentingan
masyarakat umum. Auditor harus independen dalam dari segala kewajiban dan pemilikan kepentingan
dalam perusahaan yang diauditnya. Ia harus pula menghindari keadaan-keadaan yang dapat
mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Dalam kenyataannya auditor seringkali
menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang seringkali
mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut :
1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh kliennya atas
jasanya tersebut.
2. Kecenderungan untuk memuaskan kliennya.
3. Resiko kehilangan klien.

2.1.4. Jenis-jenis auditor

Auditor biasanya diklasifikasikan dalam tiga kategori berdasarkan siapa yang mempekerjakan mereka :
akuntan publik, akuntan pemerintah, dan akuntan intern.
? Akuntan publik. Akuntan publik adalah akuntan professional yang menjual jasanya kepada masyarakat
umum, terutama daam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya.
? Akuntan pemerintah. Akuntan pemerintah adalah akuntan profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan pemeriksaan terhadap pertanggungjawaban keuangan
yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang
ditujukan kepada pemerintah.
? Akuntan intern. Adalah akuntan yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah
menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,
menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap aset-aset organisasi, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh
berbagai bagian organisasi.

2.2. Laporan auditor

2.2.1. Pengertian dan jenis-jenis laporan auditor

Pembuatan laporan auditor adalah langkah terakhir dan paling penting dari keseluruhan proses audit.
Secara umum laporan auditor dapat didefinisikan sebagai laporan yang menyatakan pendapat auditor
yang independen mengenai kelayakan atau ketepatan pernyataan klien bahwa laporan keuangannya
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntan yang berlaku umum, yang diterapkan
secara konsisten dengan tahun sebelumnya. Dalam menyiapkan dan menerbitkan sebuah laporan audit,
auditor harus berpedoman pada empat standar pelaporan yang terdapat dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP).

Terpenting, harus dilihat standar yang terakhir karena standar ini mensyaratkan suatu pernyataan
pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atau pernyataan bahwa pendapat tidak dapat
diberikan disertai dengan alasan-alasannya. Standar ini mensyaratkan adanya pernyataan auditor secara
jelas mengenai sifat pemeriksaan yang telah dilakukan dan sampai dimana auditor membatasi
tanggungjawabnya. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya
berupa laporan audit bentuk baku.
Menyadari fungsi utama laporan audit sebagai media komunikasi antara manajemen dengan pihak-
pihak lain yang berkepentingan, maka dibutuhkan adanya keseragaman pelaporan untuk menghindari
kerancuan. Oleh karena itu standar profesional telah merumuskan dan merinci berbagai jenis laporan
audit yang harus disertakan pada laporan keuangan.

Terdapat beberapa jenis pendapat akuntan yang diberikannya berkenaan dengan suatu pemeriksaan
umum, yaitu :
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion).
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory
language).
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion).
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion).
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion).
1). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Istilah unqualified disini bukan berarti tidak memenuhi syarat atau tidak qualified. Arti unqualified disini
adalah tanpa kualifikasi (qualification) atau tanpa reserve atau tanpa keberatan-keberatan. Pendapat
wajar tanpa pengecualian diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak
terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang
berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap
menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum jika memenuhi kondisi-kondisi berikut :
• Prinsip akuntansi berlaku umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan
• Perubahan penerapan prinsip akuntansi berlaku umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan
• Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup
dalam laporan keuangan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
2). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with
explanatory language).
Laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien
namun ditambah dengan hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan.
3). Laporan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah
wajar, tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Terdapat beberapa kondisi yang membuat auditor
harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian, yaitu :
• Lingkup audit dibatasi oleh klien
• Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi
penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien dan auditor
• Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum
• Prinsip akuntansi berlaku umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak
diterapakan secara konsisten
4). Laporan pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan saldo laba dan arus kas perusahaan klien. Auditor memeberikan pendapat tidak wajar jika
tidak terdapat pembatasan bukti audit. Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar
dengan pengecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya,
sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten dalam jumlah cukup untuk mendukung pendapatnya.
5). Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan auditor jika ia tidak berhasil menyakinkan dirinya
bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pernyataan tidak memberikan
pendapat diberikan jika antara lain, terdapat banyak pembatasan lingkup audit, hubungan yang tidak
independen antara auditor dan klien. Masing-masing kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor
untuk dapat menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan secara keseluruhan.

2.2.2. Tujuan dan manfaat laporan auditor

Dalam perusahaan perseroan, dimana para manajer ditempatkan pada posisi dimana mereka dapat
menguntungkan perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan yang disusunnya dalam suatu
periode tertentu. Laporan keuangan yang disusun merupakan bentuk pertanggungjawaban dari hasil
pekerjaannya selama suatu periode. Para manajer tergoda untuk menyajikan laporan keuangan yang
berat sebelah, mengandung hal-hal yang tidak benar, dan mungkin menyembunyikan informasi
informasi tertentu kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan itu,
termasuk investor, kreditor, dan regulator.

Oleh karena itu masyarakat keuangan membutuhkan jasa profesional untuk menilai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan oleh manajemen. Atas dasar informasi keuangan yang andal, masyarakat akan
memiliki basis yang kuat untuk menyalurkan dana mereka ke usaha-usaha yang beroperasi secara
efisien dan memiliki posisi keuangan yang sehat. Untuk itu masyarakat menghendaki agar laporan
keuangan yang diserahkan kepada mereka diperiksa lebih dulu oleh auditor independen. Keterlibatan
audit yang independen akan memberikan manfaat-manfaat antara lain, menambah kredibilitas laporan
keuangan, mengurangi kecurangan perusahaan, dan memberikan dasar yang lebih dipercaya untuk
pelaporan pajak dan laporan keuangan lain yang harus diserahkan kepada pemerintah.

2.3. Materialitas

Selama pemeriksaan auditor terus dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang seberapa banyak
bahan bukti yang harus dikumpulkan, jenis bahan bukti, dan tindakan apa yang harus diambil terhadap
bahan bukti yang diperiksa. Secara umum materialitas sangat tergantung pada intuisi si auditor.

Materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit adalah suatu salah saji dalam
laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat
mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Salah saji informasi akuntansi,
dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya
penghilangan atau salah saji itu.
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor bukanlah pemberi jaminan bagi klien atau pemakai laporan
keuangan lainnya, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat. Auditor tidak dapat memberikan
jaminan karena ia tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak
dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi dengan semestinya ke dalam laporan keuangan.
Di samping itu tidaklah mungkin seseorang menyatakan keakuratan laporan keuangan (ketepatan semua
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan), mengingat bahwa laporan itu sendiri berisi pendapat,
estimasi, dan pertimbangan dalam proses penyusunannya, yang seringkali pendapat, estimasi, dan
pertimbangan tersebut tidak tepat atau akurat seratus persen. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan
keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini :
1. Jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat,
diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2. Bukti audit kompeten telah cukup dikumpulkan sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat
atas laporan keuangan auditan.
3. Dalam bentuk pendapat, bahwa laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar dan
tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan atau kecurangan.

2.4. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat

2.4.1. Pengertian pernyataan tidak memberikan pendapat

Pernyataan tidak memberikan pendapat dapat didefinisikan bahwa akuntan publik menolak
memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang diperiksanya atau jika auditor tidak dapat
melaksanakan pemeriksaan karena pembatasan lingkup audit.

Jika auditor tidak bersedia untuk menyatakan pendapat, semua alasan pokok harus dibuat dalam
laporan pemeriksaan, dan alasan untuk tidak menyatakan pendapat harus disusun sehingga berfokus
pada penyajian laporan keuangan yang tidak dapat diverifikasi. Juga, alasan ketidaksediaan harus
menjelaskan bagaimana hubungan antara penyajian yang tidak diverifikasi dengan kewajaran
menyeluruh dari laporan keuangan yang tidak diberi pendapat. Penolakan memberi pendapat tidak
boleh diberikan oleh auditor, bila ia yakin atas dasar hasil pemeriksaannya, bahwa terdapat
penyimpangan yang material terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat tidak wajar adalah:
pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran
laporan keuangan klien. Sedangkan pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan karena ia tidak
memperoleh cukup bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau ia tidak independen
dalam hubungannya dengan klien.

Berikut kondisi-kondisi yang menyebabkan auditor menolak memberikan pendapat, yaitu :


1. penyimpangan terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, atau salah saji, atau
pengungkapan yang tidak layak, atau pembatasan lingkup audit, atau perubahan metode akuntansi yang
tidak disetujui oleh auditor.
2. akun-akun yang terkait cukup material, sehingga pendapat wajar tidak layak untuk diberikan.
3. hasil laporan keuangan secara material menyesatkan atau auditor tidak yakin akan akurasi akun-akun
tertentu.
4. dampak dari akun-akun yang secara material salah saji dapat merusak laporan keuangan.

2.4.2. Pembatasan terhadap lingkup audit

Pembatasan lingkup audit dapat disebabkan oleh klien atau keadaan. Pembatasan terhadap lingkup
audit berakibat terhadap jumlah dan kompetensi bukti yang dapat dikumpulkan oleh auditor. Jika
pembatasan tersebut dapat diatasi oleh auditor dengan menempuh prosedur audit alternatif, auditor
tidak perlu mencantumkan pengecualian dalam paragraf lingkup audit dan auditor dapat memberikan
pendapat wajar tanpa pengecualian.

Contoh, jika auditor tidak dibolehkan oleh klien untuk mengirim surat konfirmasi kepada debitur, tetapi
auditor dapat membuktikan adanya piutang kepada debitur tersebut melalui prosedur audit terhadap
penerimaan kas setelah tanggal neraca dari para debitur tersebut, maka auditor telah dapat menempuh
prosedur audit alternatif untuk menggantikan prosedur audit yang diharuskan oleh standar akuntansi.

Jika prosedur alternatif tidak dapat dilakukan, sehingga bahan bukti dalam jumlah cukup dan kompeten
tidak dapat diperoleh, maka auditor biasanya menambah kata-kata dalam paragraf lingkup audit untuk
menarik perhatian terhadap adanya pengecualian tersebut. Auditor dapat menentukan bahwa ia dapat
menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian hanya jika audit telah dilaksanakan berdasarkan
standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Pembatasan terhadap lingkup audit,
baik yang dikenankan oleh klien atau keadaan, kegagalan memperoleh bukti kompeten yang cukup, atau
tidak cukupnya catatan akuntansi, dapat mejadikan dasar bagi auditor untuk memberikan pengecualian
di dalam pendapatnya atau pernyataan tidak memberikan pendapat. Dalam hal ini, alasan pengecualian
atau pernyataan tidak memberikan pendapat harus dijelaskan oleh auditor dalam laporannya.

Keputusan auditor dalam memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pernyataan tidak
memberikan pendapat karena pembatasan lingkup audit tergantung atas penilaian auditor terhadapa
pentingnya prosedur yang tidak dapat dilaksanakan tersebut bagi auditor dalam memberikan pendapat
atas laporan keuangan auditan. Penilaian ini akan dipengaruhi oleh sifat dan besarnya damapak yang
mungkin timbul sebagai akibat hal yang dikecualikan tersebut dan pentingnya bagi laporan keuangan.
jika dampak yang mungkin timbul menyangkut banyak pos laporan keuangan, maka pentingnya hal yang
dikecualikan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan jika hanya menyangkut pos laporan
keuangan yang lebih sedikit.
Jika pembatasan terhadap lingkup audit ini kurang material dampaknya terhadap informasi yang
disajikan oleh klien dalam laporan keuangannya, sehingga auditor masih dapat memberikan pendapat
wajar terhadap laporan keuangan tersebut secara keseluruhan, maka auditor akan memberikan
pendapat wajar dengan pengecualian.

Jika pembatasan terhadap lingkup audit mengakibatkan auditor sangat kekurangan bukti yang
kompeten untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka auditor akan menyatakan
tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan tersebut.
---
DAFTAR PUSTAKA

Alvin A. Arens and James K. Loebbecke, (1997), Auditing An Integrated Approach, International Edition,
Seventh Edition, New Jersey : Prentice-Hill Inc, hal 2

Arens.,A., dan Loebbecke., J, (1997), Auditing Pendekatan Terpadu, Edisi Indonesia, Jilid I, Jakarta :
Salemba Empat, hal 42.

Arthur W. Holmes dan David C. Burns, (1996), Auditing norma dan prosedur, Edisi 9, Jilid 1, Jakarta :
Erlangga, hal 2

Mulyadi, (1990), Pemeriksaan Akuntan, Edisi 3, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN, hal 4
Mulyadi, (1992), Pemeriksaan Akuntan, Edisi 4, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN, hal 27

Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001, (2001), Cetakan ke-1, Jakarta : Salemba Empat,
PSA 02 (SA 110)

Theodorus., M., Tuanakotta, (1982), Auditing Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik, Edisi ketiga,
Jakarta :Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, hal 31

Anda mungkin juga menyukai